Dalam semalam, hidup Kiran Kanishka berubah. Ia yang tak punya pacar ataupun kekasih dulunya kini malah memilik seorang suami dalam beberapa jam saja. Usai sah menjadi suami istri, kini Kiran harus ikut Shawn untuk dibawa ke rumahnya.
Penutup kepala Kiran bahkan tak dibuka saat ia dibawa masuk ke dalam sebuah mobil bersama seorang pelayan yang sudah dianggapnya sebagai Bibinya. Sementara Shawn hanya melihat saja seorang wanita yang tidak ia kenal dimasukkan ke dalam mobil dan dibawa pergi menuju mansionnya.
“Jika daftar itu palsu aku akan membatalkan pernikahan ini, Admiral!” ujar Yousef pada Shawn yang akan menuruni tangga rumahnya. Shawn yang masih memakai pakaian pengantin lalu berbalik dan menaikkan ujung bibirnya.
“Jika kamu menipuku dan tidak menyerahkan rudalnya. Aku akan membunuhmu!” ancam Shawn balik pada Yousef. Shawn lalu berbalik dan masuk ke dalam mobilnya dan segera pergi dari lobi mansion Kanishka. Ramdash, anak tertua Yousef lantas mendekati ayahnya dan sedikit berbidik.
“Apa tepat melakukan hal ini pada Kiran? Dia tidak tau apa-apa!” Yousef lalu mendelik pada anaknya itu.
“Aku pikir kalian semua membenci Kiran. Aku sudah menyingkirkannya, kalian puas kan? Katakan pada Adikmu, keinginannya tercapai!” sindir Yousef dengan nada sarkas. Ia langsung berbalik dan masuk kembali ke dalam mansion meninggalkan Ramdash yang masih terpaku dengan kalimat ayahnya.
Ia menoleh lagi sekilas melihat ke arah jalan saat mobil Kiran sudah tak lagi tampak. Ia memang tak menganggap Kiran sebagai keluarga tapi belakangan ia merasa simpati dengan gadis itu.
Sementara Yousef sebenarnya merasakan kegetiran di dalam hatinya. Ia mungkin bukan ayah yang baik tapi Yousef sesungguhnya sangat menyayangi Kiran.
Dari semua anak, hanya Kiran yang bisa diharapkan Yousef akan mau mengurusnya saat ia sakit dan tua nanti. Kiran seperti ibunya, lembut dan penyabar. Sosok wanita yang tak bisa didapatkan Yousef dari istri sahnya.
Kini putrinya itu dibawa pergi sebagai jaminan oleh seorang Admiral yang menjadi musuhnya. Rasa benci Yousef mulai muncul di hati untuk Shawn Miller.
“Aku akan membunuhnya sekalipun daftar itu asli. Lihat saja, jika dia berani menyentuh Kiran. Akan kupatahkan lehernya!” geram Yousef pada dirinya sendiri sambil mengeraskan genggamannya pada gelas Scotch yang dipegangnya.
Sedangkan di kamar pengantinnya, Kiran langsung dibawa masuk ke dalam sebuah kamar yang sudah dipersiapkan sebagai kamar pengantinnya oleh seorang pengawal Kanishka ditemani oleh Bibi pelayan itu. Setelah menempatkan Kiran di atas ranjang pengantin tempatnya akan menunggu suaminya, Bibi pelayan itu pun pergi.
Tak ada penyambutan dari Ibu mertua untuk menantu wanita yang baru memasuki rumah layaknya seperti lazimnya. Kiran hanya pasrah saja menerima nasibnya tanpa bertanya atau protes.
Dari tempat nya duduk ia bisa melihat sedikit dekorasi ruangan kamar pengantinnya. Ranjangnya dihiasi ornamen seperti tirai atau kelambu dengan bunga-bunga yang digantung dan terlihat sangat cantik.
Seseorang kemudian masuk ke dalam kamar itu dan kepala Kiran kembali tertunduk. Seperti adat dan kebiasaan yang mengikatnya, ia akan menunggu suaminya datang ke ranjang dan menyentuhnya.
Tapi tak ada apapun. Tak ada yang datang mendekat. Kiran sedikit menaikkan pandangannya mencoba mengintip dari balik kerudung merah yang menutupi kepalanya dan tirai tipis yang menghalanginya dan pria yang disebut suami.
Seorang pria memang berdiri di sana, tapi ia tak bisa melihat wajahnya. Pria itu tampak seperti membuka topi di kepalanya dan meletakkan begitu saja ornamen tersebut. Ia lalu menoleh pada ranjang pengantin di sebelah kirinya dan Kiran langsung menundukkan kepala.
Tangannya mengepal dan rasa gugup mulai menghampiri. Apa yang harus ia lakukan jika suaminya mendekat?
‘Apa yang harus aku katakan padanya? haruskah aku memperkenalkan diri?’ tanya Kiran dalam hatinya.
Lama ia menunggu tapi tak ada yang mendekat. Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dan tertutup kembali. Kiran lantas menaikkan matanya mencoba mengintip, tak ada lagi orang di kamar itu.
Pria itu sudah pergi, pergi meninggalkannya di malam pengantin mereka. Entah getir atau kecewa yang ia rasakan. Namun Kiran hanya duduk di sana beberapa saat menunggu tapi pria itu tak kembali.
Dengan kedua tangannya yang terhias Henna dan perhiasan, Kiran menyingkap kerudung besarnya. Terlihatlah wajah bidadari yang belum pernah dilihat oleh Shawn Miller sebelumnya. Dengan hiasan besar di hidung serta tanda merah di garis rambutnya, tanda ia sah menjadi seorang istri.
Beberapa saat kemudian, Kiran turun dari ranjang pengantinnya, menyingkap tirai dan beberapa kelopak mawar merah yang ditaburkan di ranjangnya jatuh ke lantai di telapak kakinya.
Ia berjalan ke arah cermin di depannya dan memandang dirinya sendiri. Kiran duduk di depannya lalu membuka tudung dan hiasan kepala yang merekatkan kerudungnya dengan rambut.
Haruskah ia menangis karena ditinggalkan di malam pengantinnya? Atau bahagia karena tak harus melayani pria yang tidak ia kenal? Namun airmata itu muncul dari sudut matanya mengalir setetes membasahi pipi.
Sementara Shawn keluar begitu saja dari kamar pengantin itu tidak lebih dari 7 menit ia berdiri di sana. Ia memilih untuk membuang syal merah dan kalungan bunga yang berikan wanita yang sudah sah menjadi istrinya.
“Kamu mau kemana, Admiral?” tanya Blue begitu melihat atasannya itu keluar masih dengan pakaian pengantin dan melepaskan kalungan bunga dan syal yang dipakainya.
“Aku ingin menikmati malam pengantinku!” jawab Shawn sarkas dan langsung pergi meninggalkan Blue. Blue sedikit terpaku dengan segelas susu putih di tangannya. Ia berencana akan memberikan susu itu pada Shawn agar ia bisa tidur nyenyak di malam pertamanya. Akan tetapi, Admiral itu lebih memilih untuk menghabiskan waktu di ranjang wanita lain yang sudah ia beli.
Blue kembali ke dapur dan meletakkan gelas itu begitu saja di konter. Shawn keluar dengan jas tanpa dasi dan sudah rapi siap pergi.
“Ayo Blue!” Blue mengangguk dan berjalan meninggalkan gelas itu bersama Shawn menuju ke sebuah hotel.
Shawn tak mungkin lagi mengadakan penawaran dan ikut pelelangan, jadi ia memutuskan untuk membeli “produk” terbaik Dubrich dan melakukannya di sebuah hotel. Hotel itu adalah salah satu hotel yang dimiliki oleh Ibunya, lebih tepatnya dia juga memiliki hak atas properti tersebut.
Shawn tak pulang lagi setelah malam ia pergi dari kamar pengantinnya. Sejak saat itu pula, Kiran menjelajahi sendiri rumah mewah itu. Pembantu yang ia bawa sebagai temannya itulah yang menjadi temannya. Hanya mereka berdua di sana tak ada orang lain.
