Share

Menghindari Adlan

Author: Mita Author
last update Last Updated: 2024-01-10 20:58:43

Kamar indah yang tersusun rapi kini di depan mata. Ada hal yang membuatnya cukup berbinar seperti rasanya kembali kepada hal yang membuat terbang.

"Ah! Aku pulang!"

Bruk! Amala menjatuhkan dirinya ke atas kasur. Tidur dengan nyaman merasakan ketenangan yang teramat sangat.

Ada beberapa hal yang bermain dalam benaknyaa. Dia tahu, bahwa kenyamanan seperti ini tidak akan dirasakan olehnya dengan cukup lama. Pasalnya ini hanyalah salah satu syarat yang dia ajukan dengan sahabat papanya itu.

"Pokoknya aku harus cari cara supaya Pak Guru itu enggak lagi maksa aku pulang ke rumah dia. Aku harus tetap di sini!"

Amala memuaskan diri dengan tidur beberapa saat di kamar. Dia kemudian terbangun ketika melihat jam yang telah menunjukkan pukul dua siang.

Hari ini, dia baru sadar jika ada janji dengan dosen. Meskipun sudah tidak berniat lagi untuk menyelesaikan skripsinya itu, Amala mau tidak mau harus tetap menemui dosennya. Dia hanya tidak ingin pendidikannya itu terbengkalai tidak jelas.

Rasa lapar mendadak menggeroti dirinya. Amala merasa jika memang tubuhnya sudah meminta jatah makan siang. Tadi pagi bahkan dia tidak sempat untuk sarapan karena terburu-buru untuk segera pulang ke rumahnya.

Tidak ada makanan apapun di kulkas. Amala hanya bisa menyerah dan berniat untuk segera pergi saja. Dia akan makan apapun makanan yang dijual di kampus.

Rumah yang cukup sepi. Namun ada seutas bayangan yang berkeliaran di hadapannya saat Amala berniat untuk menutup pintu. Amala rasanya ingin menangis, ketika bayangan papanya dan dirinya itu muncul dengan baik. Ada tawa lepas di sana sementara rasa sedih yang menghiasi wajah ayahnya yang telah pucat.

Amala tahu, ayahnya menahan rasa sakit kala itu. Namun sisi lain, dia juga tidak peduli karena tidak paham apa yang sedang papanya itu alami. Andai saja Amala tahu jika papanya sedang sekarat, mungkin dia akan melakukan segala cara hingga papanya itu bisa bertahan sedikit lebih lama lagi.

"Pa, semoga Papa tenang di alam sana, ya. Amala akan jadi anak yang kuat untuk Papa." Menyeka sedikit air matanya itu, Amala segera menutup pintu rumah. Dia harus segera bergegas ke kampus.

***

"Bu Lusi hari ini tidak masuk."

Perkataan itu sukses membuat Amala terdiam membeku. Dia tidak bisa berkutik selain hanya bisa menumpahkan sedikit senyum kecut. Ya, dosen pembimbingnya tidak ke kampus jadi dia akan kembali tertunda untuk bimbingan skripsinya tersebut.

Dia terpaksa untuk segera keluar dari ruangan dosen. Berjalan dengan tertatih karena kesal saja sudah lelah datang ke kampus dan menghabiskan uang untuk memesan taksi, namun dia tidak mendapatkan hasil apapun.

Amala tidak terlalu peduli. Dia pun segera ke kantin untuk makan siang. Ada beberapa menu kesukaannya dulu yang kini kembali dirasakan olehnya dengan senang. Dia tidak terlalu peduli pula pada beberapa orang yang lewat. Tentu saja mereka semua adalah adik letingnya yang semester lebih bawah darinya. Dia tidak perlu khawatir jika salah satu dari mereka adalah temannya dari fakultas lain.

Sibuk menikmati makanannya itu, Amala melempar pandangannya ke segala arah. Dia hanya mencoba melihat keadaan orang-orang yang sedang begitu sibuk. Kedua matanya pun mendadak tertuju pada seorang lelaki yang sedang berjalan menuju ke arah kantin. Amala awalnya bersikap biasa saja namun semakin dekat, dia mulai sadar siapa lelaki itu.

Amala terkesiap. Dia segera menunduk cepat. Ada rasa cemas yang datang takut jika lelaki itu akan melihatnya.

Adlan. Lelaki yang selama ini memang menjadi sosok yang Amala inginkan. Amala tahu hal itu sudah tidak akan bisa dia lakukan lagi sehingga lebih baik dia menghindari Adlan sekarang. Amala segera bangkit mencoba untuk membayar cepat makanannya dan segera pergi.

"Amala!"

Benar. Dugaannya jika Adlan akan melihatnya itu benar terjadi. Amala sejenak mendesah keras. Dia tidak mungkin berlari keluar dari kantin karena hal itu pasti akan membuat semua orang terkejut.

Amala kini menyerah, mendengar langkah Adlan yang semakin dekat.

"Amala, akhirnya kita bertemu lagi, ya. Kamu ke mana saja?"

Adlan. Lelaki tampan dan tinggi itu kini sudah ada di hadapan Amala. Ada rasa senang yang terlihat di wajahnya itu. Namun Amala tidak berkutik sama sekali. Amala bahkan tidak sanggup untuk melihat wajah Adlan. Amala merasa malu saja karena kini posisinya dia sudah menikah.

"Mal, kenapa kamu diam saja? Apa kamu sakit? Kenapa sudah dua Minggu ini kamu enggak kelihatan di kampus?"

"Aku ... Aku baik-baik saja, Adlan. Ehem, aku buru-buru harus segera pulang. Aku duluan ya."

"Amala tunggu dulu. Aku ingin bicarakan sesuatu. Aku sudah berkerja sekarang di supermarket. Ada beberapa hal yang membantu aku untuk bekerja di sana. Jadi, aku enggak bisa segera bimbingan dengan baik. Kamu sendiri bagaimana, apa yang kamu lakukan sehingga enggak sempat bimbingan?"

Amala terdiam kemudian. Dia sebenarnya benar-benar ingin segera beranjak namun dia masih tidak tahu untuk mengatakan apa pada Adlan.

"Aku lumayan sibuk. Adlan, aku benar-benar harus segera pergi. Maaf ya."

"Kamu masih pakai nomor yang sama, kan?" Adlan bertanya dengan cepat. Amala tidak menjawab namun dia hanya mengangguk saja. Tidak ada sepatah kata pun lagi yang keluar dia segera beranjak cepat meninggalkan lelaki yang disukainya itu dengan tatapan bingung.

Adlan. Dia tahu jika ada sesuatu yang sedang ditutupi oleh Amala padanya.

*

Air sudah mendidih. Amala segera memasukkan mi ke dalamannya dan menunggu beberapa saat. Malam ini, dia tidak punya pilihan lain selain memasak mi instan untuk menjadi pilihan makanannya itu.

Duduk di meja makan yang begitu luas. Namun hanya dia seorang yang berada di sana kian membuat Amala tertekan. Sebenarnya dia ingin menangis hingga air matanya itu benar-benar tumpah di antara suapan mi nan pedas masuk ke mulutnya.

Amala tidak bisa berkutik dengan baik selain hanya bisa terus melanjutkan makanannya itu dengan rasa sesak seolah menggoncang dadanya. Namun lagi-lagi dia harus kuat dan menenangkan diri dan pikirannya.

Amala terkejut ketika kemudian mendengar suara bel rumah yang berbunyi. Dia tidak tahu siapa yang datang namun dia sudah menebak jika orang itu adalah sosok yang tidak akan disukai olehnya.

Amala malas untuk membuka pintu. Namun sisi lain dia juga tidak mungkin membiarkan orang itu terus berada di luar rumah. Amala tidak punya pilihan lain, dia pun segera berjalan cepat bergegas membuka pintu.

