Renata terkapar di atas ranjang setelah mendapatkan kepuasan, bahkan untuk membuka matanya saja sudah tak lagi sanggup.Adam langsung turun, segera mandi, sudah menjadi kebiasaannya setelah bercinta sekalipun sudah malam seperti sekarang ini.Selesai dengan ritual mandi ia segera memakai pakaian dan naik kembali ke atas ranjang namun, terdengar suara ponselnya bergetar lagi.Awalnya Adam merasa tak tertarik, sudah lelah dan ingin beristirahat tapi rasa penasaran muncul saat ponselnya terus saja berdering tanpa henti.Segera mengambil ponselnya dan menjawab nya."Halo," jawab Adam."Dokter Adam, saya Serena, tiga puluh menit yang lalu Kinanti tidak sadarkan diri dia pendarahan Dok dan sekarang sudah berada di rumah sakit, Dokter Zidan menyarankan untuk mengangkat janinnya segera dan membutuhkan persetujuan suami atau keluarganya," jelas Serena dari sebrang sana tanpa basa basi.Sudah berulangkali kali Serena mencoba untuk menghubungi Adam, tapi berulangkali pula di tolak dan kali ini m
Keesokan harinya Kinanti mulai sadarkan diri, matanya perlahan terbuka dan tersadar kini berada di rumah sakit.Hatinya begitu was-was takut akan kemungkinan terburuk mengenai anaknya.Dengan gerakan cepat memegang perutnya, memastikan bahwa janinnya masih berada di dalam sana.Tapi tunggu, Kinanti merasa perutnya mengempis artinya sudah tidak ada janin di dalamnya.Pikiran buruk mulai menghantui seketika itu juga.Kinanti menangis tersedu-sedu merasa bersalah karena, sudah gagal menjaga janin tak bersalah tersebut. Padahal hanya janin itu alasannya untuk tetap bertahan hidup.Alasan untuk tetap berpijak di bumi yang kejam ini, berharap bisa bahagia hidup berdua saja.Kinanti tak kuasa menahan kesedihannya.Adam tersadar dari lamunannya, segera ia bangun dari sofa sebelumnya menjadi tempat duduk nya dan berjalan mendekati brankar tempat di mana Kinanti berbaring."Syukurlah kamu sudah sadar," Adam benar-benar merasa lega setelah melihat mata Kinanti terbuka.Sejak operasi di lakukan
Hari ini Kinanti sudah di perbolehkan untuk melihat keadaan bayinya karena, keadaannya yang mulai membaik sekalipun masih membutuhkan perawatan khusus.Adam dengan senang hati mendorong kursi roda Kinanti menuju ruang rawat bayi mereka.Mata Kinanti berkaca-kaca melihat anaknya di dalam inkubator."Siapa nama yang di berikan Papa Agatha Mas?""Fikri Agatha Sanjaya.""Fikri," Kinanti tersenyum memanggil nama anaknya, tak menyangka bahwa kini sudah menjadi seorang Ibu.Air mata haru menetes dari pelupuk mata indahnya, tak pernah terbayangkan akan melahirkan seorang bayi dengan keadaan yang sangat memprihatikan.Bayi malang yang sudah ikut dalam penderitaan belum sampai di lahirkan pun ke dunia, banyak perjuangan yang di lalu.Air mata yang terbuang dengan sia-sia tanpa bisa di tahan, Kinanti berharap bisa membahagiakan anaknya tak ingin terus menderita."Sampai kapan dia terus berada di sini Mas?""Sampai dokter yang menanganinya mengatakan sudah siap untuk di bawa pulang.""Aku pun tid
Sudah satu Minggu berlalu Renata merasa dirinya di acuhkan dan tidak mendapatkan perhatian sama sekali.Hingga hari ini memutuskan untuk datang ke rumah sakit meminta Adam untuk memiliki sedikit waktu untuk dirinya.Tapi sampai di sana justru emosinya mendidih melihat Adam yang tengah menyuapi Kinanti, segera masuk tanpa permisi hingga Kinanti dan Adam beralih menatap Renata yang tiba-tiba sudah muncul."Adam, kamu pulang sekarang!"Renata mengambil piring dari tangan Adam lalu, memberikannya pada Kinanti."Nggak usah manja, kamu bisa makan sendiri. Ingat anak mu sudah lahir artinya, sudah tidak ada alasan untuk tetap bersama Adam!"Renata menarik Adam untuk ikut bersamanya, membawa pergi dan tak lagi terus bersama dengan Kinanti.Sampai di parkiran rumah sakit, Adam masih mengikuti Renata menimbang banyak orang yang berada di sekitarnya.Kemudian ia masuk ke dalam mobil pun hanya menurut saja, hingga keduanya duduk di dalam mobil."Adam, kamu bilang akan menceraikan dia! Mana? Yang a
