"Ya gak gitu juga, Sayang. Ini beda jalur, memang cemburu, tapi om suruh kamu cuti ini karena udah om teliti sejak jauh-jauh hari," kata Haidar. "Kenapa baru bilang sekarang?" "Karena ...." "Takut Isbay sakit hati?" timpal Ciara. "Hehe, pinternya istriku. Ngapunten, banyak kurangnya Om ini sebagai suami kamu, maaf tadi ... sewot sama Bumi." Haidar menatap istrinya. "Hahaha, sayang banget dah! Aku ingin bilang sayang Om banyak kali!" "Bilang aja, om juga Sayang Isbay, Sayang Isbayku ...." Memang indah, kerukunan yang terjaga. Mereka teringat nasihat dari Gilap, yakni tentang kerukunan yang harus mereka tanamkan sampai mati. Haidar yang mau marah sebab cemburu pun, kini telah lebur karena sambutan Ciara yang bagi Haidar selalu menghibur. *** "Isbay, ayolah makan," pinta Haidar. "Ehmm, males!" Ciara asyik nonton sembari bersandar ke dada suaminya. "Ocyang laper," kata Haidar. "Makan dulu aja!" Ciara bangkit dari bersandar. "Enaknya sepiring berdua sama kamu," led
"Minta apa, Sayang?" tanya Haidar. "Cium dulu Mbumnya," jawab Haidar. "Hmm, siap. Mbum, kita doa bareng di dalam masjid ya, Nak. MasyaAllah lagi nendang-nendang. Tempatnya terbuka Sayang, maaf gak selama biasanya." Haidar mencium perut Ciara. "Makasih, Abi." Hari menjelang siang. Sapaan mentari terasa khas sekali dengan aroma hangat yang tak menyakiti. Lantunan ayat suci semakin membuat dua insan itu merasa terhiasi. Menadahkan tangan kepada sang Maha Bijaksana, menjeritkan segela cerita dari relung hati yang paling dalam, keduanya sama-sama terhanyut dalam doa masing-masing. "Sayang," sapa Haidar setelah lumayan lama ia tinggal berdoa sendiri. "Ocyang, masuk area rumah sakit, yuk!" Masih dengan linangan air mata, ia menggeser tubuhnya dan bersalaman dengan Haidar. "Kamu ingat waktu dirawat ya? Ingat perjuangan kamu untuk sembuh, hmm?" Dulu, Ciara pernah operasi tumor. Menjalani beberapa perawatan dulu sebelumnya dan Alhamdulillah sekarang sudah sembuh. Iya, tentu Ciara
"Kenapa suamiku gugup, hmm?" tanya Ciara. "Sayang, apa yang kamu katakan ini sangat berat. Om berharap, kamu bisa menemani om dan Mbum setiap harinya. Malam akan gelap dan kosong tanpa bintang dan rembulan. Bintang dan bulan menjadi satu kesatuan yang memancarkan keindahan. Hilang salah satunya, hilang pula keestetikan yang malam punya. Kamu harus tetap ada." "Iya, Sayang. Akan tetapi, ada masanya di mana bulan dan bintang tidak terlihat bersama. Jangan terlalu menganggap aku duniamu, bukannya itu yang Om katakan? Sekarang Isbay balik, jika takdir menjemput Isbay dulu, Om mau tinggal di mana?" "Astaghfirullah! Bismillah kamu kuat, kamu selamat. Om janji akan selalu menaruh Mbim dalam keadaan tersemat. Semangat, Sayang!" Cupp. Serangkaian doa dari ayat suci Al-Qur'an pun Haidar lantunkan di depan perut istrinya. Ciara menadahkan tangan, mengamini setiap lantunan tersebut dengan penuh sungguh. Hati mereka kembali tenang, lebih tenang dan mempersiapkan ikhlas yang luas. Apapun k
