“Ha ha ha!” Rivan tertawa melihat kepanikan Dania. “Nggak masalah, kok! Aku ini orang dengan pikiran terbuka lebar, Dania.”Rivan berusaha menghibur Dania yang kelimpungan.Sedangkan Dania segera mencari remote televisi, ke mana benda itu?! Astaga! Dia merogoh bawah bantal sofa, lipatan dalam sofa, tak ada!“Astaga! Itu!” Dania melihat onggokan benda yang dia cari ternyata ada di atas lemari kaca tak jauh dari televisi. Kenapa bisa ada di sana? Oh, itu ketika Rivan datang, dia secara tak sadar menaruh remote di tangannya di lemari itu untuk membukakan pintu bagi Rivan.Maka, bergegas saja Dania meraih remote televisi itu dan langsung menekan tombol di sudut atas untuk mematikan televisi.Ketika gambar di layar akhirnya menghilang, Dania pun mengembuskan napas lega.“Apa televisimu cuma bisa dimatikan melalui remote, Dania?” tanya Rivan.Dania terpaku sejenak mencerna pertanyaan Rivan.Barulah setelah itu, dia memekik tertahan. Dia melupakan tombol manual yang ada di televisi itu sendi
“Se-sejak aku jadi pekerjamu di minimarket?” Dania sampai tergagap saking tak percayanya.Dania melongo. Dia yang salah dengar, atau memang Rivan mengatakan kalau pria itu jatuh cinta padanya sejak dia masih bertubuh gendut dan berwajah tidak menarik?“Riv… nggak mungkin!“ Dania menggelengkan kepala dengan wajah ragu. “Aku waktu itu masih gendut, jelek, nggak menarik sama sekali. Nggak mungkin—mmffhh!Rivan buru-buru menyentuh bibir Dania menggunakan bibirnya sendiri, meneruskan ciuman ringan yang membuai.“Aku bisa bawakan buktinya kalau aku ke sini lagi.” Rivan berbisik saat menjeda ciumannya. “Kamu bisa lihat, aku lagi merayu, lagi berbohong, atau emang ngomong fakta.”Sekali lagi, Dania membiarkan dirinya hanyut terbawa buaian cumbuan lembut Rivan. Dia memejamkan mata sambi menikmati sentuhan tangan dan bibir Rivan pada wajahnya, lehernya, dan juga dadanya.“Angh~” Dania melenguh ketika puncak dadanya kembali dikuasai mulut Rivan.Rasanya bagian itu berdenyut-denyut nyaman oleh is
Yohan mengernyitkan dahi. “Maksudmu… Tuan Hizam dan Nyonya Leona?”Dania mengangguk sambil mengulum senyum.Maka, undangan acara pelelangan pun disebar ke seluruh keluarga elit di Ivory. Hizam dan Leona juga mendapatkannya. Termasuk Arvan dan Alina Grimaldi.Di acara pelalangan kelas elit itu, Dania datang dengan gaun merah marun indah yang membungkus tubuh moleknya dengan sempurna.“Terima kasih atas kedatanganmu, Riv.” Dania menggamit Rivan yang sudah menunggunya. “Sepertinya ini akan menjadi malam yang menarik. Kamu setuju?”“Sangat setuju. Aku akan membantumu menjadikan ini sebuah malam yang menarik dan menyenangkan.” Rivan menepuk pelan punggung tangan Dania di lengannya.Mereka saling berbalas senyuman.“Tunggu dulu, Dania. Aku takut ini terlupa.” Rivan mendadak menunjukkan raut serius.“Apa? Apa yang terlupa, Riv?” tanya Dania, ikut serius juga, terbawa Rivan.Rivan mendekatkan wajahnya ke Dania dan berbisik, “Apakah aku sudah mengatakan padamu bahwa kamu luar biasa cantik mala
