"Kamu bohong. Matamu sudah menjelaskan semuanya.""Lan. Kamu ini sedang bicara apa, sih? Lagi pula kenapa aku enggak bahagia, kan? Kamu lihat anak perempuan kecil yang digendong Reza kemarin? Dia begitu baik padaku.""Jadi, namanya Reza?"Amala terdiam kini. Bermaksud untuk menceritakan perihal Kanaya pada Adlan, namun Adlan malah terfokus pada sosok Reza. Amala baru sadar sudah salah bicara tepatnya."Apa dia seumuran dengan kita?""Dia bukan anak suamiku, Lan. Kenapa kamu harus terus bertanya mengenai hal itu?""Bukankah itu lebih buruk lagi? Aku malah memilih dia menjadi anak suamimu, saja.""Kenapa?""Kamu tahu apa yang aku maksud."Amala mendesah keras. Adlan sudah terlalu banyak bicara sekarang. Amala sudah berpikir jika menceritakan perihal kampus dengannya namun Adlan terlihat lebih bersemangat untuk memintanya terus informasi akan keluarga suaminya itu."Kalau kamu terus bahas hal itu, aku rasa aku pergi saja, Lan." Amala segera mengambil tasnya."Amal. Enggak. Aku ... Aku en
"Dik Amala mencemaskan saya?"Amala. Dia menggigit bibirnya itu lembut. Dia sendiri heran mengapa mendadak khawatir seperti ini?"Saya hanya ingin memastikan keadaan Mas seperti apa. Malam ini Kanaya ada di rumah. Dia terus saja menanyakan keadaan Mas." Amala akhirnya berkata jujur. Lagi pula dia juga hanya ingin meluruskan semua hal yang Kanaya anak sambungnya itu tuturkan sedari tadi."Jadi, Kanaya tidur di rumah Dik Amala?""Iya.""Dia pasti sangat merindukan Dik Amala, bukan? Anak itu memang akan merepotkan sekali sepertinya.""Kok Mas bicara seperti itu? Kanaya sama sekali enggak merepotkan aku kok. Aku malah senang dia tinggal di sini karena aku punya teman untuk bicara.""Dik Amala benar mengatakan hal itu?"Amala terdiam. Ah. Apa lagi ini? Dia sudah salah bicara lagi tepatnya. Aneh saja. Kenapa rasa gengsinya begitu besar terhadap suaminya itu sendiri."Sebaiknya Mas sekarang segera makan dan minum obat.""Baik, Dik.""Kalau begitu, saya tutup sekarang ya.""Tunggu sebentar Di
"Kenapa Mas melakukan ini untuk saya?" tanya Amala kemudian setelah mencium mawar itu berkali-kali. "Maksud Dik Amala?""Iya. Kenapa Mas melakukan ini?"*"Dik Amala adalah istri saya. Saya akan mencoba menjadi suami yang baik dan akan membuat Dik Amala senang telah menjadi bagian hidup dari saya mau pun anak-anak. Saya juga sangat berharap setelah ini Dik Amala mampu menjadi sosok istri dan Ibu yang penyayang terhadap anak-anak saya maupun anak kita nanti."Amala tanpa sadar tersenyum seraya memandangi mawar di tangannya itu. Ada rasa gembira yang menusuk relung hatinya. Tidak tahu mengapa cukup senang saja dengan pemberian dan perhatian Pak Rido padanya hari ini.Beberapa kali dia mencoba untuk lebih baik. Lalu kini Amala berhasil membuat semua masalah yang pernah terjadi seolah sudah mengalir. Amala hanya merasa bahwa dia memang cukup tenang untuk membiasakan dirinya itu.Berdiri di balkon kamar memandangi bulan di sana. Amala tidak ingin menganggu Kanaya dan ayahnya itu yang seda
"Kalau Putri yang ajak, saya enggak bisa buat apa-apa, Mbak." Dia berkata kemudian.*"Semuanya bagus-bagus! Aah!" Amala hanya bisa diam pasrah melihat sikap sahabatnya itu yang terus merengek lucu kala melihat semua gaun yang dikeluarkan untuknya. Dia ingin memakai semua gaun itu tepatnya meskipun tidak mungkin.Sudah ada beberapa pilihan namun Putri bingung akan mengambil yang mana karena banyak yang disukainya itu. Amala sendiri heran mengapa Putri hanya datang sendiri tanpa Brian? Bukankah pengantin akan fiting baju secara bersamaan?"Brian sibuk. Kantornya sedang ada rapat sekarang." Putri berkata seolah tahu apa yang ada dalam benak sahabatnya itu. Amala terkekeh sendiri melihatnya."Mbak. Apa ada gaun lain yang kira-kira lebih cocok untuk tubuh mungil dan imut seperti sahabat saya ini?" tanya Amala pada wanita yang sedang melayani mereka berdua itu. Wanita itu mengangguk hingga berlalu sejenak.Putri hanya terkekeh saja mendengar penuturan Amala tadi. Dia memang memiliki tubuh
"Cieee!!" Satu kelas kini riuh. Amala berusaha menahan tawanya itu sementara Pak Rido terlihat kaku dan salah tingkah."Ciee! Bapak ditemani istrinya!""Anak-anak. Sudah ya bercandanya. Sekarang kalian sudah kenal kan sama Ibu Amala? Jadi selama dua bulan ini Bu Amala yang akan mengajar kalian pada pelajaran Bahasa Indonesia. Oke?""Oke, Paak!" Amala hanya tersenyum kepada Pak Rido yang sukses membuat anak-anak begitu patuh. Amala kemudian segera keluar duduk di sana seraya menunggu Pak Rido beberapa menit lagi. Setelah bel istirahat dia yang akan masuk ke kelas dan mulai melakukan hal yang seharusnya dia lakukan. Amala hanya berpikir jika anak-anak itu masih kecil. Tingkatan sekolah dasar tentu tidak akan begitu sulit untuk mengajari mereka.*"Ibu, yang nomor lima tulisannya apa?" Amala segera berbalik badan dan melihat ke belakang ketika mendengar seorang anak yang kini bertanya mengenai tulisannya yang di papan tulis. Amala terkekeh sendiri. Dia tidak biasa menulis di papan se
"Apa itu?""Saya ... Saya ingin bertemu dengan Ibunya Mas.""Ibu?" Pak Rido terkejut."Ibu pasti tidak bisa datang, Dik. Saya belum memberitahu Dik Amala, tapi sebenarnya Ibu setiap hari sibuk membuat kue di rumah. Jadi Ibu tidak bisa meninggalkan pekerjaannya itu dengan baik.""Oh, begitu ya, Mas. Ya, sudah.""Dik Amala pulanglah sekarang. Istirahat, ya." Amala tersenyum dengan baik. Dia tidak tahu alasan apa yang lebih jelas dari pada ibu suaminya itu namun dia sendiri sudah menginginkan hal yang baik meskipun sebenarnya dia bisa melakukan yang terbaik.Amala akhirnya benar-benar memesan taksi. Ada sebuah taksi yang melewati sekolah tepat ketika dia berjalan ke gerbang. Amala hanya berharap tempat itu akan menjadi hal yang terbaik untuknya agar segera bisa menyelesaikan sekolahnya itu.Namun detik Amala akan masuk ke taksi tersebut. Dia mendadak terkejut ketika melihat seseorang yang keluar menghampirinya begitu cepat dari arah samping. Amala sadar siapa itu detik di mana tangannya
"Mbak Rahmi." Dia berujar lirih dengan rasa takut susah bergerilya hebat."Ibu enggak apa-apa?"*"Kanayaaa!""Kakak!"Pelukan pun terjadi tanpa bisa terelak. Amala hanya bisa tertawa melihat sahabatnya itu yang kini bahkan memeluk Putri seraya memutar-mutar tubuhnya itu. Heran saja, mengapa Putri begitu cepat dekat dengan Kanaya yang bahkan baru sekali bertemu.Malam ini, Amala benar-benar mengajak Pak Rido juga untuk datang ke rumah Putri. Dia hanya berharap jika dirinya akan bisa dengan mudah mengabadikan hal yang baik terhadap dia dan suaminya itu nanti di depan kedua orang tua sahabatnya itu.Ada hal yang begitu menyenangkan pula ketika mendadak ibunya Putri keluar dari rumah. Ada rasa terkejut kala melihat Amala dan seorang seorang lelaki yang berdiri di sampingnya itu."Ma." Amala menunduk hingga segera mencium tangan Mamanya Putri dengan lembut. Dia memang sudah dari dulu diminta untuk memanggil Mama terhadap Mamanya Putri itu."Amala. Bagaimana keadaanmu, Nak? Sudah lama seka
"Apa boleh kita tidur seperti ini, Dik?" "Eh?" Amala kembali terkesiap.Tidur seperti ini yang dimaksud adalah Pak Rido terus memeluk Amala dengan nyaman sementara itu Amala sendiri masih mematung dengan kaku. Namun Amala mencoba untuk tetap tenang dan bisa tidur dengan nyamannya.Pak Rido. Dia begitu senang Amala bahkan tidak menolak sedikit pun perlakuannya tersebut.*"Dik, sudah selesai?"Amala segera memakai sepatunya dengan cepat hingga berlari ke arah nakas mengambil tasnya yang diletakkan di sana. Dia memang cukup buru-buru setelah beberapa kali mendengar suara suaminya itu Pak Rido yang terus memanggil dari bawah.Menuruni anak tangga dengan cepat. Amala tidak percaya dia bisa seburu-buru ini jika berangkat dengan Pak Rido. Namun jika menolak untuk berangkat lebih pagi Amala juga tidak mungkin melakukannya mengingat dia memang harus segera pergi."Sudah sarapan, kan?" tanya Pak Rido kemudian yang diangguk Amala cepat. Amala memang sudah sarapan yaitu dengan memakan beberapa
Putri mendesah pelan. "Kita hanya mencoba untuk menerka, Mal. Lalu siapa lagi sekarang? Bukankah mertuamu sangat benci dengan kamu? Kamu tahu, kan?""Tapi, tapi aku enggak yakin itu perbuatan Ibunya Mas Rido, Put.""Aku tahu. Ini berat buat kamu, Mal, tapi aku hanya membicarakan hal yang mengarah ke sana. Aku harap, kamu baik-baik saja dan kamu bisa memaklumi semuanya. Oke?"Amala tidak menjawab. Dia akan membiarkan semuanya terjadi begitu saja. Namun dia tetap akan memikirkan dengan apa yang sudah Putri ujarkan padanya itu."Aku harap kamu bisa percaya, Mal. Aku juga harap, kamu bisa menerima kenyataan jika itu sebenarnya benar. Sini. Biar aku saja yang antarkan ini pada Mbak Mona," ujar Putri seraya mengambil gelas minuman pada tangan Amala dan dia segera berlalu.Amala masih berdiri di tempatnya. Pikirannya bermain dengan cepat. Ada hal yang seolah membuat dirinya kian frustasi. Haruskah kembali mengatakan pada Pak Rido jika dia mencurigai ibu mertuanya sendiri?*"Orangnya tinggi,
"Tidak. Satu hal lagi. Rahmi akan segera diturunkan dari jabatan kepala sekolah.""Apa?" Amala dan Mona, kompak terkejut.*"Nilaimu sangat bagus, Amala."Bu Lusi, kini melihat lembar penilaian Amala selama masa penelitian dengan senyum senang. Ada hal yang membuat Amala ikut senang.Pak Rido telah berhasil memberikan dia ketenangan dan kini dia berhasil meraih nilai yang sudah dia inginkan itu."Bu, kapan saya akan segera ikut sidang?""Urus saja semua syaratnya, ya. Jadwal akan turun dalam dua Minggu ini."Amala terlonjak senang. "Ibu benarkah?"Bu Lusi mengangguk pasti. "Iya. Selamat, ya. Akhirnya kamu akan sidang juga. Kamu hanya perlu revisi sedikit lagi dan kamu akan mendapatkan yang selama ini kamu lakukan. Oke?"Amala mengangguk pasti. Dia pun segera pamit pada Bu Lusi tidak lupa segera mengabari Putri terkait dirinya itu. Ada hal yang membuat sahabatnya itu ikut bergembira sekarang.Putri memang sedang berada di kampus. Dia mencoba melupakan hatinya yang pernah sakit dan kini
"Masih untung saya menerima kamu di sekolah ini! Kamu masih banyak tanya, hah! Kalau kamu saya tolak, nilai segini saja kamu tidak akan punya! Anak kemarin sore so-soan mau mengajari saya! Tidak tahu malu!"Amala bergeming. Dia tidak sadar kini, mengepal kedua tangannya dengan kuat. Gemetar."Keluar!"Amala tidak bisa lagi mempermalukan dirinya. Dia segera keluar. Ada isak tangis yang akan pecah namun sebisa mungkin berusaha menahan diri.Dia tidak lekas menemui Pak Rido suaminya itu selain kini segera ke toilet. Duduk di sana mencoba melepaskan semua hal yang membuatnya terpikat.Amala terkadang kian heran, apa yang sebenarnya Rahmi itu inginkan padanya. Bukankah seharusnya masalah pribadi tidak dikaitkan dengan hal yang ingin dia capai sekarang? Bagaimana bisa dia menjelaskan pada dosennya terkait nilai yang begitu buruk diberikan oleh pihak sekolah.Amala hanya takut, jika orang kampus juga akan mengira dia melakukan suatu hal yang jahat di sekolah ini, meskipun kenyataan Amala sam
"Pepes ikannya enak lho, Bu. Ayah emang pintar masak, hehe!" Dia terkekeh lucu di sana yang semakin membuat Amala merasa trenyuh, sedih dan kasian karena Kanaya harus ikut dalam masalah ini.*Amala memandang lekat anak-anak dengan tatapan yang sedih. Hari ini, dia tidak bisa percaya adalah hari terakhir bertemu dan mengajar anak-anak di kelas lima itu.Ada hal puas yang hinggap dalam hatinya. Dia puas dan senang karena bisa mengajar walaupun hanya sebentar. Dia juga merasa puas karena berhasil menjadi seorang pendidik yang mereka inginkan. Meskipun kini amala akan merasa sedih karena harus meninggalkan mereka karena telah selesai masa penelitiannya itu.Dia hanya melepas anak-anak dengan berpelukan hangat. Amala bahkan sengaja tidak mengatakan apapun pada mereka terkait dirinya yang tidak akan pernah masuk lagi ke kelas lima itu, namun begitu kelas telah usai, seperti biasa hanya Andi yang tertinggal, Amala pun berniat untuk mengatakan padanya saja."Andi harus menjadi anak yang puny
"Mas, ada apa?""Mas hanya ingin memeluk istrinya Mas sekarang. Apa boleh?""Kenapa mendadak seperti ini, Mas? Apa ada yang Mas pikirkan?" Amala sebenarnya sudah tahu apa yang membuat suaminya itu terlihat berbeda kini. Namun dia tidak lekas mengatakannya dengan segera.Pak Rido menyudadi dekapannya kemudian menatap Amala cukup lama. Lama sekali, hingga Amala merasa malu sendiri."Ada apa, Mas?""Dik Amala sudah menerima saya, kan?""Tentu. Kenapa Mas masih bertanya?""Bolehkah jika saya meminta Dik Amala untuk mencintai sepenuh hati Dik Amala? Apakah ada seseorang yang lain dalam hati Dik Amala sekarang?"Amala tidak berkata kini. Apa yang sebenarnya dipikirkan oleh suaminya sekarang? Haruskah dia mengatakan jika itu adalah suatu hal yang sebenarnya besar.Amala tahu, jika sekarang Pak Rido sedang cemburu pada Adlan."Kenapa Mas enggak beritahu saya kalau sudah pernah bertemu dengan Adlan?" Amala mengalihkan pembicaraan kini."Kenapa Dik Amala harus bertanya hal itu?""Mas cemburu pa
"Amal, kamu kenapa mendadak takut begini?" Adlan menukas cepat. Amala terhenyak. Diam seketika.*Mobil kini bergerak perlahan. Masih tidak ada kata yang keluar dari bibir Amala semenjak pergi. Pak Rido sendiri sejenak menoleh dan melihat dengan harap-harap cemas. Ada beberapa hal yang bermain dalam benaknya itu namun tidak segera ingin mengungkapkan cepat.Pak Rido tahu jika kini ada hal yang tidak beres sedang dipikirkan oleh istrinya itu.Amala tidak banyak berkomentar apapun. Dia hanya tidak ingin memperpanjang masalah yang ada."Dik, kamu kenapa diam saja?""Enggak, Mas. Cuma memikirkan masalah Kanaya saja.""Tidak apa. Kanaya sudah membaik, kok. Dik Amala tidak perlu terlalu cemas, ya."Amala mengangguk tersenyum. Dia tidak mengatakan apapun lagi selain kembali diam. Dia hanya berharap suaminya itu tidak terlalu menggubris apa yang sudah Adlan katakan sejak tadi.*"Ibu Amala!" Kanaya, gadis kecil itu kini berlabuh dalam dekapan Kanaya. Tidak ada kata yang keluar darinya setel
"Amala, kamu tahu kapan waktunya."Rahmi, berujar tajam dan menatap dengan tatapan penuh kebencian.*Makanan cukup menggugah selera, belum lagi dengan rasa lapar yang sudah menghadang, Amala, dan suaminya Pak Rido kini menikmati hidangan makan siang mereka dengan nyaman.Amala tahu, sedari tadi menikmati makanannya itu dia terus merasa jika Pak Rido terus menatap dengan hikmat. Tidak ada yang keluar namun Amala hanya terkekeh sejenak."Apa yang Mas lihat?" Dia bertanya kemudian."Tidak. Hanya ingin memastikan Dik Amala menikmati makan siang ini. Enak, kan?""Iya. Kenapa Mas enggak pernah mengajak saya ke sini, ya?""Hehe. Maaf ya, Dik. Mas tidak bisa pulang dengan begitu cepat.""Haha, kenapa Mas menanggapi serius? Saya hanya bercanda. Saya tahu kok, Mas pasti sangat sibuk sekali, kan?""Tidak. Mas tahu kok Dik Amala juga sekalian curhat."Amala kini tertawa kemudian.Keduanya terus larut dalam pembicaraan mengenai mengajar Amala, hingga kemudian penuturan mereka sejenak terputus ket
"Ada satu orang lagi yang harus saya temui, Dik."Amala menoleh cepat. "Siapa, Mas?""Dik Amala tidak perlu memikirkan hal itu sekarang. Besok, Dik Amala akan kembali ke sekolah, kan? Lebih baik pikirkan hal apa yang Dik Amala perlukan untuk besok mengajar. Oke?" Pak Rido berkata seraya membelai lembut wajah istrinya itu.Amala bahkan baru teringat jika besok dia sudah harus masuk sekolah kembali. Dia memiliki kesempatan dua Minggu lagi untuk selesai penelitian Hinga harus kembali ke kampus.Ada beberapa hal yang membuatnya berpikir bahwa dia memang tidak pernah mengira akan secepat itu selesai."Dik Amala pasti sudah merindukan anak-anak, kan?""Iya. Aku sangat rindu mereka Mas. Besok, walaupun kaki saya masih belum sempurna sembuh saya akan tetap datang. Saya ingin segera menyelesaikan kuliah ini.""Bagus. Lalu, Dik Amala tidak perlu memikirkan hal yang sama sekali tidak penting itu. Oke?"Amala mengangguk pasti. Siapapun orang yang berpikir buruk terhadapnya itu dia akan berharap j
"Saya Rido, suami Amala. Bisa kita bicara sebentar?" Adlan bergeming."Bicara apa? Saya sedang begitu sibuk karena kebetulan hari ini saya yang bertugas untuk berdiri di kasir, jadi ....""Nak. Hanya bicara sebentar saja." Pak Rido menukas cepat. Adlan sukses menegang mendengarkan panggilan nak yang keluar dari mulut suami Amala itu.Adlan kemudian tersenyum ketus. Merasa cukup rendah di hadapan lelaki yang sudah lama ingin dilihat olehnya."Bisa bicarakan di sini saja, Pak Rido?" Adlan bertanya dengan nada menyindir kini."Baiklah." Pak Rido membuang napas gusar. "Apa yang sudah kamu katakan pada Amala kemarin?"Adlan terkejut. "Apa maksud, Pak Rido?""Nak, tolong jangan bertele-tele. Kamu tahu, kamu sudah menganggu kenyamanan rumah tangga saya dengan istri saya."Adlan mendadak tertawa kini. "Pak Rido menyalahkan saya dengan masalah keluarga Bapak sendiri? Seharusnya Bapak yang instrospeksi diri untuk melihat sebenarnya apa yang sedang terjadi. Kenapa datang kemari dan menyalahkan