"Arkan, kamu masih mau terus berdiri di pihak wanita itu?" tanya ibu Herlina. Nadanya santai. Tetapi penuh dengan ancaman. " ... ""Kalau kamu lebih memilih dia, kamu tidak perlu lagi berbakti sama Mama. Kamu bisa mengikuti jejak Ayah kamu itu!" lanjut ibu Herlina dengan dingin saat melihat sang putra sulung terdiam bimbang. Setelah terungkapnya fakta yang begitu mengejutkan ini, ibu Herlina sebenarnya malu untuk berhadapan dengan Denita. Jika mengingat perjalanan hidup sang putri kandung yang penuh penderitaan, terlebih karena ada andilnya dalam penderitaan itu membuat ibu Herlina ingin menampar dirinya sendiri. Bayi yang dia rawat dengan sepenuh hati selama dalam kandungan berakhir dengan menyedihkan. Bahkan kata maaf pun sepertinya tidak cukup. Dia harus memberikan pelajaran untuk semua orang yang telah menjadikannya lelucon selama puluhan tahun. Termasuk suaminya sendiri yang telah begitu dia cintai dan hormati. "Nit, Mama mau pulang," pinta ibu Herlina pada sang putri yang pul
"Mama kok sudah pulang?" tanya Salsa begitu melihat rombongan ibu Herlina tiba di rumah. "Kenapa?" tanya ibu Herlina dengan ketus. Sama seperti reaksi yang ditunjukkan pak Hendra di rumah sakit, Salsa juga tidak kalah terkejutnya. Ini pertama kalinya dia mendapat respon ketus seperti ini. "Mama udah baik-baik aja? Salsa baru aja mau ke rumah sakit," ujar Salsa menjelaskan alasan kenapa dia terkejut melihat ibu Herlina sudah pulang padahal belum sehari berlalu. " ... ""Nit, Mama capek berdiri, ayo masuk!" ajak ibu Herlina mengabaikan Salsa yang baru saja berbicara dengannya. "Yuk, Ma!" balas Denita.Dia lalu memapah ibu Herlina untuk masuk ke dalam rumah dengan langkah-langkah telaten. Tidak lupa dia juga melemparkan tatapan mencibir samar pada Salsa yang masih berdiri terpana di tempatnya. "Tolong minggir. Jangan berdiri di depan pintu!" tegur Denita yang segera menyadarkan Salsa dari lamunannya. Walau enggan, Salsa tetap menggeser tubuhnya ke samping untuk memberi jalan bagi
Keheningan yang tidak menyenangkan kembali menyelimuti ruang keluarga itu. Hanya suara nafas beserta detak jarum jam yang terdengar bersahutan membentuk harmoni. " ... "Semua orang yang ada di dalam ruangan itu tampak enggan untuk mulai berbicara. Bahkan Bik Ayu yang rambutnya masih dijambak tidak berani mengeluarkan rintih kesakitan. Ibu Herlina yang baru saja membuat tebakan secara acak membulatkan matanya tidak menyangka atas pengakuan langsung sang suami. Walau dia tidak ingin menunjukkan kelemahan di hadapan orang lain, tapi ibu Herlina tidak bisa lagi menahan air mata yang perlahan menitik membanjiri pipi. Hatinya mengencangkan semakin menyakitkan. "Sungguh sangat disesalkan bahwa eksistensiku ada di dunia ini karena seorang pria brengsek seperti ini," celetuk Denita dengan sinis. "Hanya karena tidak bisa sebaik wanita, dia berani bertindak begitu kejam!" sindir Denita. "Pengecut!" lanjutnya. Mendengar kalimat cibiran yang dilontarkan Denita membuat pak Hendra langsung men
"Mas Hendra!""Mama! Kak Arkan!"Dua orang ibu dan anak itu masih berteriak memanggil orang-orang yang ada di dalam rumah. Namun, bagaimana orang yang dipanggil bisa mendengar jika jarak pintu gerbang dan pintu utama terbilang cukup jauh? Pun jika pihak yang dipanggil mendengar, mereka juga tidak akan menghampiri mereka. "Mama! Kak Arkan! Kalian tidak bisa memperlakukan aku seperti ini. Aku sama sekali tidak bersalah!" teriak Salsa hingga suaranya serak. " ... "Akan tetapi, berapa kalipun Salsa memanggil, orang-orang yang ada di dalam rumah itu tidak akan pernah peduli. "Arrgghhhh!" teriak Salsa dengan keras. Dia mengacak-acak rambutnya hingga kusut sembari menendang pintu gerbang yang ada di depannya dengan keras. "Sa, apa yang akan kita lakukan?" tanya Bik Ayu dengan gamang. Dia tidak pernah menduga bahwa hari ketika perselingkuhannya terbongkar akan menjadi hari ini. "Kenapa kamu bertanya padaku? Ini semua gara-gara kamu!" seru Salsa dengan berang. Dia sudah sangat membenci
Malam itu Salsa dan ibu kandungnya tinggal di rumah keluarga Angga. Jika sebelum ini keluarga Angga memperlakukan Salsa sebagai ratu, sekarang tidak lagi. Mereka justru memandang Salsa dengan tatapan mencibir. "Mbak Salsa kok bisa diusir dari rumah?" pertanyaan ini keluar dari bibir adik perempuan Angga ketika mereka sedang makan malam. "Anak kecil jangan ikut campur!" jawab Salsa dengan ketus, membuat anggota keluarga Angga sedikit terperangah tidak percaya. Nanun, reaksi tidak percaya itu tidak berlangsung lama. Adik perempuan Angga yang sebelumnya mengajukan pertanyaan segera menanggapi dengan berkata sinis. "Jangan ikut campur? Mbak sampai membawa pembantu Mbak kesini, terus kita disuruh buat jangan ikut campur?!" Sebelum Salsa sempat membuka mulut untuk melawan kata-kata itu, Angga telah lebih dulu menyela. "Tidak bisakah kita makan malam dengan tenang?" tegur Angga dengan keras. " ... "Teguran itu membuat semua orang langsung bungkam dan memilih untuk kembali fokus menyant
Hanya dalam waktu semalam, berita bahwa Salsa telah diusir dari keluarga Hadiwijaya telah menyebar bagai api. Kalangan sosialita mereka sudah sibuk mempertanyakan alasan di balik pengusiran itu. Akan tetapi, bagaimana mungkin alasannya bisa begitu mudah untuk diketahui. Spekulasi demi spekulasi pun terbentuk. Ada yang mengatakan kalau ibu Herlina akhirnya sadar bagaimana harus menarik garis yang jelas antara anak kandung dan anak pungut. Ada juga satu atau dua orang yang bisa menebak dengan benar. Bahwa ibunya Salsa adalah selingkuhan dari pak Hendra. Namun, tebakan itu langsung tenggelam oleh tebakan lain-lain. Melihat kekacauan yang timbul di media sosial, Denita menanggapinya dengan senyuman lebar di wajah. "Jadi gimana, apa yang sudah kamu lakukan sampai ibu Herlina setuju untuk mengusir Salsa dari rumah?" Pertanyaan kepo ini tentu saja meluncur dari bibir Widia. Dia yang baru saja melihat kabar itu segera menghubungi Denita untuk menggali jawaban. "Coba kamu tebak!" balas De
"Ada apa?" tanya Dominic seraya melepaskan jerat tangan Natasya dari lengannya begitu pintu ruangan di belakangnya tertutup rapat. "Bagaimana dengan apa yang kita bicarakan waktu itu?" tanya Natasya."Soal menjadi sponsormu?" "He-em!""Maaf, sepertinya aku tidak bisa. Aku tidak mau bermasalah dengan Mr. Miguel," ujar Dominic dengan nada datar. Dia lalu berjalan santai menuju meja kerjanya."Aku dan Miguel sudah berakhir," ujar Natasya seraya mengikuti jejak Dominic. "Tetap saja. Dia tidak akan melepaskan aku, apalagi kamu. Jadi sebaiknya kamu segera menjauh dariku. Aku tidak ingin menambah musuh untuk saat ini," seloroh Dominic tanpa sedikitpun mengarahkan pandangannya pada Natasya yang kini mengambil tempat di kursi yang ada di seberang mejanya. "Bukankah kamu menyukaiku?""Siapa yang mengatakannya?" balas Dominic dengan acuh tak acuh. Dia mulai membuka tumpukan dokumen yang sudah tersusun rapi di atas meja. Natasya mengendikkan bahu. "Orang-orang mengatakannya," jawabnya dengan
Sepulang dari kantor, Denita membawa dirinya ke The Mammoth seperti instruksi Dominic sebelumnya. Jika tadinya dia merasa sedikit antusias, kini Denita mulai ragu. Dia bertanya-tanya kenapa Dominic tiba-tiba mengajaknya bertemu hari ini? Apakah ada yang ingin pria itu bicarakan dengannya? Apakah karena insiden waktu itu, Dominic memutuskan untuk menghentikan kontrak pernikahan di antara mereka? Denita seketika dilanda risau. Sebelum kakinya melangkah lebih jauh ke dalam restauran itu, Denita mempertimbangkan untuk berbalik pergi. Nanti akan dia pikirkan alasan yang tepat untuk ketidakhadirannya hari ini. Tapi sayang sekali, niatnya untuk kabur harus dihentikan tatkala seorang manager restauran yang mulai akrab dengannya menghentikan langkah Denita. "Permisi, Ibu Denita?" sapa sang manager ketika melihat gelagat Denita yang hendak mengundurkan diri. "Ya?""Pak Dominic sudah menunggu Anda di tempat biasa," tegur manager bernama Danis yang selalu tersenyum sopan pada setiap pelangga