“Ibu, biarkan aku membantumu.” Alyn menghampiri Gian yang ada di dapur bersama dengan salah satu asisten rumah tangga di sana.Sontak Gian menoleh lalu tersenyum hangat. “Alyn, kau tunggulah. Biarkan ibu yang melakukannya.” “Harusnya itu aku ucapkan padamu, Bu.” Gian terkekeh ringan lalu membiarkan Alyn membantunya menyiapkan makan malam. Sehingga dengan cekatan Alyn memasak beberapa menu makanan.Tentu Gian yang melihat itu senang. Karena selain cantik dan penyayang, ternyata Alyn juga pintar memasak. “Alyn, panggil suamimu untuk makan malam,” ujar Gian begitu mereka selesai menghidangkan makanan di atas meja.“Baik, Bu.” Dengan segera wanita itu ke kamar Erlan lalu mengetuk pintu itu sebanyak tiga kali. Barulah ia masuk mesti tidak ada yang menyahut. “Ke mana Tuan Erlan?” gumam Alyn ketika tidak mendapati Erlan di kamar. Alyn mendesah lalu kembali ke ruang makan–menemui ibu mertuanya. “Alyn, di mana suamimu?” tanya Gian menatap menantunya dengan heran. “Tu-Mas Erlan tidak
“Tuan, Anda yakin akan tidur di sofa?” Alyn yang akan rebahan pun menyempatkan diri untuk bertanya karena dikhawatirkan Erlan tidak nyaman.Ya, meski pernikahan bukan karean cinta, tetapi sebagai wanita yang hangat tetap merasa khawatir dengan kondisi suaminya yang harus meringkuk tidak nyaman di sofa. “Ya, kau jangan khawatirkan aku.” Erlan lantas mengambil posisi ternyaman untuk tidur di sofa. Membuat Alyn yang melihatnya semakin tidak enak.Namun, wanita itu juga tidak bisa memaksa Erlan untuk tidur di ranjang bersamanya. Sehingga dengan perasaan tidak enak Alyn mulai merebahkan tubuhnya.Ini adalah malam kedua mereka tidur sebagai suami istri. Sayang, pernikahan yang tidak berlandaskan cinta membuat mereka tidak melakukan seperti pasangan suami istri pada umumnya. *** Pagi menjelang, empat hari sudah Erlan dan Alyn menikah. Meski begitu, hubungan mereka masih saja canggung. Terlebih dengan Erlan begitu menutup diri.“Alyn, apa sebaiknya kau tidak bekerja?” Gian yang melihat Aly
“Erlan, kenapa kau masih di rumah?” Gian menatap anaknya dengan heran, yang membuat Erlan menyerngit.“Memang aku harus ke mana, Bu?” “Oh, pria menyebalkan ini. Ini hampir malam, apa kau tidak akan menjemput istrimu?” tanya Gian merasa jengah. “Atau jangan bilang jika kau lupa sudah memiliki istri baru, Erlan!” sambungnya.“Ibu, aku tidak lupa. Tapi biarkan dia pulang sendiri,” jawab Erlan.“Yang benar saja! Cepat kau jemput Alyn. Ibu tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk padanya.” Erlan mendengus kesal, tetapi pria itu tetap menurut untuk menjemput Alyn. Sehingga membuat Gian tersenyum senang.Oh, percayalah … Erlan benar-benar kesal karena ibunya terus mengatur urusannya. Rasanya ingin sekali ia tinggal terpisah. Hanya saja, siapa yang akan menjaga Gempi? Ini salah satu alasan yang membuat Erlan bertahan tinggal bersama ibunya. Meski ia harus direpotkan dengan nyanyian Gian setiap harinya mengenai Alyn. Dengan menggunakan kaos hitam polos yang dirangkap jaket kanvas juga balu
Selesai menemani Gempi mengerjakan tugas yang lalu dilanjut dengan membacakan sebuah cerita, Alyn lekas keluar dari kamar gadis itu dengan perlahan. Setelahnya ia masuk ke kamar samping, di mana ada Erlan yang sedang memangku laptopnya dengan duduk bersandar pada sandaran sofa.Ceklek! Pria itu langsung mengalihkan perhatiannya begitu derit pintu terdengar. Ia menatap Alyn yang baru saja masuk dengan sekilas.“Apa Gempi sudah tidur?” tanya Erlan tanpa menatap lawan bicaranya.“Sudah, Mas.”Erlan mengangguk saja dan kembali fokus dengan layar laptopnya. Sementara Alyn yang melihat itu memilih duduk di sisi ranjang. Ia tatap wajah yang tampak fokus itu, lalu berkata, “Ini sudah malam. Apa tidak sebaiknya kau istirahat, Mas?” “Kau saja. Aku masih memiliki pekerjaan,” ujar Erlan membuat Alyn mendesah.Tidak bisa memaksa membuat Alyn menurut untuk tidur lebih dulu. Sementara Erlan masih fokus bekerja hingga larut. “Argh, ini melelahkan.” Erlan yang baru saja selesai menyimpan laptopny
“Mas, Mas Erlan benar tidak apa-apa?” Alyn bertanya dengan ragu-ragu setelah Gempi turun. Sehingga kini mereka tengah dalam perjalanan untuk ke bandara dan kantor. Menoleh sebentar, Erlan kembali menatap lurus ke depan. “Aku sudah mengatakannya berkali-kali, Alyn,” ucapnya geram. “Tapi wajah Mas Erlan menunjukan kalau Mas Erlan sedang tidak baik-baik saja.” Wanita itu masih kukuh dengan pendapatnya. Membuat Erlan semakin kesal. “Mau aku sakit atau tidak, itu bukan urusan kamu, Alyn. Padahal aku sudah mengatakannya beberapa kali agar kamu tidak mencampuri urusanku. Seperti perjanjian kita waktu itu.” Iya, awalnya Alyn setuju dengan perjanjian yang Erlan ajukan. Namun, nasihat yang disampaikan ibunya waktu itu membuat sudut pandang Alyn mulai berubah. “Alyn, meski kau menikah dengan Erlan karena perjodohan dan tidak ada cinta. Tapi pernikahan kalian tetap sah. Dan ibu berharap kau bisa berusaha untuk bersikap layaknya suami yang berbakti pada suamimu. Ingat, pernikahan itu sakral
“Apa? Jadi kau dijodohkan dengan Tuan Erlan?” Cleo terkejut atas penjelasan yang Alyn berikan. Wanita itu bahkan menatap temannya dengan tidak percaya.“Pantas saja. Bagaimana bisa kau yang tidak pernah membicarakan seorang pria, tiba-tiba menikah! Dan gilanya lagi, kau menikah dengan Tuan Erlan,” sambung Cleo mulai bisa menarik benang atas rasa penasarannya selama beberapa waktu terakhir. “Yeah, dan dengan bodohnya aku menerima hanya karena Gempi juga perjanjian konyol itu.” Alyn tidak bisa memendam masalahnya sendiri. Sehingga pada akhirnya ia tetap bercerita kepada Cleo yang dapat ia percaya.Cleo mendesah pelan lalu menatap Alyn dengan iba. “Jadi kau menyesal?”“Aku tidak tahu. Seharusnya tidak, tapi sikap pria itu terlalu dingin. Dan itu membuatku tidak nyaman.” “Sepertinya kau sudah jatuh cinta padanya,” ujar Cleo membuat Alyn langsung melebarkan matanya. Wanita itu dengan cepat menggeleng. “Kau bicara apa? Aku sama sekali tidak jatuh hati padanya!” “Kau yakin?” “Tentu sa
Tiba di rumah, Erlan yang memang sedang tidak enak badan pun memilih langsung ke kamar tanpa bertegur sapa dengan Gian juga anaknya. Tentu saja hal itu membuat Gian yang melihatnya merasa heran.“Alyn, ada apa dengan suamimu?” tanya Wanita paruh baya itu. “Mas Erlan sedang tidak enak badan, Bu.” Mengangguk paham, Gian pun meminta Alyn untuk menyusul Erlan. “Biarkan Gempi bersama ibu. Lebih baik kau susul saja Erlan.”“Baik, Bu.” Alyn lekas menyusul Erlan di kamarnya. Tampak pria itu tengah duduk bersandar dengan mata yang terpejam, sedangkan dadanya terlihat naik turun. Membuat Alyn yang melihatnya khawatir. Sehingga wanita itu dengan perlahan menghampiri lalu menyentuh kening Erlan tanpa permisi.Sontak Erlan langsung membuka mata. Pria itu menatap Alyn dengan tajam dan berniat protes, tetapi Alyn sudah lebih dulu bicara. “Kau masih demam, Mas,” ujar Alyn sambil menarik tangannya yang masih berada di dahi Erlan.Erlan mendesah lalu memilih memejamkan matanya kembali, tetapi lagi-
Selesai makan dan minum obat, Erlan kembali tidur. Pria itu akhirnya menyerah dan tidur di ranjang karena tubuhnya yang sedang linu. “Jika Mas Erlan keberatan, aku akan tidur di kursi.” Alyn yang kembali ke kamar setelah menyimpan mangkuk bekas makan Erlan pun berujar sambil melangkah menuju kuris. Namun, langkahnya terhenti ketika tiba-tiba tangannya dicekal oleh Erlan. Sontak Alyn yang merasakan hangat pada pergelengan tangannya pun menoleh. Hingga ia dapati Erlan yang menatapnya dengan sayu. “Aku tidak masalah, kau tidurlah di ranjang.” Terperangah, Alyn menatap Erlan dengan pandangan tak percaya. Wanita itu tidak pernah berpikir jika Erlan akhirnya mengizinkan dirinya untuk tidak bersama. Meski pria itu dalam keadaan tidak fit. “Jangan hanya diam, aku tidak ingin mengulanginya.” Erlan melepaskan cekalan pada lengan Alyn, kemudian kembali memejamkan mata. Sehingga Alyn yang melihat itu bergegas duduk sisi ranjang yang kosong. Ia memandang punggung lebar Erlan yang membelakang