Sesuai dengan keinginan Renata yang meminta untuk menemui Kinanti, Adam perlahan berjalan menuju kamar Kinanti yang berdekatan dengan dapur.
Belum sampai Adam ke kamar Kinanti matanya sudah melihat seorang wanita di dapur sedang berusaha membuka bungkusan mie instan menggunakan sebelah tangannya.Adam segera mendekati dan mengambil alih."Eh," Kinanti tersentak dan melihat siapa orang yang tiba-tiba muncul lalu mengambilnya.Tatapan mata Adam mengarah pada Kinanti begitu tajam, kemudian tangannya meletakan bungkus utuh mie instan pada meja."Tu-tuan?""Coba ulangi!"Suara dingin Adam membuat Kinanti merasa horor, ia diam dan menunduk."Kenapa masih makan mie instan?"Kinanti kembali mendongkak menatap Adam."Jangan lagi makan ini!" Adam menunjuk mie instan yang baru saja di letakan pada meja, "mengerti?!""Tu-"Pandangan Adam yang tajam membuat Kinanti meneguk saliva."Nyonya Renata?!"Kinanti terkejut dengan refleks langsung terbangun saat melihat kehadiran Renata di dalam kamar nya, tunggu dulu apa Renata ingin mengusir dirinya.Adam?Kinanti mengingat semalam Adam memeluk nya erat bahkan sampai ia tertidur pulas.Apa pagi tadi Renata memergokinya dan Adam?Kinanti bingung dan mulai menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi sebab, tidak biasanya Renata datang ke kamarnya."Maaf Kinanti, saya mengganggu kamu. Tadi saya sudah bilang ke Kak Hanna kalau kamu istirahat selama beberapa hari dan di ijinkan jadi, kamu istirahat saja sampai beberapa hari ini," ujar Renata.Kinanti mengangguk lemah sesaat kemudian matanya menatap Adam menyusul masuk.Apa Adam semalam tidur dengan nya?Atau tidak?Kapan Adam keluar dari kamar nya?Kinanti tidak tahu mengapa saat Adam memeluknya erat terasa begitu hangat hingga ia tertidur pulas.Bahkan lupa kap
"Jangan mengundang kemarahan ku!" Wajah Adam terlihat dingin hingga matanya pun menatap tajam Kinanti."Sudah aku katakan, kau boleh meminta cerai setelah anak ku lahir. Ingat Kinanti aku ini suami mu dan punya hak penuh atas diri mu jadi, jangan kau anggap aku hanya sebuah benalu!"Kinanti membuang pandangannya ke arah lain tidak ingin menatap Adam sama sekali."Ayo makan!"Dengan terpaksa Kinanti membuka mulutnya, sekalipun sebenarnya ia sangat malas."Aku sudah kenyang!" Tolok Kinanti setelah makan beberapa suapan.Adam memberikan botol mineral pada Kinanti.Kinanti meneguknya dan meletakkan kembali botolnya, tanpa di duga Adam mengambil botolnya kembali dan meminum dalam botol yang sama."Kau ingin makan yang lainnya?" "Tidak!" "Yakin?""Em!"Ponsel Kinanti terus saja berdering beberapa kali, hingga Adam penasaran siapa yang menghubungi istri gel
Kinanti terus saja menggerutu dalam hati, bahkan setelah turun dari taxi pun."Di minta cerai tidak bisa, nyatanya rumah tangga ini sangat menyiksa," gumam Kinanti. Kakinya perlahan memasuki pintu utama rumah besar milik keluarga Adam, sungguh menyakitkan sekali padahal ia adalah seorang menatu juga. Menantu gelap, miris.Tidak mungkin ada yang bisa menerima gadis miskin dengan latar belakang keluarga broken home.Renata adalah wanita tepat untuk menjadi menantu di keluarga Adam. Cantik, pintar, berasal dari keluarga terpandang. Sangat berbanding terbalik dengan dirinya.Ibu dan Ayahnya bercerai, keluarga nya hancur berantakan. Sekalipun ia seorang sarjana keperawatan itu pun karena hasil beasiswa yang di dapatkan."Kinanti."Suara Sarah dari arah tangga menyadarkan nya segera beralih menatap wanita tersebut."Iya Nyonya?"Sarah berjalan cepat menuruni anak tangga, lalu matanya melihat sebelah tan
ponsel baru yang barusan di berikan oleh Adam berdering, Kinanti meliriknya dengan malas. Nama Adam tertera di layar ponselnya.Tidak ada keinginan untuk menjawab nya tetapi ponsel nya terus bergetar hingga membuatnya pusing dan menjawab dengan malas."Halo!" Jawab Kinanti dengan nada tinggi.Adam menjauhkan ponselnya dari telinga sejenak merasakan gendang telinga hampir pecah karena pekikan Kinanti."Mas tunggu di ujung pos satpam.""Mau kemana?" Tanya Kinanti tidak suka."Kau mau makan apa malam ini, akan Mas antarkan kemana pun," jawab Adam berusaha berdamai dengan Kinanti."Enggak tertarik!" Kinanti hampir mengakhiri pembicaraan mereka tetapi suara Adam membuat nya urung memutuskan sepihak."Apa bertemu Renata kau tertarik?!""CK!"Kinanti mengacak rambutnya, mengapa ia yang takut Renata tahu bukankah yang seharusnya takut itu adalah Adam."Iya!"
Suara manja itu keluar dari bibir Kinanti saat merasakan tangan Adam menelusuri setiap inci tubuhnya dengan sensual.Sesekali kecupan mesra di hadiahkan di beberapa bagian titik sensitif hingga semakin menggeliat tak karuan.Perlahan Adam membawa Kinanti pada ranjang, pembaringannya dan menindihnya dengan cepat.Melumat habis hingga memaksa masuk untuk mencari lidah yang akan bermain dengan lidahnya.Setelah itu Adam mulai turun menggigit kecil bagian tengkuk Kinanti, dan akhirnya ia sampai pada payudarah yang besar dan menantang.Tangannya mulai mengarah dan mulai meremas dengan penuh sensual, sesaat kemudian Adam merasa panas.Seketika itu juga terbangun dari tidurnya.Membuka mata dan segera duduk, mengusap wajah sampai beberapa kali dan menatap sekitarnya."Mimpi apa itu!"Adam dengan cepat meneguk air yang sudah tersedia di atas meja agar meredam rasa panas karena mimpi barusan.Matanya se
"Sayang, maaf ya kalau semalam kamu akhirnya tidur sendiri."Renata melingkarkan tangannya di pinggang Adam, berjalan masuk dengan beriringan."Tidak apa-apa."Adam tersenyum dan tidak mempermasalahkan sama sekali.Renata baru saja sampai di rumah, Adam menjemputnya pagi ini sesuai dengan keinginan Adam."Sayang, kita ke kamar Kinanti yuk.""Kinanti?"Menyebut nama itu seakan membuat panas, malam tadi mimpi itu sungguh menjadi racun tersendiri, di tambah sentuhan bibir Kinanti pagi tadi seketika membuat diri semakin tidak karuan."Iya, aku kasihan sama dia!" Renata langsung menarik Adam menuju kamar Kinanti."Renata, aku tidak usah ikut," tolok Adam."Kau harus ikut untuk memeriksa nya!"Sekalipun Adam menolak Renata tetap menarik paksa."Kinanti!!!"Renata melihat Kinanti yang tengah membantu memasak di dapur, seketika Renata berjalan cepat dan ingin m
"Mas," Kinanti cepat-cepat berdiri di antara dua pria yang kini terlibat ketengan.Pada siapa Kinanti saat ini harus berpihak.Adam adalah suaminya tetapi tidak ada cinta di antara mereka.Ilham adalah kekasih yang sangat di cintai nya tetapi tidak bisa bersatu karena Adam sudah menikahi nya."Mas, di sini banyak orang," Kinanti menatap wajah orang-orang di sekitar mereka, "kita hanya menikah siri, jangan sampai ada orang yang mengenal Nyonya Renata diantara mereka," ujar Kinanti dengan suara pelan.Adam mulai menenangkan diri sesaat kemudian tangannya menarik lengan Kinanti.Tetapi Ilham juga memegang lengan Kinanti yang satunya lagi."Lepaskan dia!" Pinta Adam dengan tatapan mata tajam."Mas."Wajah melas Kinanti membuat Ilham terpaksa harus melepaskan nya.Sekalipun hati terasa tidak rela.Adam segera memasukkan Kinanti kedalam mobil nya.Setelah melayangkan tatapan ta
"Kamu sudah sarapan pagi tadi?""Belum."Adam tersenyum."Kalau begitu biar Mas pesankan makan untuk kita."Kinanti mengangguk menurut saja.Sampai akhirnya makanan datang, Adam dengan segera menyajikan untuk nya."Sini Mas yang menyuapi," tawar Adam."Mas, memangnya tidak bekerja?" "Tidak, Mas sudah meminta dokter lain untuk menggantikan," jawab Adam, "ayo buka mulutnya."Kinanti perlahan menolak dan memilih mengambil alih piring dan sendok dari tangan Adam."Aku makan sendiri aja Mas.""Ya udah."Adam mengusap perut Kinanti dengan lembut.Setelah selesai maka Kinanti bergegas berdiri, membawa piring kotor untuk di cuci di wastafel.Adam menunggu di meja makan sambil memainkan ponselnya dengan cukup serius, entah apa yang tengah di kerjakan nya dengan ponselnya."Sudah selesai?"Adam memasukkan ponselnya ke dalam saku kemejanya.K
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada