Savanah mendelik Brianna. Lalu dia teringat akan ide dan ulasan dari Storm. Tidak mau kalah, Savanah menggerakkan jarinya.
“Apa? Kau yang akan menang? Ahhahaha! Tidak mungkin, Sav! Kulihat kau belum ada persiapan! Kita lihat saja besok, Sav!”
Brianna benar-benar yakin kali ini dan terlihat ambisi di manik matanya.
Di saat sedang tertawa senang melihat keterkejutan Savanah mengetahui dia memesan susu kambing Saanen, Milka dan tiga pengikutnya tiba-tiba mendekati meja makan mereka dengan wajah angkuh.
“Jangan senang dulu! Kalian akan kalah. Aku yang akan menang!”
“Silakan bermimpi terus, huh!” seru Brianna kesal sambil mengajak Savanah meninggalkan meja makan mereka. Lagipula, mereka telah selesai makan siang.
Saat sore tiba, Milka dan tiga pengikutnya berkumpul bersama sementara rekan lainnya bersiap pulang.
Mereka masih terlibat pembicaraan serius.
“Kalian tidak pulang?” tanya sal
Malam itu, Savanah bergerak cepat. Segala rasa penasarannya terhadap Storm dipendingnya terlebih dahulu. Saat ini adalah saat untuk menguji coba resep buatannya.Dengan berbagai bahan yang baru dibeli tadi, Savanah membuat desserts untuk besok.Storm menemani dengan duduk tak jauh dari sana, sembari melihat-lihat ponselnya.Savanah baru selesai ketika jarum jam menyentuh angka tengah malam.“Akhirnya selesai. Kau mau menyicipinya?” tanyanya lewat suara ponsel.Storm mengangkat kepalanya lalu menatap ke arah nampan.“Baiklah.”Dia mengambil satu potong dan memakannya. Lelehan cream tiramisu saat menyentuh lidahnya membuat Storm memejamkan mata dan berdecak lezat.“Ini lezat sekali.”“Manisnya pas?”Storm menggerakkan jarinya lalu berseru, “Perfecto!”“Yang lainnya?”“Ini lezat. Crunchy di luar, lembut dan ... yang paling aku suka adalah isiannya yang melted. Apalagi varian rasa ini ... tiramisu. Aku suka rasa kopi di kue ini.”Savanah tersenyum meski wajahnya sudah terlihat lelah.Denga
Mendengar pertanyaan Milka, Brianna pun ikut penasaran.Tapi dia tak mau bersekutu dengan Milka sehingga Brianna menjawab Milka terlebih dahulu.“Hei, bukan urusanmu! Urusin itu bajumu yang ketatnya minta ampun. Kau mau pamer belahan dada ke juri?”“Kenapa kau sewot? Sirik ya?”“Sirik? Aku tuh geli melihat gaunmu!”“Oh, ini kan karena aku mempersiapkan diri menjemput kemenanganku nanti. Apalagi ini disiarkan di TV. Wajib dong aku tampil kece!”“Hah? Kalau menang! Hahahhahah!”Suara tawa Brianna mengundang banyak perhatian apalagi bertepatan dengan masuknya Miss Georgina dengan langkah anggun. Dia berhenti di depan semua peserta.Sontak Brianna menutup mulutnya dengan tangan dan memberikan tatapan remeh pada Milka. Itu membuat Milka sebal dan membuang wajahnya dan tak mau lagi menatap ke arah mereka.Tinggallah Brianna yang kini penasaran dengan isi tas Savanah.“Memangnya apa isi tasmu, Sav?” tanyanya dalam bisik pada Savanah.Yang didapat Brianna hanya senyum dan lirikan dari Savanah
‘Sial! Ini kenapa jadi begini?’ rutuk Milka dalam hatinya.Sudah terbuang tiga menit hanya untuk membuka kemasan bubuk kakao yang rapatnya minta ampun. Pada akhirnya pun Milka harus mengambil gunting. Itu pun dia lupa membawa dan harus berlari ke belakang, mencari-cari lagi di dalam lemari.Selesai membuka semua kemasan, akhirnya Milka mulai menakar mulai dari tepung, bubuk kakao, garam, gula, baking powder, susu, telur, mentega, dan beberapa bahan lainnya.Setelah semua itu, diliriknya penghitung waktu yang tertempel di tembok depan. Tinggal 40 menit lagi. Dengan tangan gemetar dan terburu-buru, Milka mengayak tepung, lalu memecahkan telur dan memisahkan kuning dari putihnya.Karena tidak terlatih ditambah lagi hati yang ketar ketir, memisahkan kuning telur jadi memakan waktu dua kali dari yang seharusnya.Selesainya, Milka menyusun wadah dan mixer, mencampur bahan-bahan itu hingga menjadi adonan waffle yang pas.Setelah adonan jadi, Milka baru sadar dia belum memanaskan pemanggang w
“Ini Caramel Apple Cider Ice Cream With Caramalized Apples versi spesial,” ucap Brianna dengan mata berbinar-binar dan penuh percaya diri.“Apa spesialnya?”“Bahan susu untuk membuat ice cream nya. Saya memakai susu kambing Saanen langsung dari Switzerland.” Brianna menyebutkan semua itu dengan lantangnya.Miss Georgina dan para juri mengangguk senang. Di antara peserta lainnya tadi, Brianna terlihat cukup persiapan.Pandangan juri dan Miss Georgina kini tertuju pada ice cream berbentuk persegi yang ada di piring Brianna.Ice cream berwarna keoranyean itu dihiasi topping saus caramel yang seperti benang wol melintang. Lalu ada 4 potong apel tipis yang juga telah direndam saus caramel.Itulah mengapa namanya menjadi sedikit memusingkan: Caramel Apple Cider Ice Cream with Caramalized Apples.“Kau menggunakan susuk kambing Saanen? Itu bagus. Seharusnya ini lezat,” kata Miss Georgina dengan wajah yang mulai tersenyum.“Lalu mana sari buah apelnya?”“Oh, saya hanya menggunakan sedikit saja
Sembari menunggu hasil keputusan juri, Savanah menghampiri Storm yang terlihat duduk di kursi penonton, di sudut ruangan.Begitu Savanah mendekat, Storm langsung menepuk kursi di sebelahnya.“Bagaimana menurutmu kompetisi tadi?” tanya Savanah dengan suara ponsel.Dengan lagak cueknya sambil menyugar rambutnya yang lumayan panjang, Storm bersandar sambil merentangkan sebelah lengannya di sandaran kursi belakang Savanah.“Kau tampil sempurna,” sahutnya mulai kumat irit bicaranya.“Sempurna kata yang berlebihan. Aku hanya berharap disebut baik atau sekadar good job juga sudah senang.”“Bagiku kau sempurna. Tidak ada kata lain lagi yang lebih pas.”Savanah ingin meleleh hatinya, tapi kedua matanya malah memberikan delikan sebal pada Storm. Bagi Savanah pria itu sengaja menggombalinya.“Itu benar. Kenapa mendelikku?” tanya Storm tanpa rasa bersalah.Savanah tak memiliki kata-kata lagi untuk menyahutinya. Dia pun hanya berdecak sambil mendelik lagi.Storm yang merasa puas bisa mengerjai Sava
“Ada yang mencemari bahan baku?”“Pantasan wajah para juri terlihat aneh setiap kali mencicipi desserts kita.”“Benar! Dan hanya desserts Brianna dan Savanah yang tidak membuat juri mengernyit!”“Kau benar. Aku juga memperhatikannya dari tadi. Aku juga sempat mencicipi hasilku sendiri. Memang sangat asin. Kupikir aku yang salah menakar. Tapi ternyata ... ck, ck, ck!”“Aku tak menyangka Savanah berani bertindak seperti itu!”“Benar! Padahal dia sudah bisu, masa masih memelihara sikap culasnya lagi.”“Mungkin karena suaminya pengangguran. Dia terlalu menginginkan uang hadiah kompetisi ini. Jadilah dia bertindak nekat, demi memenangkan hadiah ini. Sungguh keterlaluan!”“Ya, kau benar! Pastilah karena uang nya. Begitulah kalau menikah dengan pria yang tak bisa diandalkan. Bahkan untuk tanggung jawab keuangan sehari-hari saja tidak bisa diandalkan. Maka jalan pintas pun diambil.”Spekulasi berkembang cepat di antara para peserta. Bisik-bisik berdengung keras hingga tak lagi bisa disebut ‘b
Kepergian Storm dan Savanah akhirnya membuat Clara berani berdiri kembali. Dia mengebas debu di bajunya sambil mendengus kesal.Itu semua membuat Brianna jengkel setengah mati.“Kalau mau menuduh lain kali pikir dulu pake otak!” katanya ketika dia sudah di hadapan Clara.Ketakutan Clara terhadap Storm telah mengumpul dan ketika dia mendengar Brianna berkata seperti itu, Clara jadi emosional.“Justru aku memakai otak lah maka bisa menyimpulkan dia yang mencurangi kita semua. Kau begitu membelanya, jangan-jangan kau telah membantunya selama ini, hah! Kau kan teman baiknya, pasti kau mendukungnya dalam hal apapun!”Brianna mulai tersulut emosi lebih dari sebelumnya. Apa yang dikatakan Clara tidak masuk di akalnya.Karenanya dia malah tertawa membahana.“Hahahahhaha!”“Hah malah tertawa. Sudah gila?!”“Aku menertawakan jalan pikiranmu. Asal kau tahu pertemananku dengan Savanah tidak seperti hubunganmu dengan mereka!” Brianna menunjuk Milka, Freya, dan Reese yang tak jauh dari mereka.“Aku
“Oh, Savanah, kau datang?” sambut ibunya sambil memeluk erat.Savanah pun balas memeluk dan segera berkomunikasi lewat gerakan jarinya bahwa Storm yang mencetuskan ide agar mereka datang dan makan siang bersama di sini. Savanah juga mengangkat sekantung makanan yang telah dibeli Storm tadi.Liora melihat itu dan tersenyum meskipun dia juga terkejut mengetahui bahwa Storm bisa sepeduli itu pada mereka.Dan itu semua membuat Liora tak mampu menahan diri untuk tidak melirik Storm.Meskipun dia masih menganggap Storm pengangguran, tapi setidaknya Storm terlihat baik dan peduli pada Savanah.Itu cukup melegakan hati Liora.Mereka pun makan siang bersama. Kali ini Zach ikut bergabung di meja makan.Savanah memilih duduk di sebelah ayahnya dan dia yang menyuapinya.Tidak banyak percakapan yang mereka bincangkan karena adanya Storm di tengah-tengah mereka.Dan ini membuat situasi mereka terasa kurang hidup.Liora pun mencari topik pembicaraan.“Aku menonton siaran langsung kompetisimu, Sav. S
Savanah memeluk Storm dari belakang, mengalungkan lengannya di leher Storm, lalu berbisik lembut, “Redakan amarahmu. Langit sudah gelap, tidak baik menahan marah sampai esok hari.Kita akan membekali Sky, River, dan Aspen dengan pembelajaran bahwa jika ayahmu mendekati mereka lagi, lalu mengajak pergi bersama, mereka harus pastikan bahwa kita berdua ikut, atau setidaknya diberitahu.”Selesai berbisik, Savanah menciumi tengkuk pria itu agar amarahnya sedikit teralihkan.Benar saja, Storm mulai meletakkan ponselnya lalu memanjangkan lengannya ke arah belakang dan merangkul leher Savanah. Dia lalu membawa sang istri ke depan dan kini posisi Savanah yang didekapnya dari belakang.Seakan hasrat sudah mengambil alih, kini giliran Storm yang menciumi tengkuk Savanah setelah dia menyampirkan rambut panjang Savanah ke bahu kiri sang istri.Leher putih, mulus, dan jenjang itu begitu menggoda, membuat kemarahannya pun sedikit mereda digantikan hasrat yang mengembang apalagi rasa frustrasinya tad
Savanah menatap Braxton yang menjawab tanpa rasa bersalah sama sekali. Pria itu malah terkesan menikmati kekesalan dan kekhawatiran Savanah.Tidak tahukah dia bahwa Savanah begitu khawatir pada River sampai-sampai dia tidak nafsu makan, bahkan tidak mengingat bagaimana Sky dan Aspen makan malam tadi. Apakah mereka makan dengan benar, dengan cukup? Atau malah mereka hanya memainkan makanan mereka?Andai bisa, Savanah rasanya ingin meninggalkan Braxton tanpa kata sama sekali dan langsung membawa anak-anak dan keluarganya masuk. Biarkan saja dia merasa tidak dianggap.Tapi ada ayah dan ibunya yang turut mendelik tajam pada Braxton. Hanya saja pria itu seakan tidak menganggap kekesalan mereka semua dengan serius. Braxton malah membiarkan wajahnya terlihat senang seperti tak ada rasa bersalah pada Savanah dan yang lainnya.Dia menunjuk sekotak hadiah besar yang dipegang River.“Kakek kenapa mengajak River jalan-jalan tidak izin dulu dengan mommy dan daddy? Asal kakek tahu, Mommy dan Daddy
Storm marah. Dia pun mengajak Savanah dan anak-anak untuk segera pulang. Perjalanan yang tadinya terasa menyenangkan dengan berjalan santai bersama, kini terasa terlalu panjang seakan tak berujung.“Mommy, kenapa dengan River? Bukankah kata Mommy, kakek Braxton adalah ayahnya daddy? Mungkin saja Kakek Braxton sedang bermain bersama River.”Celotehan Sky membuat Storm terperangah. Savanah pun ikut kehilangan kata-katanya.Mereka berpandangan dan merasa sulit untuk menjelaskan pada Sky.Sudah jelas Savanah tidak ingin menjelekkan Braxton di depan anak-anak mereka. Biar bagaimanapun Braxton adalah ayahnya Storm. Tidak baik jika dia menjelekkannya di hadapan anak-anaknya.Dan sekalipun Storm tidak peduli jika sifat asli ayahnya dikuak di depan anak-anaknya, dia tetap tidak menyalahkan Savanah. Storm menghormati keputusan Savanah untuk tetap menjaga image ayahnya.Storm juga mengerti jika dari sudut pandang anak-anak, mereka masih sep
“Hei!” seru Braxton menyapa Sky dengan senyum ramah.Pria itu mengambilkan bola yang menggelinding lalu memberikannya pada Sky.“Kakek? Terima kasih.” Sky mengambil bola yang disodorkan.Braxton pun mengangguk senang dengan mata berbinar-binar.Sky lalu berbalik hendak kembali, tapi dia berhenti sejenak lalu berbalik lgi menghadap Braxton.“Kakek ... ayahnya daddyku, bukan?” tanyanya dengan polos.Hanya pertanyaan sederhana tapi Braxton terharu. Ternyata Storm masih menceritakan jati dirinya dengan benar pada anak-anaknya.“Iya, aku kakekmu.”Sky lalu tersenyum padanya dan merentangkan tangan. Braxton terkesiap melihatnya dan segera membungkukkan tubuh agar bisa dipeluk Sky.“Aku senang karena masih memiliki kakek. Jadi sekarang, kakekku ada dua. Kakek Zach dan kakek.”Braxton begitu tersentuh sampai-sampai air matanya menetes. Hatinya kembali berat ketika Sky melepaskan pelukan mereka.“Dah, Kakek. Aku mau bermain lagi.” Sky melambaikan tangan dan berlari pergi.Bergeming di tempatny
Siang yang santai, Storm mengajak anak-anak dan Savanah untuk berjalan-jalan santai sedikit jauh dari rumah. Mereka melwati pohon-pohon dengan daun yang sudah berubah beberapa warna, yang juga berguguran di jalanan.Warna kuning, merah, lalu coklat, menjadi dominan di pepohonan, menggantikan daun hijau yang menghias musim panas yang lalu.Suhu udara juga turun cukup banyak di musim gugur ini sehingga berjalan di siang hari adalah waktu yang tepat. Lagipula, siang hari menjadi lebih pendek, dan langit menggelap di sore hari.Storm merangkul Savanah yang perutnya kini sudah cukup besar. Jaket dan syal melingkupi tubuh Savanah yang kini seahri-hari mengenakan dress longgar demi kenyamanan perut besarnya. Storm sendiri hanya mengenakan sweater lengan panjang yang tidak terlalu tebal serta celana jeansnya yang berwarna biru muda, kesukaannya.Sky berjalan di depan mereka mendorong sebuah stroller yang akan ditempati Aspen jika bocah itu lelah.“Di ujung sana ada taman bermain, Daddy. Boleh
Miranda masih mengingat jelas bagaimana wajah Scilla saat muda, saat dia berhasil merayu Braxton untuk menikahinya dan mengusir Scilla dari rumah ini.Scilla sangat cantik dengan pembawaannya yang tenang dan bersahaja. Miranda selalu cemburu melihat Scilla yang tak pernah terlihat patah hatinya sekalipun Braxton telah jelas-jelas memperkenalkan dirinya pada Scilla.Wanita itu bagaikan putri raja yang begitu agung dan terhormat, yang hanya menatap dalam diam bagaikan air tenang yang menghanyutkan.“Aku akan menikahinya, karena dia sekarang mengandung anakku,” kata Braxton waktu itu.Raut wajah Scilla tidak berubah ketika mendengar kata-kata Braxton kala itu. Dia dengan diam berdiri dan menatap datar pada Braxton lalu Miranda.“Baiklah kalau kau ingin menikahinya, aku akan menceraikanmu.”Bahkan Miranda sangat kesal karena Braxton terus membahas kalimat Scilla waktu itu. Dia yang menceraikan Braxton, bukan dia meminta diceraikan. Hah, wanita sombong!Lebih sombong lagi karena permintaann
“Haaah ... kita lagi-lagi pulang hanya ada rumah yang kosong. Seharusnya tadi itu kau jangan banyak bicara. Sebelum Storm pulang, kita sebenarnya punya kesempatan untuk mengambil salah satu dari bocah itu!”Braxton duduk di salah satu sofa dengan raganya yang terlihat letih. Mendapati rumah ini yang hanya berisi beberapa pelayan saja, tanpa adanya Misty dan Moreno lagi, membuat hati Braxton merasa hampa.Biar bagaimana pun rumah ini terlalu besar untuk ditempati mereka berdua saja.Apalagi tadi dia sempat melihat sekilas isi dalam rumah Storm. Sekalipun perabot mereka biasa saja dan kebanyakan menggunakan perabot berbahan kayu, rumah Storm terlihat hangat.Bayangan anak-anak kecil duduk dan mengitari setiap sudut rumah, bermain sambil berlarian, bercekikikkan, berceloteh, bahkan bertengkar, membuat hati Braxton berkedut lebih sedih lagi. Dia ingin merasakan semua itu di rumahnya ini.Rasanya sungguh iri melihat teman-temannya yang lain memiliki kesibukan extra di masa tua mereka, yaitu
Raut wajah Storm perlahan melunak seiring menghilangnya mobil Braxton dari pandangan mereka.Pria itu menatap anak-anaknya satu demi satu.“Kalian tidak apa-apa?” tanyanya sambil memeluk Sky dan River bersamaan.“Kami tidak apa-apa. Tapi tadi itu siapa, Dad? Kenapa mereka sepertinya ingin membawa kami pergi dari sini?”Storm tidak langsung menjawab. Dia hanya memeluk erat lalu mengecup kepala dua bocah itu satu per satu. Lalu pandangannya tertuju pada Aspen yang berada dalam gendongan Savanah.Dia pun turut memeluk Aspen lalu istri tercintanya.“Mau apa mereka?” tanyanya pada Savanah saat mengurai pelukannya.“Mereka memintaku untuk mengizinkan Sky dan River menginap di rumah ayahmu. Alasannya karena dia berhak atas mereka, karena dia adalah kakek mereka. Lalu mereka juga bilang, bahwa anak-anak berhak memilih di mana mereka ingin tinggal.”Storm meradang lagi ketika mendengar penjelasan istrinya. Bagaimana bisa ayahnya dan istri ayahnya itu tiba-tiba memiliki pikiran seperti ini? Su
“Hah!” Savanah tak habis pikir dengan bagaimana Braxton dan Miranda bisa datang ke rumah mereka dan mengatakan semua itu dengan lantangnya?Padahal, jika dirunut puluhan tahun ke belakang, Braxton menelantarkan Storm. Lalu mereka telah menghina Savanah saat bisu. Ada banyak pertikaian dan mereka masih berani mengatakan hal seperti ini?Di mana urat malu mereka?“Mohon maaf, Tn. Braxton, tapi putramu mengurus anak-anaknya dengan sangat baik. Jika saat kecil Storm dibuang dari rumahmu itu benar disebut ditelantarkan. Tapi anak-anakku merasakan kehangatan di rumah kami, sudah tentu mereka tidak ditelantarkan.Mereka kami rawat dengan penuh sayang. Bagaimana bisa kau mengatakan mereka terlantar?Lagipula, asal kau tahu, Tn. Braxton, Storm telah menjadi ayah yang hebat bagi mereka. Dia selalu hadir di setiap moment hidup anak-anaknya.Setiap ulang tahun mereka, dia selalu hadir. Jangankan ulang tahun, setiap sarapan dan makan malam, Storm selalu bersama kami. Bagaimana mungkin kau dengan e