Satu Minggu berlalu Kinanti pun sudah kembali ke rumah bersama dengan anaknya yang bernama Fikri.Sekalipun bayi itu terlahir prematur, dengan berat badan di bawah rata-rata tapi Kinanti terlihat begitu telaten dalam mengurusnya. Tak sulit bagi Kinanti merawat bayinya yang berusia 3 Minggu tersebut, apa lagi ia adalah seorang perawat membuatnya cukup memiliki potensi dalam mengurus bayi.Selesai dengan mengurus bayinya berlanjut membersihkan diri, belum sempat memakai pakaian Fikri sudah menangis.Sebagai seorang Ibu Kinanti akan mengutamakan anaknya terlebih dahulu, dengan senyuman bahagia segera berjalan menuju ranjang sekalipun masih memakai balutan handuk pada tubuhnya.Perlahan Kinanti mengambil Fikri kemudian memberikan asi hingga bayi mungil itu berhenti menangis, menyusui dengan lahapnya.Sesaat kemudian pintu terbuka, Adam masuk dengan jas putri di tangannya berjalan mendekati Kinanti yang tengah menyusui Fikri."Anak Ayah," Adam langsung berjongkok dan mencolek pipi Fikri d
Berhari-hari Adam tak pulang ke rumah, saat ini Renata hanya mondar-mandir di dalam kamarnya menantikan kepulangan Adam yang entah kapan akan pulang ke rumah.Cukup sudah Renata bersabar hingga tiba-tiba pintu kamarnya terbuka terlihat Adam masuk."Sudah cukup aku bersabar Adam, janji mu menceraikan Kinanti sampai detik ini pun belum juga terjadi. Anak itu sudah lahir dan apa lagi? Sebentar lagi masa nifasnya juga akan berakhir!!!"Baru saja Adam sampai di rumah tapi Renata sudah menyambutnya dengan pertengkaran."Kapan Adam? Kapan kamu akan membuktikan janji mu?"Adam melempar tubuhnya ke atas ranjang, berbaring di sana mungkin bisa membuat perasaan menjadi lebih baik."Adam, jawab aku. Sampai saat ini justru kamu bukan menceraikan dia, yang ada kamu malah jarang pulang! Bagaimana dengan aku?""Aku nggak tau Renata, wajah Fikri terlalu membuat bingung," jawab Adam."Maksud kamu apa? Jangan bilang kamu ragu untuk menceraikan Kinanti?"Renata berjalan mendekati Adam, ingin mendengar se
Adam terlalu stress memikirkan Kinanti, suara lembut panggilan Ayah padanya membuat perasaan menjadi kacau seketika.Tekat untuk mengutarakan talak tiba-tiba hilang begitu saja, bahkan lenyap tanpa tahu cara mengutarakan nya.Adam hanya duduk di ruang tamu, memijat kepalanya dengan kedua tangannya. Sesaat kemudian Kinanti menuruni anak tangga dan melihat Adam duduk di sofa."Mas di sini? Aku pikir udah pulang," Kinanti tahu posisinya hanya sebuah selingan bahkan kini yang di pikirkan oleh nya kapan Adam mengutarakan talak.Bahkan Kinanti sudah bertekad untuk bertanya langsung pada Adam jika, memang dalam waktu beberapa hari ini Adam belum juga mengutarakan nya.Kinanti pun ingin lepas dari pernikahan ini, ingin mencari kebahagiaan nya sendiri. Menata hidup kembali setelah sekian lama menderita."Buatkan Mas kopi."Kinanti mengangguk dan segera membuatkan secangkir kopi untuk Adam, setelah itu kembali menuju ruang tamu di mana Adam masih berada di sana.Tangan Kinanti meletakan secangk
Tak ada kata talak yang keluar dari bibir Adam yang ada sampai hari nifas Kinanti berakhir Adam masih belum mengucapkan kata talak.Renata tak lagi diam, pertama kalinya ia mendatangi rumah Kinanti. Rumah pemberian mertuanya..Kinanti yang tengah berjemur bersama Fikri terkejut melihat Renata masuk ke dalam rumah."Serena bawa, Fikri masuk."Serena mengikuti kemauan Kinanti, melihat ada Renata yang semakin berjalan ke arah nya.Tapi ada yang berbeda dari Renata, Kinanti melihat perut Renata yang membuncit dan menyimpulkan bahwa sedang mengandung."Aku ingin bicara," tutur Renata.Kinanti mengangguk kemudian keduanya duduk di kursi teras rumah.Sejenak keduanya diam dalam hening, sampai akhirnya Renata memulai pembicaraan."Berapa uang yang kamu butuhkan untuk bisa meninggalkan suami ku?" Kinanti tersenyum mendengar pertanyaan Renata yang cukup membuatnya terkejut.Uang?Mungkinkah hanya uang serta harta yang menjadi ukuran kebahagiaan bagi mereka yang kaya.Jika memang mereka merasa
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada