Dua pilihan? Batin Mistha.Namun Mistha terlanjur muak! Tak peduli lagi mereka akan memberi pilihan apa lagi, yang jelas berkas itu harus segera di ambil alih dari Nathe Rose-Pun Matheo yang jelas-jelas dia datang untuk kepentingan itu."Saya tahu, saat ini Pak Ghara sedang dalam masalah besar. Maka dari itu, Saya berharap Bu Mistha tenang sejenak. Kami tidak berniat untuk mengkhianati Bu Mistha karena pertemuan rahasia ini. Namun-""Apa?" sahut Mistha menyela ucapan Nathe Rose cepat."Pak Erick memberi Kami dua pilihan!"Persetan! Mistha mengeratkan kembali telapak tangannya. Benar-benar geram dengan tingkah pada bedebah itu."Pak Matheo datang memberitahu Saya. Beliau mendapatkan informasi dari anak buahnya terkait berkas yang saat ini ada di ruang rahasia. Beliau tentu akan menyelamatkan Pak Ghara, namun Kami semua perlu merencanakan sesuatu untuk mendapatkan akses masuk ke sana!"Ke sana? Batin Mistha."Di mana Ghara sekarang?" tanya Mistha."Pak Ghara berada di dalam markas besar
Mistha gemetar! Masih memegang erat tongkat golf itu dengan kedua telapak tangannya. Tak lama kemudian ia mendengar seseorang memanggil namanya. Suara lantang itu membuat Mistha yakin bahwa kawanan yang menyeruak masuk ke dalam rumah Ghara malam ini adalah para anak buah Vall Ankala yang akan melukai dirinya. Bajingan! Mistha mengeratkan kembali genggaman tongkat golf sembari berdecak geram, memukulkan beberapa kali tongkat golf itu tepat di wajah seorang pria yang baru saja melintasi bilik antara kedua ruangan. Di sekat perbatasan tempat Mistha bersembunyi, seorang pria terkejut akibat pukulan yang tiba-tiba mendarat mengenai wajahnya. "Mistha!" teriak seorang wanita. "Apa yang Kamu lakukan?" imbuhnya sembari mendekati seorang yang tengah Mistha pukul kepalanya beberapa kali hingga darah segar mengucur dari keningnya. "Bu, kenapa Anda di sini?" ucap Mistha tersentak saat mengetahui tahanan 815 berada di rumah Ghara. "Kamu pikir siapa yang datang?" tanya tahanan 815. "Maaf," uc
"Silakan masuk!" ucap tahanan 815 mempersilakan Mistha kembali masuk ke dalam ruangan Lugitha. "Terima kasih," balasnya sembari mengangguk kecil. Dalam ruangan mewah yang penuh dengan ornament-ornament Versatile itu Mistha nampak pesimis. Dari tatapan awal, Mistha sudah mengira bahwa Lugitha akan menolak mentah-mentah tawarannya, mengingat bagaimana keras kepalanya wanita ini. Tentu membuat kesepakatan semacam ini, tidak akan mudah. "Apa rencana yang ingin Anda lakukan?" tanya Lugitha memecah hening yang sesaat tercipta. Mendengar pertanyaan itu, mulut Mistha seolah tercekat. Semua kata-kata yang sudah diracik untuk merayu Lugitha tiba-tiba tertahan di tenggorokan. "Ambilkan minum," ucap Lugitha kepada tahanan 815, begitu melihat Mistha seperti kehabisan tenaga untuk berbicara. "Baik, Bu!" "Tidak perlu!" sahut Mistha. "Begini, Bu Lugitha-" Mistha mulai membuka suara, menjelaskan semua rencana untuk menyusup ke dalam markas Vall Ankala. Sementara Lugitha mulai antusias menden
"Lepaskan Aku. Bajingan Kalian semua!" Mistha memberontak. Dorongan paksa dari pria berseragam hitam itu nyaris membuat Mistha terjungkal. "Diam!" bentak seorang pria yang tengah mengikat pergerakannya. Sementara Mistha masih tak mengerti apa maksud mereka. Kenapa mereka semua membawa Mistha ke sebuah tempat asing? Dimana dirinya sekarang? Mistha bertanya penuh heran. Mereka semua membawa Mistha masuk ke dalam sebuah lift panjang sekitar dua puluh meter persegi. Lift itu bergerak mundur, melesat cepat seperti kereta bawah tanah. Kami sudah sampai di lokasi, Bu! Siap, laksanakan, Bu! Mistha mendengar pria di belakangnya sedang berbincang melalui telephone. Siapa wanita yang memerintahkan mereka? Keparat! Jika sampai Nathe berkhianat, jangan pikir Mistha tinggal diam. Lalu apa motif mereka memperdaya Lugitha serta semua orang yang telah membantu, jika Nathe Rose melakukan ini! Bajingan. Mistha benar-benar harus mencari tahu, siapa wanita itu. Sampai di sebuah ruangan kecil, Mist
