Waktu terus berlalu, hingga tak terasa sudah malam. Freya yang baru saja membujuk kini perlahan mulai menidurkan Ansel ke tempat tidur dengan sangat pelan. Agar putra kesayangannya itu tidak terbangun lagi. "Tidur yang lelap jagoan mamy," Freya mengecup pipi gembul Ansel, ada rasa sedih di dalam hatinya. Mengingat Ansel yang tidak henti-hentinya menangis memanggil sang ayah.Hal itu pun membuat Freya sedikit kesal, karena sampai saat ini Damian masih belum pulang juga. Karena tidak ingin Ansel terbangun lagi Freya berjalan ke arah balkon kamar, lalu mencoba untuk menelpon suaminya. Drrrtttt.....drttttBeberapa kali Freya mencoba untuk menghubungi sang suami, akan tetapi tidak ada jawaban sama sekali. Sampai membuatnya sedikit kesal dan marah. "Mas Damian kemana sih? kenapa dia tidak mengangkat telponku. Setidaknya kalau telat pulang Kabari aku. Apa dia tidak tahu. Kalau Ansel sangat merindukannya," Freya mengerutu setelah menelpon Damian hampir sampai sepuluh kali. Namun nihil tida
Rumah Sakit Medika HarapanSetelah Dokter keluar dari ruang UGD, Dave yang dari tadi sudah menunggu. Kini lelaki tampan berperawakan tinggi itu segera beranjak dari kursi tunggu. Lalu segera menghampiri dan mencecar beberapa pertanyaan. "Dokter! bagaimana keadaan ayah saya?" tanya Dave menatap tajam pada pria paruh baya berjas putih itu. Luna yang tak mau kalah, ia juga ikut menghampiri dan bertanya juga. Tepat di depan Dave. "Iya Dokter, bagaimana keadaan om Steven? tolong berikan perawatan yang sangat baik untuknya." Sambung Luna. Berharap jika Dave melihat ketulusan dan kepeduliannya. Dokter Harun menghela nafas panjang, lalu mulai menjawab pertanyaan Dave dan juga Luna. "Pasien mengalami serangan jantung ringan, beliau tidak boleh tersulut emosi atau pun jangan membuatnya banyak pikiran, karena akan mempengaruhi kesehatannya. Dan bisa saja berakibat fatal, jadi sebaiknya tolong jaga emosi dan tensi darahnya." Imbuh sang Dokter. Dave bernafas lega, setelah mengetahui kondisi s
Sepulangnya Freya dari kantor, ia baru saja membuka pintu rumahnya dengan perasaan yang kesal serta tubuh yang lelah dan lesu. Melihat Damian yang sedang bermain bersama Ansel. Membuat Freya terkejut. "Dady, main bola." Ansel meracau dengan nada gemasnya, lalu kedua tangan mungilnya berusaha meraih wajah sang ayah. "Ayo main bola dengan Dady, lihatlah Dady membawa oleh-oleh untukmu." Damian begitu sayang pada putranya itu. Sampai ia baru sadar jika sang istri baru datang. "Freya, kamu baru pulang. Lihat aku membawakan oleh-oleh, kemarin aku keluar kota jadi tidak pulang," ucap Damian lalu menghampiri Freya. Akan tetapi Freya malah seolah tak peduli, setelah menyapa Ansel dia pergi ke kamar. Melihat sikap Freya yang terlihat tidak seperti biasanya, membuat Damian terkejut dan terheran. Apa yang membuat istrinya yang seperti itu. Meskipun ragu Damian memberanikan diri untuk bertanya. "Nona Freya tolong jawab aku, kenapa kamu menghindar? apa kamu marah karena semalam aku tidak pulan
Pagi hari yang cerah, Damian yang sudah bangun lebih awal. Lelaki berparas tampan itu tengah asik mengajak main bola putra kesayangannya. "Ansel! ayo jagoan kecil belajar tendang bolanya ke arah Dady," Panggil Damian seraya melambaikan kedua tangan besarnya. "Dady!" celoteh Ansel seraya menendang bola kecil yang berada tepat di depan kaki mungil. bocah kecil yang baru berusia dua tahunan lebih itu, tampak sangat antusias dan senang sekali saat bermain dengan ayahnya. Freya yang baru saja bangun, dengan masih memakai piyama, ia berdiri mematung saat melihat Ansel yang terlihat bahagia saat bersama dengan sang suami. "Ansel sangat bahagia dengan dia, lalu apakah aku akan tetap hidup bersama dengan Damian?" Freya bertanya-tanya dalam hati, dengan penuh kebimbangan ke arah Ketika Damian dan Vano memainkan bola kecil lagi, tiba-tiba bola itu menggelinding ke arah Freya. Dan Damian baru tahu jika istrinya sudah bangun. "Freya, kamu sudah bangun?" tanya Damian menatap wajah wanita yang
Khatrine terlihat begitu antusias dan senang, saat di persilahkan masuk ke dalam ruangan pemilik perusahaan terbesar kedua di kota itu. "Nona Khatrine, tuan ada di dalam anda boleh menemuinya," ucap sang asisten pemilik perusahaan itu. "Baiklah terima kasih," Kahtrine yang sudah berpenampilan sexy pun, kini ia meraih cermin Kecil yang selalu ia bawa dari dalam tas selempangnya. Untuk memastikan jika penampilan sudah sempurna. Lalu tanpa membuang waktu lagi masuk ke dalam. Terlihat seorang pria bernama Ervan, yang tengah duduk di kursi kebesarannya menatap ke arahnya. Dengan tatapan mata genit. Saat Khatrine berjalan dengan sangat menggoda dengan balutan dress yang terbuka. "Selamat siang tuan Ervan," Khatrine menyapa Ervan, lalu mendekati pria yang sudah menjadi gebetan baru. Ervan menatap Khatrine dari bawah sampai ke atas, sembari menyangkup dagu dengan kedua tangan. "Akhirnya nona Khatrine benar datang, bagaimana dengan penawaran-ku? Apa nona sudah memikirkannya." Ervan bertan
"Aaaahhh tuan Ervan, pelan sedikit." desah Khatrine seraya mengigit bibir atasnya , meringis kesakitan saat berada di bawah kukungan tubuh pria yang baru-baru ini sudah ia targetkan sebagai gebetan barunya. "Hm, punyamu sempit sekali Nona Khatrine," Ervan meracau si sela-sela erangannya. Ketika mempercepat ritme pompaan tubuhnya. Kedua insan itu pun tengah bercinta, dengan begitu liar. Di sebuah ranjang besar berukuran king size itu. Demi mencapai tujuannya Khatrine rela mengkhianati cinta Hellian. Karena ia begitu ingin masuk ke dalam club desainer internasional seperti Freya. "Aku harus bisa menjerat Ervan! dia mempunyai power yang lumayan seperti tuan Dave Alexander. Tidak peduli apa pun yang dia inginkan akan aku berikan padanya, selama itu menguntungkan." Batin Khatrine. Dengan kedua jemari meremas kepala Ervan. Mereka mengeluarkan desahan dan erangan secara bersamaan, sama-sama menikmati pergulatan di atas ranjang itu. Apa lagi Ervan dia seorang Casanova yang sering bergonta-
"Ayah, bagaimana keadaan ayah. Sekarang sudah membaik kan?" tanya Dave, yang baru saja sampai di ruang rawat sang ayah. Luna yang baru masuk, ia sengaja membawa beberapa makanan dari restoran. Yang sengaja ia beli untuk Dave dan juga tuan Steven. Wanita itu berharap jika sikap baiknya itu di terima dengah baik, dan menjadi kriteria untuk menjadi seorang menantu dari keluarga Steven Alexander, keluarga terpandang di seluruh kota dan dunia perbisnisan. "Dasar anak tidak berbakti! apa kau tidak lihat jika ayahmu ini masih sakit. Tapi kau malah keluyuran setelah bekerja." Bentak tuan Steven sembari berusaha menggeser tubuhnya untuk bersandar.Dave segera membantu sang ayah, lalu menyandarkannya. "Maafkan aku ayah, banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan." Jelas Dave. Luna tersenyum, ia berjalan menghampiri Dave dengan penuh semangat. Berharap jika sikap baik dan perhatiannya akan membuat hati lelaki yang akan menjadi tunangannya itu luluh. "Om, mas Dave. Lihat aku sudah membeli maka
"Huuuuaaa Daddyyyy..." Tangis Ansel yang terus menangis, di pangkuan Freya. Freya merasa tak tega. ia berusaha untuk membujuk putra kesayangannya itu. "Jangan nangis sayang, nanti Dady pulang ya." Ucap Freya seraya mengusap air mata Ansel dan membelai rambutnya. Ansel seolah tidak percaya. Bocah kecil itu terus merengek dan tetap Kekeuh ingin bermain dengan sang ayah. Damian yang baru saja sampai rumah, ia terkejut saat mendengar suara putranya yang begitu lantang terdengar ke luar rumah. "Ansel!" gumam Damian lalu segera menekan bel rumah. TingBi Marni segera membuka pintu, dan begitu senang saat tuannya datang di waktu yang sangat tepat. "Tuan, akhirnya anda pulang juga," sapa bi Marni. "Iya bi, di mana Ansel sekarang?" "Ada di kamar nyonya."Tanpa membuang waktu lagi, Damian segera berjalan ke lantai atas menuju kamar Freya baru membawa beberapa paperbag di tangannya, berharap putranya akan menyukai beberapa mainan yang sengaja ia beli."Ansel!" panggil Damian. Freya yang se
Satu hari kemudian, Di sebuah gedung besar dan mewah terlihat dekorasi pernikahan yang sangat mewah, semua para pelayan tengah sibuk menyambut para tamu yang sudah berlalu lalang menghadiri pesta. Hari ini Luna sangat bahagia karena akhirnya rencana tinggal satu langkah lagi akan berhasil, selain akan menyandang status sebagai nyonya Dave, ia juga sudah tak sabar ingin segera mewujudkan keinginan ayahnya. "Akhirnya Dave mau menikah denganku, semua teman-temanku pasti sangat iri karena aku berhasil menaklukkan seorang CEO terkaya dan tertampan di seluruh kota," Racau Luna dalam hati sembari tersenyum miring. Saat masih duduk di meja rias. Kedua tenaga MUA pun memuji dirinya yang terlihat cantik. "Wah, nona Luna sangat cantik sekali dengan gaun pengantin ini," kata kedua MUA itu memuji Luna. "Heh, tentu saja aku sangat cantik. Dan lagi pula tidak ada wanita lain yang pantas menjadi istri Dave selain aku," Luna mengangkat wajah dengan penuh kesombongan diri. Kedua wanita itu seseka
Dave melepaskan tangan Luna, dengan emosi yang terus dia tahan. Mengingat wanita yang ada di depannya itu yang sangat licik dan penuh dengan sebuah obsesi. "Bagaimana gaun pengantinku ini? bagus tidak mas?" Luna melontarkan pertanyaan untuk yang kedua kalinya berharap Dave akan terpesona dengan kecantikan dirinya. "Hm, lumayan juga. Aku sangat lelah dan ingin beristirahat dulu," Dave sengaja menghindar. Tentu saja Luna terlihat sangat kecewa. "Tapi mas, kamu juga harus mencoba tuxedo juga aku ingin melihatnya," Pinta Luna penuh harap. Tapi Dave tidak menggubrisnya dan malah berjalan ke arah kamarnya yang berada di lantai atas. Luna mendengus kesal, saat melihat sikap Dave yang sama sekali belum berubah padahal mereka akan menikah beberapa jam lagi. "Sial! kenapa dia terus tidak memandangku? tapi aku tidak peduli. Yang jelas sebentar lagi aku akan menjadi nyonya Dave dan kekayaan keluarga Wijaya sebentar lagi bisa berada di dalam kendaliku," geram Luna dalam hati dengan penuh keya
