Ketika Damian masih sibuk menyiapkan teh hangat, Freya yang mulai merasakan rasa mual. Kini ia meraih tasnya dan mencoba untuk mencari obat pereda mual yang di berikan oleh Dokter beberapa hari yang lalu. "Dimana ya obatnya? ko tidak ada," Freya kebingungan saat mencari obat yang tidak ia temukan juga. Beberapa kali ia membuka tasnya lagi tetap tidak ada. Freya mulai gelisah dan cemas. Karena tanpa meminum obat pereda itu pasti kehamilannya akan di ketahui oleh Damian. Ketika Freya masih mencari dengan berjalan mondar-mandir, sambil mengingat-ingat di mana pil itu di taruh olehnya. Damian yang baru datang pun terheran. "Nona Freya, apa yang sedang anda cari?" Damian berjalan menghampiri sembari membawa segelas teh hangat di atas nampan yang dia bawa. Freya terkejut, saat Damian yang tiba-tiba saja datang. Sebisa mungkin ia tetap tenang dan mencoba untuk mencari jawaban yang tepat agar tidak di curigai.."A-aku tidak papa, tidak ada yang sedang aku cari ko, mungkin hanya perasaanmu
"Kamu kenapa nak, kenapa terlihat bete sekali?" Tanya Margaretha yang terlihat begitu keheranan, ketika melihat Melisa marah-marah sendiri tidak jelas. Melisa pun memutar badan, lalu meluapkan keluh kesahnya pada sang ibu. Tentang pria yang sudah cukup lama ia targetkan. "Aku sedang kesal Bu, bagaimana bisa jalang kecil Freya itu begitu dekat dengan tuan Dave. Berani sekali dia mau bersaing untuk berebut satu pria yang sama denganku, padahal dia kan sudah punya suami si tukang kain itu, apa dia masih belum cukup punya satu pria," geram Melisa, mengingat Freya dengan penuh kebencian. Tentu saja Margaretha pun ikut geram dan semakin memanasi putrinya. Agar tidak kalah dengan Freya. "Dasar anak tidak tahu diri, berani sekali dia. Melisa kamu bilang dia kerja satu kantor denganmu? kenapa kamu tidak membuat dia di pecat saja, dengan begitu tidak ada wanitayang g menghalangi rencanamu untuk mendekati tuan Dave Alexander," bisik Margaretha yang sengaja menghasut putrinya. Melisa terdiam
"Nona Khatrine katakan padaku, sebenarnya kamu ada perlu apa menemuiku?" Tanya Dave dengan nada ketus dan dingin. Kathrine yang tidak tahu malu pun, ia menghampiri lalu menggerayangi dada bidang Dave dengan begitu agresif. "Tentu saja aku ingin tuan Dave mempertimbangkan desain yang aku ajukan dulu." bisik Khatrine. Dave menghela nafas kasar, lalu menepis kedua tangan Khatrine yang terus menganggu dirinya. Lelaki tampan itu beranjak dari tempat duduk lalu menatap tajam ke arah Khatrine. "Katakanlah aku tidak punya banyak waktu, dan sebaiknya kamu duduk dengan sopan." Bentak Dave yang sengaja menegur wanita yang seolah-olah ingin menggodanya.Khatrine terdiam, baru kali ini dia melihat dan mendengar seorang pria membentak dan menegurnya. Tapi dia tidak peduli yang penting niat dah tujuannya harus terwujud. "Tuan Dave tidak usah marah, aku ke sini hanya untuk menemui anda. Dan ingin tahu bagaimana menurut anda tentang desainku. Aku pikir rancanganku lebih bagus dari pada milik Freya
Setelah melihat apa khasiat dari brosur botol kecil yang ia pegang, Dave sangat terkejut karena obat itu ternyata obat pereda mual untuk wanita yang tengah hamil muda. "Obat pereda mual? jadi Freya sedang hamil? dan dia sama sekali tidak memberitahu aku?" Dave bertanya-tanya dalam hati dengan penuh keheranan. Bagaimana bisa Freya merahasiakan tentang kehamilannya. Karena ingin memastikan, Dave akhirnya ingin menemui Freya. Akan tetapi langkahnya terhenti saat mengingat jika dirinya saat ini bukanlah sebagai Damian. "Ck, sial. Bagaimana bisa aku lupa. Aku sekarang sedang berada di kantor." Dave merutuki dirinya sendiri. Sembari menepuk jidat. Baru saja lelaki tampan itu kembali ke kursi kebesarannya. Tiba-tiba saja seseorang mengetuk pintu. Tok...tok..."Siapa?" tanya Dave dari dalam. "Ini saya tuan, Freya. Saya ingin memberikan sample desain yang anda minta kemarin," jawab Freya yang masih berada di balik pintu. Dave terkejut, dengan cepatnya ia merapihkan diri agar tidak membua
Khatrine masih kesal dan marah, setelah ia di usir oleh Dave. Rencana yang sudah ia susun malah sama sekali tidak berhasil. "Aakkkh, sial. Kenapa pria itu tidak mudah untuk di goda. Padahal semua pria hampir bertekuk lutut di bawah kakiku," teriak Khatrine melempar beberapa barang-barang yang ada di kamarnya. Hellian yang baru saja datang pun terlihat sangat marah, ketika melihat kekasihnya tengah uring-uringan. "Khatrine!" panggil Hellian, dengan nada suara tinggi. Seketika Khatrine tersontak, wanita itu melihat ke arah sumber suara yang berada tepat di belakangnya. "Sayang! kamu baru datang," sapa Khatrine lalu segera menghampiri Hellian, dan sengaja menggerayangi dada bidang pria itu. "Kamu berani sekali berbohong padaku, dan berani pergi menemui pria lain tanpa seijin ku!" Hardik Hellian sembari menepis kasar tangan Khatrine dari lengannya. Khatrine terkejut, saat melihat Hellian yang begitu marah, seolah-olah ingin membunuhnya. Bahkan baru kali ini Hellian semarah itu padan
Freya segera mejaga jarak, ketika Damian tak sengaja menyentuh tangannya. "Aku bisa sendiri, " tolak Freya. Lalu segera mencicipi beberapa makanan yang terlihat cukup enak. Damian yang tidak bisa memaksa pun hanya bisa melihat sang istri, yang perlahan mulai memakan masakannya, yang terlihat cukup rakus. Hingga membuat ia tersenyum kecil secara spontan. "Bagaimana, nona suka tidak dengan makanan ini semua. Selain masakan ini sehat ini juga sangat bermanfaat besar untuk wanita yang tengah hamil muda," celetuk Damian tanpa sadar. Seketika Freya yang tengah lahap makan, tiba-tiba saja tersedak. Ketika mendengar perkataan suaminya itu. "Huks, apa kamu bilang tadi? hamil, memangnya siapa yang hamil," tanya Freya dengan nada sinis dan tidak suka. Damian yang begitu khawatir dengan cepatnya ia meraih, lalu memberikan segelas air putih pada Freya dengan sangat lembut. "Nona tenanglah, minumlah dulu," Damian memberikan segelas air minum, lalu Freya pun terpaksa menerima tawaran baiknya ka
Setibanya di rumah sakit, Damian yang baru saja tiba. Di sambut oleh beberapa suster yang ada di sana. Para wanita berseragam serba putih itu pun segera membawa sebuah brankar. "Suster! tolong segera tangani istri saya," Pinta Damian yang terlihat begitu panik."Baik tuan, anda tidak usah cemas. Silahkan baringkan pasien agar kami segera memeriksanya," sahut sang suster. Damian pun mematuhi aturan, lalu dengan pelannya membaringkan Freya di atas brankar, dengan penuh kelembutan dan sangat hati-hati. Freya yang tiba-tiba merasa sakit pun mulai merengek dan tak tahan. "Aakkh, sakit sekali," Keluhnya. "Nona tenanglah, tidak akan terjadi apa-apa bersabarlah." Bujuk Damian seraya membelai wajah sang istri. Freya yang merasa perutnya sedikit keram pun hanya bisa mengangguk. Dan mendengarkan perkataan Damian. "Hm, tapi perutku tiba-tiba saja begitu mual dan sakit sekali," rengek Freya. "Iya, bersabarlah. Suster cepat kalian tolong istriku," bentak Damian yang tak kalah panik. "Baiklah
"Pasien hanya terlalu lelah, tidak ada masalah yang serius. Di saat usia kehamilan muda memang selalu begitu. Jadi kalian tidak perlu khawatir. Hanya saja kalau bisa pasien jangan terlalu lelah, apa lagi melakukan pekerjaan yang berat." Imbuh sang Dokter mengingatkan. Damian dan tuan Hermawan bernafas lega, setelah mendengarkan penjelasan Dokter. "Syukurlah," gumam Damian. Begitu juga dengan tuan Hermawan, walaupun ia masih marah pada Freya. Akan tetapi hatinya begitu cemas dan khawatir. "Kau harus menjaga Freya dengan baik, jika tidak aku tidak akan memaafkan mu,," peringat Hermawan pada Damian. Damian pun mengangguk lalu mengiyakan semua perkataan ayah mertuanya. "Tentu saja ayah, ayah tidak usah khawatir karena bagaimana pun Freya adalah istri saya dan sudah menjadi tanggung jawab saya untuk melindunginya," balas Damian dengan penuh keyakinan. Melisa dan Margaretha saling menatap satu sama lain, ketika Damian begitu meyakinkan tuan Hermawan dengan begitu serius. "Bu, aku tida
Satu hari kemudian, Di sebuah gedung besar dan mewah terlihat dekorasi pernikahan yang sangat mewah, semua para pelayan tengah sibuk menyambut para tamu yang sudah berlalu lalang menghadiri pesta. Hari ini Luna sangat bahagia karena akhirnya rencana tinggal satu langkah lagi akan berhasil, selain akan menyandang status sebagai nyonya Dave, ia juga sudah tak sabar ingin segera mewujudkan keinginan ayahnya. "Akhirnya Dave mau menikah denganku, semua teman-temanku pasti sangat iri karena aku berhasil menaklukkan seorang CEO terkaya dan tertampan di seluruh kota," Racau Luna dalam hati sembari tersenyum miring. Saat masih duduk di meja rias. Kedua tenaga MUA pun memuji dirinya yang terlihat cantik. "Wah, nona Luna sangat cantik sekali dengan gaun pengantin ini," kata kedua MUA itu memuji Luna. "Heh, tentu saja aku sangat cantik. Dan lagi pula tidak ada wanita lain yang pantas menjadi istri Dave selain aku," Luna mengangkat wajah dengan penuh kesombongan diri. Kedua wanita itu seseka
Dave melepaskan tangan Luna, dengan emosi yang terus dia tahan. Mengingat wanita yang ada di depannya itu yang sangat licik dan penuh dengan sebuah obsesi. "Bagaimana gaun pengantinku ini? bagus tidak mas?" Luna melontarkan pertanyaan untuk yang kedua kalinya berharap Dave akan terpesona dengan kecantikan dirinya. "Hm, lumayan juga. Aku sangat lelah dan ingin beristirahat dulu," Dave sengaja menghindar. Tentu saja Luna terlihat sangat kecewa. "Tapi mas, kamu juga harus mencoba tuxedo juga aku ingin melihatnya," Pinta Luna penuh harap. Tapi Dave tidak menggubrisnya dan malah berjalan ke arah kamarnya yang berada di lantai atas. Luna mendengus kesal, saat melihat sikap Dave yang sama sekali belum berubah padahal mereka akan menikah beberapa jam lagi. "Sial! kenapa dia terus tidak memandangku? tapi aku tidak peduli. Yang jelas sebentar lagi aku akan menjadi nyonya Dave dan kekayaan keluarga Wijaya sebentar lagi bisa berada di dalam kendaliku," geram Luna dalam hati dengan penuh keya
Freya masih bergeming, memang semua perkataan Dave ada benarnya. Seharusnya dia senang saat semua perkataan pria yang ada di depannya itu memang ada benarnya. Tapi jauh dari lubuk hatinya. Wanita cantik itu seolah tidak rela saat membayangkan Dave bersama dengan wanita lain. "Besok aku akan menikah, jadi jika berkenan kamu boleh menghadiri pesta. Mengenai putra kita jangan khawatir Ansel tetaplah putraku dan ikutan darah tidak akan pernah bisa terpisahkan," ungkap Dave lalu ia pergi. Freya menggelengkan kepala, saat melihat Dave pergi begitu saja tanpa menoleh padanya lagi, ingin Freya memanggil dan mengatakan agar Dave tidak pergi, tapi entah kenapa bibirnya seah terkunci. "Kenapa! kenapa hatiku terasa sangat sakit, aku tidak bisa membayangkan dia bersanding dengan wanita lain," Freya menggerutu dalam hati. Dave dengan langkah yang berat, dia seolah tak tega saat melihat kesedihan yang terpancar di wajah wanita yang sangat dia cintai. Tapi demi meyakinkan sang ayah. Lelaki tampan
"Apa yang ingin kau bicarakan nyonya Margaretha?" tanya Dave menatap tajam pada ibu tiri Freya. Margaretha yang sedikit ragu pun mulai mengatakan permintaannya. Berharap Dave mau mengabulkan. "Tuan Dave, maafkan saya karena telah lancang, tapi saya hanya ingin memohon tolong cabut laporan anda untuk Melisa. Putri ibu hanya terhasut oleh Khatrine yang menyuruhnya untuk mencuri desain milik Freya, Tante mohon bagaimana pun juga kita pernah menjadi satu keluarga, jadi tolong bebaskan Melisa," Margaretha memohon dengan netra yang berkaca-kaca. Mengingat perlakuan ibu tirinya pada Freya, membuat Dave enggan untuk menanggapi permintaan wanita paruh baya itu "Hm, maaf tante. Melisa sudah berbuat yang melanggar hukum. Jadi mau tidak mau dia harus mempertanggung jawabkan semua perbuatannya. Dan bukankah Tante juga sudah memakan uang dari Khatrine," Sindir Dave, lalu ia pergi begitu saja meninggalkan nyonya Margaretha. Dan kembali berjalan menuju ke kamar Freya, yang berada tidak jauh dari
Freya merasa terharu, saat melihat jagoan kecilnya tampak begitu bahagia saat bersama dengan ayah kandungnya. Setelah sekian lama mereka tak bertemu. "Ayo! Dady, berikan bolanya pada Ansel, bial Ansel yang menendangnya," celoteh Ansel, yang tak henti-hentinya bermain dengan Dady kesayangannya. Rasa sesak di dada Freya semakin terasa, saat melihat kedua orang yang sangat berharga dalam hidupnya, tengah tertawa bahagia bersama. Membuat wanita cantik itu merasa bersalah. "Ansel sangat bahagia, sampai ia menahan rasa sakitnya setelah demam kemarin," Lirih Freya dalam hati. Seraya memegang dadanya dengan tangan kanan. Mengingat Dave yang tinggal beberapa jam lagi akan menikahi wanita lain, membuat Freya rasanya tidak sanggup untuk membayangkan pria yang dulu selalu menyayangi dan memanjakan diri akan di miliki oleh wanita lain untuk seumur hidupnya. "Tidak! ada apa denganmu Freya? bukankah selama ini kamu yang meminta cerai dari mas Dave. Tapi sekarang kenapa malah kamu sendiri juga y
Dave sangat terkejut, saat melihat satu pesan masuk dari Freya, waktu yang sangat ia cintai dan ia sayangi dengan sepenuhi hati melebihi dari apa pun. "Freya," Dave begitu antusias, dengan cepatnya ia meraih dan membuka sebuah pesan chat dari ponselnya dan...Kedua bola mata Dave membulat saat membaca sebuah pesan yang menohok dari Freya, yang membuat hatinya sedikit sedih. Walaupun dia tahu jika saat ini Freya dalam keadaan suasana hati yang sangat buruk dan sedang marah besar pada dirinya. "Tuan Dave, yang terhormat. Aku tahu anda saat ini pasti sedang sibuk mempersiapkan pernikahanmu dengan wanita pilihan keluargamu, tapi setidaknya kau sempat waktu untuk melihat putramu yang selalu menangis mencari dirimu," sindir Freya dalam pesannya. Bahkan Dave sangat terkejut, saat melihat foto Ansel yang sedang menangis meraung-raung memanggil namanya, membuat lelaki berparas tampan yang memiliki sejuta pesona itu pun tercengang dan merasa bersalah. "Anssel," Tanpa membuang waktu lagi, D
