Setelah beberapa saat meninggalkan pasiennya Dokter Zidan kembali lagi tapi, matanya tidak melihat keberadaan wanita yang barusan berbaring di atas ranjang."Dia sudah pergi, dia mengatakan tidak mau kehilangan anaknya," kata Adam yang kini berdiri di ambang pintu.Dokter Zidan segera berbalik dan menatap Adam dengan bingung, bahkan untuk berjalan saja wanita barusan tidak mampu apa mungkin bisa melarikan diri.Dokter Zidan sama sekali belum bisa menerima jawaban dari Adam."Keadaan nya masih lemah Dok, apa mungkin dia bisa berjalan, bahkan secepat itu?" Dokter Zidan memijat dahi, penjelasan tidak masuk akal.Adam hanya mengangkat bahu seakan tidak perduli, setelah itu ia pergi meninggalkan Dokter Zidan masih kebingungan.Sampai di parkiran khusus direktur, Adam langsung masuk kedalam mobilnya menyalakan mesin mobil dengan cepat.Sejenak Adam menatap Kinanti masih tidak sadarkan diri terbaring di jok belakang, wajah wanita itu sangat pucat dan harus segera di tangani.Karena yang sebe
Serena mengangguk lemah, tidak lagi bertanya melihat wajah Adam begitu dingin membuat nyalinya menciut seketika."Sssstttt......"Telinga Serena menangkap suara, tampaknya itu suara Kinanti.Dengan segera ia berbalik menatap Kinanti."Kinanti kamu baik-baik saja?" Tanya Serena panik.Kinanti membuka mata perlahan, meremas perutnya dengan rasa sakit yang sangat luar biasa."Sakit....."Kinanti kembali berkeringat dingin dengan wajah pucat bahkan seperti mayat, tangannya terus meremas perutnya semakin kuat."Kinanti," Serena semakin bingung apa yang terjadi pada sahabatnya, kenapa Kinanti terlihat begitu kesakitan dan begitu tersiksa."Sakit," Kinanti terus menangis seiring rasa sakit yang kian terasa."Dokter Adam, ini sebenarnya kenapa?" Serena memberanikan diri untuk bertanya, melihat wajah Kinanti yang begitu memprihatinkan membuatnya tidak bingung."Ren, tolong, aku enggak kuat," Kinanti mencengkram erat tangan Serena, berusaha menahan sakit yang semakin menyiksa.Adam kembali men
"Kau Iblis! Pergi dari hidupku!" Seru Kinanti dengan kedua tangannya meremas selimut yang menutupi setengah bagian tubuhnya."Sudahlah, jangan banyak berpikir keras. Lebih baik diam karena, itu bisa mempercepat proses penyembuhan mu."Kinanti tidak mengerti sampai saat ini, entah kesalahan apa yang di perbuat nya sehingga bisa berada di posisi ini.Rasa sakit itu kembali datang, Kinanti hanya menutup mata meresapi rasa semakin menyiksa."Kenapa kau bahagia menyiksa ku?! Apa salah ku?!""Tidak ada. Aku hanya ingin anak ku lahir ke dunia ini," jawab Adam santai."Tapi, cara mu bisa membunuhku dengan perlahan!!!" Seru Kinanti dengan peluh bercucuran menahan rasa sakit."Tidak, kau tidak akan mati, percaya saja. Lagi pula setelah anak itu lahir kau akan merasakan indahnya dunia ini."Adam tersenyum menatap Kinanti yang masih terbaring di atas ranjang, sedangkan dirinya berdiri berdekatan dengan ranjang."Maksudnya?!" Kinanti masih belum mengerti dengan maksud Adam, sehingga wajahnya masih
"Aduh, Mama bingung sekali kemana ya Kinanti perginya," Sarah masih sangat panik sebelum menemukan Kinanti tidak akan merasakan tenang.Entah mengapa Sarah begitu menyayangi Kinanti, mungkin karena wanita itu begitu menyayangi kedua cucunya dengan tulus.Sehingga ada rasa iba."Kenapa Mama bingung? Tanya saja pada dia!" Adam menatap Nirwan, seakan melimpahkan hilangnya Kinanti pada Nirwana.Nirwan merasa tidak bersalah, apa lagi di tuduh penyebab dari segalanya."Maaf tuan Adam, tapi saya sama sekali tidak tahu, bahkan sampai saat ini orang-orang saya sedang mencari keberadaan Kinanti," jelas Nirwan berusaha membela diri."Bukankah dia bersama mu di malam itu?!" Tanya Adam lagi.Kini semua pasang mata menatap Nirwan penuh tanya, yang lainnya seakan membenarkan apa yang di katakan oleh Adam."Iya, malam itu saya dan Kinanti duduk di taman villa dan tiba-tiba Kinanti mengeluhkan sakit pada bagian perutnya, saya menawarkan untuk membawanya ke puskesmas, kebetulan malam itu sedang ada ac
