Suara ketukan pintu membuat Adam terusik, padahal baru saja dirinya tertidur, matanya seketika menatap jam dinding."09:02," Adam kembali mendengar suara ketukan pintu hingga beberapa kali.Turun dari ranjang berjalan ke arah pintu setelah memakai celana santai dan juga kaos.Pintu pun di buka terlihat Sarah menggendongnya Fikri menangis kencang sambil memanggil sang Bunda."Kinan mana? Fikri nangis terus," Sarah kesulitan untuk menenangkan Fikri, semenjak kemarin terus saja rewel. Ingin bersama dengan Kinanti."Masih tidur. Ma," Adam menunjuk ke arah dalam, bahkan suara Fikri yang kencang tak mampu membangunkan Kinanti."Sini sama Ayah," Adam mencoba untuk mengambil alih Fikri, sayangnya bocah itu menolak.Sambil menangis kencang Fikri hanya memanggil Bundanya saja.Sarah langsung saja masuk, memberikan Fikri pada Kinanti. Tangisan Fikri sudah cukup lama, hingga membuatnya panik."Kinanti, Fikri rewel," Sarah meletakan Fikri di atas ranjang.Pelupuk mata Kinanti bergerak, mendengar s
Siang harinya Adam dan Kinanti kembali ke rumah, Kinanti kini tidak lagi tinggal di kontrakan melainkan kembali ke rumah besar yang dulu pernah di tempatnya.Jika dulu dirinya hanya seorang Baby Sitter kini berubah menjadi Nyonya Muda. Sekalipun begitu Kinanti cukup berat menginjakkan kaki di kamar Adam.Mengingat di sana lah Adam dan Renata pernah tidur bersama, di tambah lagi ada kenangan pahit dirinya.Entah benar atau salah tetapi, Kinanti benar-benar menganggap itu musibah, di atas ranjang itu dirinya di lecehkan oleh Adam sendiri.Meskipun sudah terlalu lama dan kini sudah mendapatkan pertanggung jawaban dari Adam sendiri, dirinya tak pernah bisa lupa sepenuhnya."Sayang, kenapa cuman berdiri di sana? Masuk.""Mas, kita tidur di kamar Kinan, yang dulu aja gimana."Kamarnya yang kecil dan sederhana lebih baik baginya, dari pada kamar Adam yang luas tapi penuh kenangan pahit di dalamnya."Kamu masih marah sama Mas, nggak bisa lupain itu?"Kinanti tertunduk menatap ranjang di hada
"Biar Kinan yang beresin," Kinanti seketika mengambil kain pel berniat untuk membersihkan semuanya.Akan tetapi, Adam tak mengijinkan dirinya melakukan hal tersebut, Kinanti istri dari pewaris kerajaan bisnis Agatha tak mungkin membersihkan semua itu."Mana ada majikan yang membersikan semua ini, kalau kamu yang membersikan ini semua apa gunanya di gaji orang-orang bekerja di rumah ini!"Adam melemparkan kain pel dari tangan Kinanti, seketika menggendongnya pergi dari sana. Baginya Kinanti tak boleh lecet sedikit pun.Bahkan, sampai di kamar langsung membawa masuk ke kamar mandi. Membersihkan langsung dengan tangannya sendiri. Sampai memastikan bahwa kaki istrinya bersih tanpa ada sisa terkena air kotor barusan."Mas, Kinan bisa sendiri.""Diam!"Adam kembali mengangkat tubuh istrinya, kemudian mendudukkan di atas sofa, sesaat kemudian mengambil handuk dan mengeringkannya."Jangan sampai ada pekerjaan yang dilakukan oleh tangan mulus mu itu, kalau sampai aku tahu atau tangan mu lecet
Siang ini cukup panas, teriknya matahari membuatnya banyak mengeluarkan keringat. Tenggorokan pun terasa haus, dan obatnya adalah minuman yang segar.Bayu memilih singgah di kontrakan Kinanti, berharap ada minuman dingin yang bisa menghilangkan rasa hausnya.Perut pun tak kalah sengit, lapar begitu terasa semenjak pagi tadi dirinya tidak makan satu butir nasi pun.Sampai di depan rumah Bayu memanggil Kinanti, tapi tak ada sahutan suara dari dalam rumah."Ya ampun, aku lupa dia, pasti sekarang tinggal di rumah suaminya," Bayu baru tersadar jika sahabatnya tersebut sudah menikah.Bayu merasa cuaca semakin terik, rasa dahaganya kian semakin terasa. Namun, netra nya menatap celah pintu."Kenapa pintunya nggak di kunci? Apa Kinanti lupa," Bayu berjalan kearah pintu dan benar saja tak di kunci sedikit di dorong sudah terbuka lebar.Merasa tak ada orang di dalam sana Bayu pun memutuskan untuk masuk, mencari mineral dan meneguknya segera.Akhirnya tenggorokan kering kini terasa basah dan lebi
Malam harinya acara pertunangan pun benar di laksanakan, Jarma pun segera kembali dari luar kota saat mengetahui berita tak menyenangkan.Ada kemarahan di matanya atas perbuatan putrinya yang di tangkap warga, akan tetapi sudah terlanjur terjadi. Menikahkan putrinya adalah keputusan terbaik."Renata, aku nggak ngapa-ngapain sama dia," Serena memeluk Kakak iparnya dengan sekencang mungkin.Kakak iparnya itu langsung datang ke rumah mertuanya saat Mala sendiri yang memintanya, Mala adalah Ibu mertua atau ibu kandung dari Zidan, dirinya cukup menyayangi serta menghargai Renata sebagai bagian dari anggota keluarga.Renata pun hanya bisa memeluk Serena, memberikan kekuatan pada iparnya tersebut. Sesekali tangannya mengusap punggung Serena.Begitu juga dengan Kinanti, bahkan dirinya terus menunggui Serena sejak siang tadi."Kinan, kamu percaya 'kan? Aku nggak ngapa-ngapain!" Kinanti pun mengangguk, bagaimana bisa mereka melakukan hal gila sedangkan rukun saja tak pernah bisa."Tante Mala pu
Berkorban?"Kinanti tak sengaja mendengar apa yang dikatakan oleh Adam."Maksudnya bagaimana? Berkorban-" Kinanti menutup mulut mengingat saat itu Renata mendatangi rumah nya dan mengatakan sudah bahagia bersama Zidan.Flashback on."Aku mohon kembali pada Adam, dia bisa gila tanpa mu Kinanti."Sudah berulangkali memohon tetapi hati Kinanti masih sekeras batu, sampai saat ini pun belum ada keinginan kembali pada Adam. Sedangkan Adam semakin terpuruk membuat Renata semakin merasa bersalah."Aku tidak.akan kembali padanya!""Kenapa?""Aku tidak akan bisa bahagia di atas penderita wanita lain!""Bagaimana dengan Adam?""Kalau kamu bahagia, mungkin aku akan kembali padanya."Flashback off.Kinanti tersadar atas apa yang terjadi, tak lama setelah itu Renata kembali datang dan memberitahu tentang pernikahannya dengan Zidan.Terbilang cukup dadakan sehingga, seperti sebuah bom waktu yang meledak, hingga membuat shock tak percaya. Tapi pada kenyataannya Serena juga menjadi saksi atas pernikah
Malam pun semakin larut, ketika semua anggota keluarga sudah tidur di kamarnya tapi, tidak dengan Renata.Dirinya hanya diam duduk di sofa, memainkan ponselnya untuk menemani malamnya.Tiba-tiba Mala keluar dari kamarnya, tanpa sengaja matanya melihat Renata yang duduk di sofa. Lebih tepatnya ruang keluarga, tepat berhadapan di depan kamar Mala.Rasa penasaran begitu terasa, banyak pertanyaan di kepalanya. Seketika dengan cepat dirinya melangkah cepat ke arah Renata."Renata."Renata tersadar, segera menatap ke depan dan melihat Mama mertuanya berdiri di hadapan. Dengan segera Renata berdiri."Kenapa kamu tidak istirahat?" Mala menunjuk jam dinding, "ini sudah larut, sudah melewati jam dua belas."Renata pun mengangguk, tapi tahukah Mala jika barusan dirinya sudah menuju kamar Zidan. Akan tetapi tak dapat masuk sebab, pintu kamar yang terkunci.Dirinya tak berani mengetuk pintu, mengingat hubungan keduanya tak baik-baik saja."Kenapa diam?" Mala semakin geram pada Renata, menurutnya a
Segera membuatkan kopi dan membawanya menuju ruang tamu, menghidangkan dengan perlahan di bantu Kinanti juga mengambil cangkir dari atas nampan yang di bawa Renata."Kamu mau ke mana? Duduk di sini sama kita," pinta Kinanti sambil menunjuk sofa yang kosong."Aku ke dapur aja, aku mau masak," tolak Renata. Membuat Kinanti mengangguk lemah, akhirnya Renata pun kembali ke dapur."Aku ke sini mau meminta persyaratan untuk mengajukan nikah" ujar Bayu pada Serena.Serena memilih meneguk kopi buatan Renata dari pada membahas tentang pernikahannya dengan Bayu."Serena, Bayu minta berkas kamu!" Mala menepuk pundak Serena, kesal sekali dengan putrinya tersebut yang selalu acuh pada Bayu."CK! Tunggu di sini!" Serena bangun dari duduknya, dengan malas dirinya menuju kamar mengambil data dirinya.Sampai di kamar dirinya terus mengoceh tak jelas, terlalu menjengkelkan harus menikah dengan musuh bebuyutan nya tersebut."Azab ini sangat perih," gumam Serena sambil membawa map di tangannya.Sesaat ke
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada