Brandon baru mengeluarkan selembar kertas yang sudah kusut dan agak menguning dari kantongnya.Kertas itu bertuliskan kata-kata: "Maaf, aku ada urusan. Aku pergi dulu, ya."Kertas ini adalah kertas yang Leni tinggalkan pada saat itu. Selama beberapa tahun terakhir, Brandon masih selalu menyimpan kertas tersebut.Pernah beberapa kali, karena dorongan amarahnya, dia meremas kertas itu dan membuangnya ke tong sampah. Namun, akhirnya, dia membongkar tong sampah itu untuk mencari kertas itu lagi.Kertas ini seperti duri yang menusuk hatinya, tidak bisa dicabut, tetapi sebenarnya juga tidak rela dia cabut.Kertas ini seakan-akan sudah menjadi satu-satunya barang yang Leni tinggalkan untuknya. Jika bahkan kertas ini juga dibuang, dia tidak memiliki satu pun benda milik Leni lagi.Namun, sekarang ... dia sudah menemukan Leni!"Leni ... Leni Chiara ...." Brandon terus-menerus menggumamkan nama Leni sambil mencium lembaran kertas di tangannya dengan penuh kerinduan....Leni mengikuti Irene naik
Terlebih lagi, jika orang seperti Michael juga bisa terkena bahaya, apakah Irene berlutut atau tidak, hal ini sama sekali tidak penting lagi.Walaupun Irene berlutut hingga kedua kakinya patah pun sepertinya hal ini tidak akan membawa kegunaan apa pun bagi Michael.Kediaman Irene membuat tatapan Michael menggelap. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia kembali menyalakan mesin mobil.Pada saat ini, Irene hanya merasakan suasana di dalam mobil hening dan tegang....Keesokan harinya, Irene pergi mencari Leni. Mereka pergi ke sebuah restoran di dekat rumahnya Leni. Melihat mata sahabatnya yang jelas-jelas sudah menjadi mata panda, Irene menebak bahwa sahabatnya pasti tidak bisa tidur semalaman."Kemarin, saat kamu pulang rumah, apa yang terjadi?" tanya Irene."Jangan bahas lagi. Orang tuaku sedang menyiapkan uang tebusan. Melihatku pulang, mereka hampir menghukum aku," jawab Leni.Dengan ekspresi terkejut, Irene bertanya, "Kenapa? Kamu nggak cerita tentang Brandon pada mereka?""Iya, ak
Irene berkata, "Pada saatnya, kalau kamu nggak bisa menyelesaikan masalah ini, beri tahu aku, aku ...."Namun, Leni langsung memotong ucapannya. "Irene, kemarin, kamu sudah sangat membantuku. Kalau bukan berkat kamu, Michael sepertinya juga nggak akan datang menjemputku. Akulah yang memulai masalah dengan Brandon, paling-paling dia akan melampiaskan amarahnya padaku," kata Leni.Ucapan Leni terdengar santai, tetapi Irene masih saja merasa khawatir. Apakah masalahnya benar-benar begitu sederhana?"Aih, tenang saja. Meskipun pada saat itu aku meninggalkan Brandon tanpa pamit, aku juga nggak melakukan dosa berat atau punya dendam kesumat apa pun dengannya. Kami hanya ... bersenang-senang selama satu malam, dia seharusnya nggak akan bertindak terlalu kejam padaku," kata Leni untuk menenangkan sahabatnya.Bagaimanapun, sekarang, masalah Michael juga sudah cukup menyusahkan Irene, jadi Leni tidak berharap agar sahabatnya ini mengkhawatirkan masalahnya lagi."Tapi, kalau ada apa-apa, kamu har
"Naik mobil," kata Brandon dengan singkat.Leni seketika merasa dilema. Ponselnya memang berharga, tetapi kebebasannya bahkan lebih penting lagi! Dia tidak ingin dikurung di kamar oleh Brandon selama beberapa jam seperti kemarin.Jika kemarin Irene dan Michael tidak datang membawanya pergi, entah kapan dia baru bisa meninggalkan tempat itu."Nggak perlu. Kebetulan, aku mau ganti ponsel baru, jadi aku nggak memerlukan ponsel lama itu lagi," kata Leni dengan serbasalah."Kalau begitu, foto-foto dan berbagai akun di ponsel itu juga nggak perlu lagi? Oh iya, sepertinya ada sebagian informasi dalam perusahaanmu, deh," kata Brandon dengan cuek. "Bagus juga kalau kamu benar-benar nggak menginginkannya lagi."Ini ... ancaman!Leni menggertakkan giginya. Namun, masalahnya adalah ponselnya jelas-jelas dilindungi dengan kata sandi. Apakah Brandon membuka ponselnya dan melihat-lihat foto dan informasi dalam ponsel itu?Jangan-jangan Brandon juga memecahkan kata sandi berbagai akun sosialnya?"Kena
Leni mengedipkan matanya. Bukankah Brandon mau mengembalikan ponselnya sekarang juga?"Apakah aku harus memberimu uang?" tanya Leni. Begitu dia mengucapkan kata-kata ini, dia menyadari bahwa ucapan ini sangat bodoh. Dengan status Brandon sekarang, apakah dia masih memerlukan uangnya Leni?Seperti yang diduga, Brandon tersenyum sambil menatap Leni seakan-akan Leni adalah orang bodoh.Leni menarik napas dalam-dalam dan bertanya, "Menurutmu, apa yang harus kulakukan?" Lagi pula, apa pun yang dia lakukan, hasilnya tetap sama, dia menduga bahwa pria ini ingin membalaskan dendamnya dari tiga tahun yang lalu dengan ponsel ini.Intinya, Leni akan membiarkan Brandon melampiaskan amarahnya."Selama tiga tahun, kamu pernah pacaran, nggak?" tanya Brandon.Leni menggelengkan kepalanya, dia tidak mengerti mengapa Brandon melontarkan pertanyaan ini."Kalau begitu, pernah suka pada siapa pun, nggak?" tanya Brandon lagi.Sepertinya terlalu banyak! Sepuluh jari tangan Leni juga tidak cukup untuk menghit
Wajah Leni memerah, lalu memucat. Bibirnya bergerak, tetapi dia hanya bisa berkata, "Maaf."Bagaimanapun, dialah yang mengucapkan kata-kata ini dan dia juga yang tidak menaati ucapannya sendiri."Kamu memang harus minta maaf padaku," kata Brandon.Mobil ini menjadi hening. Entah berapa lama kemudian, mobil ini akhirnya berhenti. Saat Leni mengikuti Brandon turun dari mobil, dia baru menyadari bahwa dia kembali lagi ke vila tempat Brandon membawanya kemarin.Mengingat kembali saat Brandon melarangnya untuk keluar semalam, langkah Leni pun terhenti."Kenapa? Kamu nggak berani masuk, ya?" tanya Brandon sambil menatap Leni.Leni berusaha untuk memaksakan seulas senyuman di wajahnya dan berkata, "Bagaimana kalau kita bicarakan saja di luar?"Brandon tersenyum sinis dan berkata, "Leni, aku punya banyak sekali cara untuk menahanmu. Selain itu, aku juga bisa jamin, kali ini, kalaupun Michael mau membawamu pergi, kamu nggak akan bisa pergi semudah itu."Leni seketika terdiam. Setelah ragu-ragu
"E ... enak," jawab Leni. Lidahnya terasa agak kaku, dengan rasa koktail memenuhi mulutnya.Koktail ini seharusnya diminum dengan pelan, tetapi sekarang, dia malah menghabiskannya dalam sekali teguk. "Brandon, apa yang kamu mau aku lakukan, supaya amarahmu bisa terlampiaskan? Cepat katakan!" kata Leni.Mungkin karena dia sudah meminum segelas minuman beralkohol, dia menjadi jauh lebih pemberani, suaranya juga menjadi lebih keras.Dengan tatapan gelap, Brandon berkata, "Kamu bisa membayar utangmu padaku."Leni memiringkan kepalanya sambil menatap Brandon dengan matanya yang bulat dan terbuka lebar, seakan-akan dia sedang memikirkan sesuatu. "Aku hanya perlu membayar utangku padamu?" tanya Leni."Iya," jawab Brandon.Leni berdiri dan menggelengkan kepalanya. Sepertinya, efek alkohol mulai bekerja dalam tubuhnya, membuatnya merasa agak pusing.Seperti yang diduga, koktail ini masih seperti dulu, efeknya kuat.Namun, kali ini, karena efek minuman itu, Leni menjadi pemberani, dia bisa melak
Saat Brandon mengatakan pada Leni bahwa dia adalah anak haram, Leni hanya tersenyum dan berkata, "Terus kenapa kalau kamu anak haram? Kamu adalah kamu, kamu yang tiada duanya di dunia ini. Kesuksesan seseorang nggak ditentukan oleh identitasnya, apakah dia anak haram atau bukan.""Kamu nggak merasa bahwa kelahiranku memalukan?" tanya Brandon.Pada saat itu, apa yang Leni katakan? Leni berkata dengan serius, "Aku merasa bahwa orang tuamu memiliki pandangan yang sangat nggak bertanggung jawab terhadap pernikahan. Kalau sudah punya anak, mereka seharusnya menikah. Kalau nggak bisa menikah, mereka seharusnya menjaga jarak atau melakukan tindakan pencegahan. Eh, bukankah katanya pacaran yang nggak bertujuan menikah hanyalah sebuah permainan?"Inilah pertama kalinya seseorang mengatai orang tuanya seperti ini di hadapan Brandon.Namun, tahukah Leni bahwa terkadang, alasan orang-orang berpacaran tanpa tujuan menikah adalah karena mereka memiliki terlalu banyak tujuan lainnya dan ada berapa ba