Malam ini adalah malam berduka untuk Shawn Miller. Meski ia mungkin tidak dekat dengan ibunya tapi Shawn tetap memberikan pemakaman yang layak untuk ibunya.
Jasad Kiriko akan dimakamkan secara Kristen sesuai dengan agama yang dianutnya. Dan Shawn menyerahkan semuanya pada kepala pelayan mansion tersebut. Tetapi, Shawn tidak pergi dari rumah ibunya.
Shawn sudah tak pernah menginap atau bermalam di rumah mewah itu lagi semenjak remaja. Ia sudah lama pergi dari rumah. Begitu pula dengan Kiran yang belum tega untuk pergi dari rumah itu. Padahal perutnya sudah meronta minta diisi tapi Kiran hanya bisa memegang perutnya dan menahan rasa lapar.
Ia sendiri duduk di ruang keluarga menyaksikan berbagai orang lalu lalang mempersiapkan acara pemakaman keesokan harinya.
“Sabar ya, Sayang. Kamu pasti lapar ya?” gumam Kiran sambil membelai perutnya perlahan. Napas Kiran mulai agak sedikit tersengal karena waktu makan malam mulai lewat.
“Ak
Shawn tak perlu berteriak atau menghardik untuk membungkam seseorang. Itu termasuk untuk Kiran. Ia hanya perlu memanggil nama dan menatap tajam, maka itu sudah bisa membuat Kiran terdiam.“Kita belum bercerai, Kiran. Jadi aku masih punya hak atas dirimu!” Kiran terdiam dan menatap mata Shawn dengan raut sedih.“Aku mohon ... dengarkanlah aku sekali lagi. Aku punya penjelasan untuk itu semua,” sambung Shawn makin lembut. Kiran tak mau menerima dan memilih untuk menggelengkan kepalanya.“Aku sudah percaya padamu ... seperti wanita bodoh. Aku sangat mempercayaimu, tapi yang kamu lakukan ... sangat menyakitiku,” lirih Kiran membuat mata Shawn ikut berkaca-kaca.“Aku mengira ... kamu menolakku karena kita tak saling mengenal. Tapi aku tak pernah menyangka jika ternyata kamu memilih untuk memuaskan nafsumu dengan wanita lain daripada mengenalku,” sambung Kiran lagi.Hati Shawn bagaikan diremas saat mendenga
Mata Kiran terbuka cepat saat ia sadar jika ia baru saja berciuman dengan Shawn Miller. Tangan Shawn mulai meraba lekuk tubuh Kiran tapi tak membuka apapun sama sekali. Ia terus menerus mengucapkan kata cinta dan rindu yang membuncah di dada.Dan saat ciuman itu makin panas, Kiran tersentak bangun. Matanya membesar tapi ia malah tidur menyamping. Tak ada yang terjadi sama sekali dan hari ternyata sudah pagi. Kiran kemudian berpaling ke sampingnya dan tak siapapun disana. Ranjang juga masih seperti semalam saat ia tidur.“Aku bermimpi?” gumam Kiran kebingungan. Rasanya mimpi itu begitu nyata sampai Kiran bisa mencium wangi honey and amber dari shower yang biasa digunakan oleh Shawn.Dalam kebingungan dan ia duduk di ranjang, perut Kiran tiba-tiba bergejolak. Kiran keluar dari selimutnya dan berlari dengan kaki telanjang ke arah kamar mandi.Kiran langsung muntah di wastafel tanpa menunggu waktu. Ia terus muntah untuk beberapa saat sampai seoran
Satu hari pasca pemakaman mantan ibu mertuanya, Kiriko Matsui, Kiran kembali dilanda rasa sedih sekaligus bingung. Padahal beberapa hari yang lalu ia sudah yakin akan bercerai, namun setelah kejadian kemarin, hati Kiran makin ragu.Ia tak perlu meminta dan Shawn akan mengabulkan perceraiannya. Sesungguhnya itu malah membuatnya takut. Kiran merasa takut kehilangan dan itu membuat airmatanya jatuh tiba-tiba.Seharian ini ketika ada amplop berkas yang masuk, jantungnya berdetak kencang. Saat ia membuka dan itu bukan surat perceraian dari Shawn, Kiran menarik napas lega.Entah karena Tuhan sedang menghukumnya karena telah lari dari perasaan dan suaminya sendiri, kini Kiran dihadapkan dengan dua kasus perceraian. Keduanya akan disidangkan minggu depan.Hari masih pagi, tepatnya jam 10 tapi Kiran sudah kehilangan konsentrasinya. Ia sampai harus menepuk-nepuk pipinya beberapa kali.“Ayo Kiran, jangan seperti ini!” gumamnya memarahi diri sendir
Yousef Kanishka baru memeriksa ponselnya nyaris dua hari lamanya. Ponsel itu bahkan sempat mati dan baru dihidupkan kembali satu hari setelahnya. Ia begitu sibuk mengurus beberapa klien yang membeli daftar tersebut.Sekarang Yousef sedang mengumpulkan semua uangnya dan akan membawanya lari dari Amerika. Ia sudah menyediakan tempat tinggal permanen di Buenos Aires untuk menikmati hari pensiunnya dengan bersenang-senang.Beberapa pesan masuk ke ponsel itu dan salah satunya adalah dari Kiran, putrinya. Yousef memang sudah meninggalkan rumah beberapa hari dengan tinggal di New York. Tapi dia memang tak berencana untuk kembali ke Boston.Terlebih setelah menjual daftar palsu tersebut. Tak mungkin Yousef akan tinggal barang satu hari pun di Amerika. Ia pasti sudah harus melarikan diri.Para penjahat yang menjadi kliennya pasti akan memburunya ke rumahnya di Boston dan betapa leganya ia saat mengetahui jika Kiran malah pindah dari rumah itu dengan sendirinya.
Ramdash mengantarkan Kiran sampai ke dalam taksinya dan tersenyum. Ia benar-benar memastikan Kiran duduk dengan baik. Setelah mengetahui rahasia Kiran selanjutnya, Ramdash ingin Kiran terjaga dengan baik.“Jaga kandunganmu, Kiran. Aku senang kamu tidak tinggal lagi di rumah dan memiliki rumah sendiri. Datanglah lagi, jangan pernah segan!” ucap Ramdash masih tersenyum. Kiran membalas dan mengangguk.“Tolong antar Adikku sampai ke rumahnya!” Ramdash berpesan pada supir taksi tersebut. Supir itu mengangguk dan menjalankan mobilnya. Kiran semakin menjauh dari restoran milik Ramdash.Meski separuh beban di hatinya sudah terlepas tapi beban yang lain mulai menyelimutinya. Kiran pun mengambil ponsel dan memeriksa pesan yang masuk. Salah satunya adalah dari Ayahnya, Yousef Kanishka yang baru membalas pesan setelah berhari-hari pergi.‘Ayah tak masalah kamu pindah. Jaga dirimu baik-baik, Nak. Ayah akan mengunjungimu lain kali.’
SATU HARI SEBELUMNYABlue Handerson ditugasan oleh Shawn Miller untuk kembali ke mansion Matsui mengurusi beberapa hal. Itu termasuk soal warisan dan wasiat Kiriko Matsui soal mansion atau harta keluarga kaya raya itu.Sementara usai pemakaman, Shawn langsung kembali ke New York mempersiapkan perceraian dan rencananya untuk mengundurkan diri dari jabatannya.Blue tiba di mansion itu menggunakan pesawat latih yang mendarat di landasan pacu utama sebelah mansion tersebut. Hari mulai sore dan sebentar lagi akan gelap. Semakin redup karena sepertinya hujan akan turun.Dengan sedikit berlari, Blue segera masuk ke dalam mansion sebelum hujan benar-benar akan membuatnya basah. Sesampainya Blue di dalam, kepala pelayan sudah menyambutnya datang.“Apa semua sudah siap?” tanya Blue sambil berjalan bersama kepala pelayan.“Sudah Letnan. Semua surat dan dokumen penting tak disentuh oleh siapapun di ruang kerja. Ini adalah kunci kombina
Ramdash Kanishka berjalan terlebih dahulu daripada Shawn Miller ke arah restoran hotel The Grand Tondland. Shawn tak percaya pada salah satu anggota keluarga Kanishka, itulah mengapa ia meminta Ramdash untuk berjalan terlebih dahulu.Ramdash duduk di sebuah meja bundar yang diperuntukkan untuk santai. Seorang pelayan lantas datang menanyakan pesanan dari keduanya. Shawn memilih untuk tidak memesan dan hanya duduk saja di depan Ramdash.“Kamu mau bicara apa?” tanya Shawn mulai ketus.“Aku tahu kamu pasti sudah mendapatkan informasi soal Ayahku. Dia ... sudah melarikan diri kan?” Ramdash langsung menebak dengan benar. Shawn mengernyitkan kening dan menelan ludahnya sebelum menjawab.“Bagaimana kamu bisa tahu?” pelayan tadi kemudian kembali lagi dan memberikan minuman pesanan Ramdash.“Karena dia adalah Ayahku!” jawabnya singkat lalu menyesap minuman bir yang ia pesan. Shawn menarik oksigen ke paru-parun
“Apa ada yang terjadi pada Kiran? Apa kamu tahu sesuatu, Blue?” tanya Shawn Miller dengan wajah sedikit terperangah.Blue ikut-ikutan terlihat aneh dan mengatupkan bibirnya. Apa yang sebenarnya terjadi sampai Shawn bertanya seperti itu? kecurigaan Blue akan dugaan Kiran tengah hamil sepertinya ikut menghampiri Shawn.“Apa yang sebenarnya terjadi di dalam, Admiral? Aku tidak melihatmu di perjamuan tadi?” Blue balik bertanya membuat Shawn menyandarkan punggungnya pada jok mobil.“Aku baru saja bicara dengan Ramdash. Dia bilang Kiran sedang ... terjadi sesuatu padanya. Tapi dia tidak bilang itu apa. Dia malah memberiku ucapan selamat!” Blue tampak bingung mendengar cerita Shawn.“Aku terus mendesak dia bercerita tapi dia bilang hanya Kiran yang berhak memberitahukan aku apa yang terjadi. Blue ... sebenarnya ada apa? Apa Kiran-ku sedang sakit? Kenapa semua orang tak berhenti membuat aku khawatir!” keluh Shawn de
Ares bahkan sempat mencegat Andrew tapi yang ditunjukkan sahabatnya itu hanyalah tatapan kebencian. Ia pergi tanpa ada siapa pun yang bisa mencegahnya. Andrew ternyata pulang ke Boston tapi The Seven Wolves terutama Jayden terus mengejar dirinya.Andrew pun tak lama menghabiskan waktunya di mansion sang Ayah, ia bahkan tak hadir saat pembacaan warisan yang memberikan seluruh harta milik Shawn Miller padanya. Andrew berhenti datang ke sekolah dan mulai menghilang. Ia lari dari asrama sekolah dan tak pernah kembali ke penthouse mewah di Belligers lagi.Andrew sempat menyelinap masuk ke dalam apartemen ayahnya yang dijaga oleh anggota Golden Dragon. Ia hanya ingin mengambil barang peninggalan ayahnya yaitu sebuah album lagu dalam bentuk vinil milik mendiang ibunya dan sebuah foto milik orang tuanya yang diambil oleh neneknya Kiriko Matsui.Setelah mendapatkan yang diinginkannya, Andrew hendak menyelinap lagi keluar sebelum ia melihat Nana Tantria ternyata tidur di
"Waktu kematian … " begitu sakralnya kalimat tersebut saat seorang dokter menyatakan kematian seseorang. Kalimat itulah yang tak ingin di dengar oleh siapa pun. Itu termasuk Arjoona yang hanya duduk menyaksikan jasad temannya Shawn dinaikkan ke dalam ambulans dan dibawa.Semuanya hancur dalam sehari. Semuanya tanpa terkecuali. Dengan tubuh basah kuyup serta masih meneteskan air, Rei lantas menyelimuti ayahnya."Dad ... Daddy bisa pneumonia dan mati jika seperti ini!" ucap Rei dengan suara beratnya pada sang Ayah. Arjoona tak menjawab dan malah menengadahkan kepala menatap langit yang masih mendung. Hujan sudah berhenti dan membawa jiwa Shawn terbang ke angkasa. Mungkin saat ini, ia tengah bertemu Kiran dan berkumpul bersama James juga Delilah.Mata Rei lantas menoleh pada ambulans yang membawa Andrew. Ia tak sadarkan diri setelah tak mampu menangkap ayahnya Shawn yang memilih melompat dari ketinggian 15 meter lebih langsung ke lantai beton bersama Rohan K
Jayden menggunakan tali pinggangnya sebagai alat bela diri dengan memanfaatkan tenaga lawan."Om Jay!" pekik Ares hendak menolong tapi ia salah jatuh dan hampir terjerembap ke lantai dua tempat dimana Jayden tengah dikeroyok. Andrew dengan cepat memegang tangan Ares sebelum ia terjatuh. Mata mereka saling menatap dengan ekspresi takut kehilangan. Punggung Andrew tiba-tiba dihantam oleh seseorang menggunakan kayu dan ia hampir saja melepaskan Ares.Mars yang berada di lantai satu melihat putranya bergelantung di lengan Andrew langsung membelalakkan matanya. Pertolongan bagi Andrew datang dari Aldrich dan Rei yang menghajar orang-orang yang memukul Andrew. Selagi Aldrich dan Rei sibuk berkelahi, Andrew menarik Ares kembali ke atas.Dengan mata terbelalak, Ares tak sempat bernapas selain memukul salah satu pria yang hendak memukul Andrew dari arah belakang. Mars di bawah sudah kalah telak karena kini dihajar oleh tiga orang bersenjata tajam. Salah satunya sudah men
Ares menatap horor ke arah Andrew yang hanya mendengus meliriknya sekilas."Ini bahaya!" gumam Ares lagi masih dengan pandangan horor yang sama."Dia Pamanku, Ares. Dia kakak dari ibuku!" gumam Andrew membuat Ares semakin membelalakkan matanya."Fuck!" kutuk Ares tanpa sadar. Ia lalu memandang dashboard mobil sport milik Andrew dan berpikir sementara Andrew terus mengebut dengan mobilnya. Ia memasukkan nama taman yang dimaksudkan oleh Elena pada mesin navigasi dan sebisa mungkin tiba lebih cepat. Ares lalu mengambil ponsel dan menghubungi Jupiter, Rei serta Aldrich bersamaan."Kamu mau apa?" tanya Andrew pada Ares yang menempelkan ponsel di telinganya."Menghubungi yang lain. Kita butuh bantuan!" aku Ares dengan jujur. Andrew menggelengkan kepalanya."Jangan ... mungkin tak akan terjadi apa pun!""Jangan gila kamu. Dia pria yang berbahaya!""Dia Pamanku, Ares!" bantah Andrew makin sengit."Tapi dia pembunuh Aunty Kiran.
Ares benar-benar menyebalkan. Ia terus menguntit Andrew bahkan sampai masuk ke dalam mobilnya. Ia hanya ingin Andrew bicara tentang apa yang membuatnya berubah tiba-tiba."Keluar!" sahut Andrew mengusir Ares yang ikut masuk ke dalam mobilnya."Tidak!" jawab Ares tak peduli. Andrew makin mendengus kesal lalu diam tak bicara maupun menekan pedal gas."Kenapa kamu pindah ke asrama sekolah? Memangnya kenapa jika tinggal di Bellingers?" tanya Ares begitu serius pada Andrew yang tiba-tiba memutuskan untuk masuk ke asrama sekolah dan tak mau lagi tinggal bersama ayahnya."Itu bukan urusanmu!""Aku temanmu, Andy!" Andrew terkekeh sinis dan menggelengkan kepalanya."Yang benar saja!" gumamnya makin sinis. Ares benar-benar mengernyitkan keningnya heran. Dalam satu hari ia bisa berubah drastis seperti seseorang yang tak pernah dikenal Ares sama sekali."Ada apa denganmu, Andy? Kenapa kamu bisa berubah seperti ini!" tukas Ares lagi dengan nada se
Shawn tak lagi masuk kerja usai pertengkarannya dengan Andrew tadi malam. Ia berdiri di depan jendela ruang kerjanya menunggu berita dari salah satu mata-matanya. Jemarinya terus menyentuh cincin pernikahan yang melingkari jemarinya.Alunan suara seorang wanita menyanyikan tembang Love Story mengisi relung ruangan yang sepi itu."With his first hello. He gave new meaning to this empty world of mine. There'd never be another love, another time. He came into my life and made the living fine. He fills my heart ... "Dengan merdunya rekaman suara nyanyian Kiran menggema ke seluruh penthouse tersebut. Seakan Kiran datang memeluk Shawn yang memejamkan matanya. Pipi Kiran dirasakan Shawn ditempelkannya dibalik pundaknya sambil terus menembangkan lirik lagu cinta yang dinyanyikan kembali olehnya.Dahulu, saat Andrew baru lahir dan masih berusia satu minggu, Andrew pernah mengalami sakit demam tinggi. Untuk menenangkan bayinya yang tengah sakit, Kiran ber
Napas Andrew tersengal hebat dan wajahnya memerah. Ia benar-benar kesal karena niatnya dihalangi oleh ketiga sahabatnya. Begitu pula dengan Aldrich yang begitu terengah dan marah menatap Andrew. Andrew masih tak berpakaian hanya memakai celana jeans-nya saja."Apa yang kamu lakukan, Andy?" tanya Ares lagi dengan suara lebih rendah dan lebih tenang. Isakan Chloe masih terdengar dan Jupiter masih terus memeluk untuk melindunginya."Itu bukan urusanmu!""INI URUSANKU!" teriak Ares tak sabar dan terengah. Mata Andrew dan Ares kini beradu dalam amarah yang terbakar."Kamu sudah hampir melecehkan Chloe, Andy!" Andrew malah mendengus dengan sinis mengejek Ares yang benar-benar marah padanya."Kamu bilang aku melecehkannya! DIA ITU PACARKU!" balas Andrew berteriak bahkan sampai menunjuk Ares di depannya."BERANINYA KAMU BILANG DIA PACARMU!" sahut Aldrich ikut meledak marah dan menunjuk wajah Andrew."Apa! Apa urusanmu!" sahut Andrew membalas
Shawn mulai memeriksa kamera pengawas dan hal-hal yang berhubungan dengan kedatangan Rohan ke penthouse-nya. Sebaliknya, ia tak lagi menaruh curiga pada Andrew dengan perubahan sikapnya yang tiba-tiba. Shawn terlalu fokus pada Rohan dan mulai meneruskan keinginannya untuk menyingkirkan pria itu."Hey, Andy! Apa kamu akan membuat pesta ulang tahun juga?" tanya Aldrich iseng menepuk pundak Andrew saat ia tengah menutup pintu loker. Andrew yang tak tersenyum lalu membanting pintu loker di depan Aldrich sampai membuat ia mengernyit."Kenapa memangnya?" sahut Andrew dengan rahang mengeras."Aku hanya bertanya. Apa kamu baik-baik saja?" tanya Aldrich lagi masih dengan wajah kebingungan dan tak mengerti. Andrew tak mau menjawab selain hanya memandangi Aldrich tajam lalu pergi begitu saja. Aldrich jadi berpaling dan melihat Andrew berlalu begitu saja.Andrew juga berpapasan dengan Jupiter di koridor yang sama dan melewatinya begitu saja."Andy?" panggil Ju
Erikkson menghela napasnya di depan Andrew usai menelepon Shawn dan melaporkan yang sudah terjadi."Sudah malam, saatnya kamu tidur!" perintah Erikkson pada Andrew tanpa tersenyum."Tidak ... jelaskan dulu padaku. Baru aku akan pergi!" sahut Andrew bersikeras. Erikkson menghela napas kesal sambil berkacak pinggang."Andy, jangan membuatku kesal. Masuk ke kamarmu dan istirahatlah. Aku akan menunggu Ayahmu pulang. Dia akan tiba dalam satu atau dua jam lagi!" Andy masih mengernyitkan keningnya dan menatap Erikkson dengan pandangan tidak suka."Aku ingin penjelasan Uncle!" Erikkson menggelengkan kepalanya."Apa yang ingin kamu tahu?""Siapa Rohan Kanishka?""Dia adalah penembak ibumu!" jawab Erikkson cepat. Namun ia kemudian membuang muka dan mengusapnya dengan rasa cemas."Apa yang kamu sembunyikan?""Tidak ada, Nak! Kumohon masuklah ke kamarmu!" Andrew masih mendelik pada Erikkson yang benar-benar mendelik padanya agar ia