Freya masih bergeming, memang semua perkataan Dave ada benarnya. Seharusnya dia senang saat semua perkataan pria yang ada di depannya itu memang ada benarnya. Tapi jauh dari lubuk hatinya. Wanita cantik itu seolah tidak rela saat membayangkan Dave bersama dengan wanita lain. "Besok aku akan menikah, jadi jika berkenan kamu boleh menghadiri pesta. Mengenai putra kita jangan khawatir Ansel tetaplah putraku dan ikutan darah tidak akan pernah bisa terpisahkan," ungkap Dave lalu ia pergi. Freya menggelengkan kepala, saat melihat Dave pergi begitu saja tanpa menoleh padanya lagi, ingin Freya memanggil dan mengatakan agar Dave tidak pergi, tapi entah kenapa bibirnya seah terkunci. "Kenapa! kenapa hatiku terasa sangat sakit, aku tidak bisa membayangkan dia bersanding dengan wanita lain," Freya menggerutu dalam hati. Dave dengan langkah yang berat, dia seolah tak tega saat melihat kesedihan yang terpancar di wajah wanita yang sangat dia cintai. Tapi demi meyakinkan sang ayah. Lelaki tampan
"Apa yang ingin kau bicarakan nyonya Margaretha?" tanya Dave menatap tajam pada ibu tiri Freya. Margaretha yang sedikit ragu pun mulai mengatakan permintaannya. Berharap Dave mau mengabulkan. "Tuan Dave, maafkan saya karena telah lancang, tapi saya hanya ingin memohon tolong cabut laporan anda untuk Melisa. Putri ibu hanya terhasut oleh Khatrine yang menyuruhnya untuk mencuri desain milik Freya, Tante mohon bagaimana pun juga kita pernah menjadi satu keluarga, jadi tolong bebaskan Melisa," Margaretha memohon dengan netra yang berkaca-kaca. Mengingat perlakuan ibu tirinya pada Freya, membuat Dave enggan untuk menanggapi permintaan wanita paruh baya itu "Hm, maaf tante. Melisa sudah berbuat yang melanggar hukum. Jadi mau tidak mau dia harus mempertanggung jawabkan semua perbuatannya. Dan bukankah Tante juga sudah memakan uang dari Khatrine," Sindir Dave, lalu ia pergi begitu saja meninggalkan nyonya Margaretha. Dan kembali berjalan menuju ke kamar Freya, yang berada tidak jauh dari
Freya merasa terharu, saat melihat jagoan kecilnya tampak begitu bahagia saat bersama dengan ayah kandungnya. Setelah sekian lama mereka tak bertemu. "Ayo! Dady, berikan bolanya pada Ansel, bial Ansel yang menendangnya," celoteh Ansel, yang tak henti-hentinya bermain dengan Dady kesayangannya. Rasa sesak di dada Freya semakin terasa, saat melihat kedua orang yang sangat berharga dalam hidupnya, tengah tertawa bahagia bersama. Membuat wanita cantik itu merasa bersalah. "Ansel sangat bahagia, sampai ia menahan rasa sakitnya setelah demam kemarin," Lirih Freya dalam hati. Seraya memegang dadanya dengan tangan kanan. Mengingat Dave yang tinggal beberapa jam lagi akan menikahi wanita lain, membuat Freya rasanya tidak sanggup untuk membayangkan pria yang dulu selalu menyayangi dan memanjakan diri akan di miliki oleh wanita lain untuk seumur hidupnya. "Tidak! ada apa denganmu Freya? bukankah selama ini kamu yang meminta cerai dari mas Dave. Tapi sekarang kenapa malah kamu sendiri juga y
Dave sangat terkejut, saat melihat satu pesan masuk dari Freya, waktu yang sangat ia cintai dan ia sayangi dengan sepenuhi hati melebihi dari apa pun. "Freya," Dave begitu antusias, dengan cepatnya ia meraih dan membuka sebuah pesan chat dari ponselnya dan...Kedua bola mata Dave membulat saat membaca sebuah pesan yang menohok dari Freya, yang membuat hatinya sedikit sedih. Walaupun dia tahu jika saat ini Freya dalam keadaan suasana hati yang sangat buruk dan sedang marah besar pada dirinya. "Tuan Dave, yang terhormat. Aku tahu anda saat ini pasti sedang sibuk mempersiapkan pernikahanmu dengan wanita pilihan keluargamu, tapi setidaknya kau sempat waktu untuk melihat putramu yang selalu menangis mencari dirimu," sindir Freya dalam pesannya. Bahkan Dave sangat terkejut, saat melihat foto Ansel yang sedang menangis meraung-raung memanggil namanya, membuat lelaki berparas tampan yang memiliki sejuta pesona itu pun tercengang dan merasa bersalah. "Anssel," Tanpa membuang waktu lagi, D