“Selamat pagi, Nyonya!” sapa Bibi pelayan itu sambil tersenyum pada Kiran yang datang masuk ke dalam dapur dan bersiap untuk sarapan. Kiran tersenyum dan menunggu dengan baik sarapannya di meja makan kecil dekat konter dapur. Ia sudah siap dengan pakaian formal akan berangkat bekerja.
“Apa belum ada yang pulang Bibi?” tanya Kiran sambil menunggu Bibi pelayan itu menghidangkan makanan padanya.
“Oh, kemarin malam seseorang datang dan memberi beberapa barang. Katanya itu untuk Nyonya.” Kiran mengernyitkan keningnya.
“Apa dia Admiral itu?” tanya Kiran lagi sedikit antisipatif. Bibi pelayan itu tampak berpikir lalu menggelengkan kepalanya.
“Aku rasa bukan, dia bilang dia adalah ajudan Admiral Miller. Namanya Blue Handerson,” jawab Bibi pelayan itu. Kiran mengangguk saja.
“Bibi Shimla, apa Bibi tahu siapa nama Admiral itu?” tanya Kiran lagi dengan suara yang sedikit dikecilkan. Wanita yang bernama Shimla Sharma itu pu tampak berpikir lagi lalu menghampiri Kiran dan meletakkan makanannya.
“Kalau tidak salah namanya Admiral Shawn Miller. Kenapa? Apa kalian belum pernah bertemu?” Kiran menggeleng dengan polosnya. Bibi Shimla hanya tersenyum tipis dan menuangkan telur dadar lalu kuah kari di dalam sebuah mangkuk kecil untuknya.
“Terima kasih.” Kiran berterima kasih lalu makan perlahan seperti biasanya. Shimla membalas senyuman Kiran dan ikut menghidangkan sebuah piring dengan makanan yang sama untuknya. Mereka terbiasa makan berdua selama tiga hari ini.
Selama Bibi Shimla ada di dekatnya, Kiran takkan merasa kesepian. Di rumah keluarga Kanishka, Bibi Shimla adalah orang yang selalu menemani Kiran. Mereka bicara dan memiliki hubungan dekat layaknya keluarga.
Sama seperti kemarin, Kiran akan berangkat ke tempat kerjanya menggunakan taksi. Awalnya, ia harus berjalan keluar mansion untuk menyetop taksi. Kini setelah meminta nomor ponsel salah satu taksi langganannya, ia hanya perlu menelepon dan mobil itu akan menunggu di depan lobi.
“Semangat dan semoga berhasil, Nyonya!” ujar Shimla menyemangati Kiran dan langsung diberi cengiran cantik serta anggukan semangat. Dengan langkah yang ceria, Kiran masuk ke dalam mobil taksi langganannya dan diberi sapaan ramah dari sopir paruh baya yang sudah mengenalnya.
“Selamat pagi, Nona Kiran. Kita siap berangkat?” Kiran mengangguk mantap dan mobil itu pun meluncur dengan tenang keluar dari lobi mansion.
Kiran turun di samping parkiran kantor Jaksa setelah membayar taksinya. Ia berjalan lebih cepat dengan heels pump yang biasa menemaninya bekerja setiap hari. Penampilan Kiran tergolong biasa. Blazer formal dengan kemeja di dalam dan rok pendek sepaha adalah penampilannya sehari-hari.
Ia biasa menyanggulkan rambutnya dan tak memakai aksesoris apa pun. Oleh karena Kiran harus menyembunyikan pernikahannya, ia tak memakai tanda merah di rambutnya.
“Pagi Kiran!” sapa seorang pria yang juga berprofesi sebagai Jaksa masuk ke dalam ruangannya. Kiran memberikan senyuman terlebih dahulu pada Jaksa itu dan mengucapkan hal yang sama.
“Selamat pagi, Rob!”
Robert Grisham adalah salah satu Jaksa Penuntut Umum yang juga bekerja di tempat yang sama seperti Kiran. Ia adalah Jaksa muda, tampan dan masih sendiri.
“Sudah siap untuk sidang perdana hari ini?” tanya Robert dan Kiran mengangguk dengan mantap.
“Tentu, kita berangkat sekarang?” Robert pun mengangguk mantap dan tersenyum. Ia dan Kiran lalu keluar dari ruangan bersama membawa beberapa berkas menuju ruang sidang.
Blue Handerson mungkin hanyalah ajudan Shawn Miller tapi ia juga tak tega melihat ada seorang wanita yang disimpan atasannya itu di rumahnya tanpa dikunjungi sama sekali.Berbekal beberapa kue buatan kekasihnya Emma Webster, Blue datang ke mansion Shawn yang sedang memimpin misi untuk mengamankan rudal yang hilang itu. Sudah satu minggu lebih, Shawn tak pulang ke rumahnya. Ia sibuk di kapal induk dan memimpin skuadron tempur untuk latihan dan misi rahasianya.Tanpa ijin dan sepengetahuan atasannya, Blue datang dengan sebuah tentengan untuk Kiran Kanishka, sebagai tanda perkenalan. Wanita itu akan diceraikan Shawn dalam beberapa hari ke depan. Tak ada salahnya menyapa selain ia juga penasaran seperti apa wajah sang wanita jaminan.“Selamat pagi Bibi Shimla, aku membawakan kue untuk Nyonya Kiran dari kekasihku. Sebagai hadiah,” ujar Blue dengan ramah memberikan bungkusan kue kering buatan rumah pada Shimla Sharma.“Wah ini pasti sangat enak.” Blue tersenyum saja pada pujian pelayan itu
Dua hari sebelum perjanjian usai, ajudan Shawn yaitu Blue berjalan dengan cepat masuk ke dalam ruangan Shawn untuk melapor. Shawn langsung mengangkat matanya dan hendak bertanya namun berita yang dibawa oleh Blue lebih mengejutkan.“Daftar itu palsu!” ujarnya singkat dengan wajah menggeram.“Apa!”“Daftar yang diberikan oleh Menteri Baker padamu adalah palsu, Admiral!” lanjut Blue dengan nada tegas yang sama. Shawn langsung berdiri dan membesarkan matanya.“Aku sudah memeriksa daftarnya dan dia memberikan kita daftar yang palsu. Tim ahli sudah memeriksanya. Dan kita membuat daftar palsu pada daftar palsu!” sambung Blue lagi.BAM- tangan Shawn dengan cepat meninju meja kerjanya dengan wajah menggeram kesal.“Dia menipuku, dasar brengsek!” umpat Shawn dengan napas sedikit tersengal marah.“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Blue kemudian. Shawn masih bernapas sedikit lebih cepat dan tampak berpikir.“Lalu kenapa Kanishka diam saja? Dia tidak memberiku kabar apa pun sama sekali
“Admiral, aku sudah memeriksa daftar itu dan semuanya asli. Sekarang, aku meminta putriku kembali!” ujar Yousef tanpa memulai sedikit basa basi dengan Shawn kala menghubunginya.Shawn mendengus sambil menyandarkan punggung dan kepalanya ke sandaran kursi penumpang sambil menyengir sinis.“Kamu pikir aku bodoh, Kanishka? Apa kamu pikir aku akan jatuh pada perangkapmu?” jawab Shawn dengan nada rendah dan dalam. Suara husky dan sedikit serak milik Shawn seakan membungkam Yousef yang sedikit terdiam.“Kenapa diam? Jika daftar di tanganku ini palsu, aku akan membunuhmudengan tanganku sendiri!” geram Shawn dengan suara makin rendah.“Hahahaha!” Yousef tertawa mengejek Shawn dan itu membuat Shawn jadi makin menggeram kesal.“Admiral, aku salut dengan kepintaran ajudanmu mencari tahu soal aku. Katakan padaku, jika Mahkamah Militer mengetahui apa yang kamu lakukan selama ini, apa mereka akan melepaskanmu?” Yousef balik bertanya dengan nada mengejek. Shawn makin menggeram karena kartu truf-nya
