Home / Romansa / Istri Alim untuk CEO Anti-Wanita / Bab 81. Undangan Misterius

Share

Bab 81. Undangan Misterius

Author: Azizah Bounty
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56
"Mmm, mending makan dulu aja ya Kak. Reca lupa itu tadi," ucap Reca.

Salma pun mengangguk, meski sebenarnya ia curiga karena sikap Reca seperti menyembunyikan. Dan ternyata itu benar. Reca sudah keceplosan bilang tentang undangan itu, dan ia tidak ingin melanjutkan.

Fariz pun merasakan apa yang dirasakan Salma. Fariz mengingat-ingat tanggal hari itu. Akhirnya dia ingat, undangan siapa yang diberikan tersebut.

"Huk … uhuk …" Fariz keselek saat teringat tanggal itu.

"Capa, pelan-pelan dong." Salma menuangkan air minum untuk Fariz.

***

Usai makan, Fariz ikut ke kamar Reca untuk melihat undangan. Salma juga tahu trik mereka. Ia pun menaruh ponselnya di depan kamar Reca.

Suara mereka lumayan terdengar, karena hanya di depan pintu Reca menaruh undangannya. Tapi sayangnya, mami Reva malah lewat depan kamar dan mengira ponsel Salma ketinggalan. Ia membawa ponsel tersebut ke Salma.

'Yah, rekamannya cuma sampai kata cewek, berarti itu undangan dari cewek. Ini kelanjutannya apa, y
Locked Chapter
Ituloy basahin ang aklat na ito sa APP

Kaugnay na kabanata

  • Istri Alim untuk CEO Anti-Wanita   Bab 82. Konsekuensi Berlaku

    Salma mengabaikan apa yang ditanyakan suaminya. Tapi, saat ia hampir sampai kemarnya Reca, sebuah kata nada yang Sakla tidak harapkan kini meluncur membuat langkahnya terhenti."Berhenti! Stop mengurus urusan orang lain!" bentak Fariz tak bisa mengendalikan emosinya.Bentakan Fariz terdengar oleh papi dan maminya. Salma segera berbalik arah, dan bersiap untuk ke rumah orang tuanya. Bukan karena ia purik, tapi itu sudah kesepakatan dalam pernikahan mereka.Jika sebuah bentakan Fariz ucapkan, mereka mendapat konsekuensi untuk tidak bertemu selama satu minggu. Reca yang mendengar kejadian itu pun keluar dari kamar."Pernyataanmu sungguh mengecewakan. Konsekuensi berlaku." Salma menangis lebih dari tadi sambil memasukkan beberapa lembar neju ke dalam tasnya dan pergi ke rumah orang tuanya."Cama, tunggu Cama, maafkan Capa. Capa tidak sengaja, jangan perg

  • Istri Alim untuk CEO Anti-Wanita   Bab 83. Tapi Rindu

    "Maaf, Cama masih mau di sini dan sekarang mau tidur," ucap Salma lalu mematikan ponselnya. Fariz paham istrinya masih kecewa. Tapi setidaknya, is sudah lega karena bisa melihat wajah istrinya. Fariz pun tertidur dengan memeluk foto Salma. *** Sudah tiga hati mereka tidak bertemu langsung. Mereka tetap chat dan telpon tapi tentu keadaan belum seperti biasanya. Nahssnya menjadi kaku, singkat namun tidak jelas dalam komunikasi mereka lewat udara. Tapi, mereka kini merasakan sangat rindu. Niken hanya Fariz, tapi Salma juga begitu. Salma juga rindu dengan anak panti dan mertuanya. Apalagi dengan Hunaisa, is begitu rindu dengannya. Salma sebenarnya sudah memaafkan suaminya dari hari pertama kejadian tersebut. Tapi, ia pura-pura cuek saja terhadap suaminya. Kini ia sudah tidak tahan. Ingin bercanda, betfursu berdebat canda seperti biasanya. Salma mencoba chat Fariz dan menyatakan kerinduannya. "Capa, Cama kangen banget," tulis Salma. "(Emoji ngakak full) Wkwkwk … gak tahan kan? Udah

  • Istri Alim untuk CEO Anti-Wanita   Bab 84. Bujukan untuk Pulang

    "Cama, ini ice creamnya," ucap Fariz dengan tersenyum. Salma masih mendelik keheranan. Disisi lain ia sangat rindu dan ingin memeluk laki-laki tampan yang barusan masuk. Salma akhirnya tidak tahan dan ia sendiri yang menghampiri Fariz untuk diajak duduk di kasurnya. "Capa, Cama rindu," ucap Salma sambil memeluk Fariz. "Hahaha … sok-sokan mau seminggu. Capa juga rindu, kamu menyuruh anak kecil segala untuk Capa kesini, kenapa tidak langsung?" Fariz mengusap punggung istrinya. "Haa? Siapa yang menyuruh, Cama nggak menyuruh apa-apa ke Asma," jujur Salma. "Yang bener? Gak usah malu deh mengakui, keluarga kita dengar loh apa yang dikatakan Asma." Fariz juga menunjukkan fakta. Mereka berdua masih saling mengeyel dengan fakta dari apa yang mereka alami. Sungguh berbeda, membuat mereka tidak berhenti-berhenti untuk menunjukkan dirinya yang benar. Sampai suara mereka terdengar keluarganya, sehingga keluarganya termasuk Asma juga datang ke kamar mereka. "Maafkan Asma, Onty and Om, Asma ud

  • Istri Alim untuk CEO Anti-Wanita   Bab 85. Seharian Full

    "Apa? Cepat katakan!" desak Fariz. "Capa harus tahu, tanpa harus diragukan lagi kalau Cama sangat merindukan Hunaisa dan anak-anak panti. Itu sudah hukum pasti, Capa!" "Hahaha … kirain apaan yang penting. Terus, kenapa belum juga mau pulang? "Orang masih diajak ngobrol dan belum juga digendong," Fariz segera membawa istrinya pulang. Hunaisa terlihat begitu sumringah mengetahui Salma sudah menggendongnya lagi. Ia jadi merasa bersalah dengan anak-anak. *** "Capa, kok gak siap-siap berangkat kerja? Cama udah siapin nih bajunya," ucap Salma. "Ehm … Capa hari ini full seharian ingin di rumah dengan kamu," jawab Fariz. "Capa jangan kayak anak bolos sekolah deh, masa CEO bolos," heran Salma. "Hahaha … gak bolos kok. Tenang aja! Besok kamu sudah mulai kuliah aktif, jadi hari ini full untuk kebersamaan kita," ucap Fariz. Salma tak bisa menjawab selain tersenyum kepada suaminya itu. Perasaan, mereka itu sudah sangat sering bersama. Bahkan, Salma ikut juga ke kantor Fariz. Tapi entahla

  • Istri Alim untuk CEO Anti-Wanita   Bab 86. Ternyata Hadiri Undangan

    "Peluk siapa tadi pagi," ucapnya dengan manja. "Hahaha … Reca maksudnya? Dia kan adik Capa, Sayang," tawa Fariz. "Katanya cuma cinta sama Cama." Kata-kata yang tak perlu ia katakan pun keluar. "Aduh, masa masih jeles terus sampai sekarang. Ya cintanya beda dong, kalau yang model begini yang cuma sama Cama. Sekarang Capa tanya deh, apa kamu tidak menyayangi kak Rifki?" tanya Fariz. "Ya sayanglah," jawab Salma mulai terlihat seperti orang yang bertaubat. "Hahaha … wajah kamu biasa aja. Gak usah seperti wajah-wajah mau bertaubat. Udah sembuh kan jelesnya?" Fariz malah tertawa melihat Salma seperti itu. *** Salma bareng bersama Fariz untuk berangkat kuliah. Ia sama sekali tetap seperti dulu. Prinsipnya, tidak mau diantar jemput sopir kalau memang keadaan tidak darurat. "Bye Cama, semangat kuliahnya," ucap Fariz seraya melambaikan tangan. Salma membalas dengan hal yang serupa. Tapi, begitu Fariz pergi, Clarissa dan dua kawannya menghampiri Salma. Ia ingin menghindar saja, tapi Clar

  • Istri Alim untuk CEO Anti-Wanita   Bab 87. Menyengat Panas

    "Alhamdulillah, kami baik," jawab Salma. "Tentu, kita berbeda dong, Pak. Bisa kayak cacing digoreng kalau satu fakultas, apalagi satu jurusan," jawab Freya. Salma memanggil Freya. Pak Dorsin yang merupakan dosen tersebut juga belum paham dengan pernyataan Freya. Salma tidak ingin untuk saat itu, ada yang tahu akan keadaan tersebut. "Maksudnya begini Pak. Otak kita itu jalannya beda bidang, jadi kalau disatuin ya gak nyambung. Kami ambil di jurusan dakwah, Pak," jelas Salma. "Oo begitu. Terus, kenapa terdengar ribut tadi?" tanya Dorsin. "Biasa Pak, mulut-mulut wanita. Kita pengakraban," jawab Clarissa. *** Sepulang dari kampus, wajah Salma ditekuk tanpa senyum sedikit pun. Fariz heran melihatnya. Seharusnya di hari aktifnya kuliah dia bahagia. Karena itu sudah impian dia dari dulu. Tapi sekarang wajah tidak sesuai ekspetasinya Fariz. Sebelum melanjutkan mobil untuk jalan, ia ingin tahu dulu apa yang membuat istrinya itu terlihat merajuk akut lagi. "Kenapa ditekuk? Enak kan kuli

  • Istri Alim untuk CEO Anti-Wanita   Bab 88. Lapar di Malam Hari

    "Idiih, berdua? Gak bisa! Seharian penuh Capa, biar semakin sejuk, ya Hunaisa obatnya," jawab Salma. "Sayang, bukannya kamu udah adem ya? Entar kalau kedinginan masuk angin," ledek Fariz. "Ya gak bakal masuk angin kalau dianya peka, tidak membiarkan anginnya masuk. Dan, Hunaisa bukan angin, buruan dong! Kalau udah tidur angkat pelan-pelan." Salma tetap bersikeras ingin Hunaisa tidur bersamanya. Fariz pun menelpon pengurus panti. Selain malam itu Fariz ingin tidur berdua saja, tapi ia rasa, kasihan kalau Hunaisa terbangun dalam tidur nyenyaknya. "Nggak, Capa nggak akan turutin. Kasihan sudah tidur pulas. Capa sekarang lapar, buatin nasi goreng dong," pinta Fariz. "Iya juga ya. Nasi goreng? Ya udah deh, tapi temenin!" Salma segera ke dapur. Mereka memasak bersama di malam hari tersebut. Salma juga kepincut untuk ikut makan. Suara gaduh mereka membangunkan Reca yang juga mencium bau sedap itu, jadi tertarik untuk ikut makan. Karena kamar Reca lumayan dekat dengan dapur dibanding ka

  • Istri Alim untuk CEO Anti-Wanita   Bab 89. Pahlawan Wildan

    "Dia siapa sih? Cama udah ngantuk nih," ucap Salma yang sudah menarik selimutnya. "Jadi diangkat nggak, nih? Kamu namain kontaknya Kak Wildan," tanya Fariz. "Kenapa ya? Udah biarin aja. Entar kalau penting juga dichat dan terus nelpon," jawab Salma. *** Salma kembali menjalani aktivitasnya untuk berkuliah. Kalau kemarin yang menyambut saat ia datang itu Clarissa, kini Wildan yang menunggunya. Tapi, ia tidak mengajak bertengkar. Wildan mengajak diskusi tentang surat Al-An'am ayat 162-163. Mereka mempunyai tugas kelompok tersebut yang anggotanya bersama Freya juga. Tapi, Freya belum juga datang. Salma sangat tidak terbiasa sebenarnya berdiskusi sendirian dengan bukan mahram di taman kampus tersebut. Mereka mulai menyalakan laptopnya. Salma juga sangat menjaga jarak. Sebelumnya ia juga menanyakan kenapa tadi malam ia menelpon di tengah malam. "Oh iya, tadi malam kenapa telpon di tengah malam?" tanya Salma. "Kamu tahu? Kenapa tidak diangkat? Aku mau tanya tentang sandi yang kita b

Pinakabagong kabanata

  • Istri Alim untuk CEO Anti-Wanita   Bab Ending Season 2. Capa Cama Cimes Cioy

    "Mmm … terima kasih banyak, Mi. Ada kok, kalau Cioy udah beberapa hari, kita akan ngonten bareng. Dibuat jadwal khusus podcast wanita tangguh bareng Nuura," jawab Salma. "Masyaallah, bagus. Mami ke belakang dulu," ujar Reva. Tidak ada yang harus minder karena pernah berbuat salah. Orang yang pernah khilaf, tetap memiliki hak untuk menjadi orang baik. Berhenti men-judge orang karena kekhilafan di masa lalu adalah hal yang Salma kokohkan untuk menguatkan Nuura. *** "Apa yang kamu tahu tentang cinta?" tanya Salma. Fariz menatap lekat kedua mata istrinya. "Cinta itu luas. Sebuah rasa yang bertahta tanpa aba-aba, mendaki dan menggali untuk terus mencari arti meskipun bercak dan pikulan luka menghampiri." "Apa yang kamu tahu tentang mencintai?" tanya Salma. Tidak ada keraguan untuk Fariz memberi jawaban. Cinta memang luas dan yang ditanyakan Salma itu masih umum, bukan hanya khusus cinta Fariz kepada Salma. Mereka bercerita di tengah Cimes Mika yang sibuk mengajak bermain dan bercanda

  • Istri Alim untuk CEO Anti-Wanita   Bab 29. Salma di Hati Reva

    "Daddy ingin dipeluk Kakak Cimes," ucap Fariz. "Gak mau! Cimes mau minum kembar juga gak diberi," sahut Cimes Mika. "Kakak kok dendam?" Salma membelai rambut putrinya. "Maaf, tapi Kak Cim nggak suka dilarang terus, pertanyaan Cimes gak dijawab sama Ummah," keluh Cimes Mika. "Masyaallah, anak pinter! Eaaa … kena deh ke pelukan Daddy!" Fariz mengangkat Mika begitu saja mumpung tangannya tidak berpegangan tangan dengan baju ummah-nya. Dari tadi Fariz ingin menggendong putrinya secara tiba-tiba dan langsung dibawa keluar. Namun, tangannya masih mencengkram baju Salma. Fariz sudah wanti-wanti dengan teriakan juga sebenarnya, tapi sekarang akan nekat ia lakukan dengan langsung membawanya keluar dari kamar. "Daddy, huaaa!" teriak Cimes Mika yang sudah di pintu karena Fariz cepat untuk lari keluar. "Hehe, sudah di pelukan Daddy sekarang. Kamu nggak rindu apa, Nak? Dari semalem nggak mau dipeluk Daddy, maunya sama oma dan eyang terus!" Fariz terus mendekap dan membelai putrinya. Cimes M

  • Istri Alim untuk CEO Anti-Wanita   Bab 28. Cimes Kangen Minuman Kembar

    "Besok aja, hahaha," ucap Salma. "Adik sebentar lagi lahir, nggak sampai besok, Nak. Udahan dulu ya sama Ummah-nya!" Fariz melihat istrinya menahan sakit sedari tadi, tapi berusaha membuat Mika bahagia. "Nggak mau! Cimes kangen minuman kembar ini!" seru Cimes Mika. "Nak … Ummah lagi sakit. Mau nggak doain Ummah di masjid, beli minumnya es krim dua aja biar jadi kembar," ungkap Salma yang merasakan perutnya semakin sakit. "Ummah sakit? Cimes kangen ini dari kemarin nggak dikasih, tapi Cimes mau do'ain Ummah, Ummah sembuh! Huaaaaaaaa!" Cimes Mika memeluk Salma lalu menangis sambil berjalan turun dari brankar Salma. "Hahaha … biarin dulu coba, Ma! Cimes kok lucu ya kesannya. Nangis aja tetep imut banget," ucap Fariz dengan tawa kecilnya. Sedih, disuruh pergi saat waktu rindu-rindunya, tapi lebih sedih kalau melihat perempuan hebatnya merasakan kesakitan. Cara jalannya Cimes Mika juga membuat mereka tetap gemas. Apalagi kalau melihat raut wajahnya, Salma yang sedang kesakitan pun iku

