Sementara itu di sisi lain, ternyata Danita sedang mengikuti dua orang itu. Sebelumnya dia sudah meminta izin kepada Pak Aman untuk keluar dengan alasan mencari makanan. Ya walaupun Pak Aman tahu apa yang akan direncanakan oleh Nyonya besarnya, tetapi jika karyawan lain bertanya ke mana Danita, maka jawabannya sudah dikantongi oleh Pak Aman. Sebenarnya ini sangat melelahkan untuk usia wanita yang sudah hampir sepuh itu, tetapi dia juga harus benar-benar meneliti semua gerak-gerik kedua orang itu. Melihat apakah mereka benar-benar akan menjadi seorang pasangan yang serasi atau mungkin ini adalah rencana Darren saja agar dia tidak menjodohkan pria itu dengan wanita lain. Dari luar, Danita melihat mereka masuk ke sebuah restoran. Ini sudah dipastikan kalau Darren mengajak Aluna ke sebuah restoran mewah dan merupakan sebuah loyalitas dari seorang Darren untuk calon istrinya. "Bagus, Darren. Berarti memang Aluna itu adalah calon istri yang baik." Biasanya sekretaris itu akan diikutsert
"Nyonya, kok sudah sampai?" tanya Pak Aman saat melihat Danita sudah turun dari sebuah taksi dan kembali ke perusahaan Darren. Wanita itu langsung memberikan isyarat pada Pak Aman untuk tetap diam. "Kan saya sudah bilang, Pak. Kalau di sini jangan panggil saya Nyonya, panggil saja Bu atau Bu Nita, ya?" Pak Aman langsung terkekeh dan menggaruk kepala. Dia sampai lupa kalau majikan ini sedang berakting."Iya, maaf, Bu. Tapi ngomong-ngomong, katanya sedang mengikuti Pak Darren dan juga Bu Aluna, tetapi kenapa ternyata sekarang sudah balik lagi?" "Tugas saya sudah selesai sekarang. Kalau begitu saya mau makan siang dulu, ya?" "Tapi, Bu ...."Langkah Danita langsung terhenti saat Pak Aman tiba-tiba saja memanggil namanya. "Kenapa, Pak?" "Makanan di sini kan makanan karyawan biasa, apa Ibu tidak apa-apa?" tanya Pak Aman. Dia sebenarnya segan bertanya seperti ini, tapi takutnya Danita berkomentar macam-macam perihal makanan di sini, mengingat kalau makanan karyawan itu tidak seperti
Sekarang Aluna dan Darren sedang dalam perjalanan menuju kantor. Memang jaraknya itu cukup jauh, harus memakai mobil. Ini dikarenakan Darren tidak mau sampai ada karyawan lain yang melihat mereka. Walaupun memang nanti pernikahannya dan Aluna akan diumumkan secara resmi, tetapi untuk sekarang dia harus merahasiakannya hingga pernikahan mereka sah menurut agama dan negara.Ini meminimalisir agar tidak ada pengganggu, mengingat kalau di kantornya ada Amar yang memang menyukai Aluna dan juga harus menyingkirkan pria itu serta memberikan pelajaran dengan menjadikan Aluna sebagai milik Daren seutuhnya. Ya walaupun ini hanyalah sebagai perjanjian karena dia tidak bisa menyentuh Aluna sembarangan, tetapi setidaknya apa pun yang menjadi miliknya tidak boleh dimiliki oleh orang lain. Setidaknya selama Aluna menjadi istrinya, tidak boleh ada satupun pria yang mengganggu hubungan mereka. Beberapa kali Darren menoleh kepada Aluna yang memilih untuk melihat ke jalanan dari kaca jendela. Darren j
Aluna terdiam. Di mejanya dia menatap lurus ke depan sembari memijat kelapa yang berdenyut. Bagaimana bisa dia melakukan perjalanan bisnis? 3 hari pula. Satu hari bersama Darren saja seperti satu minggu lamanya. Apalagi jika pria itu terus-terusan memarahinya dan menuntut Aluna macam-macam.Gadis itu memejamkan mata sembari menghela napas panjang. Ini benar-benar membuatnya stres. Tetapi kalau misalkan dia tidak mau ikut, maka Darren pasti akan membatalkan semuanya. Padahal dia tinggal menjalani semua pernikahan yang sudah dijanjikan. Ya, walaupun belum ada pertemuan antara kedua belah pihak, setidaknya Darren sudah mau membantunya. Nanti dia akan meminta uang DP terlebih dahulu untuk melunasi utang ibunya itu. Di saat seperti itu, tiba-tiba saja Danita masuk. Ini sudah hampir pulang, biasanya para petugas kebersihan akan memulai untuk membersihkan ruangan yang sudah mereka jadwalkan. Danita menautkan kedua alis saat melihat Aluna terdiam dengan wajah stres.Tentu saja ini menarik
"Ya, pokoknya kamu harus bisa membuat Aluna yakin kalau aku ini adalah pilih yang baik untuknya," ucap Amar masih dengan keras kepala. Gadis itu menggelengkan kepala, memejamkan mata dan ingin sekali berteriak memaki pria di depannya ini."Dengar, Amar! Ini bukan urusanku. Kalau kamu memang mau mendapatkan Aluna setelah mendapatkan penolakan, itu bukan urusanku. Aku sudah berusaha untuk membantumu, jadi tolong jangan ganggu aku. Aku laporkan kamu ke Pak Darren kalau seperti ini terus!" seru Alika dengan wajah serius. Dia juga menantang di depan Amar, membuat pria itu mengepalkan kedua tangannya. Padahal dia sudah yakin kalau Alika itu bisa membantunya mendapatkan Aluna, tetapi yang didapat adalah sebuah ancaman. "Kamu berani seperti itu kepadaku?" "Aku terpaksa melakukan ini karena kamu itu benar-benar tidak bisa ditoleransi. Kamu tahu? Pekerjaanku sangat banyak dan aku kebetulan sudah berusaha berbicara dengan Aluna perihal ini. Kalau memang Aluna tidak bisa denganmu, terima saja
"Loh, memang aku seperti itu?" tanya Darren yang tiba-tiba saja membuat Aluna terperangah. Pria di depannya ini tidak sadar diri, seperti apa dia sebenarnya selama ini. Gadis itu sampai memijat pelipisnya yang berdenyut. Darren memang sudah matang usianya juga lebih tua jauh dari Aluna, tetapi kenapa sikap pria ini seolah-olah seperti anak ABG yang belum pubertas. Ini benar-benar membuat Aluna kelelahan sendiri, fisik maupun mental. Dia tidak tahu harus bagaimana bersikap kepada Darren agar pria itu mengerti bagaimana memperlakukan wanita dengan baik. "Bapak tidak sadar kalau selama ini Bapak itu terlalu arogan, semuanya sendiri dan pemaksa?" "Kenapa kamu berkata seperti itu? Memangnya aku sejelek itu? Bukankah aku juga berbaik hati kepadamu untuk meminjamkan uang?" ucap Darren membuat Aluna terkesiap. "Loh, Pak. Saya memang meminjam uang kepada Bapak, tapi Bapak juga kan punya timbal baliknya. Kok Bapak malah membicarakan masalah itu? Saya ini sedang membicarakan sikap Bapak yang
"Kenapa kamu itu banyak protes, sih? Lagian aneh banget, setiap wanita tuh pasti mau diberikan baju. Tetapi kenapa kamu malah seperti ini, hah?!" tanya Darren sembari berkacak pinggang.Dia benar-benar tidak menyangka dengan jalan pikiran Aluna, sangat jauh berbeda dan unik. Tetapi keunikannya itu malah membuat Darren kesal. Aluna menghela napas kasar dan menatap bosnya dengan datar. "Tentu saja, Pak. Saya juga mau seperti itu." "Lalu, kenapa kamu protes?""Tapi, saya tidak mau kalau yang memberikannya Bapak." "Loh, memang apa bedanya? Lagian saya ini kan calon suami kamu. Harusnya kamu itu tidak mempermasalahkan semua ini, kan?" tanya Darren lama-lama emosi juga dengan sikap Aluna. Saat mereka sedang adu mulut, dari kejauhan Danita sedang melihat interaksi di antara mereka. Hanya saja wanita paruh baya itu tidak bisa mendengar apa yang sedang dibicarakan oleh Aluna dan Darren. Sang wanita melihat ekspresi Darren yang tampak tegang, sepertinya pria itu sedang memarahi Aluna.Danit