Benar. Tebakannya tidak meleset. Dia melihat Pak Rido, lelaki yang telah menjadi suaminya itu kini berdiri seraya memegang sebuah tas dengan raut wajah tersenyum. Hal yang kemudian membuat Amala terkejut adalah Pak Rido tidak datang sendiri melainkan dengan seorang bocah kecil yang kini digandeng olehnya.

"Bapak, kenapa ...."

"Ayo masuk. Kamu pasti lapar, kan?"

Amala terdiam. Dia ingin mengatakan sesuatu namun Pak Rido telah melangkah pelan-pelan seraya menunggu anak bungsunya itu berjalan dengan perlahan. Begitu lucu, namun Amala menahan diri untuk tidak mendekat.

"Seperti bau mi instan. Kamu makan mi, Amala?"

"Saya enggak punya pilihan lain." Amala menjawab kemudian.

"Kebetulan tadi saya sudah masak di rumah. Ayo makan. Kamu tidak boleh makan makanan seperti itu. Kamu masih muda. Nak, Papa gendong, ya."

Amala kini benar-benar tidak bisa berkutik. Dia hanya melihat Pak Rido yang kini menggendong anaknya itu dan berlalu ke dapur. Dia hanya tidak menyangka karena Pak Rido benar-benar datang ke rumahnya untuk menginap.

Namun sisi lain, Amala senang karena tidak sendirian di rumah sebesar ini. Setidaknya dia bisa tidur dengan nyaman.

"Ibuu."

Amala tersentak ketika mendengar panggilan nan lucu itu. Dia kemudian mendapati anak bungsu Pak Rido yang kini melangkah dengan tertatih-tatih mencoba mendekatinya. Amala tanpa sadar tersenyum gemas.

"Ibuu!" Anak itu terus memanggilnya dengan begitu lucu.

Related chapters

  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Ancaman

    Meja makan sudah dipenuhi oleh beberapa macam makanan. Tersusun rapi dan Pak Rido, lelaki paruh baya itu masih terlihat sibuk menata dengan baik.Amala sendiri kini membeku. Diam tidak berkutik namun heran mengapa Pak Rido memperlakukannya seperti papanya memperlakukan dia dulu. Kenapa mirip sekali sikap keduanya? Amala sendiri kini membiarkan anak bungsunya Pak Rido itu yang terus memegang tangannya dengan kuat."Sudah. Ayo makan, Dek." Pak Rido menarik kursi mempersilakan Amala. Tidak ada penolakan selain Amala segera menghampiri cepat."Terima kasih." Amala berujar pelan sukses membuat Pak Rido tersenyum dengan haru. Ada rasa bangga yang terhinggap dalam jiwanya itu kala Amala menghargai apa yang sudah dia perbuat.Amala sendiri bahkan sudah tidak sabar untuk segera makan. Dia berniat untuk mengambil ikan bakar yang ditemani dengan kuah kecap yang terlihat cukup nikmat. Makan mi instan bukan pilihan yang tepat untuknya berhenti merasa lapar.Amala kemudian larut dalam menikmati mak

    Last Updated : 2024-01-11
  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Diidamkan banyak Wanita

    Amala hampir saja tersedak mendengar hal itu. Dia segera minum susunya dengan cepat. Pak Rido hanya bisa mendesah pelan melihat itu. Reaksi Amala saja sudah menjadi jawaban baginya."Apa itu penting?" tanya Amala kemudian."Tentu saja. Saya hanya berpikir Dik Amala akan mau menemani saya. Namun jika tidak, tidak apa saya ....""Oke. Nanti siang Bapak jemput saya." Amala tidak tahu, mengapa dia langsung setuju saja. Namun, kebaikan Pak Rido dari kemarin menjadikan dia tidak tega untuk menolak."Alhamdulillah. Iya, Dik. Nanti pulang sekolah saya kemari. Saya mandi dulu, yaa." Penuh senyuman yang cerah, beliau beranjak cepat. Amala terkekeh saja melihat hal itu. Lucu saja. Teman papanya itu berubah cukup senang. Amala kadang heran, Pak Rido sebenarnya suka atau memang kasihan padanya? Tidak mungkin beliau jatuh cinta bukan? Amala menggeleng tidak mengerti.*Tidak ada baju. Namun ada satu gaun berwarna putih yang kini menjuntai di depan Amala. Biasanya dia kerap memakai itu jika sedang

    Last Updated : 2024-01-11
  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Perdebatan kecil

    "Rahmi. Kamu datang juga?" Pak Rido yang mendadak datang membuat wanita yang ternyata bernama Rahmi itu segera menarik diri menjauh dari Amala. Raut wajahnya seketika berganti dengan senyuman awal di mana membuat Amala tidak habis pikir."Eh, Mas. Iya dong. Aku baru saja bicara dengan istrimu. Dia cantik sekali, ya?" Rahmi. Wanita itu berkata dengan suara yang terkesan dibuat-buat seraya menatap Amala yang kini terpaku tidak percaya.Amala kian heran. Siapa sebenarnya wanita ini? Apa mau dia sehingga berani mengancamnya? Apa dia menyukai Pak Rido seperti wanita lainnya juga? "Terima kasih, Rahmi. Oh iya, sepertinya kami sudah harus pamit. Ada urusan penting yang harus saya selesaikan cepat," ucap Pak Rido seraya menoleh pada Amala. Amala bersyukur mendengarkan hal itu."Baiklah, Mas. Kamu hati-hati, ya. Aku berdoa supaya kalian bisa segera memiliki momongan.""Amin." Pak Rido tersenyum lebar. "Ayo, Dik. Kita pulang." Amala mengangguk mengerti hingga segera beranjak. Namun ada hal ya

    Last Updated : 2024-01-12
  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Kebaikan Adlan

    "Dik Amala. Maaf, saya sudah mengajakmu untuk bertemu dengan mereka hari ini. Saya tahu ini tidak mudah. Maafkan saya."Amala bergeming.*Pemakaman yang nan luas. Amala melempar pandangan ke segala arah. Dia berharap segera ke makan orang tuanya itu. Rasa rindu yang telah memuncak tidak akan bisa dia utarakan kepada siapapun.Amala akhirnya bersimpuh di makam papanya. Duduk di sana memerhatikan batu nisan dengan pandangan lama. Dia berharap jika seandainya waktu bisa diulang dia akan meminta papanya itu untuk selalu ada dalam dekapannya selamanya.Isak tangis telah datang. Amala tidak kuasa menahan diri lagi hingga memeluk nisan itu dengan erat. Air mata yang menjadi jawaban bahwa betapa dia begitu sangat mencintai orang yang telah pergi ini. "Pa, apa benar ini yang terbaik untuk Amala? Kenapa Papa memilih Pak Rido untuk datang dalam hidup Amala, Pa?" Amala terisak. Dia sesekali menyeka air mata itu namun tetap dengan posisi yang terus menumpahkan segala hal yang terus bermain dalam

    Last Updated : 2024-01-12
  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Pak Rido mencuri kesempatan

    "Kamu kelihatan enggak seceria dulu lagi. Padahal Amala yang dulu begitu banyak bicara dan tertawa. Kamu polos dan bicara sekenanya kamu tanpa pikir panjang, tapi kamu yang sekarang kelihatan beda saja, Mal. Apa mungkin karena Papamu meninggal? Lalu mau sampai kapan kamu menjadi seperti orang lain?" Amala bergeming. Jadi selama ini Adlan tahu apa yang berbeda darinya? "Amal. Kamu gadis kuat. Kamu harus bisa tersenyum seperti dulu. Kehidupan akan tetap terus berjalan, kan? Kalau kamu selalu sedih, Papa dan Mamamu juga akan sedih di sana. Kamu harus bisa menjadi Amala yang dulu lagi. Kamu enggak sembunyikan apapun dariku, kan, Amal?" "Lan, aku sama sekali ....""Tolong jangan bohong. Aku tahu dari raut wajah kamu saja kamu ini sedang menyembunyikan sesuatu.""Enggak ada yang perlu kamu tahu, Lan. Intinya sekarang aku baik-baik saja, bukan? Kamu enggak perlu cemaskan apapun. Sekarang pulanglah. Nanti Papamu bisa marah kalau kamu terlambat."Mendengar Amala bicara yang begitu lembut it

