Han Kazuya berhenti di saat yang tepat yaitu saat mata bor berhasil membolongi bagian mata dari lukisan pada salah satu dinding di ruang apartemen milik Kanishka.
Setelahnya, Blake memberikan micro camera seperti kabel spiral yang bisa dimasukkan ke dalam lubang tersebut menggantikan mata di lukisan. Grey kemudian menyalakan tabletnya dan kamera pun tersambung.
“Hidupkan audionya!” perintah Blake begitu kamera terhubung. Grey melakukan semua perintah Blake dan menyalakan audio yang juga tersambung pada spiral kamera.
“Kita beruntung, perkiraanmu tepat Blake, kita berada di ruang kerjanya!” ujar Grey memuji temannya. Blake hanya menyengir mengangkat dagunya lalu menoleh pada Han yang menempelkan kamera tersebut dengan selotip.
Grey lantas memasang tablet pada penyangganya dan memasang kursor untuk menggerakkan kamera ke arah manapun yang mereka inginkan.
“Ada yang masuk ke dalam. Kanishka mengajak tamunya masuk!”
Usai Amy keluar, nasib buruk tak berhenti mengikuti Shawn. Ponselnya berdering dan itu merupakan sambungan telepon dari Ayahnya, Menteri Pertahanan Chris Baker. Setelah menghela napas kesal mau tak mau Shawn harus mengangkat sambungan telepon dari Chris.“Di mana kamu?” tanya Chris bahkan tak menanyakan kabar anaknya sama sekali.“Memangnya kenapa? Aku sedang cuti!” ejek Shawn bicara dengan ketus.“Shawn ... aku dengar dari Ibumu jika kamu terluka. Apa benar kamu berkelahi di hotel?” Shawn menarik oksigen cukup banyak ke paru-parunya sebelum menghembuskan kasar dan terdengar di telepon.“Aku rasa itu bukan urusanmu!”“Itu urusanku jika menyangkut dengan Yousef Kanishka. Katakan padaku, apa benar kamu akan bertransaksi dengannya mengenai daftar rahasia itu?” Chris mulai mencercanya lagi dengan pertanyaan seperti itu. Tak pernah sekalipun ia bertanya tentang keadaan putranya.“A
Suasana gelap menyelimuti ruangan yang AC nya belum dimatikan. Ruang kerja Yousef Kanishka adalah tempat yang terlihat biasa saja. Hanya ada meja kerja, kursi kerja, dua rak buku besar berisi berbagai macam buku yang sedianya hanya menjadi pajangan karena sesungguhnya Kanishka bukan penyuka buku. Ia hanya suka jika suatu ruangan terlihat modern. Dan pajagan buku berhasil membuatnya seolah seperti seseorang yang pintar.Pegangan pintu masuk perlahan berputar dan terbuka. Tak ada gerakan yang tiba-tiba karena lampu juga dimatikan. Kamera pengawas masih bisa mengawasi namun karena lampu tak dihidupkan maka tak terlihat jelas siapa bayangan yang masuk.Perlahan dua sosok memakai baju serba hitam dan topi pet masuk ke dalam ruangan tersebut. Tapi hanya satu yang terlihat di kamera. Sedangkan yang satunya lagi menempelkan punggung ke dinding sambil perlahan bergeser sampai ia tiba di bawah kamera pengawas.Dengan cepat, sosok itu melepaskan sebuah stiker lalu dengan c
Kiran Kanishka memutuskan untuk menghubungi Ayahnya di New York pagi-pagi sekali. Ia harus bicara soal rencana pindah rumah ke apartemen yang lebih kecil. Kiran ingin menyendiri dan menata hidupnya kembali sambil bersiap menghadapi perceraiannya kelak.Namun sambungan ponselnya tak dijawab sang Ayah sama sekali. Entah apa yang tengah dilakukannya, tapi sudah menghubungi beberapa kali dan masih belum diangkat sama sekali.Kiran bahkan sudah mengepak semua pakaian dan barang-barangnya. Ia telah siap untuk pindah hari ini sekaligus melapor kembali pada atasannya dulu Phillip Anderson.Akhirnya Kiran memutuskan untuk menuliskan pesan bagi Ayahnya Yousef. Ia hanya mengirimkan pesan singkat untuk mengatakan jika ia akan pindah hari ini ke rumah barunya. Kiran juga ikut memberikan alamatnya.“Nyonya sudah siap?” tanya Shimla begitu melihat Kiran sedang menarik kopernya ke ruang tamu. Kiran tersenyum tipis dan mengangguk. Shimla pun tersenyum dan ikut
Kiran dan Robert menghabiskan makan siang mereka dengan menu-menu spesial makan siang yang dibuat khusus oleh seorang chef di restoran milik Ramdash. Kiran tak bisa menutupi rasa terkejutnya saat tau jika Ramdash ternyata sudah memiliki restoran saat ini.Kiran mengetahui jika Ramdash pergi dari rumah dan meninggalkan perusahaan Ayahnya. Tapi ia tak bicara ataupun datang ke rumah lagi. Kematian Sonia membuat Ramdash tak lagi sama seperti dulu.Usai makan siang, Kiran meminta ijin pada Robert agar memberinya waktu untuk bicara pada Ramdash. Robert tersenyum dan mengangguk. ia menunggu Kiran di mejanya sambil menikmati secangkir teh hangat.“Kamu tidak pulang ke rumah, Ram?” tanya Kiran usai duduk di depan Kakaknya. Ramdash sedikit tersenyum. Kiran makin tersenyum melihat senyuman yang tak pernah diberikan Ramdash padanya.“Aku sudah keluar dari rumah. Aku tidak akan kembali lagi. Lalu kamu? Aku pikir kamu sudah pindah ke New York?”
Igor Vencyensky mungkin takkan mengira jika salah satu pelanggan VIP nya akan menjadi musuhnya kini. Napasnya tersengal, rambutnya yang tipis nyaris botak telah basah oleh keringat. Sangat basah sampai-sampai membuat kerah kemejanya ikut basah. “T-Tuan Miller!” ucap Igor terbata. Shawn menarik ujung belakang kerah kemeja Igor lalu mendesis dengan wajah menyeramkan. “Apa uangku tak cukup untuk membungkam mulutmu dan rahasiaku di Dubrich? Apa aku harus menyumpal uangku di mulutmu juga!” desis Shawn dengan mata melotot marah. “A-aku tidak mengerti apa yang kamu maksudkan T-Tuan!” BHUM- dengan cepat tangan Shawn mengantukkan wajah Igor ke meja kopi di depannya sampai kaca meja itu jadi retak. Ia menarik lagi kerah baju yang basah itu kali ini dengan pelipis dan hidung Igor yang berdarah. “Aaaahkkk!” Igor memekik kesakitan. Arjoona yang melihatnya sempat mengernyitkan kening melihat kejamnya Shawn jika marah. “Masih belum mengerti apa yang terjadi!
“Tunggu ... tidak ada bukti jika daftar yang sudah kuberikan padamu adalah palsu!” sahut Yousef membela dirinya. Alvaro mendengus kesal dan makin mendekat.“Lalu itu apa!” tunjuknya dengan mocong senjata yang diarahkan pada brankas kecil itu lalu mengarahkannya lagi pada kepala Yousef.“Itu hanya tempatku menyimpan uang!” Alvaro sontak tertawa terbahak-bahak dan terlihatlah dua gigi emas yang menjadi kebanggaannya.“Apa kamu seorang nenek-nenek tua yang memerlukan sebuah kotak kecil untuk menyimpan uang agar cucu-cucumu tidak mengambilnya!” ejek Alvaro dengan mata membesar. Yousef hanya mendengus saja dan tidak membalas.“Buka ... aku ingin lihat apa isinya!” desak Alvaro lagi pada anak buahnya. Pria yang diperintahkan Alvaro lantas membuka dengan paksa sampai brankas itu benar-benar terbuka.“Kosong, Tuan!” lapor anak buah Alvero lagi.Yousef menaikkan dagunya dengan an