Selama perjalanan, Aluna sudah tidak tenang. Dia beberapa kali duduk, tidak bisa diam. Sempat menoleh ke arah Darren yang terlihat bersenandung. Wajahnya juga tampak semringah, tetapi berbeda jauh dengan Aluna. Ini sebuah bencana untuknya. Bagaimana kalau misalkan ibunya bertanya macam-macam kepada Darren atau meminta uang kepada pria itu? Ini benar-benar sangat memalukan. Namun, dia dan pria itu sudah berada di perjalanan, mana mungkin Aluna tiba-tiba saja meminta turun dan mengusir sang pria. Bisa-bisa semua yang sudah direncanakan gagal total, lalu dia harus mencari uang 100 juta ke mana lagi? Gadis itu mengaduh dalam hati, apa yang harus dia lakukan? Pertanyaan itu terus saja menggelantung tanpa ada jawabannya. Hingga beberapa menit kemudian, mereka pun sampai di pelataran rumah Aluna. Amalia yang mendengar suara mobil terparkir di depan rumahnya pun menautkan kedua alis. Dari tadi dia menunggu kedatangan Aluna. Biasanya anaknya akan pulang sebelum Magrib, jadi dia pun berpikir
Karyawan itu sudah keluar untuk tanda tangan, tetapi Aluna masih enggan untuk masuk ke ruangan Darren. Gadis itu merutuki diri. Kenapa juga harus satu lingkup ruangan dan hanya disekat tembok kecil yang terbuat dari kayu itu? Sama saja bohong!Dia benar-benar harus bisa bertemu dengan Darren. Sementara saat ini tangan dan tubuhnya terasa dingin. Jantung juga berdetak dengan sangat kencang, karena benaknya tiba-tiba saja teringat dengan kejadian tadi. Gadis itu sampai memukul-mukul kepalanya sendiri."Apa sih yang sudah aku lakukan tadi?! Ngapain juga aku ciuman sama Pak Darren?" gumamnya dengan perasaan yang sangat malu. Sungguh, ini pertama baginya. Walaupun memang Darren adalah suami Aluna, tetapi mereka sudah berjanji untuk tidak saling menyentuh. Ini benar-benar membuat dirinya kikuk sekali.Untungnya saat dia merasa kacau, tiba-tiba saja bel istirahat berbunyi. Dengan cepat Aluna pergi ke kantin. Dia sama sekali tidak masuk ke dalam untuk membereskan beberapa berkas. Sekarang ya
Sepeninggalnya Danita, Darren hanya bisa terduduk lemah di kursi kebesarannya. Ada raut kekesalan sebab ternyata Danita sudah mengetahui semua yang terjadi kepada Aluna.Kalau masalah Aluna itu sih hal yang wajar. Tetapi bagaimana dia bisa mengaudit semua divisi dalam waktu 1 minggu? Sementara Darren tidak tahu siapa saja yang berkhianat kepadanya. Melihat itu Aluna pun mendekat. Saat ini dia harus berperan sebagai seorang istri yang baik, membimbing dan menemani Darren melewati semua ini. Walaupun agak canggung. Aluna menepuk pundak Darren, membuat pria itu menoleh dengan tatapan bingung. "Kalau misalkan Bapak butuh bantuan saya, saya akan lakukan itu," ungkap Aluna membuat Darren menautkan kedua alisnya."Maksud kamu apa?" "Iya, masalah audit itu. Kalau misalkan Bapak butuh bantuan, nanti saya dengan Alika akan mencoba mencari tahu siapa saja yang bermasalah di kantor ini," terang Aluna membuat Darren membulatkan mata tak percaya. "Ini beneran kamu, Aluna?" "Maksud Bapak?"Dar
