Bab 33 - Suami Istri Dika dan Laila masih menatap sebuah foto bergambar kedua orang tuanya Laila. Mereka tersenyum bersama dengan kedua orangtuanya Dika."Ini kan foto ayah sama ibu. Iya, iya beneran ini orang tua aku," ucap Laila."Itu orang tua kamu, serius Lai?" tanya Dika terperangah.Lututnya terasa lemas sampai ia menjatuhkan bokongnya duduk di atas sofa. "Ada apa sih sebenarnya ini? Lalu pria dan wanita ini siapa?" Laila menunjuk Tuan Nugroho dan Nyonya Riri."Ini anakku, Ayahnya Dika," ucap Nenek Asih."Oh, jadi orang tua aku sama Dika berteman, wah dunia ini sempit ya," ucap Laila."Mereka bukan hanya berteman, tapi mereka juga berbesanan," sahut Nenek Asih seraya tersenyum senang."Maksudnya besan?" Laila mengernyit."Apa kamu tak tahu jika Dika dinikahkan dengan anak perempuannya si Agus Kuncoro? Tapi, yang saya dengar anaknya itu meninggal dalam perjalanan pernikahan, bukan begitu kan, Dika?" Nenek Asih menoleh ke arah Dika yang masih termenung menutup wajahnya. Pemuda
Bab 34 - Paku Kuntilanak "Takut, Nek. Pocong yang di pohon mangga itu ngajak main cilukba terus," sahut Dika."Heleeeehhh, sama pocong aja takut! Pocong itu wong gemesin gitu kok, takut." Nenek Asih bangkit dan menuju ke luar rumahnya."Ya ampun, Nek. Masa iya pocong gemesin, yang ada nakutin tau!" pekik Dika."Sini, lihat Nenek nih."Sejurus kemudian, Nenek Asih menghampiri pocong di pohon mangga itu. Betapa mengejutkan ketika sang nenek membenarkan ikatan kepala pocong tersebut seraya berbincang-bincang."Yaa Allah, punya nenek akrab banget sama setan," gumam Dika seraya menepuk dahinya sendiri.Kemudian ia mengendap-endap menuju ke samping rumah Neneknya mencari Laila."Lai, Laila, Laila, main yuk! Heh, ngomong apa aku ini ya," gumam Dika.Kedua bola matanya berputar berkeliling mencari sosok keberadaan Laila di sekitar rumah Nenek Asih."Laila, sini manis, ayo dong Lai balik ke aku, pus pus pus....""Heh! emangnya aku kucing apa dipanggil pus!" tegur Laila dari atas pohon durian
Bab 35Dika mengangkat tubuh Laila dan menaruh kedua kaki gadis itu bertumpu di pinggangnya. "Cie... pada pacaran cie…." Sosok anak kecil berkepala botak yang hanya memakai celana dalam itu menegur Laila dan Dika.Keduanya langsung kikuk dan sontak saja membuat Laila turun dari gendongan Dika."Tuyul sialan!" umpat Dika.“Udah biarin aja,” bisik Laila.Saat Laila dan Dika masuk ke dalam rumah Nenek Asih, wanita paruh baya itu sudah merentangkan kedua tangannya menyambut Laila. Gadis itu menghamburkan tubuhnya sambil menangis di pelukan Nenek Asih."Jadi bagaimana, besok kita jadi kan ke rumah dukun itu?" tanya Dika raut wajahnya sangat terlihat antusias."Apa mau sekarang kita ke tempat Mbah Semar?" tanya Nenek Asih."Udah malam banget, Nek. Besok aja," sahut Laila."Oke kalau gitu. Ya udah, yuk kita bobo!" ajak Dika menarik lengan Laila."Aku tidur sama Nenek Asih aja," sahut Laila."Lho kita kan udah suami istri tau. Boleh kan Nek kalau aku tidur bareng sama Laila?" Dika menoleh
Bab 36Keesokan harinya, Nenek Asih yang tengah sibuk di dapur malah menggoda sang cucu."Gimana pertarungan semalam?" tanyanya saat Dika yang menghampirinya di dapur."Ah, Nenek bisa aja. Ya seru lah, tapi aku nyesel," sahut Dika seraya duduk di kursi samping meja makan."Kenapa menyesal?" Nenek Asih mengernyitkan dahinya."Ya, aku nyesel lah, kenapa gak dari dulu aja aku nikah, hehehe." "Huuuu... cah gemblung!" Nenek Asih memukul pelan kepala Dika dengan sodet di tangannya.Tiba-tiba, suara ketukan pintu terdengar dari depan rumah Nenek Asih."Itu pasti si Diah, dia setiap hari memang selalu ke sini menemani Nenek," ucap Nenek Asih lalu melangkah menuju ruang tamu dan membuka pintu."Assalamualaikum, Nenek sudah sarapan hari ini?" tanya Diah si anak Pak RT itu."Sudah." Wanita itu tersenyum manis."Ya ampun, Nenek... aku kan bawa makanan nih. Tadi aku buat soto ayam kampung," ucap Diah seraya menunjukkan rantang dari bahan alumunium di tangannya."Wah baunya enak, kebetulan aku la
Bab 37Pria tua berusia delapan puluh tahun itu bernama Mbah Sarno. Nenek Asih lantas menyambut tangan lelaki tua itu dan mengecup punggung tangannya. “Dika, Salim!” bisik Nenek Asih.Dika lantas mengikuti gerakan salim sang nenek. "Ono opo toh, Yu, tumben kamu ke sini?" tanya Mbah Sarno."Begini Mbah, langsung saja, ya. Lah ini cucuku namanya Dika, dan dia mempunyai istri yang sudah berwujud kuntilanak, jadi saya bermaksud untuk–" "Minta paku kuntilanak?" tanya Mbah Sarno langsung menebak tujuan Dika dan Nenek Asih ke sana."Ia, Mbah,” sahutnya sambil mengangguk, “jika Mbah berkenan, saya gak tega soalnya mereka saling mencintai dan baru saja menikah soalnya. Saya mohon dengan sangat Mbah, tolong bantu saya dan cucu saya?" pinta Nenek Asih.Mbah Sarno diam sejenak seraya berpikir, lalu ia mengangguk-anggukan kepalanya. Tak lama kemudian ia masuk ke dalam rumahnya.Dika mengikuti dengan reflek.“Hush!” Pukulan pelan dari sang nenek mendarat di punggung Dika."Gimana, Nek?" tanya D
Bab 38"Emang kalau gak sukses kenapa Mbah?" celetuk Dika."Kalau nggak sukses ya ngapain aku capek-capek buat minum sama keluarin panganan ini toh le hehehe," ucap nenek bungkuk itu seraya tertawa menunjukkan deretan giginya yang beberapa gigi itu terbuat dari emas.“Nyoh!” Mbah Sarno menyerahkan kotak itu pada Dika. Pemuda itu langsung menerimanya dengan perasaan senang seraya mendekap kotak tersebut dengan erat."Yes, sebentar lagi, Laila akan menjadi manusia seutuhnya," gumam Dika."Cara pakainya gimana, Mbah?" tanya Nenek Asih."Ya ditancap seperti biasa ke atas ubun-ubun kepala sambil baca mantra yang sudah aku tulis pada kertas di dalam kotak tersebut,” titahnya.Dika mencari kertas berisi mantera dalam kotak tersebut."Oh iya ini ketemu." "Tapi ingat, ada konsekuensinya lho," ucap Mbah Sarno memotong kebahagiaan Dika saat itu."Maksud Mbah?" tanya Dika."Begini, kuntilanak itu kan asline wujudnya itu hantu, berarti sudah mati, toh. Nah, kalau kamu tetap ingin dia seperti man
Bab 39Laila duduk berlutut tepat di hadapan bagian intim milik Dika."Kok, posisinya ada yang aneh ya? Aduh, rasanya saya mau nurunin celana aja," ucap Dika menggoda Laila."Haish salah hadap kan aku! Udah lah aku balik badan aja nih!" balas Laila yang langsung mengubah posisi duduknya."Hehehe... ya kali Lai, kamu mau gitu karaoke punyaku,” celetuk Dika."Au amat lah! Buruan pasang pakunya!" sahut Laila mulai kesal.Dika lantas tertawa. Setelah tenang, menarik napas dalam, pria itu lalu membuka kain merah yang membungkus paku tersebut."Buruan!" pinta Laila dengan nada berseru."Tunggu, sabar dulu! Aku lupa ambil palu bentar ya. Tunggu di sini, aku tanya dulu Nenek taruh palu itu di mana," ucap Dika."Yah, Dika... Aku udah nahan-nahan takut sakit nih," ucap Laila memelas."Iya tunggu bentar." Dika mengetuk pintu Nenek Asih dan terpaksa membangunkannya. Namun, saat Dika membuka pintu Nenek secara spontan ia melihat sosok pocong sedang menindih tubuh si Nenek Asih."Astaga, Nenek!" p
Bab 40Setelah Laila meletakkan tubuh Diah ke atas sofa, wanita itu segera melangkah menuju lemari tivi milik Nenek Asih."Kamu mau apa, Lai?" tanya Dika."Mau cari minyak kayu putih buat sadarkan dia," sahut Laila."Duh, terus kalau dia sadar dan cerita yang enggak-enggak sama warga, gimana?" Dika terlihat cemas dan panik."Iya terus kalau dia gak sadar nanti juga, gimana? Emangnya mau kita bunuh?" tanya Laila."Astaga, Laila! Apa yang kamu ucapkan itu berdosa Laila," sahut Dika."Apaan sih, kamu sendiri berdosa tau memperistri aku seperti ini," sahut Laila tak kalah."Aku kan cinta sama kamu, kadang cinta itu bisa membuat orang melakukan dosa, ya gak?" "Tau lah, udah ketemu nih minyak kayu putihnya, pokoknya kita buat dia sadar," ucap Laila.Tak lama kemudian setelah Laila mengoleskan minyak itu ke bawah hidung gadis yang terbaring itu, tiba-tiba Diah membuka matanya.Ia menatap wajah Laila lalu berteriak ketakutan. "Pergi! Pergi! Tolong jangan dekati saya, pergi!" pekik Diah.Ter