    Last Updated : 2024-01-13
  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Pembantu baru

    "Ayah!" Keduanya sukses terkejut ketika mendengar suara Habil yang begitu keras dari lantai atas. Kalang kabut tidak jelas dan rasa salah tingkah yang sudah menyatu."Saya ke atas dulu, Dik!" Pak Rido beranjak cepat meninggalkan Amala yang kini terdiam bisu. Apa yang baru saja dia lakukan?*Amala. Gadis itu terlihat sudah pulas tidur di atas sofa sementara tv masih menyala. Pak Rido tersenyum melihat pemandangan indah tersebut. Dia bahkan baru meninggalkan Amala beberapa menit untuk melihat keadaan Habil namun ketika kembali Amala sudah tertidur.Pak Rido lagi-lagi tersenyum saat mengingat sikap Amala tadi padanya. Dia tahu Amala memang tidak ingin menolak apapun yang ingin dia lakukan namun rasa gengsi mengalahkan itu semua.Setelah mematikan tv. Pak Rido berlanjut untuk mengangkat Amala untuk dibawanya masuk ke kamar. Tidur di samping Habil yang sudah terlelap itu Pak Rido lagi-lagi menatap pemandangan yang menurutnya begitu indah. Dia senang anaknya Habil kini menemukan keceriaan

    Last Updated : 2024-01-13
  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Permintaan maaf

    "Saya sudah ingin pisah bukan? Kenapa Bapak masih mempertahankan pernikahan ini?" Amala bertanya dengan suara gemetar.*Melempar pandangannya ke atas langit. Amala sejenak mencoba menenangkan diri dengan melihat taburan bintang di atas sana. Ada hal yang membuat dia tenang sejenak setelah berdebat dengan suaminya tadi.Dia memilih untuk tidak makan malam bersama Pak Rido. Menarik diri menjauh tepatnya. Dia kemudian memilih halaman belakang untuk duduk menepi membiarkan dirinya hanyut dalam ketenangan.Amala tidak tahu jika kini ada Mona yang sedang melihatnya dari jauh. Mona tidak tahu apa yang sedang dialami oleh majikannya itu namun dia hanya sadar jika terjadi pertengkaran tadi antara majikannya itu dengan seorang lelaki yang kini sedang berada di meja makan."Non. Kenapa Non berada di sini? Non enggak ikut makan?" Mona menghampiri cepat berharap Amala tidak akan terkejut dengan kehadirannya itu.Amala menoleh seraya menggeleng pelan. "Saya belum lapar, Mbak.""Non, bukan saya lan

    Last Updated : 2024-01-14
  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Tertunduk Menangis

    "Apa yang Bapak lakukan?" Amala terkejut."Dik Amala masih takut pada saya?" Pak Rido menahan dirinya untuk mendekat kemudian. Amala yang terlihat sangat ketakutan itu membuatnya ragu untuk menghampiri lebih jauh. Amala sejenak terdiam. Merasa tenang ketika melihat Pak Rido yang kini menahan dirinya menjauh. Namun akankah dia berpikir bahwa begitu buruk? Mau sampai kapan dia akan selalu takut didekati oleh suaminya sendiri? "Dik, bolehkah saya meminta sesuatu?" Amala tidak menjawab namun dia kini melihat Pak Rido yang terlihat serius. Apakah ada permintaan yang sangat penting."Jika boleh saya ingin Dik Amala memanggil saya dengan sebutan mas. Apa Dik Amala bisa?""Mas?" Amala sejenak terkejut. Panggilan itu sama persis yang dilakukan oleh wanita yang ditemuinya di pesta pernikahan kemarin. "Iya. Saya ingin selayaknya panggilan suami istri. Bisakah Dik Amala melakukan itu?"Amala hanya mengangguk kemudian. Dia segera tidur kembali membelakangi Pak Rido. Berharap kali ini Pak Rido

    Last Updated : 2024-01-14

Latest chapter

  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Inisiatif

    Putri mendesah pelan. "Kita hanya mencoba untuk menerka, Mal. Lalu siapa lagi sekarang? Bukankah mertuamu sangat benci dengan kamu? Kamu tahu, kan?""Tapi, tapi aku enggak yakin itu perbuatan Ibunya Mas Rido, Put.""Aku tahu. Ini berat buat kamu, Mal, tapi aku hanya membicarakan hal yang mengarah ke sana. Aku harap, kamu baik-baik saja dan kamu bisa memaklumi semuanya. Oke?"Amala tidak menjawab. Dia akan membiarkan semuanya terjadi begitu saja. Namun dia tetap akan memikirkan dengan apa yang sudah Putri ujarkan padanya itu."Aku harap kamu bisa percaya, Mal. Aku juga harap, kamu bisa menerima kenyataan jika itu sebenarnya benar. Sini. Biar aku saja yang antarkan ini pada Mbak Mona," ujar Putri seraya mengambil gelas minuman pada tangan Amala dan dia segera berlalu.Amala masih berdiri di tempatnya. Pikirannya bermain dengan cepat. Ada hal yang seolah membuat dirinya kian frustasi. Haruskah kembali mengatakan pada Pak Rido jika dia mencurigai ibu mertuanya sendiri?*"Orangnya tinggi,

  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Sidang

    "Tidak. Satu hal lagi. Rahmi akan segera diturunkan dari jabatan kepala sekolah.""Apa?" Amala dan Mona, kompak terkejut.*"Nilaimu sangat bagus, Amala."Bu Lusi, kini melihat lembar penilaian Amala selama masa penelitian dengan senyum senang. Ada hal yang membuat Amala ikut senang.Pak Rido telah berhasil memberikan dia ketenangan dan kini dia berhasil meraih nilai yang sudah dia inginkan itu."Bu, kapan saya akan segera ikut sidang?""Urus saja semua syaratnya, ya. Jadwal akan turun dalam dua Minggu ini."Amala terlonjak senang. "Ibu benarkah?"Bu Lusi mengangguk pasti. "Iya. Selamat, ya. Akhirnya kamu akan sidang juga. Kamu hanya perlu revisi sedikit lagi dan kamu akan mendapatkan yang selama ini kamu lakukan. Oke?"Amala mengangguk pasti. Dia pun segera pamit pada Bu Lusi tidak lupa segera mengabari Putri terkait dirinya itu. Ada hal yang membuat sahabatnya itu ikut bergembira sekarang.Putri memang sedang berada di kampus. Dia mencoba melupakan hatinya yang pernah sakit dan kini

  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Rahmi Dipecat

    "Masih untung saya menerima kamu di sekolah ini! Kamu masih banyak tanya, hah! Kalau kamu saya tolak, nilai segini saja kamu tidak akan punya! Anak kemarin sore so-soan mau mengajari saya! Tidak tahu malu!"Amala bergeming. Dia tidak sadar kini, mengepal kedua tangannya dengan kuat. Gemetar."Keluar!"Amala tidak bisa lagi mempermalukan dirinya. Dia segera keluar. Ada isak tangis yang akan pecah namun sebisa mungkin berusaha menahan diri.Dia tidak lekas menemui Pak Rido suaminya itu selain kini segera ke toilet. Duduk di sana mencoba melepaskan semua hal yang membuatnya terpikat.Amala terkadang kian heran, apa yang sebenarnya Rahmi itu inginkan padanya. Bukankah seharusnya masalah pribadi tidak dikaitkan dengan hal yang ingin dia capai sekarang? Bagaimana bisa dia menjelaskan pada dosennya terkait nilai yang begitu buruk diberikan oleh pihak sekolah.Amala hanya takut, jika orang kampus juga akan mengira dia melakukan suatu hal yang jahat di sekolah ini, meskipun kenyataan Amala sam

  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Rahmi Sengaja

    "Pepes ikannya enak lho, Bu. Ayah emang pintar masak, hehe!" Dia terkekeh lucu di sana yang semakin membuat Amala merasa trenyuh, sedih dan kasian karena Kanaya harus ikut dalam masalah ini.*Amala memandang lekat anak-anak dengan tatapan yang sedih. Hari ini, dia tidak bisa percaya adalah hari terakhir bertemu dan mengajar anak-anak di kelas lima itu.Ada hal puas yang hinggap dalam hatinya. Dia puas dan senang karena bisa mengajar walaupun hanya sebentar. Dia juga merasa puas karena berhasil menjadi seorang pendidik yang mereka inginkan. Meskipun kini amala akan merasa sedih karena harus meninggalkan mereka karena telah selesai masa penelitiannya itu.Dia hanya melepas anak-anak dengan berpelukan hangat. Amala bahkan sengaja tidak mengatakan apapun pada mereka terkait dirinya yang tidak akan pernah masuk lagi ke kelas lima itu, namun begitu kelas telah usai, seperti biasa hanya Andi yang tertinggal, Amala pun berniat untuk mengatakan padanya saja."Andi harus menjadi anak yang puny

  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Kasihan Kanaya

    "Mas, ada apa?""Mas hanya ingin memeluk istrinya Mas sekarang. Apa boleh?""Kenapa mendadak seperti ini, Mas? Apa ada yang Mas pikirkan?" Amala sebenarnya sudah tahu apa yang membuat suaminya itu terlihat berbeda kini. Namun dia tidak lekas mengatakannya dengan segera.Pak Rido menyudadi dekapannya kemudian menatap Amala cukup lama. Lama sekali, hingga Amala merasa malu sendiri."Ada apa, Mas?""Dik Amala sudah menerima saya, kan?""Tentu. Kenapa Mas masih bertanya?""Bolehkah jika saya meminta Dik Amala untuk mencintai sepenuh hati Dik Amala? Apakah ada seseorang yang lain dalam hati Dik Amala sekarang?"Amala tidak berkata kini. Apa yang sebenarnya dipikirkan oleh suaminya sekarang? Haruskah dia mengatakan jika itu adalah suatu hal yang sebenarnya besar.Amala tahu, jika sekarang Pak Rido sedang cemburu pada Adlan."Kenapa Mas enggak beritahu saya kalau sudah pernah bertemu dengan Adlan?" Amala mengalihkan pembicaraan kini."Kenapa Dik Amala harus bertanya hal itu?""Mas cemburu pa

  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Obat

    "Amal, kamu kenapa mendadak takut begini?" Adlan menukas cepat. Amala terhenyak. Diam seketika.*Mobil kini bergerak perlahan. Masih tidak ada kata yang keluar dari bibir Amala semenjak pergi. Pak Rido sendiri sejenak menoleh dan melihat dengan harap-harap cemas. Ada beberapa hal yang bermain dalam benaknya itu namun tidak segera ingin mengungkapkan cepat.Pak Rido tahu jika kini ada hal yang tidak beres sedang dipikirkan oleh istrinya itu.Amala tidak banyak berkomentar apapun. Dia hanya tidak ingin memperpanjang masalah yang ada."Dik, kamu kenapa diam saja?""Enggak, Mas. Cuma memikirkan masalah Kanaya saja.""Tidak apa. Kanaya sudah membaik, kok. Dik Amala tidak perlu terlalu cemas, ya."Amala mengangguk tersenyum. Dia tidak mengatakan apapun lagi selain kembali diam. Dia hanya berharap suaminya itu tidak terlalu menggubris apa yang sudah Adlan katakan sejak tadi.*"Ibu Amala!" Kanaya, gadis kecil itu kini berlabuh dalam dekapan Kanaya. Tidak ada kata yang keluar darinya setel