Baru saja Adam meninggalkan Kinanti bersama Serena tetapi, Kini Adam kembali lagi untuk menemuinya.Rasa bersalah tidak dapat di katakan oleh Adam, semua kata-kata kasar yang keluar dari mulutnya meninggalkan penyesalan yang begitu dalam dan sangat menyakitkan dirinya sendiri.Bahkan kini Adam juga merasa takut jika Kinanti tidak bisa memaafkan dirinya.Kaki Adam cepat-cepat masuk kedalam rumah, tidak sabar menemui Kinanti kembali.Dengan cepat tangan Adam memegang gagang pintu lalu, memutarnya dan melihat Kinanti masih terlelap karena obat yang barusan ia berikan.Serena tersadar ada yang membuka pintu, cukup terkejut melihat Adam yang baru saja berpamitan kini sudah kembali lagi."Kau boleh istirahat," titah Adam.Serena mengangguk, ia segera menuju kamar yang terletak tidak jauh dari kamar yang ditempati oleh Kinanti.Sedangkan Adam kembali menutup pintu kamar dengan rapat, rasa nya sangat menyesal sudah menghina Kinanti dengan begitu kejam.Entah mengapa kini dirinya seperti manus
Adam segera melakukan tindakan di bantu oleh Serena, setelah tubuh Kinanti tidak lagi kejang-kejang, Adam menarik selimut untuk menyelimuti tubuh Kinanti yang kembali terlelap karena obat yang diberikan oleh Adam."Dokter, nyawa Kinanti dipertaruhkan saat ini, janin itu sulit untuk di pertahankan, bukankah lebih baik janin itu di angkat saja," Serena tidak kuasa melihat penderitaan Kinanti.Wajah pucat Kinanti terlihat sangat memprihatikan, tidak kah ada rasa kasihan Adam melihat ini semuanya."Kita lihat dua hari kedepan, saya masih yakin jika janin itu masih bisa di selamatkan," jawab Adam sambil terus menatap wajah Kinanti."Bagaimana jika sebelum dua hati ternyata Kinanti kehilangan nyawanya."Dengan refleks Adam menatap Serena, kata-kata Serena seakan sebuah ancam yang mengerikan.Kehilangan janinnya maka Kinanti pun akan pergi dari hidup nya.Jika di pertahankan maka resikonya adalah nyawa Kinanti sendiri."Jika janin itu di angkat anda masih berkemungkinan untuk melihat Kinanti
"Kinanti, aku khilaf dan tolong maafkan aku."Sejenak Kinanti berhenti tertawa lalu, beralih menatap wajah serius Adam."Benar kah?" Kinanti tersenyum seakan mengejek Adam."Kinanti, tolong maafkan aku.""Acting anda bagus tuan, cocok untuk menjadi aktor," ujar Kinanti dengan di iringi tawa, "katakan saja anda ingin saya mempertahankan janin ini dan setelah dia lahir anda akan merampasnya, licik sekali," tebak Kinanti."Aku tidak akan mengambilnya dari mu, kemarin aku mengatakan itu karena aku pikir kau dan pria itu sudah melakukan hal kotor dan aku sudah salah setelah mendengar semua penjelasan yang sebenarnya.""Benarkah?!" "Kinanti," Adam menatap Kinanti penuh harap, berharap mendapatkan maaf."Iya, karena, bagi mu aku ini jalang," Kinanti masih belum bisa melupakan rasa sakitnya.Adam sungguh membuat hati nya terluka begitu dalam.Adam tidak lagi berdebat, ia memilih keluar dari kamar lalu segera menuju dapur untuk membuatkan sepiring nasi goreng kesukaan Kinanti seperti biasanya
"Tidak perlu mengatakan jalang, aku ini tidak menggodanya terlebih dulu sehingga dia menikahi aku, kenapa mulutnya malah mengatakan bahwa aku jalang. Dia juga mungkin ragu ini anaknya," Kinanti memeluk perutnya merasa janin itu sangat malang sekali."Kalau dia ragu, dia tidak akan mati-matian mempertahankan anak itu, kau tahu? Dia mengabaikan Ibu Renata demi kamu, demi menjaga mu dan kandungan mu!" Kini bukan lagi Kinanti yang emosi, tapi Serena. Baginya Kinanti dan Adam sama-sama memiliki perasaan hanya saja tidak ada yang berani mengakuinya."Cepat minum vitamin ini, kalaupun kau tidak ingin meminumnya karena suami mu minimal demi anak mu."Serena meletakan beberapa butir obat pada telapak tangan Kinanti, lalu kembali mengambil mineral sisa Kinanti barusan.Kinanti masih diam sambil menatap butiran obat di tangannya."Tapi aku tidak rela jika anak ku nanti akan di ambil.""Minum obat itu sekarang, hilangkan pikiran buruk mu itu, memangnya kau tidak mencintai nya?" Tanya Serena pen
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada