Terima kasih, bagi yang sudah mampir di novel receh ini. Jangan lupa tinggalkan komentar, dan follow akun IG aku, popy-yanni, untuk melihat visual dari Dita, dan juga Aditya.
Berpura-pura bahagia-dengan tugas yang sang atasan berikan, saat Dita membawa langka kaki nya berlalu dari dalam ruang kerja, Bos nya. Setelah menutup pintu ruangan, Dita mendadak lesuh, dengan tubuh bersandar pada badan pintu. Menolak-tawaran sang atasan, namun-dia sangat membutuhkan pekerjaan ini, dan dengan meyaikinkan Wijaya Group dengan hasil rancangan nya, diri nya bisa menjadi pegawai tetap, di perusahaan ini. Menghembuskan napas nya tegas, Dita kembali mengayunkan langka kaki nya, namun-langka kaki nya terasa berat. Menghempaskan tubuh nya, pada kursi kerja milik nya, Dita menenggelamkan wajah nya, dengan kedua tangan, yang dia lipatkan di atas kepala. Beberapa detik dengan posisi itu, akhir nya Dita kembali mengangkat wajah nya,"Aku harus bagaimana? Bahkan, mencari pekerjaan saat ini sangat sulit. Banyak di luar sana, Sarjana yang menganggur," gumam Dita, masih dengan raut wajah yang sama, "Namun, bagaimana kalau aku kembali bertemu dengan, Aditya? Bukankah-dia adalah Pres
Awan tak lagi putih, langit tak lagi biru, sebab kini malam telah kembali menyapa, dengan bulan dan bintang yang telah kembali bersinar.Lelah begitu menggorogoti tubuh nya, membuat Aditya memutuskan untuk berendam. Setelah mengisi busa sabun di dalam bathube, Aditya melangkah masuk ke dalam, dengan tubuh nya yang telah polos. Bersandar malas pada dinding bathube, menikmati sensasi aroma therapi yang begitu menenangkan. Aditya merasakan tubuh nya kini jauh lebih rileks.Memejamkan ke dua mata itu, menikmati wangi aroma therapi dari dalam busa sabun yang begitu menenangkan jiwa. Suara pintu terbuka, tak dihiraukan oleh Aditya, pria itu merasa diri nya sedang dejavu. Sekejap, Aditya tersentak, saat tiba-tiba saja ada tangan yang mengelus dada nya, dengan gerakan yang sensual. Membuka ke dua mata itu. Wajah dingin, dan juga datar, seketika memenuhi wajah tampan pria itu, saat mendapati Jeni, yang kini tengah berada di dalam bathube bersama nya."Jeni," gumam Aditya, dengan amarah yang
Satu hari kemudian. "Masuk---." Setengah teriakan yang lolos dari mulut nya, membuat daun pintu terbuka, dan menampilkan sosok Sinta di sana. "Maaf Pak, Pak Irwan nya sudah datang," ujar Sinta sopan. Mendengar, apa yang baru saja Sinta sampaikan, Aditya segera menyudahi kegiatan nya, sebab sedari tadi dirinya sudah menunggu kedatangn pria itu. "Pagi Pak," sapa Irwan, seraya menunduk sopan. "Pagi!" sahut Aditya. Pria itu segera membawa langka kaki nya menuju sofa set, di mana saat ini Irwan tengah menunggu nya, "Duduklah," lanjut Aditya, dan Irwan segera mendaratkan tubuh nya pada sebuah sofa tunggal. Setelah mendaratkan tubuh nya pada sebuah kursi, Irwan segera meletakkan map merah di atas meja, dan membalikkan posisi nya menghadap pada Aditya, "Ini Pak, model-model gaun dan juga Akcesories, yang diberikan oleh Carla." Tanpa bersuara, Aditya segera menarik map merah, dan mulai membuka nya. Pria itu terlihat begitu teliti, saat membuka lembar-demi lembar kertas, yang berisi desai
Dua hari kemudian.Tak, pernah terpikirkan oleh seorang Aditya, kalau diri nya akan kembali melihat sosok Anandita Setiawan, wanita yang telah memberi luka yang begitu dalam di hati nya. Rasa sakit yang begitu mendalam, Aditya berencana untuk membalaskandendam pada wanita itu.Lewat salah satu anak buah nya, pria itu meminta mencari informasi, tentang tempat tinggal Dita saat ini, dan siapa orang terdekat wanita itu. Sebelum, menjalankan rencana nya, Aditya ingin mengatur strategi nya dengan baik.Seringai licik tercetak di wajah tampan Aditya, saat mendapati informasi tentang orang-orang terdekat dari Dita. Dia, Lisa. Sahabat baik Dita, yang sudah seperti keluarga sendiri oleh wanita itu."Apakah kau akan menolak, saat aku menggunakan sahabat mu, sebagai titik kelemahan mu, Dita! Kau, akan benar-benar berada dalam genggaman ku sekarang, dan aku akan membuat mu benar-benar menyesal, dengan apa yang kau lakukan pada ku dulu," gerutu Aditya. Seringai licik tercetak di wajah tampan pria
Tak pernah terbayangkan oleh Dita, kalau diri nya akan kembali bersua dengan seorang Aditya Wijaya. Berusaha keras-agar pria itu tak melihat diri nya, dan mengetahui kedatangan nya kembali di kota ini, namun-nyata nya, semua nya sia-sia. Kini Aditya telah mengetahui kedatangan nya, bahkan Dita telah kembali berurusan dengan pria itu. Membeku ditempat nya, sepasang mata Dita-menerawang, penuh kekosongan. Dita-terlihat, bak seperti orang bodoh. Mengumpulkan nyawa yang tercerai berai, wanita itu menghela napas nya dalam-dalam, saat menyadari diri nya, yang kini telah dalam kendali Aditya. Apa, yang akan pria itu lakukan, Dita tidak tahu. Namun, yang bisa dia lakukan hanyalah pasrah. Beberapa membeku dalam posisi duduk nya, akhir nya Dita memutuskan untuk pulang, setelah merasa suasana hati nya sudah jauh lebih baik. Hati yang tak menentu, membuat Dita bak orang kehilangan arah. Berdiri di bibir jalan raya, tak sengaja sepasang manik mata nya mendapati keberadaan Arman, Kakak kandung d
Kembali di tuduh-akan sesuatu yang tidak pernah dia lakukan, membuat Dita kembali terusik. Aditya-terus saja menuduh nya, akan sesuatu yang tidak pernah dia lakukan sama sekali. Menghembuskan napas nya pelan, Dita berusaha untuk tetap tenang, walaupun saat ini diri nya tengah menahan kekesalan yang teramat sangat pada pria di depan nya, "Aku tidak tahu, bagaimana cara ku meyakinkan diri mu, kalau aku sama sekali tidak berselingkuh. Sudah, aku bilang sebelum nya. Hal yang membuat aku meninggalkan mu, karena aku mengirah-saat itu, kau telah kembali bersama Dina. Namun, ternyata aku salah. Dan-sekali lagi, maafkan aku. Lagi pula, sekarang kau telah menikah dengan Jeni, jadi lupakan apa yang pernah terjadi antara kita. Jeni, sangat mencintai mu, bahkan dia sudah mencintai mu sejak dulu. Jadi-aku minta, belajar lah untuk mencintai nya, dan mungkin jodoh kita berdua sampai di sini saja," lirih Dita. Menatap Aditya dengan nanar, hati nya pun perih, saat harus mengucapkan kata-kata, yang s
Puas-menangis,perlahan membalikkan tubuh nya-yang sedari tadi tidur menelungkup. Membalikkan tubuh nya pelan, wanita itu perlahan-menurunkan ke dua kaki nya, dari atas ranjang. Air mata-itu kembali membasahi kedua pipi nya, saat Dita merasakan sakit pada bagian inti nya. ISSHH! Rasa sakit itu-begitu nyata, hingga Dita mengayunkan langka kaki nya dengan sangat pelan. Mengambil pakaian-pakaian milik nya-yang tenggorok di lantai, tak membuat air mata itu berhenti menetes. Merasa sakit hati-dengan perlakuan Aditya, yang teramat sangat keterlaluan pada nya. Beberapa menit kemudian, Dita telah selesai berpakaian. Mengedarkan pandangan nya, menatap satu persatu, foto diri nya dan pria asing itu. Seketika diri nya di penuhi dengan tanda tanya. Mungkinkah-diri nya telah di jebak, agar membuat Aditya begitu membenci nya, dan kedua nya tak dapat lagi bersama. "Mungkin-kah, pria itu adalah suruhan, orang?" gumam Dita, dengan rasa penasaran yang begitu melanda diri nya. ** *** Dita telah k
Berusaha, untuk menunjukkan-kalau diri nya baik-baik saja, agar tak membuat kedua mertua nya menaru rasa curuga. Menghembuskan napas nya-tegas, Jeni-mantap membawa langka kaki nya, kembali menghampiri kedua mertua nya, yang saat ini tengah berada di pendopo."Siapa-yang menelpone, mu?" tanya Mama Nita, saat Jeni baru saja mendaratkan tubuh nya pada sebuah kursi."Bukan, siapa-siapa kok, Ma," sahut Jeni, dengan berusaha menyimpulkan senyuman, menutupi kegugupan yang melanda diri"Ohh--, Mama kira, siapa. Sebab yang Mama lihat, kamu nampak marah-marah, saat menerima telepone itu."Dan-Jeni, hanya kembali menyambut nya dengan senyuman, setelah mendengar kata-kata yang baru saja mengalir dari bibir Ibu mertua nya. ******Apartemen Dion.Setelah pergulatan panas nya-dan Dion, Jeni segera membersikan diri nya. Setelah hampir lima belis menit berada di dalam kamar mandi, kini wanita itu telah ke luar, dengan wajah yang nampak jauh lebih-segar. Namun, sekejap raut wajah itu berubah, setelah
Beberapa jam kemudianBeberapa menit menempuh perjalanan--akhirnya mobil yang membawa Dita telah kembali berada di rumahnya. Saat akan turun dari dalam mobil, mimik wajah Dita seketika berubah setelah mendapati adanya sebuah mobil asing yang terparkir di depan rumah. Melangkahkan kakinya--namun pandangan itu tak Dita putuskan dari mobil berwarna merah itu. "Dita---." Panggil suara tidak asing-membuat pandangan Dita teralihkan, dan seketika mimik wajah Dita berubah kaget--setelah mendapati siapa yang menyeruhkan namanya itu."Anita!" gumam Dita dengan tatapan tidak percayanya. Dita segera mengambil langka lebarnya menghampiri wanita yang sudah lama tidak dia temuinya itu.Namun, adanya baby Damar dalam gendongan Anita membuat antusias di dalam diri Dita hilang sekejap. "Kapan kau datang?" tanya Dita, tanpa meminta persetujuan Anita--wanita itu segera mengambil alih Damar dalam gendongan sahabatnya, dan melabuhkan kecupan singkat pada pipi gembul baby Damar. "Sekitar dua puluh menit y
Kendaraan yang membawa Dita--telah terparkir di halaman depan rumah sakit. Dengan ragu, wanita bernama Anandita Setiawan itu menurunkan kedua kakinya. "Apakah perlu saya temani, Nyonya?" tanya sang sopir tiba-tiba, saat Dita tak kunjung melangkahkan kakinya ke dalam bangunan di depannya. "Tidak perlu Pak, Bapak tunggu di sini saja," sahut Dita dengan menoleh sebentar pada sopir pribadinya, dan kembali membawa pandangan pada bangunan yang berada di depan."Baiklah Nyonya, kalau begitu saya akan memarkirkan mobil-dan menunggu anda di sana saja," ujar sang sopir memberitahu, seraya jari telunjuknya mengarah pada sebuah pohon yang rindang yang berada di dekat halaman parkir. "Baik Pak," sahut Dita, dan sang sopir segera melajukan kembali kendaraan roda empat itu. Dita menghembuskan napasnya kasar, meraup udara sebanyak mungkin--saat merasa pasukan oksigen di dalam dadanya berkurang. Suasana hatinya tiba-tiba tak karuan. Antara iya, dan tidak, untuk dirinya masuk ke dalam bangunan rum
Awan tak lagi putih, langit tak lagi biru--sebab kini bumi telah diselimuti kegelapan kala malam kembali menyapa. Angin berhembus sedikit kencang, membuat tirai yang menggelantung tertiup kala angin berhasil mencuri masuk ke dalamnya. Mendapati hal itu Dita segera menghampiri. Kedua tangannya menarik ujung gorden, dan menyatukannya dengan lebih rapat lagi. Mengedarkan pandangannya menjelajahi seisi ruangan. Suasana kamar kini sangat berbanding terbalik dengan tadi. Tadinya kamar ini sangat riuh, dengan celotehan, dan tangisan ketiga buahatinya. Namun, kini telah lenggang karena bayi-bayi miliknya sudah terlelap. Menghembuskan napasnya panjang, Dita meraup oksigen sebanyak mungkin melepas lelah yang begitu menggerogoti di tubuh. Dita merasa seperti baru saja melepaskan beban yang cukup berat. "Ternyata ada asam-manisnya," gumam Dita, dengan senyuman yang dia ukir di wajahnya. Dita memutuskan untuk kembali melihat ketiga bayinya. Menyingkap tirai tipis yang menghalangi pandangan, s
Sangat tidak keberatan untuk seorang Aditya Wijaya jika Dion memberikan putranya untuk dia asuh--sebab perasaan memiliki itu sudah ada untuk anak dari sahabat baiknya itu sejak dia lahir. Namun, yang jadi pertanyaan untuk Aditya--kenapa Dion ingin memberikan anaknya pada dia, sebab pria itu sendiri pernah meminta padanya agar Aditya mengikhlaskan Damar untuknya."Katakan padaku. Apa yang sebenarnya terjadi, sampai kau ingin memberikan Damar padaku?" tanya Aditya, dengan nada suaranya yang terdengar menuntut. Kedua alis tebal Aditya menyurut, saat pupil hitam pekat pria itu semakin tajam ketika menatap Dion. Bukan hanya Aditya saja yang dibuat kaget dengan permintaan Dion, namun Dita juga. Dirinya sama sekali tidak keberatan jika Dion memberikan putranya pada dia, dan Adtya, untuk diasuh oleh mereka. Namun, yang membuat Dita heran---sebab Dion--dulu ingin merawat putranya sendiri. "Iya, Dion. Aku sama sekali tidak masalah kalau kau memberikan Damar pada aku, dan Aditya. Aku akan mer
Baby Adrian yang sudah mabuk ASI perlahan melepaskan puting susu ibunya sendiri, dan kini sudah terlihat jauh lebih tenang dari sebelumnya. Dan saat Dita kembali menyodorkan putingnya, bayi itu kembali melepaskannya dan kini justru memasukkan gumpalan jari ke dalam mulutnya. Baby Adrian kini fokus bermain."Sepertinya dia sudah kenyang," ujar Aditya. "Iya Mas," sahut Dita membenarkan, dan wanita itu memutuskan untuk membaringkan putranya disamping saudara kembarnya. Dalam keadaan kenyang, membuat baby Adrian dan juga Adriana tak lagi rewel. Kedua bayi itu kini bermain, menendang-nendang kecil kaki mereka, ataupun mengemut jari-jarinya. Dan, kegiatan kecil yang dilakukan oleh bayi kembar itu mampu membuat perasaan kedua orang tuanya terhibur. "Mereka sangat menggemaskan ya, Dit?" ujar Aditya-dengan senyuman yang terukir di wajahnya. Sekilas menatap pada Dita, dan kembali memfokuskan pandangannya pada kedua anaknya. Aditya nampak sangat menikmati apa yang dia lakukan saat ini. "Mas-
Dua bulan kemudianWaktu berlalu begitu cepat. Tidak terasa dua bulan telah berlalu, sejak kelahiran baby Adrian, dan Adriana. Banyak hal yang telah dilewati dalam dua bulan terakhir ini. Salahsatunya Dita yang kini telah pindah dari villa, dan menempati rumah barunya, yang barus atu bulan ini dibeli oleh Aditya.Hari-hari yang dilewati Dita penuh dengan kebahagiaan. Suami yang sangat mencintainya, dan memiliki kedua anak yang semakin hari, semakin menggemaskan di matanya. Dita, seperti memiliki mainan baru-sebab sejak kehadiran baby Adrian, dan baby Adriana membuat hari-hari dari Ibu muda itu terasa jauh lebih berwarna. Namun, kadang Dita suka menemukan kerepotan kalau kedua bayi kembar itu rewel bersamaan.Dan, tanpa Dita sadari dirinya sering mengabaikan tanggung jawabnya sebagai seorang istri. Seperti biasa, saat pagi hari sebelum Aditya bangun Dita telah berkunjung ke kamar bayi yang bersebelahan dengan kamarnya, dan Aditya. Berada di kamar dengan cat berwarna putih yang mendomi
