Sementara aku mikir, wah bener juga apa kata papa mertua, kenapa aku gak kepikiran sama Mas Fatih ya? Dia itu 'kan sarjana pastinya dong lebih pinter soal kelola bisnis beginian, belum lagi dia punya pengalaman kerja kantoran juga."Tapi emang Papa yakin Pa mau percayakan bisnis ini sama Mas Fatih?" tanyaku memastikan."Yakin, Papa yakin banget Kakak kamu itu orangnya bisa dipercaya San." Papa mertua menjawab mantap.Aku manggut-manggut, "ya udah kalau gitu nanti Hasan kabari Mas Fatih, kali aja dia mau, Pa.""Oke Papa tunggu San."Pulang dari rumah papa mertua aku langsung menghubungi Mas Fatih dan mengatakan rencana papa mertua."Wah kalau itu sih Mas seneng banget San, tapi masalahnya Mas gak yakin, takutnya malah gerai bangkrut gara-gara dipegang sama Mas, gimana?""Loh kok bangkrut, Mas? Gerai itu 'kan udah berdiri sejak lama, otomatis udah banyak juga pelanggannya, nah Mas Fatih cuma tinggal terusin aja, jalanin sesuai prosedur biasanya, jadi Mas gak perlu urus ini itu lagi kare
Asmi mengembuskan napas berat."Ih Aa mah, Aa lupa ya soal Neng mau tinggal di desa?"Mulut ini spontan membola, "ooh iya lupa hehe.""Isssh dasar." Asmi ngambek, ia palingkan wajahnya ke samping."Hehe maaf Neng, Aa tuh terlalu mensyukuri dan menikmati masa-masa sekarang sampe lupa sama keinginan istri Aa untuk tinggal di desa, eh tapi Neng, ngomong-ngomong semuanya 'kan udah normal, sekarang Hasjun juga udah aman dan Neng udah gak terlalu cemas berlebihan lagi, kenapa Neng tetep mau pindah ke desa?" tanyaku serius.Asmi kembali duduk normal."Sebetulnya A, enggak tahu kenapa ya Neng teh ngerasa lebih tertarik tinggal di desa dan ingiiin banget menghabiskan masa tua itu di desa, membesarkan anak-anak kita di alam dan aktifitas seperti Neng dulu, ngurus sawah, ngurus kambing dan lainnya, di desa itu udaranya bersih, apalagi di sawah dan di kebon, emm plong rasanya, bikin pikiran juga lebih rileks dan tenang," jawabnya panjang lebar.Denger Asmi ngomongin suasana desa, aku jadi langsun
Aku menggigit bibir. Melihat Asmi kembali lesu aku jadi ikutan lesu. Emang gak mudah ada di posisi Asmi sekarang.Pasalnya kita juga gak bisa seenak udel ninggalin apa yang sedang kita jalani sekarang, karena semua ini merupakan amanah dari papa mertua, belum lagi kita juga punya bisnis kontrakan dan bisnis warnas yang baru saja dirintis, itu artinya bisnis kami ini masih harus selalu diawasi sampai bener-bener berjalan.Itulah sebabnya mungkin Asmi bingung. Tapi semoga aja someday, eaa someday, ada jalan keluarnya. Ya semoga, supaya cita-cita Asmi kembali kr desa terkabul. Aaamiin."Neng tenang aja, suatu hari nanti cita-cita Neng pasti tercapai, tapi mungkin agak lama dari sekarang karena kita harus menuntaskan tanggung jawab yang papa berikan dulu sama kita," ucapku yakin.Asmi mengangguk.***Waktu berputar cepat. Gak peduli yang kami lewati adalah kesedihan atau kebahagiaan, kami tetap harus menjalani takdir Tuhan dengan ikhlas seikhlas ikhlasnya.Hari itu akhirnya Mas Fatih pula
"Emmm gimana kalau uangnya entar kita beliin sawah aja di desa? Atau kambing? Atau apa gitu, yang penting jadi aset di desa, soalnya nanti 'kan katanya kita mau balik ke desa, mau menghabiskan masa tua di sana, alangkah baiknya aset Neng juga sebagian dipindah ke sana juga, biar gampang ngontrolnya, gimana?" usulku panjang lebar.Wajah Asmi juga mendadak berseri, sambil menjentikan jarinya dia ngomong, "nah bener tuh, Neng setuju, setujuu banget A, biarlah nanti uang itu kita belikan sawah aja, supaya lebih banyak juga warga desa yang bisa menyewa dengan harga murah, kasihan, kadang pas penghabisan tahun itu adaaa aja yang gak kebagian sewa sawah karena beberapa orang kadang sudah Dp duluan untuk 2 sampe 3 petak sawah," ujarnya panjang lebar."Nah 'kan bener.""Iya bener A, dan kalau misal teh di desa gak ada sawah yang mau dijual, ya di luar yang gak jauh dari desa kita pun gak apa-apa, nanti kita teh sewakan seperti biasa atau kita olah saja untuk kita jual hasil panennya, gimana?"
"Hasan, ada apa? Ngapain teriak-teriak gitu?" tanya Mas Fatih, ia datang dari belakang."Loh Mas, kirain di dalem," ucapku sambil berbalik menghadapnya."Mas nginep di mesjid San, semalem habis ada kajian sampe malem, kenapa Bapak?" "Gak nyahut-nyahut Mas, tidur kali ya.""Ah masa? Udah siang ini, masa masih tidur aja, tumben." Mas Fatih mengambil tempatku ke dekat pintu, lalu mengetuknya berkali-kali."Pak! Pak!""Ya Allah kok Bapak teh gak nyahut-nyahut atuh ya? Takutnya Bapak kenapa-kenapa atuh A, didobrak aja," ucap Asmi, mulai panik."Gimana, Mas?" Aku minta pendapat Mas Fatih."Iya San dobrak aja, soalnya aneh, tumben-tumbenan Bapak gak buka pintu padahal kita udah ketok-ketok dari tadi loh."Susah payah aku dan Mas Fatih pun terpaksa akhirnya mendobrak pintu kontrakan. Dan setelah didobrak bener aja, bapak lagi ada di kamar dalam keadaan terlentang di atas kasur dengan wajah pucat dan matanya terpejam tentu saja."Ya Allah Bapak, Bapak kenapa ini?" Asmi cepat hampiri Bapak da
Sementara aku mulai merapihkan rumah untuk malam, berbenah dan memindahkan sofa ruang tamu ke teras.Saat kami sama-sama sedang sibuk Mas Fatih dan Kak Alfa pulang dari makam."Kesel banget, masa si Mia kagak bisa balik, gimana sih itu anak? Kakeknya meninggal masa bilangnya kagak diizinin balik sama lakinya, gila aja," dengus Kak Alfa seraya membanting bobot ke sofa dan memijit-mijit keningnya."Ada apa sih, Mas?" bisikku pada Mas Fatih."Kak Alfa, nelepon si Mia suruh balik dari tadi pagi tapi jawabannya malah bikin Kak Alfa gedeg, katanya si Mia itu gak bisa pulang karena suaminya gak izinin.""Loh kenapa gitu gak diizinin?"Mas Fatih mengangkat bahu, "kurang tahu, mungkin karena sibuk.""Ck ck ck." Aku menggeleng kepala. Pantesan aja Kak Alfa ngamuk-ngamuk gitu."Eh Hasan, coba nih kamu ngomong sama si Mia, suruh dia balik gitu," kata Kak Alfa lagi, dia menyuruhku mengambil ponselnya.Cepat kuhampiri."Udahlah Kak, gak apa-apa, kalau emang sibuk ngapain dipaksa balik? Bapak juga '
"Normal, semuanya normal, bayi Ibu juga sehat dan cantik," jawab Bidan itu sambil senyum lebar."Alhamdulillah." Kami semua mengucap syukur sedalam-dalamnya seraya mengusap wajah."Tapi bayi saya lahir kurang bulan Bu, apa gak perlu perawatan di rumah sakit atau klinik?" tanyaku pada Bidan yang kini tengah berkemas memasukan peralatan tempurnya ke dalam koper."Bayi Bapak sehat, berat badannya juga cukup, untuk saat ini dirawat di rumah saja asal pastikan kondisi ruangan tetap hangat ya, Pak.""Alhamdulillah, baik, Bu kalau gitu." Lagi, aku mengucap syukur untuk ke sekian kalinya."Karena semua sudah beres, kalau gitu saya permisi, besok pagi saya datang lagi ke sini untuk kontrol.""Oh ya ya baik, Bu."Kuantar bidan itu ke pintu depan."Aduh anak Uwa, cantik banget siih." Aku buru-buru kembali ke kamar saat mendengar Kak Alfa tengah ngomong sama si debay dengan hebohnya."Eh Hasan sini deh, ini anak kamu kok cakep amat.""Iya ih Poppy juga mau anak perempuan kaya gini," celetuk si P
"Iya Cep, sengaja Ibu kabarin saat semua nya teh sudah beres, takut kalian yang di sana pada kepikiran karena 'kan baru ditinggal Bapak juga, tapi kalian teh enggak usah kahwatir karena Ibu sama Papa di sini udah tanganin semuanya kok," jawab Ibu mertua panjang lebar."Alhamdulillah kalau gitu Bu, tapi sampe kaget aja Hasan dengernya, ya Allah semoga Nenek diterima amal kebaikan dan dilapangkan kuburnya ya, Bu.""Aamiin Aamiin Cep, do'ain terus dari sana ya, nanti tolong kabari si Neng soal Nenek tapi usahakan saat si Neng juga lagi gak banyak pikiran ya, kasihan." Ibu mertua mewanti-wanti."Oh ya Bu, nanti Hasan kabarin, Ibu tenang aja, di sana Ibu sama Papa juga jaga kesehatan.""Iya Cep, oh ya Cep, Ibu teh ada pesen dari Nenek, jadi sebelum Nenek meninggal teh Nenek bilang katanya kalau misal si Neng teh masih kebingungan cari nama buat bayinya kasih aja nama Kiranti, tapi kalau misal udah ada mah gak apa-apa gak usah dipake nama dari Nenek mah."Aku mendadak senyum lebar, pasalnya