Dua Hari Sebelumnya,Hongkong sebenarnya juga terkenal dengan surganya hiburan malam dan para penghiburnya. Tapi Shawn tak pernah sembarangan memakai wanita untuk menjadi teman tidurnya.Ia tahu resikonya menjalani seks bebas. Jadi, ia tak mau ambil resiko dengan tidur dengan sembarangan wanita. Sudah dua malam Shawn berada di Hongkong dan ia berusaha tak kelepasan untuk memesan wanita. Maka agar bisa mengalihkan pikirannya, ia berlatih menembak dan fisik di pangkalan militer US di Hongkong.Shawn tak bisa pulang sebelum mendapatkan daftar rahasia itu dari Jayden Lin, pemimpin gengster Golden Dragon yang ia ajak bekerja sama. Dan ia baru mendapatkan kabar saat tengah berlatih menembak. Blue datang dengan sebuah ponsel dan menyampaikan pesan yang diberikan oleh Jayden Lin padanya."Aku sudah mendapatkan Lupen, kapan kita bertemu?" tanya Jayden tanpa mengucapkan salam apapun sama sekali."Sekarang, aku harus dapat daftar itu sekarang
"Aku tidak punya obat bius, Dubrey. Aku sudah menghabiskannya untukmu tadi!" sahut Shawn masih dengan nada datar yang sama. Sementara Josh sibuk menahan rasa sakit dan darah yang sudah mengalir deras. "Aku tidak tau..." "Aku tau kamu orang Kanishka. Katakan padaku di mana rudalnya atau aku benar-benar akan mematahkan tulangmu sekarang!" ancam Shawn dengan nada rendah dan menakutkan. Josh mencoba bernapas diantara rasa syok yang menghampiri tubuhnya. "Delaware... sungai croocks...!" Josh menangis kesakitan sementara Shawn lalu menoleh pada Blue yang mengangguk mengerti. Ia segera menghubungi seorang perwira yang ditugaskan Shawn untuk membawa kembali rudal tersebut. Sepuluh prajurit angkatan laut kemudian bersiap naik ke dalam salah satu helikopter dan berangkat ke tepi sungai yang dimaksud. Shawn menunggu beberapa saat sampai ada laporan bahwa rudak tersebut di temukan. Sementara tangan Josh diletakkan dalam kubangan es untuk meredakan sakitnya. Tapi
"Kalau begitu kita ke dalam saja!" ujar Shawn mengajak Jayden untuk masuk ke dalam klub sambil menikmati pemandangan pesta 24 jam tanpa jeda. Shawn tersenyum pada beberapa gadis seksi yang menyapanya. Mereka akhirnya memutuskan untuk duduk di salah satu sudut konter bar sebelum menemui Fernando."Aku masih penasaran apa masalahmu dengan Kanishka? Kenapa sepertinya kamu sangat bernafsu membunuhnya?" tanya Jayden iseng sembari menunggu dengan minumannya."Dia mertuaku, Jay!" Jayden hampir tersedak jika saja ia tak ingat bahwa minuman ringan itu hampir masuk tenggorokannya."Apa!!" Shawn yang meminum Scotch hanya bisa mendengus tersenyum sinis sekaligus miris."Jadi putrinya Kanishka bersama mu sekarang?" tanya Jayden. Shawn mengangguk."Dia membuat kontrak denganku akan menyerahkan daftar itu dengan menjaminkan putrinya. Sekarang dia ada di rumahku di Boston," jawab Shawn sambil minum dengan santai."Gila... aku kira jaminan hanya uang atau ba
Jayden melemparkan Lopez tepat ke kaki Shawn Miller. Shawn memakai jaket palka besar dengan hoody yang menutupi kepala, ia tak boleh terlihat. Ia menyeringai jahat lalu menarik kerah jaket Lopez dan membawanya ke sebuah meja.Beberapa anak buah Jayden lantas memegang Lopez yang dipaksa terlentang di atas meja tersebut."Aah, lepaskan aku!" pekik Lopez terengah dengan suara yang hampir hilang. Jayden mendekat dan tertawa."Kau sudah membuatku capek Fernando Lopez. Aku rasa aku tidak akan melepaskanmu... aakhcuih!" ujar Jayden lalu meludah pada tubuh Lopez. Ia berjalan ke arah sofa dan menonton apa yang akan dilakukan oleh Shawn."Berbohong denganku... memiliki resiko yang sangat besar. Fernando Lopez." Shawn menyeringai jahat dan terlihat sangat menakutkan. Lopez menggelengkan kepalanya dengan cepat."Katakan dimana daftar nya?" tanya Shawn sambil mendekat. Lopez tetap menggeleng tidak tau."Masih tidak mau bicara?" Shawn lantas mendekatkan s
NEW YORKHan membantu Shawn dan ajudannya, Blue Handerson untuk masuk ke apartemen yang sedang dimasuki oleh Jayden. Jayden tengah mengencani Mary Kagawa, adik kandung Hiroki Kagawa yang diberikan daftar rahasia oleh Fernando Lopez. Ia berhasil mengelabui Mary dan membawanya masuk kamar sementara Shawn dan Blue mengobrak abrik isi kamar."Oh Jayden..." desah Mary terdengar saat Jayden tak berhenti menciuminya. Layaknya Kasanova yang berpengalaman, Jayden pintar memainkan perannya. Ia melayani hasrat Mary yang sudah meledak ingin berhubungan intim dengan Jayden.Shawn sempat lewat melirik Jayden dari lorong apartemen itu ketika akan ke salah satu kamar tempat daftar itu berada. Sambil menikmati ciuman Mary di rahangnya, ia mengangkat wajahnya pada Shawn yang menyengir nakal di dekat pintu kamar yang terbuka. Jayden hanya mengedipkan mata lalu tersenyum dan mulai berhubungan dengan Mary.Blue sudah masuk terlebih dahulu dan langsung membongkar sebuah lemari
Ares bahkan sempat mencegat Andrew tapi yang ditunjukkan sahabatnya itu hanyalah tatapan kebencian. Ia pergi tanpa ada siapa pun yang bisa mencegahnya. Andrew ternyata pulang ke Boston tapi The Seven Wolves terutama Jayden terus mengejar dirinya.Andrew pun tak lama menghabiskan waktunya di mansion sang Ayah, ia bahkan tak hadir saat pembacaan warisan yang memberikan seluruh harta milik Shawn Miller padanya. Andrew berhenti datang ke sekolah dan mulai menghilang. Ia lari dari asrama sekolah dan tak pernah kembali ke penthouse mewah di Belligers lagi.Andrew sempat menyelinap masuk ke dalam apartemen ayahnya yang dijaga oleh anggota Golden Dragon. Ia hanya ingin mengambil barang peninggalan ayahnya yaitu sebuah album lagu dalam bentuk vinil milik mendiang ibunya dan sebuah foto milik orang tuanya yang diambil oleh neneknya Kiriko Matsui.Setelah mendapatkan yang diinginkannya, Andrew hendak menyelinap lagi keluar sebelum ia melihat Nana Tantria ternyata tidur di
"Waktu kematian … " begitu sakralnya kalimat tersebut saat seorang dokter menyatakan kematian seseorang. Kalimat itulah yang tak ingin di dengar oleh siapa pun. Itu termasuk Arjoona yang hanya duduk menyaksikan jasad temannya Shawn dinaikkan ke dalam ambulans dan dibawa.Semuanya hancur dalam sehari. Semuanya tanpa terkecuali. Dengan tubuh basah kuyup serta masih meneteskan air, Rei lantas menyelimuti ayahnya."Dad ... Daddy bisa pneumonia dan mati jika seperti ini!" ucap Rei dengan suara beratnya pada sang Ayah. Arjoona tak menjawab dan malah menengadahkan kepala menatap langit yang masih mendung. Hujan sudah berhenti dan membawa jiwa Shawn terbang ke angkasa. Mungkin saat ini, ia tengah bertemu Kiran dan berkumpul bersama James juga Delilah.Mata Rei lantas menoleh pada ambulans yang membawa Andrew. Ia tak sadarkan diri setelah tak mampu menangkap ayahnya Shawn yang memilih melompat dari ketinggian 15 meter lebih langsung ke lantai beton bersama Rohan K
Jayden menggunakan tali pinggangnya sebagai alat bela diri dengan memanfaatkan tenaga lawan."Om Jay!" pekik Ares hendak menolong tapi ia salah jatuh dan hampir terjerembap ke lantai dua tempat dimana Jayden tengah dikeroyok. Andrew dengan cepat memegang tangan Ares sebelum ia terjatuh. Mata mereka saling menatap dengan ekspresi takut kehilangan. Punggung Andrew tiba-tiba dihantam oleh seseorang menggunakan kayu dan ia hampir saja melepaskan Ares.Mars yang berada di lantai satu melihat putranya bergelantung di lengan Andrew langsung membelalakkan matanya. Pertolongan bagi Andrew datang dari Aldrich dan Rei yang menghajar orang-orang yang memukul Andrew. Selagi Aldrich dan Rei sibuk berkelahi, Andrew menarik Ares kembali ke atas.Dengan mata terbelalak, Ares tak sempat bernapas selain memukul salah satu pria yang hendak memukul Andrew dari arah belakang. Mars di bawah sudah kalah telak karena kini dihajar oleh tiga orang bersenjata tajam. Salah satunya sudah men
Ares menatap horor ke arah Andrew yang hanya mendengus meliriknya sekilas."Ini bahaya!" gumam Ares lagi masih dengan pandangan horor yang sama."Dia Pamanku, Ares. Dia kakak dari ibuku!" gumam Andrew membuat Ares semakin membelalakkan matanya."Fuck!" kutuk Ares tanpa sadar. Ia lalu memandang dashboard mobil sport milik Andrew dan berpikir sementara Andrew terus mengebut dengan mobilnya. Ia memasukkan nama taman yang dimaksudkan oleh Elena pada mesin navigasi dan sebisa mungkin tiba lebih cepat. Ares lalu mengambil ponsel dan menghubungi Jupiter, Rei serta Aldrich bersamaan."Kamu mau apa?" tanya Andrew pada Ares yang menempelkan ponsel di telinganya."Menghubungi yang lain. Kita butuh bantuan!" aku Ares dengan jujur. Andrew menggelengkan kepalanya."Jangan ... mungkin tak akan terjadi apa pun!""Jangan gila kamu. Dia pria yang berbahaya!""Dia Pamanku, Ares!" bantah Andrew makin sengit."Tapi dia pembunuh Aunty Kiran.
Ares benar-benar menyebalkan. Ia terus menguntit Andrew bahkan sampai masuk ke dalam mobilnya. Ia hanya ingin Andrew bicara tentang apa yang membuatnya berubah tiba-tiba."Keluar!" sahut Andrew mengusir Ares yang ikut masuk ke dalam mobilnya."Tidak!" jawab Ares tak peduli. Andrew makin mendengus kesal lalu diam tak bicara maupun menekan pedal gas."Kenapa kamu pindah ke asrama sekolah? Memangnya kenapa jika tinggal di Bellingers?" tanya Ares begitu serius pada Andrew yang tiba-tiba memutuskan untuk masuk ke asrama sekolah dan tak mau lagi tinggal bersama ayahnya."Itu bukan urusanmu!""Aku temanmu, Andy!" Andrew terkekeh sinis dan menggelengkan kepalanya."Yang benar saja!" gumamnya makin sinis. Ares benar-benar mengernyitkan keningnya heran. Dalam satu hari ia bisa berubah drastis seperti seseorang yang tak pernah dikenal Ares sama sekali."Ada apa denganmu, Andy? Kenapa kamu bisa berubah seperti ini!" tukas Ares lagi dengan nada se
Shawn tak lagi masuk kerja usai pertengkarannya dengan Andrew tadi malam. Ia berdiri di depan jendela ruang kerjanya menunggu berita dari salah satu mata-matanya. Jemarinya terus menyentuh cincin pernikahan yang melingkari jemarinya.Alunan suara seorang wanita menyanyikan tembang Love Story mengisi relung ruangan yang sepi itu."With his first hello. He gave new meaning to this empty world of mine. There'd never be another love, another time. He came into my life and made the living fine. He fills my heart ... "Dengan merdunya rekaman suara nyanyian Kiran menggema ke seluruh penthouse tersebut. Seakan Kiran datang memeluk Shawn yang memejamkan matanya. Pipi Kiran dirasakan Shawn ditempelkannya dibalik pundaknya sambil terus menembangkan lirik lagu cinta yang dinyanyikan kembali olehnya.Dahulu, saat Andrew baru lahir dan masih berusia satu minggu, Andrew pernah mengalami sakit demam tinggi. Untuk menenangkan bayinya yang tengah sakit, Kiran ber
