Home / Romansa / Istri Belian / Bab 6|Tidak Dianggap

Share

Bab 6|Tidak Dianggap

Author: Meina H.
last update Last Updated: 2022-05-01 23:34:48

~Benedict~

Lahir dan besar di tengah-tengah keluarga terpandang dan kaya raya memberi aku begitu banyak kemudahan. Sebagai anak pertama, aku merasakan semua kemewahan sejak aku masih sangat kecil. Pakaian yang aku kenakan lebih bagus dari anak-anak kebanyakan. Makanan yang aku santap selalu enak di lidah. Rumah dan tempat tinggalku juga sangat nyaman.

Kedua orang tua juga kakek dan nenekku sangat menyayangi aku. Hidupku penuh dengan cinta dan kasih sayang yang mereka curahkan kepadaku. Meskipun aku punya seorang adik laki-laki dan adik perempuan, mereka selalu memfokuskan perhatian mereka kepadaku.

Aku sadar dengan tanggung jawab yang dibebankan kepadaku sebagai penerus utama keluarga kami. Karena itu sejak aku masih sangat muda, aku belajar keras untuk mempersiapkan diriku menjadi pengganti Ayah kelak. Ibu meninggalkan kariernya demi membantu aku belajar di rumah.

Namun saat aku menginjak usia sebelas tahun, Ayah menemukan ada yang aneh padaku. Ketika aku berusia dua belas tahun dan memasuki SLTP, kecurigaannya itu terbukti. Aku berhenti tumbuh. Badanku bahkan menjadi lebih pendek dari kedua adikku.

Ibu dan Nenek berusaha menenangkan Ayah dengan mengatakan bahwa setiap anak memiliki fase pertumbuhannya sendiri. Kakek juga mulai tidak suka dengan tinggi badanku yang berada di bawah rata-rata anak seusiaku. Wajah dan tubuhku menunjukkan tanda-tanda perubahanku menjadi seorang pria, tetapi tinggiku tidak juga bertambah.

Mereka memindahkan aku ke SLTP lain di mana tidak ada orang yang akan mengenal aku sebagai bagian dari keluarga besar kami. Nenek dan Ibu berusaha untuk melindungi aku dari sikap kejam Kakek dan Ayah. Mereka membawa aku menemui spesialis untuk mencari masalah yang terjadi pada tubuhku dan menemukan solusinya. Bahkan membayar seorang pelatih fisik agar tinggiku bisa bertambah. Semua itu terasa bagai neraka.

Nenek meninggal dunia saat aku berusia empat belas tahun, maka duniaku pun berubah seratus delapan puluh derajat. Ayah dan Kakek bersikap semakin keras kepadaku. Mereka mulai memberi aku label, memperberat latihan fisikku, juga memaksa aku mengonsumsi berbagai macam obat, ramuan, dan entah apa lagi supaya badanku tumbuh.

Aku yang biasanya mereka bawa dengan bangga menghadiri undangan demi undangan digantikan oleh adikku. Setiap kali keluarga kami mengadakan perayaan, aku tidak boleh menghadirinya. Ulang tahunku yang biasanya dirayakan setiap tahun pun tidak diingat lagi.

Perlahan namun pasti, Kakek dan Ayah menjauhkan aku dari mata publik. Mereka menyembunyikan aku dari pandangan dunia. Sampai akhirnya orang-orang lupa bahwa aku, Benedict, adalah bagian dari keluarga besar Kumara yang terpandang. Bahkan lebih dari itu, ahli waris utama mereka.

Kedua adikku memperlakukan aku sama buruknya dengan Kakek dan Papa. Mereka pasti cemburu kepadaku yang selalu dianakemaskan sejak aku kecil. Begitu kedua orang yang punya kuasa tertinggi di keluarga kami berbalik sikap kepadaku, mereka memanfaatkan kesempatan itu. Aku yang harus membayar setiap perlakuan istimewa mereka dengan penghinaan dari kedua adikku.

Mereka memberi aku pakaian dan sepatu bekas mereka yang sudah kekecilan. Adik laki-lakiku bahkan menghina aku dengan memberi pakaian dalam bekasnya. Ketika tubuh mereka semakin lebih besar dariku, mereka mulai menyakiti aku secara fisik. Mungkin mereka merasa tidak puas karena aku tidak menunjukkan rasa sedih saat mereka menyakiti aku secara verbal.

Pada saat duduk di bangku SMU, sudah tidak ada lagi yang mengingat siapa Benedict Kumara. Guru di sekolah suka menyebut namaku sebagai bahan guyonan. Guru olahraga sering menjadikan aku bahan bulan-bulanannya. Aku melaporkan kejadian itu kepada Ayah, dia tidak peduli. Menurutnya, semua itu aku perlukan agar aku tumbuh menjadi laki-laki kuat dan tidak lemah.

Melihat guru tidak menghormati aku, maka para siswa juga mulai merundung aku, baik di saat ada guru di sekitar kami maupun tidak. Serendah apa pun penghinaan yang mereka lakukan kepadaku, aku tidak meneteskan air mata atau menunjukkan rasa takut. Hal yang membuat mereka semakin geram dan terus menyakiti aku hanya untuk melihat aku menangis minta ampun kepada mereka.

Untuk apa aku menangis? Untuk apa juga aku minta ampun? Semua itu tidak akan membuat mereka berhenti, justru semakin merendahkan aku. Tidak ada siswa yang mau dekat denganku. Juga tidak ada guru yang peduli kepadaku, jadi aku memilih untuk mengasingkan diri. Lalu mereka pun berhenti mengganggu aku dan menganggap aku tidak ada.

“Ibu,” kataku pada hari Minggu itu, saat semua orang sedang tidak ada di rumah. Wanita baik hati itu tersenyum dan membalas sapaanku. “Pakaianku terasa tidak nyaman. Bisakah kita pergi ke penjahit dan membuat baju khusus untukku?”

“Tidak.” Entah bagaimana Ayah bisa ada di rumah, karena aku yakin aku melihat dia pergi dan belum kembali. “Keluarga ini tidak akan mengeluarkan uang lebih banyak untuk anak memalukan seperti kamu. Apa yang tersedia untukmu, itu yang bisa kamu pakai, makan, atau minum.”

“Bila putraku membutuhkan pakaian yang nyaman untuknya, dia tidak perlu menggunakan uang dari keluarga ini. Aku punya cukup uang untuk menjahitkan puluhan pakaian untuknya.” Ibu berdiri dari tempat duduknya dan membawa aku pergi dari ruangan itu.

Penjahit yang kami temui sangat sabar mendengarkan permintaanku. Tinggiku hanya seratus tiga puluh senti, jadi keluargaku berpikir bahwa pakaian anak-anak cocok untuk aku kenakan. Tetapi aku bukan anak-anak, aku adalah seorang pemuda dengan tubuh pendek. Jadi, ada beberapa bagian pada baju dan celana yang aku pakai yang terasa tidak nyaman.

Kejadian itu memberi aku sebuah ide. Aku punya begitu banyak model pakaian di dalam kepalaku yang aku tuangkan ke sebuah gambar. Aku memberikan desain itu kepada seorang penjahit dan hasilnya sangat memuaskan. Penampilanku tidak kalah dari orang lain dan aku semakin percaya diri.

Suatu hari seorang siswa di tempatku mengikuti les tambahan memperlihatkan beberapa pesan kepadaku di media sosial miliknya. Tanpa izinku, dia memasang fotoku dengan berbagai pakaian yang aku desain sendiri. Orang-orang menyukainya dan bertanya di mana pakaian untuk orang seperti aku bisa didapatkan.

Itu adalah sepuluh pesanan pertama yang aku dapatkan dalam satu hari. Aku memberikan alternatif ukuran yang aku sediakan dan mereka memesan sesuai ukuran yang mereka butuhkan. Aku hanya perlu menemui penjahit yang telah membantu aku, mengirim pakaian yang mereka pesan, dan uang pun aku terima. Penghasilan pertamaku.

Aku semakin bersemangat mendesain berbagai model pakaian, celana, dan mulai tertarik untuk merambah sepatu juga. Aku menjadikan diriku sendiri sebagai model dari busana desainku. Teman baruku yang memotret dan menggunakan sosial medianya sebagai tempat promosi. Usaha kecilku itu sangat sukses dan aku menghasilkan cukup banyak uang.

Kedua adikku mengejek usahaku tersebut, tetapi aku menutup telinga. Mereka menghina desainku tidak akan memberi pengaruh apa pun karena mereka bukanlah pembeli pakaian yang aku desain. Mereka mengadukan usahaku itu pada Kakek dan Ayah dengan harapan mereka akan menyuruh aku untuk berhenti melakukannya. Mereka justru hanya diam saja.

Segalanya berjalan dengan baik. Aku bersekolah dari pagi sampai siang hari, lalu menggunakan beberapa jam untuk mengurus usahaku. Aku dan sahabatku mendapatkan banyak uang setiap bulannya. Sampai suatu hari, aku mengetahui bahwa teman bisnisku itu menerima beberapa pesanan tanpa sepengetahuan aku dan menyimpan uang yang didapat untuk dirinya sendiri.

Pakaian, sepatu, bahkan topi yang ada pada fotoku itu adalah desainku sendiri. Hasil kerja kerasku. Jadi, saat dia mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri, aku berhenti bekerja dengannya. Aku membuat media sosialku sendiri menggunakan nama merekku. Aku sengaja tidak menggunakan nama asliku agar tidak dikait-kaitkan dengan nama besar keluarga Kumara.

Namun hal yang tidak aku duga adalah pemuda yang aku kira temanku itu menyebarkan hal buruk mengenai aku sehingga aku kembali menjadi sasaran perundungan di sekolah. Dia menyebut bahwa aku mencuri ide usahanya. Buku desainku dirobek di depan mataku, ponselku mereka injak-injak sampai hancur, dan mereka menampar aku ketika aku tidak menjawab semua tuduhan mereka.

Aku pulang dalam keadaan babak belur membuat ibuku panik dan histeris, tetapi kedua adikku tersenyum puas. Dan ayahku? Dia hanya menatap aku sekilas, lalu masuk ke ruang kerjanya. Aku berhenti berharap pada bantuannya, maka aku tidak mengadukan apa pun.

Pada hari itu aku mempelajari satu hal paling penting dalam hidupku, aku tidak bisa percaya kepada siapa pun. Aku juga tidak perlu bergantung kepada siapa pun lagi. Bila aku ingin bertahan hidup, maka aku hanya punya diriku sendiri sebagai andalanku.

“Ini adalah kampus dan jurusan yang harus kamu lamar.” Ayah meletakkan setumpuk kertas di atas meja belajarku pada hari itu. Aku sedang belajar untuk mempersiapkan diri mengikuti ujian masuk perguruan tinggi negeri.

“Ilmu Sosial?” tanyaku bingung. “Aku akan menjadi penerus Kakek dan Ayah. Mengapa aku diminta untuk mengambil jurusan ini?”

“Aku tidak sudi mengakui kamu sebagai putraku apalagi menunjuk kamu sebagai dirut selanjutnya. Reputasi keluarga dan perusahaan bisa tercoreng karenamu. Adikmu yang akan menjadi dirut menggantikan aku nanti,” kata Ayah dengan tegas.

“Tetapi aku adalah anak pertama Ayah. Aku sama sekali tidak punya cela yang bisa membuat nama baik keluarga atau perusahaan kita hancur.” Tiba-tiba saja kepalaku dicengkeram dari belakang dan Ayah mengantukkan kepalaku ke meja. Karena aku sedang menoleh ke arahnya, sisi kepala kiriku yang mengenai permukaan meja.

“Dengar. Aku sudah cukup menahan diri melihat manusia gagal sepertimu lahir dari rahim istriku.” Kalimat itu menghunjam dadaku dengan tajam. Tangan Ayah masih mencengkeram kepalaku, jadi aku tidak bisa bergerak. “Jangan buat aku kehabisan kesabaran dengan semua ucapan sok pintarmu. Aku yang menentukan siapa yang akan duduk di kursi direktur utama, bukan kamu.”

Karena sudah terbiasa dipukul, dihina, dan dianggap tidak ada, semua itu tidak terasa sakit lagi. Jadi, aku tetap maju menemui Kakek untuk bicara dengannya. Mereka boleh menghina aku, menganggap aku tidak ada, bahkan menyembunyikan aku dari dunia. Tetapi aku tetaplah putra sulung yang punya hak atas seluruh kekayaan keluargaku.

Ayah sangat marah saat melihat aku datang menemui Kakek yang sedang berada di ruang kerjanya. Kami berdua berdebat sangat alot, tetapi aku tidak mundur. Aku sedang memperjuangkan hakku, maka aku mengerahkan seluruh tenaga dan pikiranku melawan pendapat Ayah.

“Baik. Kamu benar. Kami tidak bisa menyangkal bahwa ini adalah hakmu sebagai putra sulung.” Kakek akhirnya menengahi perdebatanku dengan Ayah.

“Pa,” protes Ayah. Kakek segera mengangkat tangannya, memberi tanda bahwa dia tidak ingin dibantah. Ayah pun merapatkan bibirnya.

“Begitu ayahmu pensiun, kamu akan mendapatkan semua hakmu sebagai ahli waris utama Kumara.” Kakek bicara dengan tenang yang justru membuat aku curiga bahwa dia punya agenda lain di balik kalimat itu. “Tetapi kamu harus memenuhi dua syarat yang aku ajukan.”

Meina H.

Hai, teman-teman. Terima kasih sudah mampir untuk membaca bukuku ini. Bab lanjutannya akan aku publikasikan setiap hari, kecuali ada halangan yang tidak bisa dihindari. Semoga teman-teman menyukai cerita Delima dan Ben. Bagaimana sejauh ini? Apa tanggapan teman-teman mengenai mereka? Ben adalah tokoh yang berbeda dari tokoh yang biasa aku tulis. Semoga saja teman-teman bisa menyukai dia, sebagaimana dia berhasil menyentuh hatiku untuk memilih dia menjadi tokoh cerita ini. Aku tidak lupa mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1443 H bagi teman-teman yang merayakan. Selamat berkumpul bersama keluarga dan orang-orang tersayang, ya. Salam sayang, Meina H.

| 2
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Meina H.
Terima kasih, Kak! ♡♡♡
goodnovel comment avatar
Meina H.
Seram, ya, Kak. Padahal setiap anak, 'kan, ada kekurangan juga kelebihannya sendiri. Hm ....
goodnovel comment avatar
Lizzy Vien
Bagus Kak... Seperti karya-karya yang lain. Aku suka.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Istri Belian   Bab 7|Syarat Kedua

    Syarat yang pertama bisa dengan mudah aku penuhi. Aku membangun usaha yang aku miliki dari nol. Pengkhianatan rekan kerja pertama telah memberi aku pelajaran yang berharga. Jadi, aku berhati-hati saat memilih orang yang bekerja untukku, terutama mereka yang mengelola uangku. Berawal dari usaha pakaian yang tidak punya penjahit sendiri, kini aku punya beberapa pabrik, butik, bahkan peternakan dan perkebunan yang membantu persediaan bahan mentah usahaku. Merek dagangku diminati oleh para ibu, jadi aku tidak hanya menyediakan pakaian untuk orang spesial seperti aku, tetapi juga merambah pakaian anak-anak. Dalam waktu lima tahun, aku berhasil mengalahkan kesuksesan usaha perhotelan milik Kakek. Aku bahkan masuk daftar orang terkaya di ASEAN dua peringkat lebih tinggi dari Kakek. Keluargaku tidak berhenti mengejek dan menghina prestasiku. Tetapi aku mengabaikan hal itu dan fokus pada tujuan. Kakek adalah pria terhormat yang selalu memegang kata-katanya. Karena itu, aku percaya dia akan me

    Last Updated : 2022-05-03
  • Istri Belian   Bab 8|Persiapan Matang

    Reaksi keluargaku sudah bukan kejutan lagi. Ini bukan pertama kalinya aku datang menemui mereka menyatakan rencanaku untuk menikah. Jadi, mereka tertawa dan mengejek aku dengan kalimat yang sudah aku hapal di luar kepala. Setelah mendengar mereka akan datang pada hari pernikahanku, maka tidak ada lagi yang perlu aku lakukan di rumah itu. Aku yakin bahwa mereka pasti akan datang. Mereka tidak akan melewatkan momen di mana aku mengalami hari paling sial dalam hidupku. “Ben.” Aku menghentikan langkahku saat mendengar suara ibuku. Aku membalikkan badan dan melihat dia tersenyum kepadaku. “Apa kamu sudah makan malam?” “Aku akan makan malam di apartemenku, Bu. Karno menunggu dan dia juga belum makan malam.” Aku menolak tawarannya sehalus mungkin. Ibu adalah satu-satunya keluarga yang sayang kepadaku. Tetapi aku tidak mau menjadi sumber pertengkarannya dengan Ayah. Jadi, sebelum Ayah keluar dari ruang keluarga dan melihat aku masih ada di rumah ini, lebih baik bagiku untuk pergi. “Kalau

    Last Updated : 2022-05-04
  • Istri Belian   Bab 9|Pernikahan Tertutup

    Musik memecahkan keheningan di dalam bangunan besar yang hanya diisi oleh beberapa orang tersebut. Pianis memainkan lagu pernikahan dan pintu belakang gereja pun terbuka. Aku melihat ke arah belakang di mana Delima berjalan didampingi oleh ayahnya. Dia mengenakan gaun berwarna hitam dengan rok panjang menutupi hingga mata kakinya. Aku sudah melihat dia di ruang tunggu, jadi aku tahu dia sengaja menata rambutnya dengan sederhana tanpa hiasan apa pun. Perhiasan satu-satunya pada tubuhnya adalah anting panjang mutiara di telinganya. Dia membawa bunga mawar pada tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya melingkar di lekukan lengan ayahnya. Meskipun dia tidak tersenyum, kecantikannya sama sekali tidak berkurang. Wajahnya kini sedikit lebih rileks, tidak setegang saat aku bicara dengannya. Berbeda dengan pria yang berjalan di sisinya. Ayahnya terlihat berusaha keras untuk menutupi rasa marahnya. Itukah sebabnya mereka membutuhkan waktu cukup lama untuk datang? Apa mereka bertengkar di rua

    Last Updated : 2022-05-06
  • Istri Belian   Bab 10|Perjanjian Pranikah

    ~Delima~ Pria itu tidak berbohong. Dia telah membayar lunas semua utang yang diwariskan Bakti kepadaku. Jumlah totalnya kurang dari lima ratus juta karena mereka memberi diskon untuk pelunasan tunai dalam waktu kurang dari satu tahun peminjaman diterima. Nama Bakti, nomor tanda pengenal, juga namaku dan nomor tanda pengenalku ada pada selembar kertas pelunasan tersebut. Aku sudah tidak punya kewajiban apa pun lagi kepada para rentenir itu. Aku sepenuhnya bebas dari lilitan utang. Air mata menetes satu per satu membasahi surat tersebut. Aku segera menjauhkannya dariku agar bukti pembayaran itu tidak rusak. Orang-orang jahat itu tidak akan datang lagi untuk mengancam dan mengintimidasi aku. Tidak ada lagi teriakan, benda yang dilempar, atau kunjungan dadakan yang membuat aku tidak bisa tidur. Aku juga tidak perlu menahan rasa malu harus meminjam uang kepada orang lain. Aku sudah selamat. Karena pria itu telah menepati janjinya lebih cepat dari waktu yang sudah kami sepakati bersama,

    Last Updated : 2022-05-10
  • Istri Belian   Bab 11|Percakapan Pertama

    Aku tidak berniat menjawab telepon itu karena aku tidak punya hubungan apa pun lagi dengan mereka. Tetapi mengingat sifat mantan ibu mertuaku itu, yang tidak akan berhenti mengganggu aku sampai aku menjawab panggilan darinya, maka aku menjawabnya. “Kamu ada di mana? Mengapa kamu tidak ada di rumahmu?” tanyanya tanpa basa-basi. “Maaf, Tante.” Aku sengaja memberi penegasan pada kata tante. “Kita sudah tidak punya hubungan apa pun lagi, jadi aku tidak punya kewajiban untuk menjawab pertanyaan itu.” “Tidak punya hubungan? Kamu adalah janda putraku. Sampai kamu mati nanti, kamu masih punya kewajiban kepadaku. Putraku sudah tidak ada, maka mengurus keperluanku dan adik-adiknya sudah menjadi tanggung jawabmu,” katanya dengan tegas. Perempuan ini memang sudah gila dan tidak tahu malu. Aku dan Bakti sudah bercerai secara resmi lewat kematian. Kami tidak punya anak, lalu apa yang masih mengikat antara aku dan keluarganya? Tidak ada. Apa wanita ini pura-pura tidak tahu mengenai fakta tersebut

    Last Updated : 2022-06-08
  • Istri Belian   Bab 12|Teman Lama

    Seorang pria bertubuh lebih tinggi dariku, tersenyum ramah. Wajahnya persegi dengan tulang pipi yang menonjol dan rahang yang tegas. Hidungnya mancung dengan bibir yang tipis di atas dan tebal di bagian bawah. Dahinya yang lebar dia tutupi dengan poni berbelah pinggir yang sedikit menutupi matanya. Rambutnya lurus dan tebal. Yang menarik adalah matanya tertutup saat dia tersenyum. “Jangan bilang, kamu sudah lupa kepadaku,” kata pria itu sambil memicingkan matanya. “Baru-baru ini kita bicara di telepon, bagaimana mungkin aku melupakan kamu?” Aku membalas senyumnya. “Kamu banyak berubah, jadi aku sedikit pangling.” Pria bernama Elan ini adalah teman sekelasku semasa SMU. Aku tidak ingat apa yang membuat kami dekat, tetapi kami cukup sering bersama sampai teman-teman berpikir kami berpacaran. Dia adalah sahabat baikku, jadi aku tidak tertarik untuk punya hubungan lebih dari itu. Lagi pula semasa SMU, aku sudah jatuh cinta pada sahabat baik Kak Pangestu. Bakti datang ke rumah hampir se

    Last Updated : 2022-06-11
  • Istri Belian   Bab 13|Tawaran Pekerjaan

    Aku diam sejenak dan tidak tergesa-gesa menanggapi kalimatnya itu. Seingatku, tidak ada satu poin pun dalam surat perjanjian pranikah kami yang membahas tentang pekerjaanku. Lagi pula aku terikat kontrak kerja, tidak mungkin bisa meninggalkan posisiku sembarangan. Selama aku menikah dengan Ben, dia akan memberi aku uang bulanan yang cukup besar. Jumlah uang itu jauh lebih besar dari gajiku sebagai sekretaris Pak Luis. Bila aku tidak bekerja, maka aku tidak akan kekurangan uang. Aku yakin uang pemberiannya itu tidak akan habis aku gunakan. Aku akan tinggal bersamanya, makan di rumahnya, tidak ada yang perlu aku beli dengan uangku sendiri. Tetapi ketika kami bercerai nanti, bagaimana aku membiayai hidupku? Meskipun dia akan memberi aku banyak uang saat kami berpisah, uang itu hanya akan aku terima apabila kami genap menikah selama satu tahun. Usia manusia tidak ada yang tahu, bagaimana kalau kakeknya meninggal dalam waktu dekat? Aku tidak akan mendapat uang satu miliar yang tertera pad

    Last Updated : 2022-06-12
  • Istri Belian   Bab 14|Opsi yang Terbaik

    Dia tertawa kecil. “Apa kamu tidak membaca detail properti yang aku miliki? Ini bukan satu-satunya apartemen di gedung ini yang aku punya, Ima.” Wow. Dia tidak membeli sebuah penthouse melainkan beberapa apartemen? Itu di luar dugaanku. “Ben, daftar harta yang kamu miliki ada banyak dan aku tidak tertarik membacanya. Semua itu milikmu, untuk apa aku menghafal semuanya?” Dia berjalan menuju ruang tengah, aku mengikutinya. “Karno tinggal di apartemen nomor tiga, sedangkan Gayuh dan Mara di apartemen nomor dua. Mereka adalah pengurus apartemenku. Mara juga bertugas sebagai koki. Tetapi sebulan sekali aku meminta mereka untuk memanggil jasa untuk membersihkan ketiga apartemen secara menyeluruh.” Dia duduk di sofa. “Apartemen dua dan tiga yang ada di lantai ini juga?” tanyaku mengonfirmasi. “Iya. Gayuh dan Mara sudah menyusun barang-barang pribadi kamu di kamar utama. Aku akan tidur di kamar kedua. Kita hanya tinggal di sini pada hari kerja agar kita tidak perlu berangkat terlalu pagi k

    Last Updated : 2022-06-13

Latest chapter

  • Istri Belian   Bab 102|Menyayangi Selamanya

    ~Delima~ Setiap kali mengingat Rora, aku selalu tertawa. Idenya dan saudara sepupunya itu termasuk biasa, namun brilian. Rora memanfaatkan ketidaktahuannya mengenai hubungan Elan dan Sania. Mereka beranggapan bahwa keluarga besar mereka juga tidak mengetahuinya. Elan datang dengan santainya ke acara ulang tahun Nenek Rora dan Sania. Keluarga Sania yang segera mengenalinya, langsung memarahinya habis-habisan. Ternyata Elan memutuskan hubungan secara sepihak. Dia tidak datang dan bicara baik-baik dengan keluarga Sania. Spontan saja kedua kakak laki-laki Sania dan ayahnya menggelar sidang di depan keluarga besar tersebut. Rora dan Sania membuat siaran langsung kejadian itu di media sosial mereka. Semoga saja Elan jera mempermainkan hati wanita. Aku bisa memahami perasaannya yang dia pendam untukku. Tetapi aku tidak bisa mengerti keegoisannya yang memaksa aku meninggalkan suamiku dan memberi dia kesempatan untuk menjalin hubungan denganku. Sania adalah wanita yang cantik dan dari cerit

  • Istri Belian   Bab 101|Menjaga Selamanya

    ~Benedict~ Delima dan kedua bayi kami sudah bukan milikku seorang begitu kedua orang tua kami mengetahui kehamilannya. Apalagi saat mereka tahu ada dua bayi yang tumbuh di rahimnya. Setiap akhir pekan, mereka ada di mana kami berada, lalu memanjakan Delima. Aku tersingkir dan hanya bisa manyun melihat istriku mereka monopoli. Bahkan saat kami mengunjungi dokter kandungan untuk melakukan USG pada minggu kedua puluh. Sesuai kesepakatan, kami ingin tahu jenis kelamin kedua bayi kami. Ayah, Ibu, Papa, dan Mama juga tidak mau ketinggalan untuk menjadi yang pertama mengetahui gender cucu mereka. Untung saja dokter melakukan hal yang bijak dengan mengusir para orang tua itu dan mengizinkan aku mendampingi istriku. Tetapi setelah aku melihat sendiri dan mendengarkan penjelasan dari dokter, maka aku mempersilakan kedua orang tua kami untuk bergantian melihatnya juga. Ada begitu banyak perayaan yang aku adakan pada akhir tahun. Aku tidak menyesal telah merogoh kocek dalam-dalam demi membahag

  • Istri Belian   Bab 100|Kesalahan yang Fatal

    Elan segera keluar dari bilikku tanpa menunggu responsku. Laudya menatap aku dengan khawatir. Aku tersenyum kepadanya dan mengatakan bahwa aku baik-baik saja. Apa yang Elan lakukan kepada Rora? Apa mereka sedang menjalin hubungan asmara? “Apa yang terjadi, Delima?” tanya Dhini yang melihat dari atas papan pemisah bilik kami. “Mengapa Elan datang menemui kamu pada jam kerja? Aku hanya mengangkat kedua bahuku. “Pria yang aneh.” Dhini menggeleng pelan, sedangkan aku tertawa mendengarnya. Pada jam istirahat makan siang, aku mengerti mengapa Elan sampai nekat datang ke bilikku tadi. Ternyata dia mengundurkan diri. Dia sangat mencintai pekerjaannya, jadi aku tahu bahwa dia tidak melakukan itu dengan sukarela. Pasti Ben yang menyuruhnya memberikan surat pengunduran diri itu. Aku bertemu pandang dengan Natasha yang melihat aku dengan hormat, begitu juga teman-teman dari divisinya. Dia tidak lagi menatap aku dengan tajam. Itu perubahan yang sangat baik. “Menjadi istri bos memang ada keuntung

  • Istri Belian   Bab 99|Hadiah dari Kakek

    ~Delima~ Aku melihat seorang wanita muda yang cantik sedang menatap Ben sambil berkedip genit. Dia salah satu pemenang lomba yang tadi makan bersama kami. Apa yang dia lakukan di sini? Bukankah acara sudah selesai? Lalu mengapa dia lancang sekali memanggil Ben dengan namanya saja tanpa gelar bapak seperti yang mereka lakukan di dalam? “Apa yang perlu diingat lagi?” Ben balik bertanya. “Oh, ayolah, Ben. Kita hampir menikah. Bagaimana mungkin kamu bisa melupakan aku secepat itu? Kamu memilih aku sebagai pemenang pasti karena kamu ingat denganku, ‘kan?” katanya menggoda. “Ooo. Apa kamu wanita yang kabur pada hari pernikahan setelah melihat aku? Pantas saja aku butuh waktu untuk mengingatnya. Kamu salah paham. Saat memilih pemenang, aku memilih desain. Tidak ada nama yang tertera supaya penilaiannya adil,” jawab Ben dengan senyum mengejek di wajahnya. “Aku masih di sini sampai besok. Kamu pasti tahu nomor kamarku. Bila kamu ingin mengobrol ….” Dia melirik ke arahku sebelum kembali men

  • Istri Belian   Bab 98|Memegang Kendali

    Suasana ruang kerja yang semula tenang itu berubah ramai dengan suara Ayah yang memarahi Kenneth dan Ibu yang menangis setengah menjerit tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya. Aku segera meminta rekaman CCTV ruang kerja Kenneth untuk melihat apa benar dia yang telah menelepon Kakek lewat ponsel itu pada saat Kakek terkena serangan jantung. Petugas keamanan bingung saat Ayah memerintahkan mereka untuk membawa Kenneth ke kantor polisi. Nelson mengikuti mereka. Dia juga sudah membawa bukti rekaman CCTV di mana adikku itu telah beberapa kali melakukan kekerasan kepadaku beberapa bulan belakangan. Dengan semua bukti itu, aku yakin dia tidak akan diizinkan keluar dari tahanan sampai proses pengadilan selesai. Kemudian aku meminta semua laporan keuangan terbaru yang asli, bukan yang palsu untuk aku pelajari. Sekretaris Kenneth menoleh ke arah Ayah untuk meminta persetujuannya. Ayah segera mengangguk setuju dan memberi tahu bahwa mulai dari hari ini aku yang pegang kendali penuh. T

  • Istri Belian   Bab 97|Permintaan Ayah

    ~Benedict~ Dadaku sakit sekali mendengar dia mengatakan pisah. Seketika itu juga aku tidak peduli dengan apa pun yang ada di dunia ini. Aku juga tidak peduli bila aku harus berlutut memohon kepadanya. Aku tidak mau dia pergi dariku. Walaupun dia meminta seluruh hartaku, aku akan memberikan semua kepadanya. Benda itu tidak ada artinya tanpa dia di sisiku. Namun Delima memberi aku kejutan lainnya. Dia sedang hamil. Kenneth dan Eloisa selalu mengejek aku tidak akan pernah menikah apalagi punya anak seperti mereka. Jadi, berita itu adalah keajaiban bagiku. Ketika melihat foto hitam putih mereka, aku tidak tahu di mana mereka berada. Tetapi aku percaya bahwa mereka ada di dalam perut istriku. Selama ini aku berpikir bahwa aku adalah ciptaan yang dilupakan oleh Tuhan. Dia pasti bercanda pada saat menciptakan aku dengan segala kekuranganku. Ternyata Dia masih mengingat aku dan memberikan aku bukan satu, tetapi dua orang anak sekaligus. Aku tidak muda lagi, tetapi aku berjanji akan bertahan

  • Istri Belian   Bab 96|Akhir Penantian

    Pikiranku kacau, dadaku terasa sesak, karena aku tidak tahu harus merasa bahagia atau sedih. Aku bahagia, karena penantian panjangku sudah berakhir. Kehamilan ini sudah lama aku harapkan, tetapi keadaannya sedang tidak memungkinkan. Ben tidak mau kami punya anak. Jika alat ini akurat, maka hubunganku dan Ben juga berakhir. Aku tidak berhenti menangis memikirkan hubungan kami harus usai secepat ini. Memikirkan kondisi janin yang aku kandung tidak membuat aku cukup kuat menghentikan air mata yang mengalir jatuh dengan deras di pipiku. Seharusnya ini adalah kabar baik, kabar yang membahagiakan. Sibuk dengan pikiranku sendiri, aku tidak terlalu memerhatikan apa yang terjadi di makam Kakek. Eloisa entah bicara apa, Ayah dan Ibu yang kemudian datang membahas apa, tidak aku dengarkan. Ben mengajak aku ke mana pun, aku hanya mengikutinya saja. Namun saat tiba di rumah, aku segera kembali ke kamar dan menyendiri. Aku perlu memikirkan hal ini seorang diri. Yang pasti, aku menginginkan bayi in

  • Istri Belian   Bab 95|Penantian Panjang

    ~Delima~ Beraninya dia mengatakan cinta pada tarikan napas yang sama dia menyebut tidak mau memiliki anak bersamaku. Dengan intensitas kami melakukan hubungan suami istri, apa dia pikir kami bisa mencegah seorang anak lahir? Juga beraninya dia menuduh aku akan berubah pikiran terhadap anakku sendiri seandainya dia mempunyai kekurangan. Aku bukan ayah atau ibunya. Aku tidak akan membuang anakku sendiri seperti yang mereka lakukan. Malam itu, usai bicara dengannya, aku tidak melarang dia tidur bersamaku. Tetapi aku tidak sudi berbaring menghadapnya seperti kebiasaan kami tidur bersama. Aku sangat kesal dan tidak mau melihat wajahnya agar amarahku tidak semakin memuncak. Untuk pertama kalinya, kiriman bunga darinya aku buang ke tempat sampah. Aku tidak butuh bunga atau kartu untuk mewakili dia menyampaikan pesannya. Dia bisa bicara langsung denganku. Elan yang tidak tahu diri itu juga masih berani mengajak aku bicara. Tidak tahan lagi dengan sikapnya, aku memarahinya panjang lebar dan

  • Istri Belian   Bab 94|Usaha yang Gagal

    Mama tidak mau menjawab pertanyaanku. Dia justru cepat-cepat mengakhiri percakapan kami. Mungkin Delima sedang berada di dekatnya dan Mama tidak mau istriku sampai tahu bahwa Mama melaporkan sakitnya kepadaku. Aku semakin panik, karena tidak tahu sakitnya parah atau tidak. Ini semua salahku. Seharusnya aku mengajak dia bicara baik-baik. Bukan memaksakan kehendakku kepadanya. Dia seorang wanita, wajar saja dia memiliki jiwa keibuan yang mengharapkan memiliki anak sendiri. Apalagi kakak iparnya sedang hamil. Sedikit banyak, dia pasti merindukan kehadiran anak-anak juga. Aku malah tidak peka dan bersikap egois. Untuk meminta maaf kepadanya, aku meneruskan rencanaku. Setidaknya saat dia pulang nanti, dia tahu bahwa aku menyesal sudah menyakiti perasaannya. Aku tidak mau tidur sendirian lagi. Deva dan semua pelayan membantu aku menyiapkan kejutan untuk istriku. Namun saat dia pulang, dia hanya diam saja melihat balon dan bunga yang ada di sekitarku, juga papan bertuliskan maafkan aku yan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status