Mentari terus saja memikirkan kata cinta yang diucapkan oleh Fikri malam tadi, sejak saat itu dirinya tidak dapat tenang.Tidak tahu apakah yang dikatakan oleh Fikri benar adanya, tapi sampai di sini Mentari takut dianggap sebagai perusak hubungan antara Diva dan Fikri.Tok tok tok....Suara ketukan pintu membuatnya tersadar dari pikiran-pikiran yang begitu membuat kepalanya hampir pecah.Bahkan dari tadi ponselnya terus saja berdering, tertulis nama Fikri pada layar ponselnya."Tari," Renata melihat putrinya yang sedang duduk di kursi meja rias, kemudian berjalan mendekati."Mom?" Mentari pun memutar tubuhnya, agar melihat wajah Renata secara langsung."Kamu kenapa? Katanya mau ke salon?""Iya sih, tapi kayaknya nggak jadi deh.""Kenapa?"Mentari pun mengerucutkan bibirnya, dirinya sedang tidak ingin bertemu dengan Fikri.Sudah pasti jika keluar dari rumah pria itu akan tiba-tiba muncul."Tari, Mom boleh bertanya sedikit?""Mom, mau tanya apa?" Mentari memeluk Renata, sudah terbiasa m
"Ya sepertinya."Mentari pun bergegas masuk ke dalam mobil Fikri, dirinya takut jika ada preman lainnya yang tiba-tiba muncul kembali.Fikri juga ikut menyusul masuk ke dalam mobil. Dirinya mengerti sepertinya Mentari merasa ketakutan."Maaf, tadi aku pikir kamu yang merencanakan ini, seperti yang lalu," Mentari merasa bersalah setelah sempat menuduh Fikri, padahal sebenarnya tidak demi kian."Aku yang minta maaf, aku juga yang salah sempat membuat drama gila itu.""Fikri, kita bisa jalan nggak. Aku takut lama-lama di sini, takutnya yang tadi terulang lagi," Mentari melihat sekitarnya, dirinya benar-benar ketakutan.Hingga tiba-tiba ada suara anjing yang menggonggong.Mentari yang terkejut langsung memeluk Fikri sekencang mungkin, dirinya sendiri tidak menyadarinya.Fikri pun hanya terdiam dengan perasaan yang terasa tegang, sesaat kemudian Mentari pun menyadarinya."Maaf," Mentari menjauh dengan perasaan tidak enak.Meneguk saliva dengan pahit, dengan perasaan aneh yang terasa.Menta
Sudah untuk yang kedua kalinya ungkapan cinta yang diutarakan oleh Fikri, kini Mentari merasa ucapan tersebut tidak main-main.Mentari berdiri di depan cermin, tiba-tiba saja muncul wajah Fikri yang tersenyum padanya.Mentari pun menggosok matanya, sesaat kemudian bayangan wajah Fikri pun menghilang."Apa aku sudah gila?" Mentari tidak habis pikir kenapa mendadak tidak bisa berjauhan dengan Fikri, belum lagi saat dirinya tanpa sengaja memeluk Fikri yang begitu menghangatkan."Apa aku sedang jatuh cinta? Jantungku?" Mentari terus saja memegang dadanya yang berdebar.Sesaat kemudian meraih ponselnya, kemudian berbaring di atas ranjang.[Sekali lagi, terima kasih,] Mentari.Pesan dikirimkan oleh Mentari, dirinya sendiri kini bingung mungkinkah mencintai Fikri. Mentari pun merasa tidak enak hati sempat menuduh Fikri yang membayar preman, padahal jika saja tanpa Fikri mungkin kini dirinya sudah dinodai.[Aku tidak menerima terima kasih jika hanya dengan ucapan,] Fikri.[Lalu? Jangan aneh-
Tanpa pikir panjang Mentari pun mengangguk, entah mengapa dirinya juga tidak dapat menolak."Katakan iya!"Mentari pun segera bangkit dari atas pangkuan Fikri, seketika tersadar bahwa Fikri sudah menjadi tunangan Diva."Aku tidak memungkiri perasaan mu, tapi aku tidak ingin menerima cinta mu," papar Mentari.Fikri pun segera bangkit dari duduknya, merasa terkejut dengan jawaban Mentari."Kenapa?""Kau sudah bertunangan dengan Diva!""Itu kesalahpahaman, sebentar lagi harus diselesaikan. Aku tidak mencintainya!" Tegas Fikri.Mentari tidak tahu lagi harus bagaimana, hatinya tidak lagi dapat mengelak ada cinta yang tumbuh seiring dengan kedekatan mereka akhir-akhir ini."Sudah lama aku menantikan saat-saat ini, saat-saat untuk mengungkapkan cinta pada mu! Aku kembali ke sini untuk mu! Tapi malah peristiwa gila malam itu terjadi, percayalah tidak ada yang terjadi diantara kami," Fikri menggenggam erat tangan Mentari, meyakinkan jika cintanya tidaklah main-main."Fikri kamu serius nggak si
Ting!Ponsel Mentari pun berdering, dirinya yang sedang bersantai di teras menikmati siang hari dengan secangkir teh manis mulai melirik ponselnya.Seketika itu terbatuk-batuk karena membaca pesan yang dikirimkan oleh Fikri."Uhuk-uhuk......" Mentari sampai menyemburkan teh, karena terlalu shock."Tari, kamu baik-baik saja?" Tanya Renata yang sedang menyirami tanamannya."Iya Mom. Tari, nggak papa," Mentari menarik nafas dalam-dalam, kemudian menghembuskan.Setelah itu, kembali menatap layar ponselnya, melebarkan mata berharap dirinya yang salah membaca.Tapi tidak, lagi-lagi bacaannya masih saja sama.[Sayang] Fitri."Mom, tolong pukul kepala ku," Mentari pun memberikan kayu pada Renata.Renata mendadak bingung, seketika mematung tanpa tahu harus berbuat apa.Apakah diusianya sekarang telinganya sudah rusak?Renata tidak mengerti sama sekali."Mom!" Mentari pun berseru, sebab Renata hanya diam tanpa melakukan apapun."Mentari, apa Mom butuh alat mendengar. Agar tidak salah mendengar?
Buuuk!Fikri mendapatkan bogem dari Zidan, amarahnya mendidih seketika mengetahui apa yang telah terjadi."Om, aku sangat mencintai Mentari. Aku ingin menikahinya. Dan, ingin bertanggung jawab atas apa yang telah kami lakukan," papar Fikri dengan mengusap bercak darah yang keluar dari sudut bibirnya."Bagaimana kamu menikahi Mentari? Sedangkan untuk menyelesaikan masalah mu dengan Diva saja sampai saat ini tidak bisa?" Kata Zidan.Fikri pun tertunduk, membenarkan apa yang dikatakan oleh Zidan memang benar adanya."Bagaimana jika Mentari hamil Om? Tanpa suami!" Tanya Fikri."Nggak!" Mentari panik saat mendengar apa yang dikatakan oleh Fikri.Dirinya dan Fikri tidak pernah melakukan hubungan terlarang itu, jadi tidak selayaknya Fikri mengatakan demikian.Mentari memang ingin menikah dengan Fikri, tetapi tidak dengan cara gila."Diam!" Sergah Zidan.Emosinya semakin meninggi seiring dengan apa yang dikatakan oleh Fikri.Zidan memang sudah dewasa, tetapi untuk menyangkut Mentari tidak aka
"Aku mencintaimu," bisik Fikri.Mentari pun tersenyum saat mendengar bisikan yang begitu menghangatkan hati.Bukan hanya hati yang hangat, tetapi juga bulu-bulu seakan ikut berdiri merasakan hembusan napas hangat yang terasa pada telinganya.Tangan Fikri pun mengangkat dagu Mentari, menatap dengan keindahan yang begitu luar biasa.Dalam hati memuji, bertapa indahnya ciptaan Semesta di hadapannya.Mentari.Bukan hanya penyejuk hati, tapi juga penghangat jiwa saat lelahnya menghadapi dunia."Kenapa?" Fikri bertanya saat melihat wajah wanita pujaan hatinya menunduk, seakan ingin menutupi keindahan yang ingin dipandanginya.Lagi-lagi Mentari hanya tersenyum dengan menggigit bibir bawahnya, seakan menahan bertapa sesak di dada yang bersemayam cinta.Tak kuasa hanya memandang saja, Fikri pun mencoba lebih jauh.Merasakan hangatnya bibir merah merekah milik Mentari.Mentari tak menolak sama sekali, sampai akhirnya Fikri benar-benar menyentuh bibir tersebut.Sesaat kemudian Fikri pun melahap,
Saat ini Tama membawa Fikri menuju apartemen milik Fikri, disanalah rencana pun mulai dijalankan."Tama?" Fikri menendang kaki Tama dengan kencangnya."Sakit tolol!" Tama sangat geram pada Fikri sebab dirinya sudah menolong malah dibuat hampir tidak bisa berjalan dengan baik."Mati saja sekalian!" Geram Fikri, "lihat penampilan ku!" Fikri pun menunjukkan dirinya.Tama pun melihat penampilan Fikri dari kaki yang kini menggunakan sepatu wanita sampai gaun yang melekat pada tubuhnya, jangan lupakan ada rambut palsu berwarna kecoklatan terurai panjang."Bagus!" Tama pun memberikan jempol atas apa yang kini dipakai oleh seorang Fikri."Tidak lucu!" Fikri ingin sekali memberikan bogem mentah pada Tama, sebab dirinya malah di dandani seperti seorang wanita."Hey tunggu dulu!" Tama pun menjauh agar tidak mendapat bogem, "kau mau bertemu Mentari tidak?""Tapi tidak begini juga caranya!""Hanya ini cara satu-satunya, pegang ini!" Tama memberikan sebuah ponsel pada Fikri, "berikan nanti ponsel i