Bab 28Beberapa orang laki-laki terlihat menggotong tubuh pria tua yang Dika kenal sebelumnya itu, dari kejauhan."Duh, mati aku!" gumam Dika seraya menepuk dahinya sendiri."Kek, ayo buruan! Atau saya aja yang bawa andongnya sendiri nih," ancam Dika."Jangan gitu dong, mau nyuri itu namanya, wong numpang aja kok merintah segala," ucap Kakek Danu mengerucutkan bibirnya."Saya bayar deh, lima puluh ribu, gimana?" tanya Dika menawarkan.Kakek Danu tak bergeming juga."Nanti saya kasih nomor telepon nenek saya, mau gak?" Dika mencoba menggoda Kakek Danu. "Mbok ya dari tadi bilang mau bayar, ya udah ayo kita berangkat. Jangan lupa nomor telepon nenek kamu ya, lumayan kakek ini lagi jomblo nih," ucap Kakek Danu meringis.Kemudian ia pamit pada Pak Kades menaiki andongnya dan bergegas pergi mengantar Dika.Saat andong milik Kakek Danu bergerak pergi, Dika melihat wajah Mbah Dukun yang menoleh ke arahnya saat sedang digotong para warga.Dika langsung buru-buru menutupi wajahnya dengan tas r
Bab 29 Dika menaiki bus menuju Desa Merah bersama Laila. Rasa kantuk menyerangnya kala itu juga karena semalaman ia terjebak di Hutan Kuntilanak bersama Laila.Namun, Dika kembali membuka kedua matanya karena teringat sesuatu."Kamu kenapa?" tanya Laila."Aku lagi mau memastikan kalau kita gak naik bus hantu," sahut Dika."Hahahaha... udah sih tidur aja lagi, aku pastikan ini bukan mobil hantu," sahut Laila yang menepuk wajah Dika saat bersandar di bahunya.Seorang pria yang baru duduk memperhatikan Dika dengan raut wajah aneh dan bergidik ngeri.Baru sepuluh menit perjalanan, ternyata bus tersebut mengangkut penumpang juga dari halte. Beberapa orang naik dari halte tersebut. Seorang wanita duduk di samping Dika yang masih tertidur pulas di samping Laila. "Nih cewek dari tadi merhatiin aja sih, gak jelas!" gumam Laila.Dika terbangun saat lonjakan dalam bus itu terjadi. Bus itu melewati jalanan berbatu yang cukup membuat para penumpang mual. Tangan kanan Dika tak sengaja sampai terj
Bab 30Laila menahan Dika yang sedang kesal dan berdiri dari kursinya."Udah diam-diam aja di sini, daripada nanti kamu yang jadi korbannya."Kenek itu melangkah ke depan menuju penumpang lainnya untuk meminta tiket bus."Tuh apa aku bilang, makanya aku gak suka tadi tuh cewek genit sama kamu. Ehz taunya dia maling, ih gak nyangka," sahut Laila."Tapi, Lai… kasian dong abang yang lagi di jebak itu," ucap Dika."Biarin aja sih, salah sendiri tuh abang tergoda sama cewek itu," sahut Laila."Lagian tuh abang menikmati gitu kok pegang-pegang dada ceweknya," keluh Laila.Dika mencoba berdiri berpura-pura merogoh sesuatu dari sakunya, padahal ia ingin mengintip perbuatan si Mbak dan calon korban yang tadi dibicarakan si Kenek."Woi! kepo aja nih!" Laila menarik tangan Dika."Hehehe... penasaran Lai, kayak apa," sahut Dika.Tak berapa lama kemudian, wanita itu turun di halte depan bersama dua
Bab 31"Ada hantu? masa sih?" potong Dika."Ih gak percaya dibilanginnya," sahut Laila."Tapi, aku kalau lagi deket kamu kok nggak bau melati, sih?" tanya Dika.Laila mencium dua ketiaknya bergantian. "Iya, aku kok gak wangi melati ya, gak bau apa-apa," ucap Laila."Nak, sini diminum dulu kopinya!" Wanita paruh baya itu memanggil Dika dengan kibasan tangannya. "Ummm... gak jadi, Mbah. Aku mau lanjut jalan aja ke dusun sana," ucap Dika."Tadi, katanya mau cerita si mata merah, sini ceritain," ucapnya."Eng, enggak usah Mbah, mungkin saya salah lihat." "Oh... salah lihat kalau mata merah kayak gini sama gak?" Tiba-tiba kedua mata wanita itu menjadi merah bola matanya bahkan ia melotot seraya tersenyum menyeringai. Kedua bola matanya seperti ingin melompat ke luar rongga matanya. Perlahan demi perlahan, benar saja, dua bola matanya terlepas dan jatuh ke tangan wanita itu.