"Nggak usah, Bu. Nggak usah lakukan apa-apa. Lagian Siska udah keluar dari perusahaan ini Pak, eh Mas Darren sudah memecatnya," ujar Aluna membuat Darren menoleh.Pria itu merasa tersentak saat Aluna tiba-tiba saja panggilan dengan kata Mas. Gadis itu sama sekali tidak canggung jika di depan Danita, tetapi kenapa di belakang semua orang Aluna selalu memanggilnya Pak? Alasannya tua. Ini benar-benar membuat Darren kesal. Namun, dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau sampai menyakiti Aluna, bisa-bisa Danita juga melakukan hal yang sama kepadanya. Mungkin membuat Darren sengsara. Itu yang dipikirkan sang pria. "Tapi, itu tidak cukup, Sayang. Siska itu sudah keterlaluan, sampai menjambak kamu. Kalau misalkan dia menjambak harusnya kamu juga menjambaknya." Danita membuat Aluna terperangah sembari mengerjapkan mata. Dia tidak menyangka kalau wanita elegan seperti ini menyuruhnya balas dendam yang sama.Hanya saja Aluna tidak berpikir demikian."Tidak usah lah, Bu. Lagian menurutku ini
"Ibu!" seru Darren dan Aluna saat mengetahui kalau Danita datang.Wanita paruh baya itu memakai baju branded, penampilan bak seorang konglomerat. Benar-benar elegan. Dia sengaja tidak menyamar dan ingin memastikan terlebih dahulu apakah benar kalau Siska sudah keluar dari perusahaan ini. Sebab dia mendapat kabar dari Amarudin kalau Siska langsung dikeluarkan setelah menyakiti Aluna."Ibu, ngapain di sini?" tanya Darren. Dia berdiri menghampiri Danita, begitupun dengan Aluna.Gadis itu langsung menyalami sang wanita paruh baya, membuat Danita tersenyum. Benar-benar perilaku yang menyejukkan hati. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Danita tiba-tiba saja kepada Aluna, membuat gadis itu menautkan kedua alis. Darren terdiam keheranan. Dia melihat pada kedua wanita berbeda usia tersebut. "Memang kenapa dengan Aluna?" Pertanyaan Darren yang salah membuat Danita langsung mendelik dengan tatapan marah. "Kenapa kamu bilang? Kamu tidak melaporkan apa yang sudah terjadi kepada menantu Ibu di sini, k
Raka semakin menggila. Dia bertanya kepada orang-orang yang tiba-tiba saja berkumpul mengelilingi pria itu. Dia seperti seseorang yang kemalingan sesuatu, sampai rasanya begitu menyakitkan. Tak tahu kalau ternyata anak yang begitu dicintainya menghilang tanpa jejak. Di saat keadaan kacau seperti ini, mata Raka menangkap sosok Bu Murni. Ya, tentu saja hanya wanita paruh baya itu yang sangat dekat kepada mantan istrinya. Tanpa diduga Raka langsung menghampiri Bu Murni. Membuat semua orang langsung mengalihkan pandangan mereka kepada dua orang itu. "Bu, Ibu tahu tidak ke mana Lusi dan Alia? Kenapa rumah ini tiba-tiba saja jadi kontrakan dan dikunci? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Raka tampak frustrasi.Melihat itu, Bu Murni begitu kasihan. Tampak sekali kalau Raka putus asa dan sangat sedih. Tetapi, dia sudah janji kepada Lusi tidak akan memberitahukan ke mana wanita itu pergi. Karena kalau tidak, maka bahaya mungkin saja menyertai Lusi dan Alia. Apalagi Bu Murni tahu kejadian sa
Siska mengepalkan kedua tangan dengan sangat erat. Dia benci dengan perkataan yang dilontarkan oleh Andri. mMeskipun memang dia tidak perawan saat melakukan hubungan itu dengan sang pria, harusnya Andri sadar diri kalau selama mereka berhubungan hanya dengan Andri lah Siska tidur. Tetapi ternyata pria itu sama sekali tidak memedulikannya dan malah mengejek wanita itu. "Iya, Mas. Memang aku akui, aku tidak perawan saat tidur denganmu. Tapi saat aku menjadi pacarmu, aku hanya melakukannya denganmu, Mas. Jadi, memang kamu yang harus bertanggung jawab!"Dari seberang sana terdengar tawa Andri yang begitu keras, membuat Siska bingung sendiri. "Itu mimpimu saja, Siska. Aku tidak akan pernah bertanggung jawab atas apa pun yang aku lakukan! Bukankah kita sama-sama saling suka? Kecuali aku merudapaksa kamu, itu baru aku akan bertanggung jawab." Mendengarnya Siska marah besar. Dia ingin sekali menampar pria itu. Sayangnya, tidak bisa karena mereka berjauhan."Kurang ajar kamu, Mas! Kamu ben
