Raut datar mengiringi langkah Dev ketika memasuki lift. Dia menekan tombol angka menuju lantai teratas bangunan itu. Tak berselang lama, pria tampan 33 tahun tersebut tiba di lantai yang dituju.Dalam pakaian petugas kebersihan, Dev kembali melangkah gagah menuju unit milik Hernan. Berhubung pernah datang ke sana, dia tahu betul di mana letak ruangan itu.Dev yang sudah mengantongi kartu akses, bisa masuk dengan leluasa ke unit yang seharusnya hanya dimasuki oleh pemilik, serta orang-orang berkepentingan atas seizin Hernan tentunya. Namun, hanya bermodalkan iming-iming sebotol parfume, dia bisa mendapatkan yang diinginkan, meskipun harus menyamar jadi petugas kebersihan.Suasana di dalam ruangan begitu sunyi, seperti tak ada siapa pun di sana. Dev mengedarkan pandangan ke sekeliling, kemudian melangkah ke dekat
“Dev bisa melakukan apa pun,” ucap Kirei pelan. “Aku belum berani keluar dari kamar. Aku bahkan bersembunyi di bawah tempat tidur dan bicara berbisik-bisik seperti ini.” “Tapi, kunci utama apartemen ada padaku. Seharusnya, kalaupun ada yang masuk ke sana, tak mungkin lebih dari 15 menit karena jika lebih, maka petugas keamanan akan mengidentifikasi itu sebagai penyusup,” terang Hernan. “Lalu, bagaimana?” tanya Kirei resah. “Jangan khawatir. Aku tidak akan lama di Argentina. Jaga dirimu baik-baik di sana.”Tak ada yang bisa Kirei lakukan, selain menunggu hingga beberapa saat. Setelah menjelang senja, barulah dia keluar dari tempat persembunyian. Dengan penuh waspada, Kirei membuka kunci, lalu melihat sekeliling koridor kamar. Suasana begitu hening, seperti saat Hernan pergi. Kirei memberanikan diri keluar dari kamar, sekadar memastikan keadaan di ruangan lain. Tak ada satu pun barang yang berpindah dari tempatnya. Semua masih tertata rapi. Keesokan harinya, Hernan yang telah tiba
“Helena?” ulang Kirei. “Kenapa aku harus ….” Wanita muda itu menatap tak mengerti. Dia berusaha mencerna maksud dan tujuan Hernan melakukan itu. “Mari bicara sebentar,” ajak Hernan. seraya menuntun Kirei ke kamar. Dia harus memberikan penjelasan kepada wanita itu. Setelah berada di kamar, Hernan mendudukkan Kirei di ujung tempat tidur. Setelah itu, dia mengambil kursi, lalu meletakkannya di hadapan calon istri Dev tersebut. “Dengarkan aku, Kirei,” ucap Hernan, setelah duduk di kursi. “Kamu membutuhkan dokumen perjalanan untuk berangkat ke Kanada. Aku tidak memiliki ide selain ini. Kamu akan menjadi Helena ,” jelasnya singkat.“Bagaimana bisa? Para petugas imigrasi tak sebodoh itu. Mereka tidak mungkin bisa dikelabui ____”“Aku sudah mengatur semuanya. Ada orang dalam yang bersedia membantu. Namun, kamu harus tetap mengubah penampilan, agar lebih mirip dengan Helena. Setidaknya, itu bisa sedikit menyamarkan pandangan.”“Aku tidak mau. Ini terlalu berisiko. Selain itu, kau juga pasti
Dev memeriksa foto lain, lalu memperbesar di bagian wanita yang sekilas mirip Kirei. Namun, ada beberapa perbedaan dari ciri-cirinya. Tak ingin terus dilanda rasa penasaran, Dev langsung membuka laptop, lalu mencari profil Hernan Morales di internet. Dia memeriksa dengan sangat detail, tentang pengusaha asal Argentina tersebut. Ada beberapa artikel yang memuat berita tentang Hernan Morales. Salah satunya adalah yang mengulas tentang keluarga. Di sana, tertera bahwa Hernan sudah kehilangan ibunya sejak berusia remaja. Dia juga memiliki seorang adik perempuan. “Itukah adik Hernan Morales?” gumam Dev, seraya mengamati gambar seorang wanita muda, dengan ciri-ciri seperti yang dilihat di foto tadi. “Oh, begitu. Adik,” gumam Dev, seraya mengetuk-ngetukkan telunjuk di permukaan meja. “Adik.” Dev mengempaskan punggung ke sandaran kursi, lalu memejamkan mata. Dia terus memikirkan ke mana kira-kira Kirei pergi. Ini sesuatu yang tidak masuk akal karena calon istrinya tersebut langsung mengh