Ciara menatap suaminya dengan tatapan bingung. Haidar paham, itu karena istrinya khawatir dari meminta Haidar untuk membantu menjawab. Tidak menunggu lama, Haidar segera mengalihkan hal tersebut."Maksud Cia, ini ada tumpahan air minum jangan disentuh kalau mau nyentuh anak aku. Oh iya, temenin ke ruang samping dulu, Bro! Tadi dipanggil dokter!" ajak Haidar.Sengaja Haidar lakukan untuk meminimalisir terjadinya keributan dan juga keresahan. Ia meminta kepada Spion supaya tidak mengganggu maupun menyentuh putra dan istrinya. Perasaan cinta Spion ke Ciara ini masih bergejolak, tetapi Spion menuruti permintaan Haidar dengan tujuan memperlancar aksi yang akan diluncurkan dengan cara menikahi Toya."Santai, aku kan udah mau nikah. Gak akan aneh-aneh lagi," kata Spion."Baik jika seperti itu. Semoga ucapanmu menjadi doa, dan bisa kembali sembuh seperti Spion Galaxy yang dulu." Haida
"Iya, tapi Isbay gak sedih kok, hanya sedikit perih aja." "Ehmm, itu namanya juga sedih. Harusnya bangga loh," sahut Haidar. "Ocyang tumben iih gak ramah ngasih solusinya!" *** Ciara: "Bagaimana jika kita mengingat dalam keadaan sakit, sholat kita nggak bener, rokaat tidak pas, nggak nutup aurat, tayamum ala kadarnya ... tapi waktu sakit ada kalanya lumayan eror, jek eleng jek ora ke diri sendiri dan keadaan, terus kita mengingat hal tersebut dalam keadaan sudah sehat. Apa perlu mengulangnya? Setelah Isbay baca diary waktu masuk rumah sakit, ternyata pernah di kasus ini." Haidar: "Kalau bisa disempurnakan." Ciara: "Diqodho' semua ngoten? Astaghfirullah!" Haidar: "Sekali ngerjain sholat ya di sempurnakan pisan kalau gak ada madhorot. biar nggak ngulang, Sayang." Ciara: "Lah pas ngerjain nggak sadar cara-caranyanya yang pas, Sayangku. Masa gak ada keringanan?" Haidar: "Maksudnya gak sadar?" Ciara: "Lupa ingatan, tapi gak penuh Jek eleng jek mboten ngoten. Tentang dir
"Hehe, iya Sayang. Nih Ocyangmu yang ngarahin, bonekanya dipaketin dari kemarin," kata Sita. "Masyaallah, iih sweet deh. Thanks Ocyang Ganteng, bakal Cia rawat bonekanya." Hanya terkekeh tidak jelas, Haidar tertawa ngakak karena perubahan sikap istrinya yang sangat menggemaskan. Sita sampai beberapa kali menyentak Haidar, tidak mau menantunya dibuat cemberut lagi. Ya, meskipun cuma permainan. ***Flashback memori romantis. "KENAL HUJAN KAN? KISAH KITA SEINDAH HUJAN, PAHAM GAK? KALAU GAK PAHAM, TANYA AJA KE HUJAN." Haidar: "Sayang, baca surat Al-Insyiqaqnya jangan lupa." Ciara: "Nggih, ngapunten hari ini Isbay baca satu kali." Haidar: "Gpp, yang penting jangan sampai tidak baca tiap hari ya. Semoga ini bisa menjadi jalan kemudahanmu dalam persalinan. Kemarin waktu sowan ke pesantren kan diingatkan lagi sama ummi, tentang amalan ketika usia kandungan mulai 7 bulan 8 bulan, yang faidahnya untuk mempermudah persalinan. Sekarang kandungan kamu udah 7 bulan lebih, semangat Sayang (Em
"Ini Abang Uha mirip Ibu, yaa meskipun semua identik wajah ke Abi. Harus segera bikin ini yang generasi Ibu," ujar Ciara. "Hahaha, katanya masih nifas," goda Haidar. "Yaa, maksudnya kalau udah, langsung gass!" "Heran ya, Kak sama Ibu. Nanti kalau kita nggak keurus gimana loh Bu, udah main tambah aja," ledek Haidar. "Abi! Gak baik iih ngajarin ke anak prasangka buruk," kilah Ciara. "Oouuh, ngapunten Ibu Cia. Mbil siap nerima Adik, ya Nak ya. Siap? Mbil ganteng, Mbil sholih, si paling suka melek kayak Ibu, si paling usil kayak Abi, si paling kece kayak Abi. Jadi dokter ya Nak entar." Haidar asyik menggendong Uda dengan meliling kalau istilah jawanya yang berarti mengajak bicara bayi. Ciara seperti ulat keket nempel terus ke pinggang suaminya sembari menyaksikan Mbum yang digendong Haidar. Anak pertamanya ini, sungguh miripnya pakai banget dengan Haidar, bak lihat Haidar kecil. "Oweekkh." Uja kembali menangis. "Sayang, gendong tuh Adik Uja," kata Haidar. "Adik, Sayang. Kayaknya
"Menurut kamu taruh mana?" tanya Haidar."Paling ikut mama," jawab Ciara. "Kalau sudah tahu kenapa nanya?" "Ditanyain gitu aja sewot!" "Ocyang naruh Mbum di atas kompor, percaya gak?" ledek Haidar. "Iishh! Yang bener aja! Leher Isbay udah pegel ini jangan nambahin beban!" seru Ciara. "Oohh, lehernya pegel. Sini Om pijit pakai bibir!" Haidar menenggelamkan kepala Ciara dalam dekapan kuatnya. Ciara tampak memberontak, bukannya tidak mau melayani tujuan suami, tetapi khawatir dengan Uda yang masih belum jelas. "Apaan, sih? Kak Uda di mana? Belum tenang ini." "Aman, ya nggak mungkin juga darah daging sendiri kok ditaruh atas kompor." Haidar terkekeh kecil sembari berbisik. "Ssstt, jadi inget. Nabi Ibrahim tuh pernah mau menyembelih Nabi Ismail," kilah Ciara. "Beda kasus dong, Sayang! Aaaahh kamu ini ngebandinginnya kok ke situ. Gak paslah," sahut Haidar. "Lalu, Kak Uda di mana?" Niatnya, Haidar ke situ untuk memperpulas tidur istrinya. Akan tetapi, sebuah jalur panjang menyapa
Haidar segera bangun lagi dan berharap tangis yang didengar bukanlah tangis untuk kematian sang istri dan anak. Bendera kuning yang tertancap, Haidar harap itu hanya salah penempatan. Mencoba berlari meskipun kakinya seperti tetap berhenti di tempat."Assalamu'aalikum. Mama, ini ada apa!" Haidar mengepalkan tangan, melihat semua keluarga berkumpul dengan tangis."Abiiiiiiiiii! Huaaaaaaaa!" Ketiga anak kembarnya langsung memeluk Haidar."Nak, i-ibu sama adik masih di rumah sakit sudah membaik kan? Iya kan?" tanya Haidar.Masih belum ada jawaban. Kembar tiga justru semakin menangis saat dagu mereka diraba oleh Haidar. Jika tidak ada jawaban, jawaban dari diam itu sudah bisa diartikan. Emosi Haidar membludak, ia justru bertanya dengan berteriak!"Orang sebanyak ini kenapa tidak ada yang menjawab!" Air matanya tidak mampu ditahan, ini terlalu sakit.KLING.[ "Selama
Keadaan Ciara dan Kiara kritis. Tentunya tidak berada di ruang biasa. Sita segera menghubungi Haidar akan kabar tersebut. Firasat Haidar nyata, Ciara bukannya melanggar perintah Haidar,melainkan terpaksa ke luar karena mengejar putrinya. Sita: "Hai, pulang sekarang." Haidar: "Ada apa, Mam?" Sita: "(Mengirim foto rumah sakit)" Sita tak mampu mengatakan secara langsung. Raganya terasa lemah sembari memangku ketiga cucu kembarnya yang kini tengah menangis. Ia juga berpikir, pasti di sana Haidar sedang hancur dengan kabar yang akan diberitahukan. Haidar: "Mam, siapa yang sakit? Perasaan Haidar dari kemarin gak enak. Siapa Mam?" Sita: "Yang penting kamu pulang, Nak." Haidar: "Siap pulang, Haidar segera urus, tapi siapa yang sakit? Anak-anak sama Ciara baik-baik saja?" Sita: "Ciara sama Adik Kia." Haidar: "Ya Allah, sakit barengan?" Sita: "Kecelakaan di depan rumah." Haidar: "Innalillaah, kenapa mereka ke luar? Mama kenapa juga membiarkan? Sudah Haidar bilang loh, jangan ke luar!
"Hmmm, nggaklah menurut Ocyang, dia ya dia, Toya ya Toya. Saudara jauh juga, gak terlalu kelihatan deket mereka," kata Haidar. "Kita nggak tahu secara onlinennya!" sahut Ciara. "Sayang ...." Haidar hanya menatap istrinya dengan lama kemudian memberinya pelukan. Sempat berdebat juga antara ada ulah campur tangan Toya. Pikiran Ciara memang suka begitu, tetapi cepat juga kembali ke mode awal. Bodoamat pun menjadi jurus, mereka diamkan sosmednya dulu, baru besok pagi dilihat. *** Haidar: "Sayangku." Ciara: "Iya Sayang." Haidar: "Perasaan Ocyang gak enak. Jangan keluar rumah." Ciara: "Terus? Anak-anak sekolahnya gimana?" Haidar: "Izin aja." Ciara: "Ada apa sebenarnya? Ocyang dapet kabar?" Haidar: "Iya, Sayang." Ciara: "Izin alasannya apa coba?" Haidar: "Biar Ocyang yang izinin. Kamu gak usah mikir itu." Ciara: "Emang ada apa? Ngomong yang jelas dong!" Haidar: "Ada yang berulah karena salah paham." Ciara: "Hah?" Haidar: "Hati-hati lagi dengan Toya dan Galaxy. Galaxy tidak ik
Haidar: "Ibu Cia ...." Ciara: "Tau ah. Nggak chat nggak langsung, bikin kesel terus." Haiadar: "Tau gitu kenapa dirindukan?" Ciara: "Ini nih bodohnya cinta." Haidar: "Kangen, asli pengen ucel-ucel kamu!" Ciara: "Parah sekali OM-OM ini! Apaucel-ucel?" Haidar: "Aisshh pura-pura gak paham." Ciara: "Ucel-ucel itu kan bahasa meremas-remas untuk baju." Haidar: "Kamu dikasih kata yang terfilter dikit gak paham, giliran meremas-remas pasti langsung paham." Ciara: "Hahaha, ciri-ciri istrimu ini cerdas." Haidar: "Kok malah cerdas?" Ciara: "Iya dong, denger kata meremas-remas pasti Ocyang di sana langsung----" Haidar: "Wanitaku, hahaha ... cerdasnya gak ketulungan. Video Call yok!" Ciara: "Haaahh? Pasti mau liat itunya aku." Haidar: "Pikiran kamu .... huuuhhhhh, ya liat wajah kamulah, di sini Ocyang lagi kumpul dengan Segara dan yang lain." Ciara: "Eh, wkwkwk." Tidak lupa Ciara bercerita tentang kejadian-kejadian bersama kembar tiga dan juga Kiara hari ini. Seperti bikin konten a
Ketenangan jiwa dan raga itu sebenarnya terdapat di mana, bisa diperoleh dari mana dan kapan saja hal tersebut bisa singgah dengan sungguh? Jawabannya, setiap detik itu adalah kesempatan untuk meraih pernyataan tersebut. Ciara belum jadi menghidupkan mobilnya dan melihat ke belakang tentang berita penumpahan ice cream. Jika dia sekarang tidak tenang, mendengar pernyataan dari Mas Uja tadi akan langsung marah seperti waktu di rumah kala itu. "Tumpah?" "Iya, kena celana Mas Uja! Adik kok nggak flend, sih!" celetuk Mas Uja. "Maaf, Adik no cengaja, Ibu." Kiara memeluk Mas Uja, tetapi justru Mas Uja menghindari. "Huaaaaaa!" Kiara menangis karena dicuekin Mas Uja. "Mas Uja, nggak boleh gitu dong sama Adik. Adik kan nggak sengaja. Peluk Adiknya dan Adik juga hati-hati kalau makan nggak boleh sambil loncat-loncat. Mas Uja ganti celana dulu itu di belakang Mas, Ibu mau beliin ice cream lagi." Ciara mencium dulu ke keempat anaknya. Mumpung masih di tempat ice cream, Ciara membelikan kembal