Shawn terpaksa memerintahkan bagian khusus di militer untuk meretas dan mencari nomor ponsel Kiran yang terbaru. Ia harus bisa menghubungi istrinya dan membawanya ke mansion. Dari New York, Shawn berangkat dengan pesawat pribadinya ke Boston bersama Blue Handerson.“Kanishka masih melakukan transaksi dengan beberapa kliennya. Sepertinya dia sudah sadar jika daftar itu sudah hilang!” Blue melaporkan pada Shawn dan ia hanya melihat saja pada Blue tanpa bicara. Pandangan Shawn lantas menoleh pada jendela pesawat di samping kirinya.“Admiral ... bagaimana caranya kamu akan bicara pada Nyonya Kiran soal Ibumu?” Shawn memejamkan mata dan menarik napas berat dan menggelengkan kepalanya.“Aku yakin dia takkan mau mendengarkanku. Jika dia tahu aku mencari nomor ponselnya maka dia kan akan semakin marah padaku. Entahlah, Blue!” Shawn menjawab lalu menelan ludahnya. Blue sedikit mengeraskan rahangnya lalu memandang sejenak keluar sebelum
Malam ini adalah malam berduka untuk Shawn Miller. Meski ia mungkin tidak dekat dengan ibunya tapi Shawn tetap memberikan pemakaman yang layak untuk ibunya.Jasad Kiriko akan dimakamkan secara Kristen sesuai dengan agama yang dianutnya. Dan Shawn menyerahkan semuanya pada kepala pelayan mansion tersebut. Tetapi, Shawn tidak pergi dari rumah ibunya.Shawn sudah tak pernah menginap atau bermalam di rumah mewah itu lagi semenjak remaja. Ia sudah lama pergi dari rumah. Begitu pula dengan Kiran yang belum tega untuk pergi dari rumah itu. Padahal perutnya sudah meronta minta diisi tapi Kiran hanya bisa memegang perutnya dan menahan rasa lapar.Ia sendiri duduk di ruang keluarga menyaksikan berbagai orang lalu lalang mempersiapkan acara pemakaman keesokan harinya.“Sabar ya, Sayang. Kamu pasti lapar ya?” gumam Kiran sambil membelai perutnya perlahan. Napas Kiran mulai agak sedikit tersengal karena waktu makan malam mulai lewat.“Ak
Ares bahkan sempat mencegat Andrew tapi yang ditunjukkan sahabatnya itu hanyalah tatapan kebencian. Ia pergi tanpa ada siapa pun yang bisa mencegahnya. Andrew ternyata pulang ke Boston tapi The Seven Wolves terutama Jayden terus mengejar dirinya.Andrew pun tak lama menghabiskan waktunya di mansion sang Ayah, ia bahkan tak hadir saat pembacaan warisan yang memberikan seluruh harta milik Shawn Miller padanya. Andrew berhenti datang ke sekolah dan mulai menghilang. Ia lari dari asrama sekolah dan tak pernah kembali ke penthouse mewah di Belligers lagi.Andrew sempat menyelinap masuk ke dalam apartemen ayahnya yang dijaga oleh anggota Golden Dragon. Ia hanya ingin mengambil barang peninggalan ayahnya yaitu sebuah album lagu dalam bentuk vinil milik mendiang ibunya dan sebuah foto milik orang tuanya yang diambil oleh neneknya Kiriko Matsui.Setelah mendapatkan yang diinginkannya, Andrew hendak menyelinap lagi keluar sebelum ia melihat Nana Tantria ternyata tidur di
"Waktu kematian … " begitu sakralnya kalimat tersebut saat seorang dokter menyatakan kematian seseorang. Kalimat itulah yang tak ingin di dengar oleh siapa pun. Itu termasuk Arjoona yang hanya duduk menyaksikan jasad temannya Shawn dinaikkan ke dalam ambulans dan dibawa.Semuanya hancur dalam sehari. Semuanya tanpa terkecuali. Dengan tubuh basah kuyup serta masih meneteskan air, Rei lantas menyelimuti ayahnya."Dad ... Daddy bisa pneumonia dan mati jika seperti ini!" ucap Rei dengan suara beratnya pada sang Ayah. Arjoona tak menjawab dan malah menengadahkan kepala menatap langit yang masih mendung. Hujan sudah berhenti dan membawa jiwa Shawn terbang ke angkasa. Mungkin saat ini, ia tengah bertemu Kiran dan berkumpul bersama James juga Delilah.Mata Rei lantas menoleh pada ambulans yang membawa Andrew. Ia tak sadarkan diri setelah tak mampu menangkap ayahnya Shawn yang memilih melompat dari ketinggian 15 meter lebih langsung ke lantai beton bersama Rohan K
Jayden menggunakan tali pinggangnya sebagai alat bela diri dengan memanfaatkan tenaga lawan."Om Jay!" pekik Ares hendak menolong tapi ia salah jatuh dan hampir terjerembap ke lantai dua tempat dimana Jayden tengah dikeroyok. Andrew dengan cepat memegang tangan Ares sebelum ia terjatuh. Mata mereka saling menatap dengan ekspresi takut kehilangan. Punggung Andrew tiba-tiba dihantam oleh seseorang menggunakan kayu dan ia hampir saja melepaskan Ares.Mars yang berada di lantai satu melihat putranya bergelantung di lengan Andrew langsung membelalakkan matanya. Pertolongan bagi Andrew datang dari Aldrich dan Rei yang menghajar orang-orang yang memukul Andrew. Selagi Aldrich dan Rei sibuk berkelahi, Andrew menarik Ares kembali ke atas.Dengan mata terbelalak, Ares tak sempat bernapas selain memukul salah satu pria yang hendak memukul Andrew dari arah belakang. Mars di bawah sudah kalah telak karena kini dihajar oleh tiga orang bersenjata tajam. Salah satunya sudah men
Ares menatap horor ke arah Andrew yang hanya mendengus meliriknya sekilas."Ini bahaya!" gumam Ares lagi masih dengan pandangan horor yang sama."Dia Pamanku, Ares. Dia kakak dari ibuku!" gumam Andrew membuat Ares semakin membelalakkan matanya."Fuck!" kutuk Ares tanpa sadar. Ia lalu memandang dashboard mobil sport milik Andrew dan berpikir sementara Andrew terus mengebut dengan mobilnya. Ia memasukkan nama taman yang dimaksudkan oleh Elena pada mesin navigasi dan sebisa mungkin tiba lebih cepat. Ares lalu mengambil ponsel dan menghubungi Jupiter, Rei serta Aldrich bersamaan."Kamu mau apa?" tanya Andrew pada Ares yang menempelkan ponsel di telinganya."Menghubungi yang lain. Kita butuh bantuan!" aku Ares dengan jujur. Andrew menggelengkan kepalanya."Jangan ... mungkin tak akan terjadi apa pun!""Jangan gila kamu. Dia pria yang berbahaya!""Dia Pamanku, Ares!" bantah Andrew makin sengit."Tapi dia pembunuh Aunty Kiran.
Ares benar-benar menyebalkan. Ia terus menguntit Andrew bahkan sampai masuk ke dalam mobilnya. Ia hanya ingin Andrew bicara tentang apa yang membuatnya berubah tiba-tiba."Keluar!" sahut Andrew mengusir Ares yang ikut masuk ke dalam mobilnya."Tidak!" jawab Ares tak peduli. Andrew makin mendengus kesal lalu diam tak bicara maupun menekan pedal gas."Kenapa kamu pindah ke asrama sekolah? Memangnya kenapa jika tinggal di Bellingers?" tanya Ares begitu serius pada Andrew yang tiba-tiba memutuskan untuk masuk ke asrama sekolah dan tak mau lagi tinggal bersama ayahnya."Itu bukan urusanmu!""Aku temanmu, Andy!" Andrew terkekeh sinis dan menggelengkan kepalanya."Yang benar saja!" gumamnya makin sinis. Ares benar-benar mengernyitkan keningnya heran. Dalam satu hari ia bisa berubah drastis seperti seseorang yang tak pernah dikenal Ares sama sekali."Ada apa denganmu, Andy? Kenapa kamu bisa berubah seperti ini!" tukas Ares lagi dengan nada se
Shawn tak lagi masuk kerja usai pertengkarannya dengan Andrew tadi malam. Ia berdiri di depan jendela ruang kerjanya menunggu berita dari salah satu mata-matanya. Jemarinya terus menyentuh cincin pernikahan yang melingkari jemarinya.Alunan suara seorang wanita menyanyikan tembang Love Story mengisi relung ruangan yang sepi itu."With his first hello. He gave new meaning to this empty world of mine. There'd never be another love, another time. He came into my life and made the living fine. He fills my heart ... "Dengan merdunya rekaman suara nyanyian Kiran menggema ke seluruh penthouse tersebut. Seakan Kiran datang memeluk Shawn yang memejamkan matanya. Pipi Kiran dirasakan Shawn ditempelkannya dibalik pundaknya sambil terus menembangkan lirik lagu cinta yang dinyanyikan kembali olehnya.Dahulu, saat Andrew baru lahir dan masih berusia satu minggu, Andrew pernah mengalami sakit demam tinggi. Untuk menenangkan bayinya yang tengah sakit, Kiran ber
Napas Andrew tersengal hebat dan wajahnya memerah. Ia benar-benar kesal karena niatnya dihalangi oleh ketiga sahabatnya. Begitu pula dengan Aldrich yang begitu terengah dan marah menatap Andrew. Andrew masih tak berpakaian hanya memakai celana jeans-nya saja."Apa yang kamu lakukan, Andy?" tanya Ares lagi dengan suara lebih rendah dan lebih tenang. Isakan Chloe masih terdengar dan Jupiter masih terus memeluk untuk melindunginya."Itu bukan urusanmu!""INI URUSANKU!" teriak Ares tak sabar dan terengah. Mata Andrew dan Ares kini beradu dalam amarah yang terbakar."Kamu sudah hampir melecehkan Chloe, Andy!" Andrew malah mendengus dengan sinis mengejek Ares yang benar-benar marah padanya."Kamu bilang aku melecehkannya! DIA ITU PACARKU!" balas Andrew berteriak bahkan sampai menunjuk Ares di depannya."BERANINYA KAMU BILANG DIA PACARMU!" sahut Aldrich ikut meledak marah dan menunjuk wajah Andrew."Apa! Apa urusanmu!" sahut Andrew membalas
Shawn mulai memeriksa kamera pengawas dan hal-hal yang berhubungan dengan kedatangan Rohan ke penthouse-nya. Sebaliknya, ia tak lagi menaruh curiga pada Andrew dengan perubahan sikapnya yang tiba-tiba. Shawn terlalu fokus pada Rohan dan mulai meneruskan keinginannya untuk menyingkirkan pria itu."Hey, Andy! Apa kamu akan membuat pesta ulang tahun juga?" tanya Aldrich iseng menepuk pundak Andrew saat ia tengah menutup pintu loker. Andrew yang tak tersenyum lalu membanting pintu loker di depan Aldrich sampai membuat ia mengernyit."Kenapa memangnya?" sahut Andrew dengan rahang mengeras."Aku hanya bertanya. Apa kamu baik-baik saja?" tanya Aldrich lagi masih dengan wajah kebingungan dan tak mengerti. Andrew tak mau menjawab selain hanya memandangi Aldrich tajam lalu pergi begitu saja. Aldrich jadi berpaling dan melihat Andrew berlalu begitu saja.Andrew juga berpapasan dengan Jupiter di koridor yang sama dan melewatinya begitu saja."Andy?" panggil Ju
Erikkson menghela napasnya di depan Andrew usai menelepon Shawn dan melaporkan yang sudah terjadi."Sudah malam, saatnya kamu tidur!" perintah Erikkson pada Andrew tanpa tersenyum."Tidak ... jelaskan dulu padaku. Baru aku akan pergi!" sahut Andrew bersikeras. Erikkson menghela napas kesal sambil berkacak pinggang."Andy, jangan membuatku kesal. Masuk ke kamarmu dan istirahatlah. Aku akan menunggu Ayahmu pulang. Dia akan tiba dalam satu atau dua jam lagi!" Andy masih mengernyitkan keningnya dan menatap Erikkson dengan pandangan tidak suka."Aku ingin penjelasan Uncle!" Erikkson menggelengkan kepalanya."Apa yang ingin kamu tahu?""Siapa Rohan Kanishka?""Dia adalah penembak ibumu!" jawab Erikkson cepat. Namun ia kemudian membuang muka dan mengusapnya dengan rasa cemas."Apa yang kamu sembunyikan?""Tidak ada, Nak! Kumohon masuklah ke kamarmu!" Andrew masih mendelik pada Erikkson yang benar-benar mendelik padanya agar ia