“Kenapa kau memanggilku Helena. Di sini tidak ada orang lain selain kita.” Kirei menatap aneh Hernan, yang terlihat sangat bahagia. “Tidak apa-apa. Aku hanya membiasakan diri memanggilmu dengan nama itu. Helena. Aku sangat menyukainya.”Kirei menautkan alis. Dia mulai merasakan ada sesuatu yang berlebihan dari Hernan. “Ya, tapi … tapi, aku bukan Helena. Kau tahu itu,” bantahnya.“Tak masalah. Aku sudah sangat bahagia dengan kehadiranmu dalam penampilan seperti ini.” Hernan mendekat ke hadapan Kirei sehingga hanya menyisakan sedikit jarak di antara mereka. Namun, Kirei segera mundur, memberi jarak antara dirinya dengan Hernan. Dia mulai tak nyaman, meskipun rasa itu tidak diperlihatkan secara jelas. “Aku akan membelikanmu pakaian serta perlengkapan lain. Dengan begitu, kau tidak perlu keluar rumah,” ucap Hernan begitu tenang. “Ya, sudah. Mari kuantar ke kamarmu,” ajaknya. Dia melangkah terlebih dulu, barulah diikuti Kirei yang berjalan sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling.Ked
Kirei terbangun mendengar seseorang masuk ke kamarnya. Dia bangkit perlahan, lalu duduk bersandar pada kepala tempat tidur, seraya menatap lurus ke depan.“Selamat pagi, Helena,” sapa Hernan, seraya menyibakkan kelambu yang menutupi tempat tidur. Pengusaha tampan 40 tahun itu tersenyum kalem. “Aku membawakanmu sarapan,” ucapnya.Kirei tidak segera menanggapi. Dia hanya menatap lekat pria, yang berdiri di dekat ujung tempat tidur.“Kenapa?” Hernan berpindah ke sebelah kanan. Tanpa banyak bicara, dia mengikat kelambu itu ke tiang.“Apa kau ingin mandi sekarang? Akan kusiapkan air hangat untukmu,” ucap Hernan, seraya duduk di tepian tempat tidur dengan posisi menghadap Kirei.
“Kau tahu kenapa bisa begitu?” tanya Dev.“Itu yang sedang kuselidiki, Tuan,” sahut Ernesto. “Aku juga sudah melihat kondisi ibunda Hernan Morales.”Dev menautkan alis, mendengar ucapan Ernesto. “Kenapa dengan ibunda Hernan Morales? Apakah ada sesuatu yang terjadi?”“Ya, Tuan. Ibunda Hernan Morales dirawat di rumah sakit jiwa, sejak Helena dinyatakan menghilang. Kurasa, wanita itu mengalami guncangan mental yang sangat hebat,” terang Ernesto.Dev terdiam beberapa saat. Ini merupakan berita yang sangat mengejutkan, berhubung Hernan tidak mengatakan apa pun ketika mereka bertemu untuk urusan jual-beli
“Apa-apaan ini? Kau menggertakku?” protes Miranda tak suka.“Terserah kau anggap apa,” balas Dev datar. “Aku sudah mencarinya ke mana-mana.”“Aku tidak mengenal calon istrimu. Kenapa menanyakannya padaku?” Miranda berpura-pura tak mengetahui apa-apa.“Kau yakin tidak pernah melihat wanita dalam foto itu?” Dev menatap lekat penuh selidik.Miranda menggeleng tegas, meskipun dalam hati mengakui sebaliknya.Namun, Dev tidak percaya begitu saja. Dia tersenyum sinis, diiringi tatapan penuh intimidasi. “Tiga detikmu sudah habis,” ucapnya datar.“Aku tidak peduli karena tak mengetahui apa pun t