Napas Andrew tersengal hebat dan wajahnya memerah. Ia benar-benar kesal karena niatnya dihalangi oleh ketiga sahabatnya. Begitu pula dengan Aldrich yang begitu terengah dan marah menatap Andrew. Andrew masih tak berpakaian hanya memakai celana jeans-nya saja."Apa yang kamu lakukan, Andy?" tanya Ares lagi dengan suara lebih rendah dan lebih tenang. Isakan Chloe masih terdengar dan Jupiter masih terus memeluk untuk melindunginya."Itu bukan urusanmu!""INI URUSANKU!" teriak Ares tak sabar dan terengah. Mata Andrew dan Ares kini beradu dalam amarah yang terbakar."Kamu sudah hampir melecehkan Chloe, Andy!" Andrew malah mendengus dengan sinis mengejek Ares yang benar-benar marah padanya."Kamu bilang aku melecehkannya! DIA ITU PACARKU!" balas Andrew berteriak bahkan sampai menunjuk Ares di depannya."BERANINYA KAMU BILANG DIA PACARMU!" sahut Aldrich ikut meledak marah dan menunjuk wajah Andrew."Apa! Apa urusanmu!" sahut Andrew membalas
Shawn mulai memeriksa kamera pengawas dan hal-hal yang berhubungan dengan kedatangan Rohan ke penthouse-nya. Sebaliknya, ia tak lagi menaruh curiga pada Andrew dengan perubahan sikapnya yang tiba-tiba. Shawn terlalu fokus pada Rohan dan mulai meneruskan keinginannya untuk menyingkirkan pria itu."Hey, Andy! Apa kamu akan membuat pesta ulang tahun juga?" tanya Aldrich iseng menepuk pundak Andrew saat ia tengah menutup pintu loker. Andrew yang tak tersenyum lalu membanting pintu loker di depan Aldrich sampai membuat ia mengernyit."Kenapa memangnya?" sahut Andrew dengan rahang mengeras."Aku hanya bertanya. Apa kamu baik-baik saja?" tanya Aldrich lagi masih dengan wajah kebingungan dan tak mengerti. Andrew tak mau menjawab selain hanya memandangi Aldrich tajam lalu pergi begitu saja. Aldrich jadi berpaling dan melihat Andrew berlalu begitu saja.Andrew juga berpapasan dengan Jupiter di koridor yang sama dan melewatinya begitu saja."Andy?" panggil Ju
Erikkson menghela napasnya di depan Andrew usai menelepon Shawn dan melaporkan yang sudah terjadi."Sudah malam, saatnya kamu tidur!" perintah Erikkson pada Andrew tanpa tersenyum."Tidak ... jelaskan dulu padaku. Baru aku akan pergi!" sahut Andrew bersikeras. Erikkson menghela napas kesal sambil berkacak pinggang."Andy, jangan membuatku kesal. Masuk ke kamarmu dan istirahatlah. Aku akan menunggu Ayahmu pulang. Dia akan tiba dalam satu atau dua jam lagi!" Andy masih mengernyitkan keningnya dan menatap Erikkson dengan pandangan tidak suka."Aku ingin penjelasan Uncle!" Erikkson menggelengkan kepalanya."Apa yang ingin kamu tahu?""Siapa Rohan Kanishka?""Dia adalah penembak ibumu!" jawab Erikkson cepat. Namun ia kemudian membuang muka dan mengusapnya dengan rasa cemas."Apa yang kamu sembunyikan?""Tidak ada, Nak! Kumohon masuklah ke kamarmu!" Andrew masih mendelik pada Erikkson yang benar-benar mendelik padanya agar ia