“Kau bisa membawanya setelah Luciano masuk ke perangkap.” Jacob mendorong botol obat penggugur kandungan itu pada Damian.“Masuklah selayaknya Luciano yang menyusup dan melawan penjaga di sana. Pastikan wanita itu meminum obatnya sebelum pergi. Aku ingin Luciano menderita sebelum ajal menjemput,” lanjutnya.Damian mengepal melihat botol di sana. Harusnya dia tega-tega saja, kan? Namun, kenapa tiba-tiba hatinya berat. Apalagi kandungan Karissa sudah besar begitu.“Bukankah itu terlalu menunda waktu? Ingat, bergerakan Luciano cukup cepat,” jawab Damian.Jacob menyeringai sambil memiringkan kepalanya. “Dan kau kira aku sepercaya itu padamu, Damian Morgan Wilbert?”Pria itu lalu berdiri, meraih belati di atas meja. “Aku sedang tidak melakukan penawaran. Aku hanya memberimu kesempatan menyelamatkan wanita yang kau cintai.”Setelahnya Jacob pergi membiarkan Damian berpikir. Baginya, dengan ataupun tanpa pergerakan Damian, itu tak berpengaruh pada rencana utama Jacob. Yaitu membawa Luciano m
“Panties? Punya siapa?”Istri mana yang tidak terkejut melihat pakaian dalam wanita entah milik siapa, tergeletak begitu menjijikkan di lantai kamarnya.“Damian?” Nama suaminya lah yang terlintas di kepala. Siapa lagi yang tidur di kamar ini selain mereka berdua.Karissa Asterin adalah dokter muda yang sibuk dengan jadwal praktek di rumah sakit semalaman. Pagi ini dia pulang berharap bisa segera membersikan diri dan menyiapkan sarapan untuk Damian, sebelum suaminya itu berangkat bekerja. Namun, dia sudah dibuat syok begitu membuka pintu kamar.Bukan hanya pakaian dalam wanita berenda warna merah. Karissa juga bisa melihat jelas keadaan ranjangnya yang berantakan, selimut tergulung sembarangan, bantal jatuh ke lantai, terlebih di atas bantal putih itu ada bekas lipstik yang menempel. Lipstik itu jelas bukan miliknya. Warnanya terlalu terang. Karissa tidak pernah memakai warna seperti ini, bahkan di acara-acara formal sekalipun.“D-Dia tidur dengan wanita lain?”Mata Karissa mengerjap c
“Apa aku hanya figuran di mata dirinya?”Sekarang adalah musim salju ke-lima. Sama halnya dengan rasa cinta di hati Karissa untuk Damian yang mulai tumbuh sejak lima tahun yang lalu. Damian sudah dianggap seperti dewa oleh keluarga Karissa karena perannya sebagai penyelamat hidup mereka. Kehadirannya dalam kehidupan Karissa bermula ketika ia menyelamatkan Karissa dan ayahnya dari kebakaran hebat, meski harus menderita luka bakar di punggung. Tak berhenti di situ, Damian juga membantu melunasi hutang rumah sakit untuk biaya pengobatan jantung Vincent, ayah Karissa, serta membiayai kuliah kedokteran Karissa. Seiring waktu, rasa terima kasih Karissa berubah menjadi cinta yang tulus pada Damian, terutama karena sikapnya yang hangat. Namun, segalanya berubah setelah mereka resmi menjadi suami istri. Karissa dibawa ke kota dan tinggal di sebuah mansion mewah, tetapi sikap Damian seketika berubah.Tidak ada kehangatan sedikitpun di hubungan mereka. Sikap Damian teramat dingin dan lebih ser
Sudah hampir satu minggu menghilang dari hadapan Karissa. Mobil Rolls-Royce Phamtom berwarna Hitam Metalik dengan ukiran serigala hitam khusus di bagian depan, akhirnya memasuki gerbang yang berdiri tinggi dan kokoh itu.Damian menandatangani kertas dengan nama Luciano King Wilbert di sana. Lalu dia berikan pada Emma, asistennya yang duduk di samping.“Katakan pada Tuan Axton, meeting besok ditunda,” ucap Damian.Emma menoleh bingung. “Tapi, Tuan. Bukannya besok –““Aku ada urusan.” Damian langsung keluar begitu anak buah di luar membukakan pintu mobil.“Siapkan makan siang,” titah pria bertubuh tinggi kekar kepada Martha seraya melangkah masuk ke mansion yang jarang dia tempati itu. Bila dihitung, paling banyak 10 hari dalam satu bulan Damian tidur di bangunan megah ini. Selebihnya pria itu mengurus bisnis di berbagai tempat.Dua pelayan yang berdiri di depan pintu pun membungkuk patuh. “Baik, Tuan!”Bukan hanya pelayan, Emma pun ikut mengurus makan siang Damian. Dia ke dapur, mengha
Karissa tak pernah bisa menolak Damian dari dulu maupun saat ini. Dia tahu bahwa pria itu adalah penyelamat hidupnya. Luka bakar selebar telapak tangan yang terlihat di punggung kekar Damian adalah saksi bisu dari pengorbanan itu, sebuah bukti nyata yang tak pernah Karissa sangkal. Karena itulah apapun perlakuan Damian, dia mencoba untuk menerimanya. Namun, penerimaan itu sering kali terbalas oleh rasa perih. "Kamu menikmatinya, kan, hm?" bisik Damian dengan suaranya rendah dan penuh ejekan usai keduanya bergelung di ranjang.Karissa hanya menatap sayu pria yang masih berada di atasnya, enggan menjawab. Pria itu pun tersenyum miring, seolah mengolok. Nyatanya meski di awal Karissa menolak, tapi akhirnya ia luluh pada hasrat pria itu. Desahan, keringat, dan panggilan-panggilan lirih Karissa saat memenuhi hasrat biologis mereka adalah hiburan bagi Damian. Selebihnya, dia tak peduli. Bahkan ketika Karissa terlihat mendesis kesakitan sambil memegang perut saat dia melepas penyatuan, Da
Ini adalah pertama kali Karissa bertemu dengan Aiden, pria kecil berumur tiga tahun yang ternyata sangat tampan. Terlihat sekali bukan anak dari kalangan biasa.Lamunan Karissa tersentak ketika Aiden berteriak memanggil Damian dengan sebutan ‘Daddy’ sambil berlari kemudian memeluk kaki panjang pria yang memiliki tinggi 190cm itu. Dia mendongak dengan matanya yang berkaca-kaca.“Mommy jahat, aku tidak mau dibawa ke rumah sakit. Daddy tolong aku.”“Daddy?” beo Karissa menatap nanar suaminya.Damian hanya menoleh sekilas, tak menjawab. Dia justru membungkuk untuk mengangkat Aiden ke dalam gendongannya. Meski tidak menunjukkan ekspresi hangat di wajah Damian untuk Aiden, tetap saja hati Karissa bergejolak. Seolah dia sedang ditampar oleh kenyataan di depan mata mengenai gosip yang beredar.Aiden anak biologis Damian.Karissa bahkan masih mematung, hanya netranya saja yang bergerak memperhatikan Damian membawa Aiden ke ruang makan kemudian duduk bersama Emma di sana. Ketika Emma menyadari
Damian terdiam beberapa saat, menatap Karissa dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Kau pulang saja lebih dulu. Aku akan menyusul," ucapnya dengan nada dingin.Karissa belum bergerak. "Aku bilang aku mau pulang denganmu, Damian," tegasnya lagi sembari meremas kedua sisi gaunnya.Damian menghela napas panjang, seolah lelah dengan tuntutan Karissa. "Karissa, aku sudah bilang—""Apa yang kau sembunyikan dariku, Damian?" Karissa memotong. "Kenapa anak itu memanggilmu Daddy? Kenapa dia ada foto dirimu di kamarnya? Dan kenapa Emma—" Karissa menunjuk ke arah dalam rumah, "—berpenampilan seperti itu di hadapan suamiku? Jawab aku, Damian! Sejauh ini pengkhianatan yang kamu perbuat?"Damian menggeser pandangannya ke arah balkon, menghindari tatapan Karissa. "Bukan urusanmu," ucapnya dingin.Jawaban itu seperti pisau yang menusuk dada Karissa. Dia merasa diabaikan, tak dianggap. Membuat semua rasa sakit yang selama ini ditahan semakin mengembung dan siap meledak.Buru-buru Karissa mengusap air m
King’s Premier Hospital pagi ini nampak lebih sibuk dari biasanya. Ada rapat utama rumah sakit yang seharusnya diadakan minggu depan, tapi mendadak asisten Damian mengabarkan rapat dimajukan siang nanti.“Kepala Spesialis Bedah sedang pergi, jadi dia memerintahkan Karissa menggantikannya,” ucap Shienna begitu masuk ke ruang tim bedah.Karissa yang tengah membicarakan masalah pasien dengan dokter senior pun mendongak.“Aku?” beonya menunjuk ke diri sendiri. Mungkin dia salah dengar.“Iya, Karissa Asterin.”“Tapi –“ Karissa menatap ada dua dokter senior di ruangan dan bukan sedang masuk jadwal praktek mereka. “Aku kan hanya dokter residen bedah. Biasanya dokter senior yang menggantikannya.”Gadis dengan rambut keriting itu mendekati Karissa lalu menyerahkan berkas laporan bulanan departmen bedah. “Pak kepala sendiri yang beri perintah. Kita bisa apa?”“Kamu dokter residen senior juga, Karissa. Banyak hal yang kamu ketahui untuk dilaporkan di rapat nanti,” ujar salah satu dokter bedah se
“Kau bisa membawanya setelah Luciano masuk ke perangkap.” Jacob mendorong botol obat penggugur kandungan itu pada Damian.“Masuklah selayaknya Luciano yang menyusup dan melawan penjaga di sana. Pastikan wanita itu meminum obatnya sebelum pergi. Aku ingin Luciano menderita sebelum ajal menjemput,” lanjutnya.Damian mengepal melihat botol di sana. Harusnya dia tega-tega saja, kan? Namun, kenapa tiba-tiba hatinya berat. Apalagi kandungan Karissa sudah besar begitu.“Bukankah itu terlalu menunda waktu? Ingat, bergerakan Luciano cukup cepat,” jawab Damian.Jacob menyeringai sambil memiringkan kepalanya. “Dan kau kira aku sepercaya itu padamu, Damian Morgan Wilbert?”Pria itu lalu berdiri, meraih belati di atas meja. “Aku sedang tidak melakukan penawaran. Aku hanya memberimu kesempatan menyelamatkan wanita yang kau cintai.”Setelahnya Jacob pergi membiarkan Damian berpikir. Baginya, dengan ataupun tanpa pergerakan Damian, itu tak berpengaruh pada rencana utama Jacob. Yaitu membawa Luciano m
“Istrimu sangat bodoh. Aku membiarkannya kabur dari kamar dengan mudah, supaya dia juga lancar menyerahkan diri ke maut.”Sebab, kalau musuh sengaja masuk ke area mansion tentu sangat tidak mungkin.Sang mata-mata itu sudah lima jam mendapat siksaan di ruang bawah tanah. Kedua tangannya diborgol ke kursi besi, tubuhnya dipenuhi luka pukulan dari para penjaga. Darah juga sudah mengalir dari pelipis dan sudut bibit. Bukannya takut, dia justru membalas tatapan Luciano dengan sorot mengejek.Sang mafia itu berdiri di depan mata-mata tersebut. Terlihat tenang, tapi mematikan.“Jacob,” tebak Luciano melihat ada logo Klan Luther di bahu musuh karena kemeja yang tersingkap.Elman mendengus, kemudian terkekeh pelan. Ia menyingkap bagian atas bajunya, memperlihatkan tato kepala serigala di dada. Logo klan Luther."Kau bisa bunuh aku sekarang, aku tidak peduli. Tapi kau tidak akan pernah bisa menebus keterlambatanmu, Tuan Luciano. Hahahaha!"Mata-mata itu dikirim ke mansion tentu bersiap akan ma
“Ada yang terjadi?”Sergio melambankan laju mobil melihat kekacauan di perbatasan jalanan aspal lahan luas milik Luciano. Dia menemukan para penjaga di gerbang pengamanan terakhir tergeletak mati.Ini adalah hari kesekian Sergio datang ke mansion untuk memastikan apa yang terjadi dengan istri Tuannya. Sebelumnya dia datang tapi Hector tidak mengijinkan bertemu Karissa langsung.Mungkin hari ini bisa bertemu, karena Hector sedang pergi. Ah, semalam dia mendengar kalau Karissa selama beberapa hari dipaksa memakan makanan yang tidak disukai. Jadi sebelum melapor, si asisten itu ingin memastikan sendiri.“Ada yang tidak beres!”Sergio menekan pedal gas melaju kencang. Tak jauh, dari arah berlawanan ada tiga mobil hitam melaju cepat dalam formasi. Sedangkan di belakang tengah dikejar oleh mobil-mobil anak buah Luciano.Adegan saling tembak dari jendela mobil juga mulai bisa Sergio liat.“Shit!” umpatnya saat mobil dari sana nekat melaju kencang ke arahnya tanpa ada niat mengalah.Merasa it
“Kau mau ke mana? Dan itu, kenapa wajahmu tertutup?” tanya penjaga itu curiga.Karissa menundukkan kepala sedikit, menyesuaikan suaranya agar terdengar seperti pelayan asli. “Maaf, Tuan. Saya harus mengganti bed cover di lantai satu. Dan saya memakai masker karena sedang flu. Tidak ingin menulari siapa pun.”Penjaga itu masih terlihat ragu, matanya menyipit. Namun, akhirnya dia bergumam singkat dan mengangguk. “Cepat lakukan tugasmu!”Karissa menahan napas sebelum melanjutkan langkahnya. Begitu dia berhasil turun ke lantai satu, dia langsung menuju kamar Vincent. Tangannya berkeringat saat dia membuka pintu dengan cepat.Di dalam dia terkejut menemukan bukan hanya ayahnya, tapi juga ada Darla yang sedang mengobati luka cambuk di lengan Vincent.“Daddy, apa yang terjadi?” Karissa meletakkan sembarang bed cover dan mendekat.“Karissa?” Vincent memperhatikan wajah pelayan yang masih tertutup masker.Karissa pun segera membuka. “Iya, Dad.”“Apa yang kau lakukan di sini dengan pakaian sepe
“Biasanya setelah dibiarkan di ikat begitu, kalian apakan ayahku?” tanya Karissa dengan kondisi tenggorokan yang masih pahit dan tak enak.“Tuan Vincent langsung dimasukkan lagi ke dalam kamar, Nyonya.”“Kamar sebelah?” Sebelumnya memang kamar Vincent ada di deretan kamar utama ini.Pelayan menggeleng. “Tuan ada di lantai satu. Kamar tamu yang ada di dekat ruang keluarga.”Karissa mengangguk tipis. Baiklah, dia sudah paham ke mana tujuan pertama kalau berhasil keluar dari kamar ini.Dia memikirkan step kedua. Karissa menuangkan air putih ke gelas lalu meminum sambil melirik ke arah pelayan itu.“Nyonya, saya akan bereskan ini lebih dulu.” Pelayan mendekat, membungkuk supaya bisa memindahkan piring kosong ke food cart.“Hkkkk!” Karissa tiba-tiba menutup mulut hingga hidungnya dengan telapak tangan. Wajahnya pucat, matanya berair.“Nyonya –“Karissa menahan supaya pelayan tidak makin mendekat. Dia mengambil tisu lalu mengisap mulutnya. Bahkan sampai menjauhkan tubuhnya ke belakang.“Ek
“Aku pergi sekarang,” ucap Luciano berjalan tanpa memutus panggilan telefonnya pada Sergio.“Saya akan memastikan kalau di sana Nyonya aman. Saya yakin kalau Tuan Hector tidak mungkin melukai calon penerus. Apalagi bayi di kandungan Nyonya Karissa adalah bayi kembar.” Sergio berupaya supaya Luciano bisa fokus bertugas supaya pikirannya tidak terbelah.“Hm, kalau sampai dia kenapa-kenapa maka –““Anda akan memotong leher saya.”Sergio di sana terkekeh sendiri begitu Luciano memutus panggilan usai dia meneruskan ancaman itu.“Mafia kejamku benar-benar jatuh cinta. Sangat menggemaskan.”Bertahun-tahun mengabdi pada keluarga Wilbert, dia yang biasa melihat Luciano begitu dingin pada wanita. Kali ini dia bisa menyaksikan sisi lain Luciano King Wilbert yang khawatir dan posesif pada perempuan.Ini sesuatu yang sangat langka!“Baiklah. Aku harus memastikan Nyonya Karissa aman di sana.” Sergio yang baru saja beberapa menit di kantor pun memilih beranjak pergi demi tugas negara dari si maha ra
“Akh!”Karissa memekik menutup mulut dengan telapak tangan. Tubuhnya berdiri kaku dengan tangan lainnya menggenggam erat tralis balkon.Tatapannya bergetar, melihat bagaimana Hector begitu mudah memecahkan kepala seseorang di sana dengan satu tembakan. Padahal pagi ini dia ingin mencoba menghirup udara segar setelah semalaman terkurung di kamarnya sendiri. Namun, yang dia lihat justru adegan mengerikan di sana.“Ampun, Tuan! Ampun! Saya akan mengabdi pada Anda. Saya mengaku salah. Ampuni saya, Tuan!”Suara teriakan minta ampun itu terdengar samar di telinga Karissa yang berdiri di balkon lantai tiga. Padahal tubuh pria itu sudah penuh darah karena cambukan tanpa ampun. Rupanya permintaan ampun tidak digubris.DOR!Satu peluru kembali dikeluarkan untuk pria lain yang sejak tadi berdiri ketakutan.Seolah ini adalah tontonan yang sengaja Hector perlihatkan pada Karissa, pria tua itu mendongak ke balkon sembari menyerahkan pistol itu ke samping.Jantung Karissa berdetak tidak semestinya.
"Maaf, Nyonya. Anda tidak boleh keluar.”Karissa terhenti di depan lift karena dua pengawal menghalangi jalannya. Lalu apa tadi? Tidak boleh keluar? Dia bahkan sudah memakai baju kerja yang rapi. Sebuah tas dokter dan jas putih juga menggantung di tangannya."Sejak kapan aku butuh izin untuk keluar rumah sendiri?" Bukan bersikap sombong, tapi dia heran pada atmosfer yang berbeda sore ini.“Tuan Damian melarang Anda keluar dari area ini, Nyonya.”Ah, Damian. Itu juga ingin Karissa tanyakan. Setelah sarapan sampai sore begini dia belum melihat suaminya. Lelaki itu tidak pamit sama sekali. Mengirim pesan pun tidak.“Jangan bercanda. Aku ada jadwal praktek sore ini.” Karissa tetap maju, berniat menerobos.Segera dua pengawal merapatkan badan, tidak memberi celah. Bahkan salah satu dari mereka berani mendorong ringan lengan majikannya.“Nyonya, jangan paksa kami bersikap kasar,” ucapnya sedikit lebih tajam dari sebelumnya.Dengan dahi berkerut tajam, manik mata wanita hamil itu bergerak men
“Cucuku dan anakku belum tau kalau ada musuh di sangkar mereka.”Hector berucap ketika Vincent masuk ke ruangan beraroma tembakau. Tadi, setelah sarapan dengan atmosfer menegangkan di setiap suapan makanan. Kini Vincent diminta datang ke salah satu ruangan tertutup di mansion itu.Pria paruh baya yang berdirinya sudah tidak setegak dulu, juga tubuhnya tidak seatletis dulu, kini dia tengan berdiri di ruangan. Mata Vincent waspada menatap Hector yang duduk di kursi besar dengan sikap santai. Senyum pria tua itu ramah, tapi tidak dengan matanya yang penuh manipulasi dan intimidasi."Sudah lama sekali sejak terakhir kali kita bertemu, Vincent."Vincent mengepalkan tangannya di samping tubuh. Dia tak berdaya, tapi juga tak mau terlihat lemah."Dan saya berharap kita tidak akan pernah perlu bertemu lagi."Hector tertawa kecil, seakan menganggap ucapan Vincent sebagai lelucon."Kau masih setia pada keluarga Luther, rupanya. Sampai-sampai rela memperrtaruhkan nyawa untuk melindungi keturunann