Dengan anggunnya Mentari turun dari mobilnya, mobil baru dibelikan oleh Zidan sebagai hadiah karena Mentari adalah lulusan terbaik.Dengan langkah kaki perlahan mulai berjalan masuk.Ruangan sudah tersedia untuknya, walaupun Zidan sudah berhenti bekerja dan memutuskan untuk mengurus perusahaan keluarga tetapi tetap saja Mentari dikenal sebagai putri Dokter Zidan.Mantan presiden direktur rumah sakit Pelita Bunda."Anaknya Dokter Zidan cantik ya."Beberapa dokter berbisik-bisik seakan memuji kecantikan seorang Mentari.Padahal dirinya tidak sedang tebar pesona, tapi entah mengapa masih banyak lelaki yang meliriknya.Mentari pun mulai memasuki ruangannya, hingga akhirnya memeriksa pasien.Hari ini benar-benar bersemangat, apa lagi anak-anak itu sangat menggemaskan. Sampai akhirnya sampai pada pasien terakhir."Silahkan duduk ibu, Adek nya sakit apa?" Mentari belum melihat ke depan, karena berusaha mengambil bolpoin yang terjatuh di lantai.Sampai akhirnya berhasil dan bertapa terkejutny
Mentari pun mengambil ponselnya dari dalam tas, dan melihat sosial media yang menjadi hiburan dikala lelah bekerja ataupun dalam keadaan apapun.Tapi sesaat kemudian taxi yang ditumpanginya mendadak berhenti, membuat Mentari kebingungan."Ada apa Pak?" Tanya Mentari.Belum lagi sekitarnya yang mulai sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang.Ditambah lagi dengan hari mulai gelap, hujan rintik-rintik pun turun."Itu Bu, ada segerombolan preman yang menghentikan mobil kita," supir taxi itupun merasa takut, sebab para preman itu membawa benda tajam.Mentari pun melihat ke depan, kemudian ada yang menggedor-gedor kaca taxi tersebut."Turun!" Pinta Preman yang bahkan menggoyangkan taxi itu, "atau kaca taxi ini aku pecahkan!" Ancaman pun terdengar hingga sang sopir taxi merasa takut."Ya ampun, anak ku sakit. Kalau sampai taxi ini kenapa-kenapa nantinya bagaimana?" Supir taxi itu pun berbicara sendiri dengan rasa ketakutannya.Mentari pun mendengar suara itu, kemudian membuka pi
Fikri dari kecil dibesarkan oleh kedua orang tuanya dengan rasa tanggung jawab.Maka begitu juga dengan saat ini, Fikri akan bertanggung jawab atas apa yang sudah diperbuatnya.Tanpa gentar sedikitpun Fikri memenuhi panggilan Zidan yang memintanya datang.Di perusahaannya, kini Fikri adalah pewaris utama di keluarga Agatha Sanjaya.Dan Zidan menunggunya di sana.Duduk di sofa menatapnya tajam yang masih berdiri di ambang pintu.Zidan pun bangkit dari duduknya, menghampiri Fikri."Aku tahu semua yang kau lakukan, sampai memasuki kamar putri ku pun, aku tahu," papar Zidan.Huuuufff.Sejenak Fikri menegang, tapi itu memang benar adanya.Seperti kata awal.Fikri siap menanggung semua perbuatannya, kecuali tidak untuk menjauhi Mentari."Aku tidak tahu, apakah Ayah mu tahu hal ini atau tidak. Tapi satu hal yang aku ingin beritahu, aku tidak suka cara mu mendekati putri ku dengan cara seperti tadi. Dia sangat ketakutan," Papar Zidan.Menatap Fikri dari ujung kaki hingga ke atas."Aku mencinta
Sesampainya di rumah Fikri pun bergegas menemui kedua orang tuanya, ingin berbicara perihal pertunangannya yang akan dilangsungkan esok hari dengan Diva."Bunda, Fikri tidak bisa bertunangan dengan Diva.""Enak sekali kau berbicara seperti itu! Jangan pernah berpikir untuk melarikan diri besok. Diva itu anak Tante Serena, mau tahu siapa dia. Tante Serena itu sudah seperti saudara kandung Bunda, dia yang membantu Bunda merawat kamu. Jangan pernah mempermalukan Bunda, apa lagi Tante Serena!" Papar Kinanti.Kinanti pun segera menuju kamarnya, tidak ingin lagi membahas perihal pertunangan yang ingin dibatalkan oleh putranya tersebut.Fikri pun mencoba melihat Adam, mungkin saja bisa membantunya.Sayangnya Adam hanya menggerakkan bahunya lalu menyusul Kinanti.Fikri pun meninju udara, tampaknya pertunangan tersebut harus benar-benar terjadi.Fikri mencintai Mentari, bukan Diva.Namun, malah karena insiden itu Kinanti menyimpulkan bahwa dirinya dan Diva sudah melakukan hal di luar batas.Sej