Bab 32Wanita paruh baya bernama Nenek Asih itu langsung terperanjat dan menghamburkan diri memeluk Dika."Dika? Kamu Dika cucu Nenek? Oalah ganteng banget kamu rupanya.” Nenek Asih langsung memeluk Dika dengan eratnya."Iyalah aku cucu Nenek yang paling ganteng," sahut Dika menyambut pelukan hangat sang nenek."Kamu sama siapa ini ke sini?" tanya Nenek Asih dia menoleh pada Laila.Dika dan Laila mengernyit bersamaan. Ia tak menyangka kalau sang nenek ternyata dapat melihat Laila."Maksud, Nenek?" Dika masih berusaha merasa kalau Nenek Asih tak mampu melihat Laila."Itu perempuan cantik itu, namanya siapa?" tanya sang nenek."Hah? Nenek bisa lihat Laila?" tanya Dika."Nenekmu itu masih punya mata yang bisa melihat dengan awas. Malahan sepertinya Nenek pernah melihat gadis ini, tapi di mana ya?" gumam Nenek Asih."Nenek beneran bisa lihat saya?" Laila menunjuk dirinya sendiri. "Kalian ini pada kenapa sih dari tadi pada tanya Nenek bisa lihat apa enggak. Ya Nenek masih bisa lihat la
Bab 33 - Suami Istri Dika dan Laila masih menatap sebuah foto bergambar kedua orang tuanya Laila. Mereka tersenyum bersama dengan kedua orangtuanya Dika."Ini kan foto ayah sama ibu. Iya, iya beneran ini orang tua aku," ucap Laila."Itu orang tua kamu, serius Lai?" tanya Dika terperangah.Lututnya terasa lemas sampai ia menjatuhkan bokongnya duduk di atas sofa. "Ada apa sih sebenarnya ini? Lalu pria dan wanita ini siapa?" Laila menunjuk Tuan Nugroho dan Nyonya Riri."Ini anakku, Ayahnya Dika," ucap Nenek Asih."Oh, jadi orang tua aku sama Dika berteman, wah dunia ini sempit ya," ucap Laila."Mereka bukan hanya berteman, tapi mereka juga berbesanan," sahut Nenek Asih seraya tersenyum senang."Maksudnya besan?" Laila mengernyit."Apa kamu tak tahu jika Dika dinikahkan dengan anak perempuannya si Agus Kuncoro? Tapi, yang saya dengar anaknya itu meninggal dalam perjalanan pernikahan, bukan begitu kan, Dika?" Nenek Asih menoleh ke arah Dika yang masih termenung menutup wajahnya. Pemuda
Bab 34 - Paku Kuntilanak "Takut, Nek. Pocong yang di pohon mangga itu ngajak main cilukba terus," sahut Dika."Heleeeehhh, sama pocong aja takut! Pocong itu wong gemesin gitu kok, takut." Nenek Asih bangkit dan menuju ke luar rumahnya."Ya ampun, Nek. Masa iya pocong gemesin, yang ada nakutin tau!" pekik Dika."Sini, lihat Nenek nih."Sejurus kemudian, Nenek Asih menghampiri pocong di pohon mangga itu. Betapa mengejutkan ketika sang nenek membenarkan ikatan kepala pocong tersebut seraya berbincang-bincang."Yaa Allah, punya nenek akrab banget sama setan," gumam Dika seraya menepuk dahinya sendiri.Kemudian ia mengendap-endap menuju ke samping rumah Neneknya mencari Laila."Lai, Laila, Laila, main yuk! Heh, ngomong apa aku ini ya," gumam Dika.Kedua bola matanya berputar berkeliling mencari sosok keberadaan Laila di sekitar rumah Nenek Asih."Laila, sini manis, ayo dong Lai balik ke aku, pus pus pus....""Heh! emangnya aku kucing apa dipanggil pus!" tegur Laila dari atas pohon durian
Bab 35Dika mengangkat tubuh Laila dan menaruh kedua kaki gadis itu bertumpu di pinggangnya. "Cie... pada pacaran cie…." Sosok anak kecil berkepala botak yang hanya memakai celana dalam itu menegur Laila dan Dika.Keduanya langsung kikuk dan sontak saja membuat Laila turun dari gendongan Dika."Tuyul sialan!" umpat Dika.“Udah biarin aja,” bisik Laila.Saat Laila dan Dika masuk ke dalam rumah Nenek Asih, wanita paruh baya itu sudah merentangkan kedua tangannya menyambut Laila. Gadis itu menghamburkan tubuhnya sambil menangis di pelukan Nenek Asih."Jadi bagaimana, besok kita jadi kan ke rumah dukun itu?" tanya Dika raut wajahnya sangat terlihat antusias."Apa mau sekarang kita ke tempat Mbah Semar?" tanya Nenek Asih."Udah malam banget, Nek. Besok aja," sahut Laila."Oke kalau gitu. Ya udah, yuk kita bobo!" ajak Dika menarik lengan Laila."Aku tidur sama Nenek Asih aja," sahut Laila."Lho kita kan udah suami istri tau. Boleh kan Nek kalau aku tidur bareng sama Laila?" Dika menoleh