Manja itu suatu sifat yang misterinya melekatkan antara yang satu dengan yang lain. Orang kalau terlalu mandiri juga tidak baik karena dengan terlalu mandiri, dia tidak punya akses antara keduanya yang lebih menonjol dan terkesan seperti orang lain itu tidak terangkat. Namun, kalau terlalu manja bisa juga menimbulkan sebuah pertengkaran hebat karena adanya hal tidak sesuai antara diri yang satu dengan yang lain. Musalkan, yang ini ingin melangkah ke A, tetapi dipaksa untuk lebih dahulu ke B demi menuruti keinginannya si A."Isbay nggak pernah bosan," jawab Ciara."Nah, itu sudah terjawab. Gak ada rasa bosan untuk kamu, Cantik.Pernikahan bukan jalan bubar, termasuk kesehatan kamu.” Haidar mengecup kening istrinya sejenak."Uwaahh, bangga rasanya punya njenenengan. Makasih udah perhatian dengan banyak hal. Apapun seperti istimewa karena bersamamu," ungkap Ciara."Iya, karena membahagiakanmu, membuatmu ny
"Kamu pura-pura nggak tahu, kan?” tanya Haidar.“Pura-pura? Enggak! Emang apa yang benar?”Haidar tak kuat untuk menahan tawa lagi ketika istrinya tidak paham dengan apa yang ia maksud. Padahal, itu adalah sesuatu yang sudah melekat dalam diri mereka ketika berada di dalam kamar dan sudah menjadi kebiasaan tradisi terindah sepanjang jalan. Ya seperti tidak mungkin saja kalau Ciara tidak paham dengan apa yang Haidar ucapkan, padahal arahnya sudah jelas ke sana.Namun, memang malam itu Ciara tidak paham apa-apa. Pahamnya tentang sekedar energi yang terkuras karena mereka marah-marah. Waktu awal pembicaraan juga sudah membicarakan tentang energinya yang keluar penuh karena menghadapi emosi-emosi menghadapi mereka berdua. Haidar masih terdiam dan terus memandang ke arah wajah Ciara sampai salting akut dan ujung-ujungnya kembali ke area ngambek lagi.“Aku bukan boneka, Oc!”Sekalinya Haidar sudah mengataka
"Kapok tuh aquarium kesayangan njenengan pecah! Isbay gak ngerasa bersalah, terserah mau dibenci karena di situ gak ada ikannya! Beresin sendiri Isbay gak mau ngeberesin!" Ciara meninggalkan Haidar dan kamar yang berantakan."Kalau kamu memang minta Ocyang marah, baik. Ocyang tidak keberatan untuk menuruti."Jujur, Haidar sangat kecewa. Setiap orang itu punya barang berharga. Aquariumnya kecil, tetapi itu sangat dirawat oleh Haidar. Sampai segitunya Ciara marah, mana malah melawan. Sebenarnya, kecewa besarnya Haidar bukan perkara aquarium pecah, Haidar kecewa besar dengan langkah Ciara yang terkesan tidak menghargai keberadaan Haidar sebagai suami.KLING KLING."Hallo, gimana? Oh, ada kerja sama ke luar kota, sipp. Besok kita berangkat," ucap Haidar dalam telepon."Ternyata cari gara-gara. Pengen trending kasus perselingkuhan, begitu hah?" bentak Ciara.Sukses membuat Ciara semakin geram.
Yang harus dipikirkan lagi setelah perkara Gus Fahim beres, tidak ada. Tinggal menunggu pulih dan mempersiapkan pernikahan Tiara dengan Gus Fahim. Kabarnya, Kang Musa juga akan segera melamar Bening. Haidar terdiam dan menatap Ciara yang sedang berkomunikasi dengan putra dan putrinya. Dua tahun kemudian Putra kembar tiganya sudah berusia 4 tahun, sedangkan putri kecilnya itu sekarang sudah berusia 2 tahun. Kalau berbicara dengan waktu dan memikirkan dengan yang terjadi, hari tentu terkesan begitu cepat. Akan tetapi, berjalannya sudah begitu jauh, tak menyangka ternyata rumah tangga mereka sudah berjalan selama 5 tahun lebih. Hubungan antara keluarga Haidar dengan Toya Galaxy pun juga membaik. Mereka sering bersama dan berbagi tips ketika mengantarkan Uda, Uha, dan Uja belajar di tempat yang sama dengan Barbie. Sekarang Uja yang sangat manja itu sudah semakin pintar saja, tetapi tetap memiliki sifat khasnya, yaitu manja. Meskipun sering cemburu juga, dia sangat perhatian dengan adik