Semua tamu undangan tampak memenuhi acara pertunangan malam hari ini, menyaksikan saat-saat berlangsungnya proses pertunangan Fikri dan Diva.Yang dilangsungkan di rumah keluarga besar Fikri.Sejenak Fikri terdiam menatap wajah-wajah para tamu undangan, tampaknya mencari seseorang yang mungkin begitu berarti baginya.Fikri Mencari keberadaan Mentari.Sampai akhirnya dirinya menemukan wanita tersebut.Mentari tersenyum menatap ke depan, malam ini terlihat begitu anggun dengan gaun pesta berwarna merah menyala.Bibirnya tersenyum bahagia, sebab sebentar lagi musuh bebuyutannya akan segera bertunangan.Artinya tidak akan mengusiknya terus-menerus.Senang sekali tanpa Fikri yang mengganggu setiap hari-hari indahnya."Tari," Kinanti menghampiri Mentari, jangankan para lelaki. Dirinya saja terkagum-kagum melihat kecantikan Mentari yang hampir sempurna tanpa kekurangan."Bunda," Mentari pun tersenyum menyapa kembali."Aduh cantiknya," Kinanti memegang wajah Mentari seakan mengagumi."Terima
Fikri pun berdiri di atas anak tangga terakhir, tatapannya lulus ke depan.Menyaksikan banyaknya tamu yang sedang berdansa. Bola mata elangnya terus mencari seseorang.Seorang wanita yang bernama Mentari, bukan Diva, yang padahal sudah menjadi tunangannya sendiri.Sampai akhirnya menemukan yang dicarinya, Mentari berdansa bersama dengan Kenan."Apakah calon suamiku ini ingin berdansa dengan ku?" Goda Diva.Diva tersenyum bahagia puas melihat wajah Fikri yang menahan kemarahan.Tentu saja Fikri sangatlah kesal, dan Diva tertawa terbahak-bahak melihat wajah kesal dan harus menahan emosi."Ahahahha," Diva pun semakin tertawa melihat Fikri yang menatapnya dengan tajam.Dari sana Mentari pun tiba-tiba melihat Fikri, Mentari menjulurkan lidahnya seakan kesal saat melihat wajah Fikri saja.Mentari tengah bahagia, karena setelah ini tidak akan mungkin lagi diganggu oleh Fikri.Menurutnya begitu!Lantas bagaimana dengan Fikri?Bisakah Fikri tanpa Mentari?Sulit!"Ayo berdansa dengan ku, calon
Aluna musik pun terdengar dengan merdunya, pesta dansa pun kembali berlanjut.Bertapa terkejutnya Mentari saat melihat siapa yang menjadi teman dansanya saat ini.Fikri!Lelaki sialan yang selalu saja berusaha dihindarinya."Tidak ada yang boleh pergi dari tempatnya, siapapun pasangan dansanya harus menerima," kata pembawa acara dari depan sana, "siapa yang menolak akan diberikan hukuman, yaitu mencium pasangan dansanya."Mentari pun terkejut mendengarnya.Sedangkan Fikri tersenyum. Tama memang sangat berbakat untuk menjadi sahabat sejatinya.Sebab, itu semua Tama yang merencanakan. Sesuai dengan keinginan Fikri yang ingin berdansa dengan Mentari.Saat berada di kamarnya beberapa saat lalu, Tama pun menyusulnya.Kemudian mengatakan Mentari berdansa dengan Kenan."Kau harus membuat Mentari berdansa dengan ku, atau burung playboy mu aku potong!" Ancam Fikri lalu pergi.Tama pun memegangi celananya, merasa ngilu. Apa lagi itu adalah modalnya selama ini untuk mendekati para wanita di luar
Di waktu yang sama dan di tempat lainnya, di mana pesta masih terus berlangsung dengan meriahnya."Berdansa dengan ku?" Kenan pun mengulurkan tangannya pada Diva, berharap calon Kakak iparnya tersebut tidak menolak.Sejenak Diva terdiam untuk menimbang, tapi merasa Kenan begitu berharap. Akhirnya Diva pun tersenyum, dan meraih tangan Kenan.Keduanya pun berdansa dalam diam.Hanya mendengarkan alunan musik yang terus saja diputar.Di saat-saat Diva akan menjadi milik Kakaknya ini, Kenan berharap bisa lebih dekat.Anggap saja untuk membuatnya bahagia, sebab setelah pernikahan Fikri dan Diva terjadi, maka Kenan akan melupakan Diva.Menghapus perasaan yang ada meskipun begitu sulit.Sakit, tentunya. Kenan ingin menunggu saat-saat dimana Diva lulus kemudian melamar. Bahkan Kenan, sudah membeli cincin yang akan diberikan untuk Diva.Lagi-lagi Kenan hanya bisa mengelus dada, apa lagi mendengar pengakuannya Diva yang juga menyukai Fikri.Tentunya Kenan ingin melihat Diva bahagia, sekalipun bu
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada