“Ada yang mencemari bahan baku?”“Pantasan wajah para juri terlihat aneh setiap kali mencicipi desserts kita.”“Benar! Dan hanya desserts Brianna dan Savanah yang tidak membuat juri mengernyit!”“Kau benar. Aku juga memperhatikannya dari tadi. Aku juga sempat mencicipi hasilku sendiri. Memang sangat asin. Kupikir aku yang salah menakar. Tapi ternyata ... ck, ck, ck!”“Aku tak menyangka Savanah berani bertindak seperti itu!”“Benar! Padahal dia sudah bisu, masa masih memelihara sikap culasnya lagi.”“Mungkin karena suaminya pengangguran. Dia terlalu menginginkan uang hadiah kompetisi ini. Jadilah dia bertindak nekat, demi memenangkan hadiah ini. Sungguh keterlaluan!”“Ya, kau benar! Pastilah karena uang nya. Begitulah kalau menikah dengan pria yang tak bisa diandalkan. Bahkan untuk tanggung jawab keuangan sehari-hari saja tidak bisa diandalkan. Maka jalan pintas pun diambil.”Spekulasi berkembang cepat di antara para peserta. Bisik-bisik berdengung keras hingga tak lagi bisa disebut ‘b
Kepergian Storm dan Savanah akhirnya membuat Clara berani berdiri kembali. Dia mengebas debu di bajunya sambil mendengus kesal.Itu semua membuat Brianna jengkel setengah mati.“Kalau mau menuduh lain kali pikir dulu pake otak!” katanya ketika dia sudah di hadapan Clara.Ketakutan Clara terhadap Storm telah mengumpul dan ketika dia mendengar Brianna berkata seperti itu, Clara jadi emosional.“Justru aku memakai otak lah maka bisa menyimpulkan dia yang mencurangi kita semua. Kau begitu membelanya, jangan-jangan kau telah membantunya selama ini, hah! Kau kan teman baiknya, pasti kau mendukungnya dalam hal apapun!”Brianna mulai tersulut emosi lebih dari sebelumnya. Apa yang dikatakan Clara tidak masuk di akalnya.Karenanya dia malah tertawa membahana.“Hahahahhaha!”“Hah malah tertawa. Sudah gila?!”“Aku menertawakan jalan pikiranmu. Asal kau tahu pertemananku dengan Savanah tidak seperti hubunganmu dengan mereka!” Brianna menunjuk Milka, Freya, dan Reese yang tak jauh dari mereka.“Aku
“Oh, Savanah, kau datang?” sambut ibunya sambil memeluk erat.Savanah pun balas memeluk dan segera berkomunikasi lewat gerakan jarinya bahwa Storm yang mencetuskan ide agar mereka datang dan makan siang bersama di sini. Savanah juga mengangkat sekantung makanan yang telah dibeli Storm tadi.Liora melihat itu dan tersenyum meskipun dia juga terkejut mengetahui bahwa Storm bisa sepeduli itu pada mereka.Dan itu semua membuat Liora tak mampu menahan diri untuk tidak melirik Storm.Meskipun dia masih menganggap Storm pengangguran, tapi setidaknya Storm terlihat baik dan peduli pada Savanah.Itu cukup melegakan hati Liora.Mereka pun makan siang bersama. Kali ini Zach ikut bergabung di meja makan.Savanah memilih duduk di sebelah ayahnya dan dia yang menyuapinya.Tidak banyak percakapan yang mereka bincangkan karena adanya Storm di tengah-tengah mereka.Dan ini membuat situasi mereka terasa kurang hidup.Liora pun mencari topik pembicaraan.“Aku menonton siaran langsung kompetisimu, Sav. S