Dunia Dita seperti berhenti berputar, setelah dirinya mendapati kedatangan Mama Nita. Serasa seperti mimpi, bolamata wanita itu tak ada kedipan sama sekali saat menatap pada wanita yang masih berstatus ibu mertuanya nya. Hingga, Dita nampak tercengang saat menyadari kalau saat ini posisinya dan Mama Nita sudah sangat dekat. Sekian tahun tak bersua, membuat suasana canggung begitu terasa untuk kedua wanita beda generasi itu. Saling menatap, namun keduanya tetap dengan diam. Bingung, harus memulainya dari mana. "Dit--." Mama Nita bersuara pelan, setelah sekian detik keheningan melandanya dan Dita. Dia tahu, kalau menantunya itu ingin menyapanya lebih dulu namun merasa sungkan."Maa," sahut Dita, dengan senyum yang terkesan dipaksakan. Sebab, walaupun sang ibu mertua telah bersuara terlebiih dahulu namun dirinya masih merasa canggung. "Maaf, untuk semuanya. Mama sangat menyesal. sebab telah membencimu padahal kau tidak melakukan kesalahan apapun,"lirih Mama Nita. Mimik wajahnya tela
Aditya membeo. Pria itu masih memfokuskan pandangannya pada kedua orangtuanya. Kedatangan mereka sama sekali tidak disangka-sangka pria itu. Terutama sang Bunda--yang juga turut datang bersama ayahnya. "Adit! Bagaimana? Apakah Dita, sudah melahirkan?" tanya Mama Nita. Mimik wajah wanita paruhbaya itu menunjukkan kekhwatirannya yang teramat sangat. Saat melayangkan pertanyaan, Mama Nita melemparkan pandangannya ke arah pintu ruang operasi. Aditya tak langsung menyambut. Sebagai orang yang turut tahu tentang dia dan Dita selama ini, Aditya melirikkan matanya-menatap sang ayah dengan lekat. Dan, Papa Herman yang ditatap seperti itu hanya menganggukkan kepalanya pelan. Pria paruhbaya itu seolah sudah mengerti tatapan dari putranya, itu. "Belum Maa," sahut Aditya, dengan nada suaranya yang terdengar berat. Saat menjawab pertanyaan Mama Nita, hati Aditya mendadak perih sebab operasinya sudah memakan waktu sedikit lama. Raut wajah pria itu mendadak layu. "Kita berdoa semoga operasinya be
Suara dering telepone terdengar di dalam ruangan, membuat keheningan yang melanda seketika membelah. Dan, ternyata itu panggilan telepone yang datang dari gawai milik Aditya yang saat ini sedang dalam pengisian daya. "Dari tadi HPmu terus saja berbunyi, dan sepertinya itu telepone yang penting," ujar Mama Nita memberitahu.Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Ibunya tanpa menunggu lama lagi, Aditya segera menghampiri gawainya yang tersimpan di atas sebuah kabonet kecil. Melepaskan colokannya, dan mendapati nama Bibi Supi pada layar HPnya. Meyakini ada sesuatu yang serius, Aditya segera melakukan panggilan balik pada Bibi Supi. Saat melakukan telepone balik, Aditya tak berada lagi di ruangan yang sama dengan kedua orang tuanya dan Roki. Lki-laki tampan itumemilih untuk berpisah ruang, menuju teras rumah dengan kolam renang yang berada di depannya. Apa yang Aditya lakukan, membuat ketiga sosok yang bersamanya seketika dilanda rasa penasaran. Dan, mendapati bagaimana gestur tub