"Aku tidak mengerti dengan maksudmu," lontar LeeCharlene melesat naik dari tempat tidur dan melipat kedua tangannya di dada. "Anda bilang aku hanya seorang gadis polos sebelum jatuh cinta pada Anda." "Bukankah memang demikian? Kenapa kau marah? Apa jangan-jangan kau membohongiku?" Lee menatap curiga. Seakan bisa menebak isi kepala Lee, Charlene segera berkata, "Jangan memandangiku seperti itu! Aku memang masih perawan!" tegas Charlene.Terserah Lee mau percaya atau tidak, yang penting Charlene memang tidak berbohong."Lalu kenapa kau kesal saat aku mengatakan kalau kau masih polos? Padahal aku sedang memujimu." Charlene menghela napas. "Bukan bagian itu yang aku permasalahkan." "Lalu?" "Jatuh cinta pada Anda." "Ada apa dengan kata-kata itu?"Charlene menatap malas ke arah pria itu."Kenapa harus aku yang jatuh cinta pada Anda? Kenapa tidak Anda yang jatuh cinta padaku?" protes Charlene. Ia berhasil menerbitkan senyum di wajah Lee. "Memang apa bedanya? Aku tampan, kaya raya.
Tidak! Tidak! Charlene segera menepis pikiran yang melintas di benaknya barusan. Sungguh, itu adalah ide tergila yang pernah muncul di otaknya.Jelas tidak mungkin baginya untuk jatuh cinta pada Lee. Andaikan dirinya jatuh cinta pada Lee, belum tentu Lee akan mencintainya juga. Charlene tidak ingin mengalami patah hati lagi setelah apa yang Axel lakukan padanya.Ia merasa pria kaya tidak cocok untuknya. Seharusnya ia mencari pria yang biasa-biasa saja, yang berasal dari kelas yang sama dengannya. "Kenapa? Kau keberatan?" tanya Lee kala Charlene cukup lama tidak memberi tanggapan."Hmm ... memangnya ada pengaruhnya jika aku keberatan?" lontar Charlene. Ia tidak yakin jika Lee akan mendengarkan permintaannya untuk tetap bekerja. "Memang tidak ada. Karena aku akan tetap memecatmu. Tidak peduli kau setuju atau tidak. Keputusannya ada di tanganku karena—." "Iya, iya, aku tahu Anda bosnya," sela Charlene. Seperti yang telah Charlene duga, Lee tidak akan mendengarkan pendapatnya. Keduduk
Saat Lee keluar dari kamar mandi, Charlene tidak hanya telah mengenakan pakaian, tetapi juga sudah hampir selesai mengeringkan rambutnya yang basah. Gadis itu buru-buru memalingkan wajahnya kala melihat Lee hanya mengenakan handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya.Ia pernah melihat tubuh pria itu dalam keadaan yang sama. Dengan sisa-sisa air yang masih menetes. Namun, Charlene jelas merasa lebih terancam kala hanya berduaan saja di dalam kamar seperti ini."Oh, para setan, tolong jangan menggodaku," batin Charlene.Charlene buru-buru mematikan hair dryer dan beranjak ke tempat tidur. Ia langsung menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan memejamkan mata. Lee tidak memberi komentar apa-apa atas tindakannya.Beberapa saat kemudian, Charlene dapat mendengar suara dari pengering rambut yang tadi ia gunakan. Ia lantas membuka sebelah matanya untuk mengintip dan menemukan Lee sedang mengeringkan rambut dengan posisi membelakangi dirinya. Seakan Lee mengetahui Charlene sedang mengintipny
Charlene menggeliatkan tubuhnya sebelum membuka mata pada pagi itu. Tatapannya langsung beradu dengan langit-langit kamar. Ia sama sekali tidak memikirkan apapun karena masih berusaha mengumpulkan nyawanya.Charlene memejamkan matanya lagi. "Sofa ini nyaman juga," pikirnya. "Hufff! Wajar saja. Harga kamar ini semalam bahkan jauh lebih besar dari gajiku sebulan." Ia kembali membatin.Saat Charlene memiringkan tubuh untuk turun dari tempat di mana ia tidur, barulah ia merasakan sedikit keanehan. Ia kembali merentangkan tubuhnya dan tatapannya jatuh ke atas tempat di mana ia berada. Charlene pun menyadari bahwa dirinya sedang berada di atas tempat tidur.Kedua netranya sontak membulat dan ia pun buru-buru membuka selimut yang sedang ia kenakan untuk melihat kondisinya. "Fiuhhh!" Ia menghela napas lega setelah mendapati bahwa pakaiannya masih lengkap. Kelegaan itu tidak bertahan lama karena ia mendadak teringat sesuatu. Wajahnya kembali menegang dengan tatapan horor. Bosnya!Charlene b
Lee melumat lembut bibir Charlene. Gadis itu memejamkan matanya, tetapi tidak membalas lumatan Lee. Setelah beberapa saat berlalu, Lee pun melepaskan bibirnya dari bibir Charlene. Charlene membuka perlahan matanya. Parasnya saat ini tampak sayu. "Balas aku, sweetheart," pinta Lee dengan napas yang sedikit memburu. "Kau harus membiasakan diri, karena kita akan selalu melakukannya." Charlene tidak membalas ucapan Lee, tetapi pandangannya tertuju ke netra biru pria itu. Mereka saling meneliti, sebelum tatapan Lee berpindah ke bibir Charlene yang sedikit membengkak dan terbuka. Lee mendekatkan kembali bibirnya ke bibir Charlene.Ia hampir menyentuhnya, tetapi gerakannya terhenti. Charlene tidak menolak, ia justru menunggu. Menunggu Lee menciumnya lagi!Entahlah apa yang ia pikirkan sehingga berharap Lee bisa menciumnya lebih lama. Namun, Lee tampaknya sedang melakukan tarik ulur. Antara ingin mencium Charlene dan tidak. Apakah pria itu tahu bahwa Charlene mengharapkan ciumannya? Seper
Charlene tidak tahu sejak kapan Lee menanggalkan penutup dada yang ia kenakan karena terlalu sibuk memikirkan hal lain tadi. Namun, setelah menyadari apa yang tengah Lee lakukan padanya saat ini, membuat darah Charlene seakan bergejolak di dalam sana. Tubuhnya terasa panas dan tanpa ia inginkan, bagian bawah tubuhnya terasa sangat hangat.Lee mengisap bongkahan kenyal itu sambil memainkan puncak berwarna pink merona yang berada di dalam mulutnya, dengan menggunakan lingualnya. Sesekali Lee mengisapnya dengan sangat kuat, membuat tubuh Charlene menegang karena rasa nikmat. Kali lainnya, pria itu memindahkan bibirnya pada bagian bongkahan hanya untuk meninggalkan tanda kepemilikan di sana.Satu tangan Lee memilin puncak yang lainnya, mempermainkannya. Charlene merasa sangat basah. Hanya desahan dan lenguhan yang keluar dari bibirnya tanpa adanya penolakan."Lee ...," lirih Charlene. Tidak ada pria mana pun yang pernah menyentuhnya seintim ini, termasuk Axel. Namun, bukan berarti ia pol
Charlene sedang menyiapkan makan malam di dapur bersama dengan Hana. Baru dua hari lalu, Charlene menikah dengan Lee, tetapi Hana sudah datanf untuk menginap. Bukannya Charlene merasa tidak nyaman dengan kehadiran Hana ataupun merasa keberatan. Ia justru sangat senang karena bisa mengobrol banyak hal dengan wanita paruh baya itu. Hanya saja, Charlene merasa sedikit aneh. Apakah Hana memang sengaja menginap di sana untuk memata-matai Charlene dan Lee? "Makan apa kita malam ini?" tanya Lee. Kemunculan Lee yang mendadak, sebenarnya tidak akan membuat Charlene terkejut seandainya pria itu tidak tiba-tiba memeluk tubuh Charlene dari belakang dan kemudian mengecup pelipis Charlene. Sontak saja sekujur tubuh Charlene terasa meremang. Ia melirik Lee dengan keberadaan wajah pria itu yang begitu dekat dengan wajahnya. Lee tersenyum menggoda. Menilai dari ekspresi pria itu, sepertinya Lee memang sengaja mengambil kesempatan itu agar dapat memeluk dan mencium Charlene. Charlene ingin marah, t
Charlene menatap Lee dengan mata menipis. Ia memang telah dibohongi Lee. Ugh! Harus terlihat romantis di depan Hana? Justru mertuanya itu jadi merasa mengganggu mereka. Charlene lalu membalikkan tubuhnya menghadap ke Hana. Ekspresinya yang gusar kini telah berganti dengan senyuman. "Tidak, sama sekali tidak mengganggu." Hana tersenyum balik. "Apa kau sudah selesai mengupas kentangnya? Aku sudah menyajikan steak-nya ke atas meja makan," jelas Hana. Senyum Charlene mendadak lenyap. Ia melirik tajam ke arah Lee yang berdiri di belakangnya. Lee menatap balik ke arahnya tanpa rasa bersalah. Satu lagi kebohongan pria itu. Well, dia akan membuat perhitungan dengan suaminya nanti. "Belum. Sebentar lagi. Aku akan meminta Lee untuk membantuku," ujar Charlene. "Baiklah, kalau begitu aku akan memanggil Pieter dulu." Hana kemudian meninggalkan Charlene dan Lee di dapur. "Kau menipuku." Itu bukan pertanyaan dan Charlene bahkan belum menoleh ke arah Lee karena tatapannya masih tertuju ke amb