  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Bertemu kembali

    "Amala, kamu tahu kapan waktunya."Rahmi, berujar tajam dan menatap dengan tatapan penuh kebencian.*Makanan cukup menggugah selera, belum lagi dengan rasa lapar yang sudah menghadang, Amala, dan suaminya Pak Rido kini menikmati hidangan makan siang mereka dengan nyaman.Amala tahu, sedari tadi menikmati makanannya itu dia terus merasa jika Pak Rido terus menatap dengan hikmat. Tidak ada yang keluar namun Amala hanya terkekeh sejenak."Apa yang Mas lihat?" Dia bertanya kemudian."Tidak. Hanya ingin memastikan Dik Amala menikmati makan siang ini. Enak, kan?""Iya. Kenapa Mas enggak pernah mengajak saya ke sini, ya?""Hehe. Maaf ya, Dik. Mas tidak bisa pulang dengan begitu cepat.""Haha, kenapa Mas menanggapi serius? Saya hanya bercanda. Saya tahu kok, Mas pasti sangat sibuk sekali, kan?""Tidak. Mas tahu kok Dik Amala juga sekalian curhat."Amala kini tertawa kemudian.Keduanya terus larut dalam pembicaraan mengenai mengajar Amala, hingga kemudian penuturan mereka sejenak terputus ket

  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Tatapan benci

    "Ada satu orang lagi yang harus saya temui, Dik."Amala menoleh cepat. "Siapa, Mas?""Dik Amala tidak perlu memikirkan hal itu sekarang. Besok, Dik Amala akan kembali ke sekolah, kan? Lebih baik pikirkan hal apa yang Dik Amala perlukan untuk besok mengajar. Oke?" Pak Rido berkata seraya membelai lembut wajah istrinya itu.Amala bahkan baru teringat jika besok dia sudah harus masuk sekolah kembali. Dia memiliki kesempatan dua Minggu lagi untuk selesai penelitian Hinga harus kembali ke kampus.Ada beberapa hal yang membuatnya berpikir bahwa dia memang tidak pernah mengira akan secepat itu selesai."Dik Amala pasti sudah merindukan anak-anak, kan?""Iya. Aku sangat rindu mereka Mas. Besok, walaupun kaki saya masih belum sempurna sembuh saya akan tetap datang. Saya ingin segera menyelesaikan kuliah ini.""Bagus. Lalu, Dik Amala tidak perlu memikirkan hal yang sama sekali tidak penting itu. Oke?"Amala mengangguk pasti. Siapapun orang yang berpikir buruk terhadapnya itu dia akan berharap j

  • Istri Dadakan Sahabat Papaku   Seusia istrinya

    "Saya Rido, suami Amala. Bisa kita bicara sebentar?" Adlan bergeming."Bicara apa? Saya sedang begitu sibuk karena kebetulan hari ini saya yang bertugas untuk berdiri di kasir, jadi ....""Nak. Hanya bicara sebentar saja." Pak Rido menukas cepat. Adlan sukses menegang mendengarkan panggilan nak yang keluar dari mulut suami Amala itu.Adlan kemudian tersenyum ketus. Merasa cukup rendah di hadapan lelaki yang sudah lama ingin dilihat olehnya."Bisa bicarakan di sini saja, Pak Rido?" Adlan bertanya dengan nada menyindir kini."Baiklah." Pak Rido membuang napas gusar. "Apa yang sudah kamu katakan pada Amala kemarin?"Adlan terkejut. "Apa maksud, Pak Rido?""Nak, tolong jangan bertele-tele. Kamu tahu, kamu sudah menganggu kenyamanan rumah tangga saya dengan istri saya."Adlan mendadak tertawa kini. "Pak Rido menyalahkan saya dengan masalah keluarga Bapak sendiri? Seharusnya Bapak yang instrospeksi diri untuk melihat sebenarnya apa yang sedang terjadi. Kenapa datang kemari dan menyalahkan

DMCA.com Protection Status