Setelah pulang dari butik, Freya berjalan dengan tatapan kosong, tubuhnya seolah melayang setelah turun dari taxi. Wanita cantik melewati sebuah taman yang terlihat sepi yang hanya di kunjungi oleh beberapa pasangan kekasih yang ada di sana. Sebagai seorang wanita biasa, Freya tidak bisa memungkiri jika dirinya begitu terpukul saat membaca kartu undangan pernikahan pria yang masih sangat dia cintai. "Kenapa mas Dave, kenapa kamu begitu tega padaku, aku pikir kamu adalah pria yang berbeda dengan pria yang lain, tapi ternyata..." Gumam Freya yang tak sanggup lagi menuntaskan semua perkataannya yang penuh dengan kekecewaan, dengan kenyataan yang adanya. Tak ingin orang lain melihat kesedihannya, Freya terduduk di kursi taman dalam suasana yang tengah gerimis. Seolah dunia pun ikut merasakan kesedihannya. Apa lagi saat ia juga mengingat saat-saat moment manis saat dia dan Dave melewati hari dengan sangat indah dan kesederhanaan, di mana saat ini tengah Freya rindukan lagi. "Mas Dave!
Tubuh Freya gemetar hebat, saat menerima undangan pernikahan Dave. Padahal jauh dari lubuk hati yang sangat dalam dia masih sangat mencintainya. "Aku gak habis pikir mas ternyata kamu benar-benar akan menikahi wanita itu? kamu bilang kamu tidak mencintai dia tapi sekarang kenapa malah ada undangan pernikahan ini," lirih Freya dalam hati yang sangat tak rela. Mandy dan Raka yang masih duduk saling berhadapan, mereka menyergitkan dahi dan menatap ke arah sahabatnya yang masih berdiri mematung di depan pintu. "Freya! kenapa malah bengong, siapa pria tadi? dan apa yang sedang kamu pegang itu?" Mandy mencecar Freya dengan beberapa pertanyaan karena merasa sangat penasaran. Freya yang masih bergeming pun, seketika wanita cantik itu terbuyar dari lamunannya dengan kedua bola mata yang berkaca-kaca, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh Mandy. "A-aku tidak papa, kalian lanjutkan saja makanya, aku ingin ke toilet dulu," jawab Freya yang berusaha untuk mengalihkan topik pembicar
Mandy tidak ingin melihat Freya lebih sedih lagi, tanpa membuang waktu lagi mereka berdua segera memasuki butik tempat di mana Freya kembali meniti kariernya. "Wah, ternyata ini butikmu Freya? sungguh sangat besar dan unik sekali, benar-benar hebat. Sekarang kamu bahkan bisa mandiri membangun bisnis dari skill sendiri," sanjung Mandy yang takjub dengan bisnis baru mantan junior yang sekarang menjadi sahabatnya. "Iya, aku juga hanya iseng saja setelah mengetahui kebohongan mas Dave dan perlakuan Hellian yang tidak adil padaku membuat aku tidak ingin lagi menjadi seorang desainer di perusahaan orang lain," lirih Freya dalam hati. Mandy ikut sedih saat mendengar semua perkataan Freya, yang memang sulit untuk di maafkan. Tapi sebagai seorang sahabat dan sesama wanita Mandy tak ingin Freya larut dalam kesedihannya dan dia berusaha untuk tetap menghiburnya. "Sudah jangan bersedih lagi, aku ke sini ingin melihat semua karyamu Freya. Oh ya beberapa hari lagi tuan Dave akan menikah dengan