Kenapa Mereka bisa sampai lolos? Ha! Bentak Nathe Rose melalui telephonennya. Kami minta maaf Bu! Dua penjaga lengah, mereka semua terluka parah. Wanita itu sungguh bahaya! Cari mereka sampai ketemu! Baik, Bu! Mistha melihat Nathe Rose berbincang di depan pintu masuk Terra Bios, namun ia tidak ingin terang-terangan menunjukkan dirinya di depan Nathe Rose malam ini. Jika Nathe Rose bermain licik, tentu Mistha harus lebih cerdik. Beberapa saat setelah Nathe Rose masuk ke dalam mobil dan keluar dari area Terra Bios, Mistha dan Yava mulai melaksanakan aksinya. Mistha berjalan mantap menuju pintu masuk, namun langkahnya dijegal oleh beberapa pria berseragam hitam. "Maaf, ada yang bisa Saya bantu?" Mistha diam. Dari balik kacamata hitamnya ia melihat Yava mulai muncul, sembari membawa balok kayu. "Maaf, ada yang bisa Saya bantu?" ulangnya sembari sedikit mencondongkan badan ke arah Mistha. Kemudian Yava muncul
"Sepertinya ada kesalah pahaman diantara Kami, Bu!" ucap Mistha. Lugitha mendecih, merasa bahwa Mistha dan Melani telah mempermainkan dirinya. "Melani!" ucap Lugitha penuh penekanan. "Beri Kami waktu untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi," balas Melani memelas. Sayangnya Lugitha tak lagi melunak melihat dua pengkhianat yang ada di depannya saat ini. Rasanya ia ingin segera menghabisi dua wanita yang seolah tak tahu dosa-pun tak tahu diuntung! Menurutnya. "Apa Kalian pikir Aku bodoh? Ha!" bentak Lugitha. Lugitha mengarahkan senapan itu bergantian, ke arah Mistha - ke arah Melani. "Persetan dengan permainan Kalian, mengerti!" bentaknya lagi. "Matheo telah mengkhianati Kami!" ucap Mistha akhirnya. Mendengar nama Matheo terucap dari bibir Mistha, seketika Lugitha melemah. Ia tiba-tiba seperti tak punya kekuatan untuk menarik senapan yang kini sudah berada di tangannya itu. Ia tercengang tak percaya! "Matheo?" desisnya. "Izinkan Kami menjelaskan apa yang telah terjadi,"
"Apa yang terjadi, Bu?" Mistha memanggil-manggil Melani, namun tetap tak ada jawaban dari saluran komunikasi mereka semua yang sudah terputus.Sementara keadaan semakin menegangkan, ketika terjadi sebuah ledakan keras dari dalam markas itu.Mistha melihat semua orang yang berada di sekitar markas itu, terpelanting keras akibat semburan api besar yang disebabkan oleh ledakan yang entah berasal dari mana. "Yava, Bu Melani..."Mistha berlari kencang ke arah markas yang sudah terlalap api, meninggalkan Lugitha sendirian di dekat mobil. Ia berusaha mencari keberadaan Yava, Melani dan pria tukang kebersihan, namun sepertinya mereka sudah mati terbakar api yang berasal dari dalam markas itu.Persetan! Ucap Mistha ketika melihat segerombolan team Vall Ankala dan Matheo berhasil kabur dari area markas yang sudah terlahap api.Sialnya kini Mistha yang terjebak di dalam markas itu, karena ternyata Yava, Melani, tukang kebersihan serta semua orang yang tengah di sekap di dalam markas itu berhasi