Saat ini Siska berjalan gontai memasuki kontrakan. Dia benar-benar tidak menyangka kalau akhirnya seperti ini. Padahal sudah dibayar besar oleh pihak perusahaan rival dari perusahaannya Darren, tetapi pada akhirnya semua harus hancur gara-gara perseteruannya dengan Aluna. Di sini Aluna yang salah, kenapa dia yang dipecat? Mentang-mentang istri bosnya. Seharusnya Darren yang bersikap adil dan bijaksana, begitu pikir Siska. Sang wanita pun merebahkan diri di kasur sembari melihat langit-langit. Dia tidak tahu harus berbuat apa, pasti sebentar lagi dirinya akan dicari oleh perusahaan yang mempekerjakan wanita itu. Entah akan dipecat atau diberikan hukuman, yang pasti Siska harus segera mengakhiri semua ini dengan cara pergi dari sini secepatnya. Di saat seperti itu, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Di sana ada nama Andri. Dengan cepat sang wanita menerima panggilan dari kekasihnya. "Halo, Mas. Kamu di mana? Aku tadi cari-cari kamu di kantor. Tapi, tidak ada.""Diam!" seru Andri den
Aluna terdiam sejenak. Dia berusaha memilih kata-kata yang tepat untuk memberikan alasan, kenapa tidak mau memanggilnya Pak. "Sebenarnya, banyak alasannya, sih. Tapi sepertinya Bapak tidak usah tahu." "Kenapa? Kalau memang ada alasan, katakan saja." "Ya, saya takut Bapak marah dan malah menghukum saya lebih parah lagi." "Justru kalau kamu tidak mengatakannya, aku akan memberikan hukuman tiga kali lipat lebih dari sekedar mengganti panggilan." Mendengarnya Aluna terkesiap. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kalau seperti ini, tidak ada pilihan lain kecuali mengatakan apa yang dipikirkannya. "Begini, Pak. Pertama, usia Bapak itu lebih matang dari saya, jadi rasanya tidak pantas saja kalau misalkan saya memanggil Bapak dengan sebutan Mas." "Apa?!" Darren langsung berdiri, membuat Aluna terkesiap. "Jadi, menurutmu secara tidak langsung aku ini tua?"Dengan susah payah Aluna berusaha tenang. Dalam hati merutuk, tentu saja pria ini tua. 'Apa dia tidak sadar diri dengan usia
"Aluna, masuk!"Suara bariton dari dalam membuat Aluna terkesiap. Dia meneguk saliva dengan susah payah. Padahal dari tadi dirinya berusaha untuk menghindari Darren dan di luar saja. Walaupun memang banyak pekerjaan, dia tidak peduli. kKarena dirinya benar-benar takut jika sang suami marah besar kepadanya. "Aluna, aku bilang masuk! Kalau kamu tidak masuk, hari ini juga Alika aku pecat!" Mendengar itu, sang gadis terkesiap dan langsung masuk. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang kala melihat Darren tengah duduk membelakanginya. Bahkan gadis itu gemetar sekali.Dia sangat takut jika terjadi sesuatu kepadanya, karena Darren sudah membuat Aluna begitu ngeri dengan sikap dan suara itu.Tak lama kemudian Darren memutar kursi kebesarannya dan terlihat jika wajah sang pria tampak kesal. Tatapannya begitu tajam. Biasanya ini terjadi jika Darren sedang amarah. Saat masih jadi asistennya dan belum menikah, Aluna hafal betul jika bosnya ini kalau sudah memasang ekspresi seperti itu artin