Share

Daftar Ulang

Istri Bayaran Sang Opa Menawan

Bab 6 : Daftar Ulang

 

"Hey, bangun, katanya hari ini mau daftar ulang?!"

 

Aku masih berada di alam mimpi saat terdengar samar-samar suara Opa Jhon disertai timpukan sesuatu di wajahku.

 

Kukucek mata sebelum membukanya secara perlahan, di atas ranjang terlihat pria tua itu sedang menatap jengkel ke arahku lalu fokus kembali kepada benda pipih di tangannya.

 

"Apaan sih, Opa, gak bisa apa kalo bangunin aku gak usah pakai nimpuk-nimpuk gini?" Aku segera bangun, berkata agak ngegas sebab rasanya kesal saja melihat tingkah juteknya kepadaku.

 

Hmm ... di malam kedua pernikahan kami, aku masih aja disuruh tidur di lantai. Suami gak ada akhlak emang dia. Tapi ... rela sih aku, dari pada diobok-obok ama dia, aku belum siap. Aku menelan ludah.

 

"Memangnya kamu mau dibangunkan dengan cara seperti apa?" Dia melepaskan tablet di tangannya lalu bergeser pinggir ranjang, tatapannya terlihat aneh.

 

Aku meringis risih dan memundurkan tubuh ke belakang, sedikit gelagapan soalnya takut diunboxing ama dia.

 

"Hehee ... nggak apa kok, Opa, cara ngebanguninnya udah benar kok. Ya udah, Loly mau mandi dulu." Aku segera menuju lemari dan mengambil handuk baru yang dibeli kemarin.

 

"Buruan mandinya, terus pakai baju yang sudah dibeli kemarin! Dandan yang cantik, jangan malu-maluin. Nanti dihina cucu-cucuku, nangis sampai ingusan lagi. Saya itu geli sama wanita jorok! Saya tunggu di ruang makan, dalam waktu 30 menit, kamu harus sudah turun ke bawah. Kalau nggak, gaji kamu saya potong 20%!" Dia melangkah menuju pintu lalu keluar.

 

Alamak, 20%? Banyak itu, enak aja mau main potong sembarangan. Dasar, aki-aki bau tanah. Eh, ngomong-ngomong ... 20% dari Rp5.000.000,- itu berapa, ya? Otak dangkalku ini mencoba menghitung.

 

10% aja ... Rp500.000,- kalo 20% berarti Rp1.000.000,- dong, ya?

 

Oh, no! Aku gak mau dipotong gaji. Belum juga ngerasain dapat gaji, kok udah mau main potong aja? Dasar suami durhaka, eh!

 

Aku bergegas ke kamar mandi dan mandi secepatnya, namun tetap tak lupa pakai shampo dan sabun biar gak dibilang Xeon bau comberan. Mulut cucu tiriku itu memang ketus, seenaknya aja dia bilang aku seperti itu, awas saja. Hari ini akan kutunjukkan Lolyta yang sebenarnya, Lolyta Si Dekil yang sudah menjelma menjadi ratu dalam sekejab, walaupun rajanya adalah Si Kakek Tua.

 

Duileehh ... gak apa deh, biarin aja harus jadi istri Pria Tua pun, yang penting aku bisa hidup enak dan gak perlu capek-capek kerja di luaran sana. Bisa kuliah juga. Kata almrhum Ibu, sebuah keberhasilan itu memang butuh pengorbanan. Aku rela mengorbankan diri dengan menikah dengannya, asalkan bisa dapat gaji buat bayar kuliah.

 

Taklama kemudian, aku sudah berjalan anggun menuju ruang makan, dengan penampilan yang sudah ala orang kaya pastinya--luar dalam dengan pakaian baru.

 

"Astaga, Opa, kok tiba-tiba ada bau aneh gini, ya? Kayak perpaduan antara bau comberan dan bunga bogenvil deh," ujar Si Cucu Kurang Asem, kala melihatku tiba di ruang makan.

 

"Jaga ucapanku, Xeon!" Sayang, ayo sini!" Opa Jhon menatap tajam cucunya itu, lalu melambaikan tangan kepadaku.

 

Hoek, mendadak mual aku dipanggil sayang, tapi tetap harus akting jadi pasangan romantis di depan cucunya Si Opa.

 

"Iya, Mas Jhon Sayang. Oh iya, kayaknya hidung Xeon perlu diperiksakan ke Dokter THT deh, Mas, kayaknya udah konslet. Masa parfum seharga sepuluh juta yang Mas beliin ini dibilangnya bau bunga bangkai, kan aneh!" ujarku sambil duduk di depan meja makan.

 

"Sial! Mendadak hilang selera makan gue!" Xeon bangkit dari dari kursinya dan membanting sendok dan garpu ke piring.

 

Opa Jhon tetap anteng di kursinya, sedangkan Si Cucu songong sudah berlalu keluar dari ruangan ini.

 

"Cepat sarapannya, saya antar kamu ke kampus!" ujarnya.

 

"Hemm ... terus ... uang buat daftar ulangnya gimana, Opa? Apa Loly bisa ambil gaji dimuka?" tanyaku dengan pasang wajah manis.

 

"Sudah saya siapkan, ini sepuluh, gajimu saya bayar dimuka untuk dua bulan ke depan. Ingat, jaga sikapmu, kamu itu istri saya statusnya dan jangan coba-coba berpacaran dengan cowok-cowok di sana, kalau tidak mau dipecat jadi istri saya!" ancamnya sambil meletakkan amplop tebal di hadapanku.

 

"Iya, Opa, Loly bakalan kerja jadi istri yang baik kok. Terima kasih, Opa." Aku tersenyum senang sambil meraih amplop cokelat lalu mengintip isinya.

 

Ya Allah, isinya lembaran berwarna merah semua. Ini perdananya aku megang uang segini banyak. Duh ... Loly, kamu memang benar-benar beruntung karena terpilih mengisi lowongan jadi istri Opa Jhon.

 

"Buruan sarapan, saya sekalian mau ke kantor ini!" ujarnya tiba-tiba. "Saya tunggu di ruang tamu, saya kasih waktu lima menit saja buat sarapannya!" sambungnya sambil bangkit dari kursinya.

 

Pria tua itu berlalu dari ruangan makan dan kini hanya tinggal aku saja yang berada di sini. Kutatap hidangan lengkap di atas meja ini, sarapan aja hidangannya segini banyak, dasar orang kaya boros.

 

Jiah, aku cuma diberi waktu sarapan lima menit doang, mana cukup itu. Mending kukantongi saja, mumpung ini ruangan lagi sepi.

 

Aku segera mengedarkan pandangan lalu melangkan cepat menuju lemari di pojokan buat nyari plastik. Yes, dapat. Langsung saja kukantongin tiga paha ayam goreng, terus tiga buah apel, 3 roti bakar juga 3 keping daging sapi yang ... entah ... aku tak tahu namanya.

 

"Nyonya Loly sedang apa?" Terdengar suara wanita bertubuh ceking yang namanya aku lupa siapa. Yang jelas, dia ini ketuanya para ART di rumah ini, ah apalah itu namanya.

 

Jantungku hampir copot saat mendengar suaranya, langsung saja kumasukkan kantong kresek besisi makanan itu ke dalam tas ranselku.

 

"Nggak lagi ngapa-ngapain, ya udah saya berangkat ke kampus dulu." Aku berusaha santai dan berjalan anggun keluar dari dapur.

 

Di ruang tamu, pria tua dengan jas abu-abu itu sudah menantiku dengan wajah masam.

 

"Ayo, Mas Jhon Chayang, Loly udah siap diantar ke kampus," godaku dengan kedipan ganjen.

 

"Astaga, geli saya mendengarnya!" gerutunya dengan ekspresi muak.

 

Ya elah, aku juga geli, cuma akting aja kali. Dasar kakek-kakek aneh!

***

 

"Kalau sudah selesai, segera telepon, nanti Pak Antok yang akan jemput kamu," ujarnya kala mobil berbentuk aneh ini telah tiba di depan kampusku.

 

"Iya, Opa. Salim dulu." Aku meraih tangannya.

Dengan ekspresi jijik, dia menarik tangannya cepat.

"Nyebelin banget sih, Opa." Dengan kesal, kugigit saja tangannya.

"Astaga!" Dia menarik tangannya dengan ekspresi mata melotot tajam.

Sebelum dia memarahiku, segera kutekan tombol untuk membuka pintu mobil.

"Awas kamu, ya, bocah bau ingus. Tunggu nanti malam balasannnya!" Dia menarik tanganku dan berbisik

Alamak, habislah aku. Seketika kakiku menjadi lemas, apalagi saat melihat senyum sinis dari pria tua berambut putih itu.

Bersambung ....

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status