"Sebentar!" Yava berusaha mengingat seorang pria yang ditemui sebelum berangkat ke markas. "Apakah ada pria paruh baya yang ikut masuk ke dalam mobil Kita kemarin, Ghar?" imbuh Yava meyakinkan. Ghara berusaha mengingat, namun yang ada diingatannya hanya ada empat wanita dan dua pria. Termasuk dirinya dan Yava, lalu Ghara menggeleng begitu Ghara yakin bahwa tidak ada orang lain, selain mereka berlima. "Bu Melani, siapa nama pria yang ikut masuk ke dalam markas bersama Kita kemarin?" tanya Yava begitu Ghara dan Yava menemui mereka di ruang perawatan Lugitha. "Pak Matius," jawab Melani. "Dimana Matius?" tanya Lugitha ketika mendengar nama Matius terucap dari bibir Melani. "Papa? Papa dimana?" sahut Laurent. "Apakah Pak Matius menggunakan Flat Cap?" ulang Ghara mencoba mengingat pria yang meledakkan diri setelah Yava berhasil membuka pintu ruang penyekapan, karena Ghara tidak begitu bisa mengidentifikasi wajah Matius yang sebenarnya pernah Ghara temui. "Benar! Dimana Papa?" jawab L
"Sayang, Aku berangkat dulu ya!" ucap Mistha sembari sibuk menata barang-barang yang akan dibawa. Kemudian Ghara menghampiri Mistha yang nampak cantik pagi itu. "Hati-hati, hubungi Aku secepatnya jika ada apa-apa!" balasnya. Mistha tersenyum, kemudian berjalan ke arah Ghara. Memeluk erat tubuh Ghara yang tengah mencium keningnya. Setelah memastikan Mistha pergi, akhirnya Ghara bersiap diri untuk menemui Dokter sesuai janjinya hari ini. Ia mengenakan celana jeans dan hoodie. Tidak berpakaian rapi seperti biasa yang dipakai setiap pagi untuk berangkat ke kantor. Saya izin hari ini, Pak Dewa! Jaga mereka, jangan sampai mereka bertindak konyol. ucapnya begitu telephonenya tersambung. Siap, Pak! balas Dewa kemudian mengakhiri percakapan melalui telephone yang dilakukan Ghara dalam perjalanan menemui Dokter sesuai janjinya. Sementara Ghara sudah tiba di lokasi. Ia masih menunggu Dokter itu disalah satu kedai kopi. Beberapa saat setelah kedatangannya, Dokter itu tak juga menampakkan b
Mendengar ucapan Vall Anakala, Ghara mencebikkan bibirnya. Ia bahkan sudah tak peduli lagi dengan ancaman pria biadab yang berdiri penuh dengan kejumawaan dihadapannya saat ini. Apa pun yang terjadi, Ghara harus menangkap lintah darat licin yang selama ini selalu lolos dari tangannya. "Pikirkan matang-matang ucapanku sebelum Anda benar-benar menyesal, Pak Ghara!" ulang Vall Ankala meyakinkan Ghara. Alih-alih Ghara rela melepaskan lintah darat licin ini menyeberangi kepungan hilir dan pergi begitu saja. "Lakukan jika Anda bisa. Tapi, ingat! Saya memiliki satu senjata yang selama ini Anda simpan rapat-rapat Pak Vall Ankala," balas Ghara yakin. Ghara tentu berpikir, berkas yang kini ada di tangan Nathe Rose adalah satu-satunya pusaka Vall Ankala dan Erick Choii yang sebentar lagi akan ungkap terang-terangan di persidangan. "Silakan ikut Kami. Anda tentu tak punya pilihan lagi, siapa yang bisa menyelamatkanmu sekarang?" ucap Ghara sembari menatap semua anak buah Vall Ankala yang berha
"Tolong..., tolong selamatkan Kami!"Lamat-lamat Ghara mendengar suara beberapa orang yang merintih kesakitan, berharap seseorang datang menyelamatkan dirinya.Demi untuk memastikan asal suara itu, Ghara pun melepas Morse yang menjadi alat komunikasi dengan team Jack'o Justice. Lalu ia menerobos lorong panjang, sebuah jalan setapak menuju tempat pengeboran tambang silika."Tolong selamatkan Kami, Pak! Tempat ini akan segera meledak," ucap seorang pria begitu ia melihat kehadiran Ghara.Ghara terkejut mendengar ucapan pria itu, benarkah yang ia katakan? Batin Ghara.Saat Ghara memakai morse kambali dan berniat untuk menjalin komunikasi dengan team yang berada di luar tempat penambangan, rupanya morse itu sudah tidak berfingsi seolah tidak dapat menerima sinyal suara lagi, sehingga ucapannya pun tak ada yang mendengar.Begitu Forge mulai bergetar, perlahan-lahan tempat pengeboran itu pun akhirnya terguncang membuat tubuhnya hampir terperosok kejurang, Ghara sedikit lagi nyaris tumbang.
"Aku terjebak dalam permainan mereka! Aku akan membantu Kalian untuk membuka kode akses itu, tapi ada satu hal yang harus Kalian tepati!" "Katakan! Jika itu mendukung proses investigasi Kami dan Anda tidak terbukti bersalah, maka Kami akan melindungi Anda, Kami menjamin Anda kembali ke Amstelveen dengan selamat Bu Carrolyn." "Rahasiakan identiasku dan jangan pernah beri tahu mereka bahwa Aku membantu Kalian!" "Hanya itu saja?" "Segera bebaskan Aku, begitu pintu itu terbuka!" katanya. "Permintaan Anda Saya setujui untuk sementara ini, namun Anda harus melalui proses evaluasi terlebih dahulu. Jangan khawatir, seperti apa yang Saya katakan diawal. Kami akan segera membebaskan Anda begitu Anda tidak terbukti bersalah, bagaimana setuju?" Carrolyn menganggukkan kepala, tanda bahwa dia menyetujui kesepakatan itu. Pun ia yang merasa terjebak dalam situasi ini, berharap segera di bebaskan dan segera menghirup napas lega begitu para belut-belut licin yang bersembunyi di bawah tanah itu te
Setelah mendapatkan kesaksian dari Louis, akhirnya Ghara pun kembali mengerahkan team Jack'o Justice untuk bergerak lebih cepat. Berkat satu nama kota yang sudah dikantongi team pun akhirnya bergerak menuju Amstelveen, bekerjasama dengan anggota inteligent setempat. Tidak butuh waktu lama bagi inteligent profesional yang berpencar mengepung pergerakan Carrolyn disebuah bar ternama malam itu. Saksi tersangka berhasil Kami tangkap, Pak! Kami akan segera kembali sesuai jadwal penerbangan international esok hari. Laporan selesai! ucap salah satu anggota Jack'o Justice yang diutus Ghara untuk berangkat menjemput Carrolyn kala itu. Laksanakan! Siap. Laksanakan, Pak Komandan! jawabnya kemudian menutup telephone roaming yang tersambung antar Negara itu. Amstelveen menjadi satu-satunya tempat persembunyian Carrolyn, ia berada di kota bagian Nord Holland itu memang tidak semata-mata melarikan diri dari sesuatu yang telah disembunyikan selama ini. Melainkan, Carrolyn memang warga Negara Asin
"Ada apa, Sayang?" tanya Mistha.Ghara tersentak, seketika mengusap air mata yang tumpah ruah tak tertahankan. Kemudian, ia menunjukkan iPad itu ke arah Mistha. Begitu Mistha lihat gambar yang tersimpan di galery pad drawing, ia pun turut terkejut. Benarkah Adzan yang menggambar ilustrasi ini? Batin Mistha."Ini bisa menjadi bukti, Louis tidak akan bisa mengelak lagi!" ucap Ghara."Tenang, Sayang. Istirahatlah terlebih dahulu, jangan terlalu memikirkan apa pun. Tidak mudah bagimu untuk menerima situasi ini, Aku paham. Tapi kesehatanmu lebih penting, Kita bahas nanti jika kondisimu sudah baikan," sahutnya memperhatikan Ghara yang terlihat lelah.Sepertinya apa yang dikatakan Mistha benar! Ghara butuh istirahat untuk mengembalikan kondisi dan konsentrasinya untuk mengurus kasus-kasus yang datang bertubi-tubi. Sehingga malam itu, Ghara mencoba memejamkan mata. Mengosokan pikirannya tentang apa pun, termasuk pikiran tentang kematian Adzan yang begitu membuatnya terpukul.***"Pagi Sayang!
Mistha menghampiri Ghara yang tertunduk lemas memegangi kedua tungkai. Rasanya, tubuh Mistha ikut bergetar, jantungnya berdebar-debar. Melihat suaminya nampak frustasi seperti itu, membuat Mistha hampir tak bisa menggerakkan badannya untuk mendekat. "Bagaimana jika Adzan tak selamat, Sayang?" ucap Ghara lirih. Mendengar ucapan itu, Mistha merengkuh tubuh Ghara, memberi semangat dan kekuatan, bahwa Adzan pasti bisa disembuhkan. "Aku nggak bisa bayangin anak sekecil itu harus menjalani operasi yang membuat dia tak bisa kembali normal seperti dulu," ucap Ghara saat ia menandatangi persetujuan pembedahan colostomi karena terjadi infeksi dan pembengkakan pada usus besar Adzan pasca keracunan. Ia benar-benar tak menyangka jika hal itu membuat Adzan cacat permanen. "Adzan pasti sembuh, Sayang!" ucap Mistha menguatkan. Satu jam kemudian, operasi colostomi pun selesai. Dokter yang baru saja keluar dari ruang pembedahan menginformasikan, bahwa kondisi Adzan semakin kritis sehingga harus di
"Brassery TownHouse!" jawab Mistha. "Siapa nama Louis sebenarnya?" tanya Ghara yang sebenarnya sudah mencurigai satu nama yang dibahas waktu rapat kemarin siang. "Alexander Louis!" jawab Mistha sesuai nama yang tertera dinomor rekeningnya. "Kamu tahu di mana Louis tinggal?" tanya Ghara lagi. Mistha menggeleng, karena setiap pertemuan mereka selalu di coffe shop bahkan pertemuan awalnya saja di Brassery TownHouse dan Mistha hanya memiliki nomor handphonenya. "Hubungi Louis sekarang, Aku tahu Kamu masih simpan nomornya. Katakan bahwa Kamu akan memberikan uang sesuai permintaan terakhirnya!" kata Ghara. "Sayang! Aku tidak mau berhubungan dengan pria itu lagi," sahut Mistha. "Kamu tahu siapa Louis sebenarnya?" Mistha menggeleng, merasa bahwa dia sama sekali tak mengerti latar belakang Louis selain berandal yang mengakibatkan kematian Kirana. "Louis adalah saksi kunci dari kasus Vall Ankala. Hubungi Dia secepatnya dan rencanakan janji temu, bilang kalau Kamu tidak melibatkan siapa
Setelah kejadian kemarin, Mistha paham bahwa Ghara satu-satunya pria yang mampu bertahan menghadapi dirinya yang keras kepala dengan ke sabaran luar biasa. Sikap Ghara dalam menyelesaikan masalah membuat Mistha terpukul lalu sadar bahwa tidak ada pria yang memiliki jiwa lembut seperti Ghara. Demi menebus kesalahannya itu, Mistha bertekad tidak akan mengecewakan Ghara lagi-pun ia berjanji akan menuruti semua perintah Ghara. Termasuk membantu Ghara mengusut semua kasus-kasus yang menjadi tanggung jawabnya sekarang. "Malam Sayang," sapa Ghara begitu ia tiba di rumah. Mistha tersentak! Sadar dari lamunannya begitu mendapati sang suami mematung tepat di depannya. "Selamat malam Sayang," balasnya manis kemudian membantu Ghara melepas jas kebesarannya. "Adzan dimana?" tanya Ghara. "Tidur," sahut Mistha. "Tumben," cetus Ghara aneh. "Kayaknya kecapekan," pungkasnya. Kemudian Ghara beranjak ke kamar Adzan. Memastikan bahwa ponakannya itu baik-baik saja, diiringi langkah Mistha di belak