Dania hendak membalas ucapan Hizam ketika Rivan lebih dulu mengeluarkan suaranya, “Dia tidak perlu mengeluarkan energi atau upaya secuil pun untuk menggodaku, karena aku sudah terpikat dengannya sejak lama.”Suara Rivan cukup keras sehingga beberapa tamu undangan menoleh ke arah mereka.Menyadari itu, Hizam semakin tak mau mengalah. “Oh, sejak kapan itu?” tantangnya sekaligus ingin tahu.“Sejak sebelum kamu menjadi suami payah bagi Dania yang memikat.” Rivan tanpa ragu menyebutkannya.Orang-orang terkaget-kaget. Banyak dari mereka memang sudah mengetahui mengenai Dania mantan istri Hizam Grimaldi, sehingga mereka kerap berkonflik terbuka di depan banyak orang.Tapi mengenai Rivan Ortiz yang merupakan pewaris kerajaan bisnis multinasional seperti Radiant berkata bahwa dia sudah terpikat pada Dania sebelum wanita itu menikahi Hizam, ini merupakan pernyataan yang sangat lugas dan berani.“Kamu!” Hizam mendelik dihina sebagai suami payah Dania.Namun, Leona yang tak terima suaminya dihina
“Leona!” teriak Dania.Dia sangat terkejut saat melihat Leona jatuh terguling di anak tangga. Desakan untuk menolong tentunya ada, tapi jarak dan kejadian yang begitu cepat membuatnya tak sempat berbuat apa-apa.“Aarrghhh~”Suara jeritan Leona menggema di lorong bawah sana, diikuti oleh teriakan histeris beberapa tamu yang mendengar kegaduhan.“Ambulans! Ambulans!” Ada yang berteriak panik.Sudah pasti. Ini mengenai seorang ibu hamil dengan perut yang sudah cukup besar seperti Leona, jatuh terguling di tangga, hendak lebih mengerikan apa lagi dari ini?Dengan cepat, beberapa staf dan petugas medis yang berada di dekat acara berlarian menuju lokasi, bergegas membantu Leona yang tergeletak lemah di dasar anak tangga.Terdengar seruan Hizam. “Istriku! Nana! Leona!”Hizam muncul dengan wajah panik, sorot matanya langsung berubah penuh kemarahan begitu melihat Dania berdiri di puncak tangga. Dalam hitungan detik, dia sudah sampai di hadapan Dania dengan tatapan penuh kebencian.“Kamu senga
“Astaga… kayak kurang kerjaan banget aku rebutan laki kayak Hizam!” Beberapa menit setelah mengamati, Dania akhirnya mendesah pendek. Ada rasa lega sekaligus ironi yang begitu kentara.“Kamu baik-baik saja, Dania?” tanya Rivan, yang baru saja tiba di sebelahnya, dengan nada lembut.Dania mengangkat wajah, menatapnya sejenak lalu tersenyum tipis. “Aku cuma lagi merenung, seberapa jauh permainan ini akan berjalan. Terkadang... hasilnya memang terasa aneh.”Rivan mengangguk sambil tertawa kecil. “Kurasa nggak ada yang lebih mengena daripada kenyataan yang berbicara sendiri, ya kan?”Dania menatapnya lebih dalam, merasa bahwa tanpa dukungan Rivan, dia mungkin sudah kehilangan arah di tengah badai rumor ini. “Tanpa bantuanmu, mungkin aku udah nyungsep. Makasih, Riv. Kamu beneran teman yang luar biasa.”“Ah, jangan gitu.” Rivan tersenyum hangat. “Aku akan selalu ada untukmu, Dania.”Dania membalas senyuman itu dan kemudian memicingkan mata karena heran. “Kok kamu ada di sini?”Benar, kenapa
“Astaga! Berita macam apa ini?!” pekik kalut Alina ketika sedang menyalakan televisi untuk mencari hiburan.Bukannya hiburan yang ditemukan, justru berita mengenai keluarganya yang tak ada habisnya.Beberapa hari setelah insiden di balkon, keluarga Grimaldi terus saja menjadi bahan bulan-bulanan media dan netizen.Video CCTV yang tersebar memperlihatkan Leona secara terang-terangan menuduh Dania dengan cara yang agresif, diikuti dengan adegan dirinya jatuh terguling.Publik yang sebelumnya bersikap netral kini condong ke pihak Dania. Kolom-kolom opini di berbagai media memojokkan keluarga Grimaldi. Salah satunya berbunyi, "Keluarga Grimaldi selalu menyajikan citra sempurna, tapi kini terbukti bahwa mereka tidak lebih dari contoh nyata keserakahan dalam dunia elite." “Sudah, Ma! Nggak usah ditonton berita busuk kayak gitu!” teriak Zila yang kebetulan lewat dan setelahnya masuk ke kamarnya sendiri di lantai atas.Di kamarnya, Zila Grimaldi duduk termenung dengan wajah tegang, ponselnya
Roco tersenyum puas. “Pilihan yang bijak, Bu Zila.” Di luar kamar, angin malam yang dingin berhembus. Di bawah langit gelap kota, sebuah rencana gelap mulai dirancang untuk Dania.Namun, sebelum itu, ada yang memekik tertahan ketika sedang dihujam kuat-kuat pada inti tubuhnya.“Arrghh! Pelan, sialan!” Zila memejamkan mata ketika tubuhnya terus dientak-entak keras oleh Roco.Sebagai wanita yang selama ini menjadi orang yang terbiasa mendominasi, dia merasa harga dirinya terluka dalam-dalam akibat keinginan Roco.Namun, berbeda dengan yang dirasakan Roco. Sejak lama dia sudah mengincar Zila semenjak dia menjadi ‘kacung’ Zila untuk beberapa aktifitas ilegal.Tentu saja momentum yang langka ini tak boleh dilewatkan begitu saja! Maka, Roco benar-benar melakukan sampai dia puas.“Akkhh! Sakit, brengsek! Roco kamu berlebihan!” Zila menjerit tertahan ketika perlakuan Roco semakin beringas terhadapnya.Dadanya diremas kuat-kuat dan terkadang puncak dadanya dihisap agresif oleh Roco yang kelap
Keesokan harinya, dia memberikan surat gugatan cerai kepada Leona di rumah mereka. Leona yang membaca surat itu, langsung meledak dalam kemarahan.“HIZAM!” teriaknya, wajahnya memerah. “Apa-apaan ini? Kamu menggugat cerai aku?”Leona yang terbiasa emosional tak bisa menerima apa yang baru diberikan suaminya. Pernikahan mereka masih seumur jagung! Kalau dia sudah menjadi janda, bukankah itu sebuah aib dan malu yang tak terhingga bagi dia dan keluarganya?Hizam mencoba tetap tenang. “Leona, coba ngerti, deh! Hubungan kita ini udah nggak bisa dilanjutkan. Ini keputusan terbaik untuk kita berdua. Tolong deh, kamu mengerti ampe sini.”Dia sudah terbiasa dengan temperamen Leona, maka dia bisa tetap tenang menghadapi Leona yang sedang meledak-ledak.Kalau dipikir-pikir lebih jauh, dia memang patut menyesal sudah memilih Leona ketimbang Dania. Apalagi Dania yang sekarang luar biasa cantik, memikat, dan… penerus Ne
Hizam terkejut. “Apa? Kenapa, Pa?”Betapa mengejutkannya bagi Hizam beserta ibu dan adiknya saat mereka mendengar apa yang diperintahkan Arvan.Menceraikan Leona. Arvan memerintahkan demikian dengan nada tegas dan wajah serius. Baru kali ini Arvan ikut campur dalam ranah hubungan pribadi anaknya.Namun, Arvan seperti tidak mau tau. Dia melotot ke Hizam yang dianggap melawan. Tangannya sudah hendak melayang untuk kedua kalinya, namun Alina segera berdiri di depan putranya, menjadi tameng.“Papi! Jangan pukul lagi anakmu!” Alina mendesis tegas, dan hanya itu yang sanggup dia lakukan yang paling jauh, disebabkan dia juga takut pada Arvan ketika pria itu dalam mode serius.Disebabkan pembelaan Alina yang dia cintai, Arvan urung memukul Hizam.“Papa ingin kamu menceraikan Leona karena kamu akan kembali mengejar Dania,” ujar Arvan dengan tegas. “Kalau dia adalah pewaris Nexus, maka kita tidak bisa kehilangan kesempatan emas ini. Kamu harus melakukan apa pun untuk mendapatkan kembali hatinya.
“Benar, Nona Dania adalah penerus Nexus Holdings.” Yohan menebalkan pernyataan itu.Hizam memicingkan mata, tak percaya.Dania? Mantan istrinya yang menyedihkan itu? Yang merupakan anak dari pasangan miskin yang membeli mobil saja tidak mampu?“Kenapa, Zam? Kamu nggak percaya?” Dania menaikkan dagunya, puas bisa membuat Hizam sepucat kertas. “Aku bisa kasi bukti dari tes DNA. Nama asliku Dania Hadid. Nexus di Morenia sebenarnya tempat aku untuk berlatih bisnis sebelum aku mengambil alih seluruh Nexus.”Hizam berdiri terpaku, tubuhnya kaku seperti patung. Kata-kata Yohan menggema di kepalanya berulang kali, seolah-olah mencoba meyakinkan pikirannya yang enggan menerima kenyataan.Dania? Pewaris Nexus Holdings?Dia menggelengkan kepala pelan, berusaha menepis apa yang baru saja didengarnya.Namun, tatapan percaya diri Dania, ditambah dengan senyum puas yang mengembang di wajahnya, membenarkan semua yang Hizam coba sangkal.“Nggak mungkin,” gumam Hizam akhirnya, suaranya penuh ketidakper
“Hubunganku dengan Pak Yohan? Dengan Tuan Levi?” beo Dania atas pertanyaan Hizam. “Hihi! Kepalamu yang berotak payah itu bisa jumpalitan kalau aku kasi tau jawabannya.”Dania tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia berdiri dengan anggun, lalu berjalan mendekati meja di mana beberapa dokumen penting Nexus berada. Tangannya dengan santai menyentuh salah satu dokumen itu sebelum dia akhirnya menatap Hizam.“Aku di sini bukan tanpa alasan,” katanya dengan nada tenang tetapi penuh makna. “Dan satu hal yang harus kamu lakuin kalau kamu ingin bergaul baik dengan penerus Nexus, Hizam, yaitu kamu… harus bersikap saaaaangat baik ama aku.”Setelah mengucapkan itu, Dania menyunggingkan senyum seringainya.Hizam hanya bisa memandang Dania dengan tatapan bingung, tetapi juga penuh amarah yang tertahan. Sesuatu tentang wanita itu terasa berbeda, tetapi dia tidak bisa sepenuhnya memahami apa yang sedang terjadi.“Maksudmu apa sih, Dania? Ngapain aku harus bergaul baik ama kamu lebih dulu kalau ingin
Pada esok harinya….Hizam Grimaldi berjalan memasuki lobi kantor Nexus Holdings dengan langkah penuh percaya diri.Penampilan pria itu tergolong sempurna, mengenakan jas hitam mahal dengan dasi merah marun, namun di dalam hatinya dia merasa sedikit tidak nyaman.Ini semua karena perintah ayahnya, Arvan Grimaldi tadi malam. “Besok Papa tak mau tau. Pergilah ke Nexus Holdings. Pewaris perusahaan itu dirumorkan masih berada di Morenia. Kamu harus menjalin hubungan baik dengannya, tak boleh gagal! Jangan sampai kita kehilangan peluang kerja sama besar!” begitu instruksi tegas yang dia terima.Namun, rasa tidak nyaman Hizam perlahan berubah menjadi kekesalan saat dia memasuki ruang pribadi Yohan. Di sana, dia melihat Yohan, sang Managing Director Nexus Holdings di Morenia, berdiri di samping kursi besar yang diduduki seorang wanita yang sangat dia kenal—Dania.Mata Hizam membelalak, tetapi bukan karena keterkejutan biasa. “Kamu ngapain di sini?” suaranya tajam, nyaris seperti perintah terh
‘Astaga! Astaga! Astaga!’ Dania merasakan jantungnya sibuk berdebar kencang.Dia tidak menyangka akan diberi pertanyaan mengenai sesuatu yang… yang… membuat wajahnya akan merah padam.“Itu… sakit…” Suara Dania seperti mencicit pelan. Dia bingung. Harus menanggapi dengan kalimat apa?Karena gugup, Dania tak berani menatap Rivan. Kepalanya terus tertunduk, seakan meja dan piring jauh lebih memikat mata ketimbang pria tampan di depannya.“Dania…” Rivan menyapa dengan suara lebih lembut.Tangan pria itu juga terjulur untuk menggapai tangan Dania. Senyumnya tak pernah luntur dari wajah tampannya.“Um!” Dania tersentak.Dia terlalu gugup saat ini, hingga tanpa sadar menarik tangannya dari gapaian Rivan. Dia bisa melihat pria itu terlihat kecewa.Tapi bagaimana ini? Dia tak mungkin mendorong tangannya lagi untuk masuk ke telapak tangan Rivan, kan?Akan aneh, bukan?“A-aku makan dulu sopnya, yah!” Dania mengalihkan pembicaraan.Dia segera meraih mangkuk untuknya dan mulai menyantapnya di bawah
“Anda menolak tamu ini?” tanya petugas melalui telepon khusus.“Iya, Pak! Iya! Tolak aja! Bilang, aku udah tidur!” Dania mengulangi ucapannya, kali ini dengan nada tegas agar lebih meyakinkan petugas di bawah sana.Setelah mengakhiri pembicaraan singkat dengan petugas, Dania kembali ke ruang tengah dan duduk gelisah di sofa mahalnya.Tanpa sadar, giginya sibuk menggigiti tepian kukunya beserta kulit di bagian pinggir. Tingkah ketika dia sedang gelisah maupun panik.“Duh, gimana, sih! Aku malah nolak dia? Padahal aku… aku harus tanya ke dia soal… soal… arrkhhh! Nggak mungkin aku tanya: Riv, apa benar kamu yang udah ambil perawan aku? Aish! Gila aja tanya gitu ke dia!”Dania yang awalnya sangat menginginkan kedatangan Rivan, kini justru gelisah dan takut bertemu pria itu. Lebih tepatnya, dia malu. Sangat malu.Entah seperti apa dia ketika malam itu melakukannya dengan Rivan. Argh! Dia tak mau membayangkannya! Pasti bukan sebuah hal yang menyenangkan untuk diingat-ingat, bukan?Duduk gel
“Mmhh~ Riiivv~” Dania masih saja mengerang manja sambil menampilkan wajah penuh minatnya terhadap Rivan.Dikarenakan Dania terus saja memancing, maka Rivan tak bisa mengelak dari hasratnya sendiri.Dia terpikat pada Dania sejak lama dan dia yakin Dania kini bisa membalas perasaanya yang sudah berkembang menjadi sayang dan cinta.“Annhh~” Dania melenguh pelan ketika Rivan mulai menciumi tubuhnya.Sesekali dia akan bergidik karena geli dan mendapatkan sensasi asing yang baru kali ini dirasakan.Napas Dania tersengal, dia terengah-engah ketika sentuhan-sentuhan Rivan membawa eforia tersendiri bagi tubuhnya yang amatir.“A-aarkhh!” Dania tanpa segan menyerukan suara lepasnya ketika dirinya mendapatkan pengalaman yang pertama kalinya di dalam hidup.Hingga akhirnya tangannya terus digenggam erat Rivan sambil dia menyerahkan seluruh dirinya pada pria itu, meski di bawah pengaruh obat.***“Umrh~” Dania terbangun dan mendapati dirinya sudah ada di tempat tidur huniannya. Sendirian.Ketika di
“Ummhh?” Dania mengerang pelan sambil memberikan nada tanya saat Sebastian menciumnya. “Riv….”Mendadak saja, nama itu keluar dari mulut Dania, dialunkan dengan lembut, seakan menyiratkan perasaan orang yang menyebutkannya.Seketika, Sebastian menghentikan tingkah gilanya dan menyudahi ciumannya untuk menatap wajah Dania.“Nona, apakah hanya dia saja yang ada di pikiranmu?” bisik Sebastian sambil menatap wajah merah padam Dania.Ketika lift terbuka, Sebastian segera sadar dan menyingkirkan segala pikiran busuknya pada Dania. Dia bisa saja membuat Melody menyingkir dan Dania akan berhasil dia kuasai untuk dirinya sendiri.Tapi….Sebastian menggendong Dania, memastikan dia aman hingga Melody tiba dengan mobil. “Ayo!” Sebastian sudah membantu Dania masuk ke mobil dan dia berada di belakang untuk menjaga.Sekaligus memeluk Dania untuk keegoisannya sendiri, sedangkan Melody fokus mengemudi.“Kita langsung ke penthouse Nona saja dan kita bisa jaga Nona di sana.” Sebastian mengomando.Melod