Setelah pulang dari butik, Freya berjalan dengan tatapan kosong, tubuhnya seolah melayang setelah turun dari taxi. Wanita cantik melewati sebuah taman yang terlihat sepi yang hanya di kunjungi oleh beberapa pasangan kekasih yang ada di sana. Sebagai seorang wanita biasa, Freya tidak bisa memungkiri jika dirinya begitu terpukul saat membaca kartu undangan pernikahan pria yang masih sangat dia cintai. "Kenapa mas Dave, kenapa kamu begitu tega padaku, aku pikir kamu adalah pria yang berbeda dengan pria yang lain, tapi ternyata..." Gumam Freya yang tak sanggup lagi menuntaskan semua perkataannya yang penuh dengan kekecewaan, dengan kenyataan yang adanya. Tak ingin orang lain melihat kesedihannya, Freya terduduk di kursi taman dalam suasana yang tengah gerimis. Seolah dunia pun ikut merasakan kesedihannya. Apa lagi saat ia juga mengingat saat-saat moment manis saat dia dan Dave melewati hari dengan sangat indah dan kesederhanaan, di mana saat ini tengah Freya rindukan lagi. "Mas Dave!
Tubuh Freya gemetar hebat, saat menerima undangan pernikahan Dave. Padahal jauh dari lubuk hati yang sangat dalam dia masih sangat mencintainya. "Aku gak habis pikir mas ternyata kamu benar-benar akan menikahi wanita itu? kamu bilang kamu tidak mencintai dia tapi sekarang kenapa malah ada undangan pernikahan ini," lirih Freya dalam hati yang sangat tak rela. Mandy dan Raka yang masih duduk saling berhadapan, mereka menyergitkan dahi dan menatap ke arah sahabatnya yang masih berdiri mematung di depan pintu. "Freya! kenapa malah bengong, siapa pria tadi? dan apa yang sedang kamu pegang itu?" Mandy mencecar Freya dengan beberapa pertanyaan karena merasa sangat penasaran. Freya yang masih bergeming pun, seketika wanita cantik itu terbuyar dari lamunannya dengan kedua bola mata yang berkaca-kaca, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh Mandy. "A-aku tidak papa, kalian lanjutkan saja makanya, aku ingin ke toilet dulu," jawab Freya yang berusaha untuk mengalihkan topik pembicar
Mandy tidak ingin melihat Freya lebih sedih lagi, tanpa membuang waktu lagi mereka berdua segera memasuki butik tempat di mana Freya kembali meniti kariernya. "Wah, ternyata ini butikmu Freya? sungguh sangat besar dan unik sekali, benar-benar hebat. Sekarang kamu bahkan bisa mandiri membangun bisnis dari skill sendiri," sanjung Mandy yang takjub dengan bisnis baru mantan junior yang sekarang menjadi sahabatnya. "Iya, aku juga hanya iseng saja setelah mengetahui kebohongan mas Dave dan perlakuan Hellian yang tidak adil padaku membuat aku tidak ingin lagi menjadi seorang desainer di perusahaan orang lain," lirih Freya dalam hati. Mandy ikut sedih saat mendengar semua perkataan Freya, yang memang sulit untuk di maafkan. Tapi sebagai seorang sahabat dan sesama wanita Mandy tak ingin Freya larut dalam kesedihannya dan dia berusaha untuk tetap menghiburnya. "Sudah jangan bersedih lagi, aku ke sini ingin melihat semua karyamu Freya. Oh ya beberapa hari lagi tuan Dave akan menikah dengan