Savanah tak bisa mengelak ajakan kencan dari Storm.Pun dia tak ingin menolak.Setiba di rumah Storm mempersilakannya untuk mandi duluan.Selesai mandi, giliran Storm yang memakai toilet.Savanah termenung di depan pintu lemari bajunya. Bingung baju yang mana yang akan dia kenakan.Formal? Semi formal? Atau santai?Hmm ... tapi jika ditilik dari tipe karakter Storm, Savanah merasa pria itu pasti mengenakan baju yang santai.Tapi Savanah sendiri tidak nyaman jika dia mengenakan baju yang terlalu santai, misalkan kaos oblong dan celana pendek saja.Lagipula, entah ke mana kencan yang dimaksud Storm. Bagaimana jika Storm mengajak ke restoran yang cukup elit? Mengingat memberinya mobil mewah saja bisa, tidak mungkin kan membawanya makan ke restoran elit tidak bisa?Pada akhirnya, pilihan Savanah jatuh pada dress santai selutut, tanpa lengan, berwarna pink pucat.Tepat saat Savanah selesai mengganti pakaiannya, Storm keluar dari toilet dengan lagi-lagi tampilan yang membuat Savanah malu me
Sebenarnya Savanah menyukai sesuatu yang misterius dari diri Storm. Bagi Savanah itu seperti hormon feromon yang membuat dirinya terus penasaran hingga semakin hari dia semakin terpikat pada diri Storm.Namun, ada kalanya kemisteriusan Storm membuatnya sebal. Seperti kali ini.Setelah sibuk menebak-nebak kencan seperti apa yang ditawarkan Storm, juga setelah terpukau pada makan malam di resto elit dengan pemandangan indah di tempat ini, Storm dengan entengnya berkata ini bukan kencan.Apakah pemahaman mereka tentang kencan yang berbeda? Atau ... memang hanya akal-akalan Storm saja menyatakan ini kencan atau bukan.Pertanyaan itu sudah hinggap di ujung lidah Savanah, tapi keburu pelayan datang membawakan menu utama.Selanjutnya, Storm mulai mengambil garpu dan pisaunya, dan dengan gerakan tangannya meminta Savanah untuk mulai makan.Terpaksa, Savanah menunda pertanyaannya tadi lagi. Dia menyantap salad strawbery dan jeruk mandarin di piringnya sehingga lidahnya terasa segar.Perlahan pe
‘Chateau-Sawyer?’Savanah berseru dlm hatinya tapi dengan kedua mata membelalak dan menunjuk merk yang tertera di botol wine.Storm mengangguk melihat antusias Savanah.“Aku belum pernah meminum ini,” ungkap Savanah jujur lewat suara ponsel. “Tapi aku tahu ini wine mahal. Bahkan ada yang harganya jutaan dolar.”Storm mengangguk. “Benar. Untuk wine tahun 1945 bahkan pernah dijual dalam lelang dengan harga 558.000 US dolar.”Kedua mata Savanah semakin membelalak lebar. Dia menatap wine, lalu menatap Storm.“Kalau yang ini di harga berapa?” tanyanya sambil menunjuk botol wine di tangan Storm.“Ini sekitar 1000 dolar.”“Wow! Wine begini dibuat pesta para staff? Pemilik Vineyard ini pastilah terlalu dermawan!”Storm mengangguk-angguk tanpa respon. Dia hanya berkata, “Kudengar mereka memang memproduksi lebih sehingga bisa dinikmati cuma-cuma oleh staff.”Savanah membentuk bibir bulat sebagai reaksinya, “Oh!”Storm lalu mempersilakan Savanah untuk meminum wine itu.“Goyangkan dengan gerak me
Milka tahu tidak seharusnya dia merasa kesal atas ucapan Moreno. Karena memang kenyataannya seperti itu. Tapi tetap saja bagi Milka, suaminya itu tidak berhak mengatakan seperti itu tepat di depan wajahnya.Itu seperti tidak memberinya muka sebagai sang istri.Karena itulah, Milka melotot lebar.Tapi Moreno sedang tidak berbaik hati malam ini. Dia melihat bagaimana Savanah bersama Storm. Bagaimana kakaknya bisa memperlakukan Savanah dengan sebaik itu. Itu semua membuat hatinya terasa tak senang. Bahkan jika mau jujur, Moreno menyesal membuang Savanah pada Storm.Padahal seharusnya dia lega karena Storm ternyata memperlakukan Savanah dengan baik. Tapi kenyataannya tidak. Ini seperti mengikis sedikit harapan di hatinya andai Savanah menderita dengan pernikahannya, dia sudah bersiap untuk menunjukkan penyesalan, lalu menghibur Savanah, dan mereka bisa kembali bersama meskipun dalam status yang tak seharusnya.Membayangkan itu saja Moreno sudah bersemangat. Dia memang tak pernah ingin mel
Bersiap di pagi ini untuk datang ke Paradice Cakery, Savanah merasa berbeda.Sekalipun dia tidak bersalah, tapi hatinya tetap gelisah. Bagaimana jika dalang di balik kecurangan kompetisi tidak terungkap dan dirinya tetap dinyatakan bersalah hanya karena dia membawa bahan premiumnya sendiri?Memikirkan itu, Savanah sampai terpaku di depan cermin ketika dia sudah mengenakan setelan kerjanya.Sebelah tangannya masih memegang sisir yang dipakai untuk merapikan dan menguncir rambut panjangnya, sementara dirinya sendiri bagai mematung.“Ada apa?” tanya Storm begitu dia sudah selesai dengan rutinitas paginya dari toilet.Sapaan itu bagai memutus lamunan Savanah. Mereka saling menatap untuk beberapa saat baru kemudian Savanah menggeleng.‘Tidak apa-apa,’ ucap Savanah lewat gerakan jarinya.Storm melanjutkan mengelap rambutnya yang habis dicuci, lalu menuju lemari pakaian untuk mengambil baju dan celananya.Tiba-tiba saja suara dari ponsel Savanah bergema.“Aku takut kalau penyelidikan nanti ti
Savanah memeluk Storm dari belakang, mengalungkan lengannya di leher Storm, lalu berbisik lembut, “Redakan amarahmu. Langit sudah gelap, tidak baik menahan marah sampai esok hari.Kita akan membekali Sky, River, dan Aspen dengan pembelajaran bahwa jika ayahmu mendekati mereka lagi, lalu mengajak pergi bersama, mereka harus pastikan bahwa kita berdua ikut, atau setidaknya diberitahu.”Selesai berbisik, Savanah menciumi tengkuk pria itu agar amarahnya sedikit teralihkan.Benar saja, Storm mulai meletakkan ponselnya lalu memanjangkan lengannya ke arah belakang dan merangkul leher Savanah. Dia lalu membawa sang istri ke depan dan kini posisi Savanah yang didekapnya dari belakang.Seakan hasrat sudah mengambil alih, kini giliran Storm yang menciumi tengkuk Savanah setelah dia menyampirkan rambut panjang Savanah ke bahu kiri sang istri.Leher putih, mulus, dan jenjang itu begitu menggoda, membuat kemarahannya pun sedikit mereda digantikan hasrat yang mengembang apalagi rasa frustrasinya tad
Savanah menatap Braxton yang menjawab tanpa rasa bersalah sama sekali. Pria itu malah terkesan menikmati kekesalan dan kekhawatiran Savanah.Tidak tahukah dia bahwa Savanah begitu khawatir pada River sampai-sampai dia tidak nafsu makan, bahkan tidak mengingat bagaimana Sky dan Aspen makan malam tadi. Apakah mereka makan dengan benar, dengan cukup? Atau malah mereka hanya memainkan makanan mereka?Andai bisa, Savanah rasanya ingin meninggalkan Braxton tanpa kata sama sekali dan langsung membawa anak-anak dan keluarganya masuk. Biarkan saja dia merasa tidak dianggap.Tapi ada ayah dan ibunya yang turut mendelik tajam pada Braxton. Hanya saja pria itu seakan tidak menganggap kekesalan mereka semua dengan serius. Braxton malah membiarkan wajahnya terlihat senang seperti tak ada rasa bersalah pada Savanah dan yang lainnya.Dia menunjuk sekotak hadiah besar yang dipegang River.“Kakek kenapa mengajak River jalan-jalan tidak izin dulu dengan mommy dan daddy? Asal kakek tahu, Mommy dan Daddy
Storm marah. Dia pun mengajak Savanah dan anak-anak untuk segera pulang. Perjalanan yang tadinya terasa menyenangkan dengan berjalan santai bersama, kini terasa terlalu panjang seakan tak berujung.“Mommy, kenapa dengan River? Bukankah kata Mommy, kakek Braxton adalah ayahnya daddy? Mungkin saja Kakek Braxton sedang bermain bersama River.”Celotehan Sky membuat Storm terperangah. Savanah pun ikut kehilangan kata-katanya.Mereka berpandangan dan merasa sulit untuk menjelaskan pada Sky.Sudah jelas Savanah tidak ingin menjelekkan Braxton di depan anak-anak mereka. Biar bagaimanapun Braxton adalah ayahnya Storm. Tidak baik jika dia menjelekkannya di hadapan anak-anaknya.Dan sekalipun Storm tidak peduli jika sifat asli ayahnya dikuak di depan anak-anaknya, dia tetap tidak menyalahkan Savanah. Storm menghormati keputusan Savanah untuk tetap menjaga image ayahnya.Storm juga mengerti jika dari sudut pandang anak-anak, mereka masih sep
“Hei!” seru Braxton menyapa Sky dengan senyum ramah.Pria itu mengambilkan bola yang menggelinding lalu memberikannya pada Sky.“Kakek? Terima kasih.” Sky mengambil bola yang disodorkan.Braxton pun mengangguk senang dengan mata berbinar-binar.Sky lalu berbalik hendak kembali, tapi dia berhenti sejenak lalu berbalik lgi menghadap Braxton.“Kakek ... ayahnya daddyku, bukan?” tanyanya dengan polos.Hanya pertanyaan sederhana tapi Braxton terharu. Ternyata Storm masih menceritakan jati dirinya dengan benar pada anak-anaknya.“Iya, aku kakekmu.”Sky lalu tersenyum padanya dan merentangkan tangan. Braxton terkesiap melihatnya dan segera membungkukkan tubuh agar bisa dipeluk Sky.“Aku senang karena masih memiliki kakek. Jadi sekarang, kakekku ada dua. Kakek Zach dan kakek.”Braxton begitu tersentuh sampai-sampai air matanya menetes. Hatinya kembali berat ketika Sky melepaskan pelukan mereka.“Dah, Kakek. Aku mau bermain lagi.” Sky melambaikan tangan dan berlari pergi.Bergeming di tempatny
Siang yang santai, Storm mengajak anak-anak dan Savanah untuk berjalan-jalan santai sedikit jauh dari rumah. Mereka melwati pohon-pohon dengan daun yang sudah berubah beberapa warna, yang juga berguguran di jalanan.Warna kuning, merah, lalu coklat, menjadi dominan di pepohonan, menggantikan daun hijau yang menghias musim panas yang lalu.Suhu udara juga turun cukup banyak di musim gugur ini sehingga berjalan di siang hari adalah waktu yang tepat. Lagipula, siang hari menjadi lebih pendek, dan langit menggelap di sore hari.Storm merangkul Savanah yang perutnya kini sudah cukup besar. Jaket dan syal melingkupi tubuh Savanah yang kini seahri-hari mengenakan dress longgar demi kenyamanan perut besarnya. Storm sendiri hanya mengenakan sweater lengan panjang yang tidak terlalu tebal serta celana jeansnya yang berwarna biru muda, kesukaannya.Sky berjalan di depan mereka mendorong sebuah stroller yang akan ditempati Aspen jika bocah itu lelah.“Di ujung sana ada taman bermain, Daddy. Boleh
Miranda masih mengingat jelas bagaimana wajah Scilla saat muda, saat dia berhasil merayu Braxton untuk menikahinya dan mengusir Scilla dari rumah ini.Scilla sangat cantik dengan pembawaannya yang tenang dan bersahaja. Miranda selalu cemburu melihat Scilla yang tak pernah terlihat patah hatinya sekalipun Braxton telah jelas-jelas memperkenalkan dirinya pada Scilla.Wanita itu bagaikan putri raja yang begitu agung dan terhormat, yang hanya menatap dalam diam bagaikan air tenang yang menghanyutkan.“Aku akan menikahinya, karena dia sekarang mengandung anakku,” kata Braxton waktu itu.Raut wajah Scilla tidak berubah ketika mendengar kata-kata Braxton kala itu. Dia dengan diam berdiri dan menatap datar pada Braxton lalu Miranda.“Baiklah kalau kau ingin menikahinya, aku akan menceraikanmu.”Bahkan Miranda sangat kesal karena Braxton terus membahas kalimat Scilla waktu itu. Dia yang menceraikan Braxton, bukan dia meminta diceraikan. Hah, wanita sombong!Lebih sombong lagi karena permintaann
“Haaah ... kita lagi-lagi pulang hanya ada rumah yang kosong. Seharusnya tadi itu kau jangan banyak bicara. Sebelum Storm pulang, kita sebenarnya punya kesempatan untuk mengambil salah satu dari bocah itu!”Braxton duduk di salah satu sofa dengan raganya yang terlihat letih. Mendapati rumah ini yang hanya berisi beberapa pelayan saja, tanpa adanya Misty dan Moreno lagi, membuat hati Braxton merasa hampa.Biar bagaimana pun rumah ini terlalu besar untuk ditempati mereka berdua saja.Apalagi tadi dia sempat melihat sekilas isi dalam rumah Storm. Sekalipun perabot mereka biasa saja dan kebanyakan menggunakan perabot berbahan kayu, rumah Storm terlihat hangat.Bayangan anak-anak kecil duduk dan mengitari setiap sudut rumah, bermain sambil berlarian, bercekikikkan, berceloteh, bahkan bertengkar, membuat hati Braxton berkedut lebih sedih lagi. Dia ingin merasakan semua itu di rumahnya ini.Rasanya sungguh iri melihat teman-temannya yang lain memiliki kesibukan extra di masa tua mereka, yaitu
Raut wajah Storm perlahan melunak seiring menghilangnya mobil Braxton dari pandangan mereka.Pria itu menatap anak-anaknya satu demi satu.“Kalian tidak apa-apa?” tanyanya sambil memeluk Sky dan River bersamaan.“Kami tidak apa-apa. Tapi tadi itu siapa, Dad? Kenapa mereka sepertinya ingin membawa kami pergi dari sini?”Storm tidak langsung menjawab. Dia hanya memeluk erat lalu mengecup kepala dua bocah itu satu per satu. Lalu pandangannya tertuju pada Aspen yang berada dalam gendongan Savanah.Dia pun turut memeluk Aspen lalu istri tercintanya.“Mau apa mereka?” tanyanya pada Savanah saat mengurai pelukannya.“Mereka memintaku untuk mengizinkan Sky dan River menginap di rumah ayahmu. Alasannya karena dia berhak atas mereka, karena dia adalah kakek mereka. Lalu mereka juga bilang, bahwa anak-anak berhak memilih di mana mereka ingin tinggal.”Storm meradang lagi ketika mendengar penjelasan istrinya. Bagaimana bisa ayahnya dan istri ayahnya itu tiba-tiba memiliki pikiran seperti ini? Su
“Hah!” Savanah tak habis pikir dengan bagaimana Braxton dan Miranda bisa datang ke rumah mereka dan mengatakan semua itu dengan lantangnya?Padahal, jika dirunut puluhan tahun ke belakang, Braxton menelantarkan Storm. Lalu mereka telah menghina Savanah saat bisu. Ada banyak pertikaian dan mereka masih berani mengatakan hal seperti ini?Di mana urat malu mereka?“Mohon maaf, Tn. Braxton, tapi putramu mengurus anak-anaknya dengan sangat baik. Jika saat kecil Storm dibuang dari rumahmu itu benar disebut ditelantarkan. Tapi anak-anakku merasakan kehangatan di rumah kami, sudah tentu mereka tidak ditelantarkan.Mereka kami rawat dengan penuh sayang. Bagaimana bisa kau mengatakan mereka terlantar?Lagipula, asal kau tahu, Tn. Braxton, Storm telah menjadi ayah yang hebat bagi mereka. Dia selalu hadir di setiap moment hidup anak-anaknya.Setiap ulang tahun mereka, dia selalu hadir. Jangankan ulang tahun, setiap sarapan dan makan malam, Storm selalu bersama kami. Bagaimana mungkin kau dengan e