Dev mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mencari Kirei ke seluruh penjuru kota. Dia menekankan kepada mereka agar tidak kembali ke markas, sebelum benar-benar yakin bahwa Kirei tidak ditemukan di manapun. Tiga hari pencarian besar-besaran dilakukan. Seakan tak ada rasa lelah, mereka memeriksa ke seluruh tempat. Namun, Kirei tak ada di mana-mana. Seperti sebelumnya, wanita itu sangat pandai menyembunyikan diri agar tak mudah ditemukan. “Kami sudah memeriksa setiap tempat dan …. Nona Kirei tidak ada di wilayah yang menjadi area pencarian kami,” lapor Mathias, yang bertugas memimpin kelompok 15. Rasa takut tersirat jelas dari parasnya, berhubung laporannya barusan pasti akan membuat Dev marah besar. “Kau yakin sudah mencari Kirei ke berbagai penjuru kota?” Dev menatap tajam Mathias yang berdiri dengan ekspresi cukup tegang.Mathias mengangguk tegas, berusaha menutupi ketakutan akan kemarahan sang tuan besar. “Aku membagi kelompok 15 jadi beberapa bagian, Tuan. Kami berpencar dan mel
“Nyonya!” Beto segera menghampiri Maitea. “Apa yang terjadi?” tanyanya sekali lagi, seraya menurunkan tubuh di sebelah ibunda Dev tersebut.“Ki-Kirei …. Di-dia … dia menyerangku …,” ucap Maitea terbata karena sambil menahan sakit di lengannya.“Ya, ampun. Tuan Dev pasti akan marah besar karena ini,” ujar Beto. “Apa Anda bisa bangun?”Maitea mengangguk. “Panggilkan Dokter Maldonado sekarang juga. Setelah itu, bawa rekan-rekanmu mencari Kirei,” titah Maitea.“Tuan Dev hanya menempatkan sepuluh orang di depan, dan sepuluh orang di belakang,” ucap Beto, seraya menghubungi Dokter Maldonado. Sesaat kemudian, panggilannya tersambung. Beto meminta sang dokter agar segera datang ke sana.“Dokter Maldonado akan segera kemari, Nyonya. Aku harus menghubungi Tuan Luis terlebih dulu.”Beto memanggil seorang pelayan, yang langsung membantu Maitea ke kamarnya. Setelah itu, dia bergegas menghubungi Luis sambil berjalan keluar rumah."Nyonya Maitea terluka. Nona Kirei menyerangnya, sebelum melarikan di
“Tidak, Nak! Apa yang kau lakukan?” Maitea berusaha meminta pisau yang Kirei pegang. “Berikan padaku,” bujuknya lembut, menyembunyikan rasa gugup dan khawatir yang tiba-tiba hadir. “Jika aku tidak bisa keluar dalam keadaan hidup, maka tak apa dalam kondisi tidak bernyawa. Hidupku sudah hancur. Semua angan indah tentang masa depan dan cita-cita, sirna seketika saat aku harus berurusan dengan Dev.”“Semua bisa dibicarakan baik-baik.”Kirei menggeleng kencang, membantah ucapan Maitea. “Dev memberikan kesempatan besar. Namun, dia telah memangkas habis kebebasanku. Lambat laun, napasku pun pasti harus sesuai dengan keinginannya.”“Tidak, Nak. Putraku pasti memiliki alasan kuat melakukan itu. Dia tidak pernah bertindak sembarangan tanpa perhitungan matang,” bantah Maitea.“Mama tidak tahu apa yang telah Dev lakukan. Dia kerap bersikap kasar dengan memberikan hukuman padaku,” tutur Kirei cukup tegas. “Aku pernah dihukum di ruang bawah tanah selama dua hari, dengan tiga ekor anjing buas yang
“Tidak ada hukuman lagi?”“Aku akan tetap memberikan hukuman, andai kau melanggar aturanku,” tegas Dev.“Kamu memberikan hukuman untuk kesalahan yang tidak jelas. Apakah itu adil?” Setelah lebih banyak memilih diam, Kirei akhirnya bersuara. “Aku sudah sering mengatakan ini padamu. Namun, kamu tetap egois dan hanya melihat dari satu sudut pandang, yaitu sudut pandangmu."Dev tidak menanggapi.“Apa yang bisa kulakukan, Dev? Apakah aku harus memasang papan di depan dada, yang bertuliskan ‘Dilarang menatapku’? Itu yang kamu mau?”“Aku hanya takut kehilanganmu.”“Pria yang menatapku, belum t
Kirei menoleh, menatap dengan sorot tak dapat diartikan. Namun, dia tak tahu harus berkata apa untuk menanggapi ucapan Dev. Akhirnya, dia lebih memilih diam, lalu memalingkan muka.Beberapa saat kemudian, mobil yang Dev dan Kirei tumpangi sudah tiba di halaman parkir belakang rumah perkebunan milik Maitea. Kedatangan mereka disambut senyum hangat ibunda Dev tersebut.Bahasa tubuh Maitea masih terlihat sama. Dia tidak menunjukkan kemarahan atau semacamnya, meskipun Kirei sudah melakukan kesalahan dengan melarikan dari sang putra. Entah kesalahan atau bukan yang Kirei lakukan. Namun, sepertinya Maitea berusaha memahami situasi yang dihadapi wanita muda itu.“Apa kabar, Nak? Selamat datang kembali di rumah ini,” sambut Maitea hangat dan penuh kasih. Dipeluk serta diciumnya kening Kirei, bagai seorang ibu te
Dev mengepalkan tangan mendengar ucapan Kirei. Tanpa banyak bicara, dia berlalu keluar kamar. Dev mengunci pintu, agar Kirei tidak bisa melarikan diri.Dengan langkah gagah penuh percaya diri, dia menuju kamar Luis.“Ada yang bisa kubantu, Tuan?” tanya Luis.Dev tidak segera menjawab. Dia menatap sang ajudan, dengan sorot tajam penuh makna. Namun, hanya lewat tatapan seperti itu, Luis sudah mengetahui apa yang akan Dev katakan.“Owen Wyatt,” ucap Dev dingin.Luis mengangguk. “Siap, Tuan.”“Ingat. Jangan meninggalkan jejak sedikit pun.”
Kirei terbelalak lebar, lalu mundur. Namun, Owen langsung pindah ke belakang sehingga dia tak bisa ke mana-mana. “Owen … kau ….” Suara Kirei begitu lirih. Bibirnya pun bergetar menahan kemarahan yang bisa dilampiaskan.“Luis akan memberikan bayaranmu,” ucap seseorang, yang tak lain adalah Dev. Pria tampan berkemeja putih itu tersenyum kalem, dengan sorot tak dapat diartikan yang terus tertuju kepada Kirei.“Terima kasih, Tuan Dev,” sahut Owen tanpa beban.“Ayo, pulang,” ajak Dev, seraya maju ke hadapan Kirei yang menatap ketakutan. “Kita akan kembali ke Meksiko.”Kirei menggeleng kencang, menolak keras ajakan Dev. Namun, dia tidak bisa melarikan diri, berhubung Owen menahannya dari bela
“New York?” Kirei menatap tajam Owen yang langsung mengangguk. “Kenapa? Kenapa kau ingin membawaku ke sana?” tanya Kirei penuh selidik.“Bukankah kau tidak ingin kembali pada Dev Aydin? Pria itu ada di kota ini. Jika kau juga masih di sini, bukan tak mungkin dia akan menemukanmu dalam waktu dekat,” jelas Owen.Namun, Kirei langsung menggeleng kencang. “Tidak!” tolaknya tegas, seraya berdiri dan menjauh dari Owen. “Aku tidak akan mengulangi kebodohan yang sama, dengan langsung percaya pada pria yang belum kukenal baik.”“Apa yang salah dariku? Aku tidak punya niat buruk padamu. Aku justru ….” Owen yang sudah beranjak dari duduk, berjalan ke hadapan Kirei. “Kau sangat menarik,” ucapnya, seraya menyentuh pipi wanita itu.“Jangan merayuku!” Kirei menepiskan kasar tangan Owen dari wajahnya. “Aku tidak mengenalmu dan tak tahu apa yang kau inginkan.”“Jika aku punya niat buruk, aku pasti sudah memberitahukan keberadaanmu sejak awal kepada Dev Aydin. Aku juga tidak akan mengakui telah ditugas
Kirei tersenyum lebar, diiringi gelengan tak percaya. “Kupikir, kau tidak selucu ini, Tuan Wyatt.”“Aku serius.”Perlahan, senyuman Kirei memudar. Raut wajahnya berubah aneh.“Kenapa?”“Seharusnya, aku yang bertanya kenapa.”Owen tidak menjawab. Dia berbalik, menghadapkan tubuh sepenuhnya kepada Kirei. Pria tampan berambut cokelat gelap itu makin mendekat. “Anggap saja sebagai salam pertemuan dan perpisahan.”“Maksudmu?” Kirei menatap tak mengerti.“Aku tak tahu apakah kita akan bertemu lagi atau tidak. Kau wanita yang sangat menarik, Helena.&rdqu