  • Istri Alim untuk CEO Anti-Wanita   Bab 27. Detik-detik Bertemu Cioy

    "Hehe, belum nih. Abinya belum setuju," jawab Freya. "Sama aja, Aa Wildan belum tega katanya," sahut Clarissa. "Kalau kata Mas Rifki mah, udah. Dua anak cukup," jawab Royya. "Tau ah, Mas William juga gitu!" rajuk Reca. "Cama! Kamu buat mereka resah, deh!' Fariz merangkul istrinya. Mereka terus bercanda dan juga berencana juga. Sangat hangat, bisa berkumpul gabungan seperti itu. Ada dari pihak keluarga, saudara, dan juga para santri. *** "Cap, Cimes nggak ikut?" tanya Salma. Rasa sakit saat kontraksi, kini Salma rasakan. Beruntungnya, saat itu ia hanya mimpi. Kalau tidak, entahlah bagaimana dia bisa kuat melawan rasa sakit tanpa usapan langsung dari suaminya. Di mana biasanya selalu siap memberi ketenangan dan kekuatan atas lara yang sedang menimpanya. Namun, di saat suasana menahan rasa sakit untuk kelahiran putri keduanya, perhatian untuk putri pertama tidak lupa ia berikan. "Masih nangis," jawab Fariz. "Kok nggak Capa ajak?" Salma menarik tangan suaminya. "Entar aja kalau

  • Istri Alim untuk CEO Anti-Wanita   Bab 26. Pesona Gus Bafre

    "Capa, Capa gak pergi, kan? Nuura, baik-baik saja?" Salma terlihat sangat resah saat bangun tidur. "Sayang, kamu kenapa, sih? Semalem Capa di sini terus peluk kamu sama Cioy. Kok jadi aneh?" tanya Fariz. "Ehmm, Alhamdulillah, hanya mimpi berarti." Salma menghembuskan napas panjangnya. "Hahaha …" Fariz tertawa sembari mencubit hidung istrinya. Pagi itu mereka pergi belanja ke toko mainan. sudah banyak request dari anak panti sangat juga putrinya sendiri. Cimes Mika tidak lupa untuk minta dikepang rambutnya, dia ingin seperti Hunaisa meskipun rambutnya masih belum sebanyak rambut Hunaisa. "Mau dikepang," ucapnya. "Nggak mau diikat dua aja, Nak?" Salma memberi penawaran. "Maunya kayak Kak Nais," jawab Cimes Mika. "Iya, dikepang ya dikepang. Boleh cium dulu, nggak?" Salma mendekatkan pipinya. "Ummah bau, gak mau!" Cimes Mika malah menjauh. "Bau apa? Ummah udah mandi, udah pakai bedak, wangi ...." ujar Salma. "Mmmm, bauuuu .... tapi boong, hihihi," ucap Cimes Mika dengan tawa. F

  • Istri Alim untuk CEO Anti-Wanita   Bab 25. Hamil Tua

    "Ehmmm, terserah Cama aja," jawab Fariz. "Mami ingin sama papi apa sama Cimes?" tanya Salma membuat mereka terkekeh. "Hahaha, Mami ngikut pilihan kamu aja, Sal! Kalau kalian mau salah Cimes, ya Mami sama Papi," jelas Reva. "Ya udah, Mi. Mami sama Papi aja, bikin adiknya Fariz!" goda Fariz. "Iiih! Dasar ya kamu, Riz!" Reva keluar kamar dengan lumayan salah tingkah. Fariz dan Salma masih ngobrol pelan di kamar putrinya. Anak kecil yang masih linguistik seperti itu, serasa ingin selalu di dekapan mereka berdua setiap saat. Seperti Salma tadi, ditiduri begitu putrinya merupakan sentuhan luar biasa yang sangat memberinya kebahagiaan. Fariz itu kalau melihat putrinya, sudah pasti ingat Salma, begitu pula sebaliknya. "Capa pengen cubit, Cam!" Fariz menahan jarinya di pipi mulus putrinya. "Ihh, jangan! Capa tuh kalau lihat putri cantik ini, selalu saha keinget dengan Capa," ungkap Salma. "Nggak cuma Cama. Capa pun begitu, Sayang!" Fariz menatap istrinya dengan tersenyum. Salma mengus

  • Istri Alim untuk CEO Anti-Wanita   Bab 24. Foto Maternity

    Fariz segera mengambil album di dalam lacinya. Waktu memang sudah malam, tapi dia tidak mau membuat anaknya kecewa. Baim minta album foto dia dan juga kebersamaan di panti untuk dibawa ke pesantrennya besok pagi. Mintanya sudah dari kemarin, tapi Fariz memang benar-benar lupa. "Capa mau ke rumah Nuura dulu," ucap Fariz. "Kenapa? Kan belum dijawab, udah ke sana aja!" kesal Salma. "Hehe, iya-iya. Ini, Baim minta foto albumnya waktu di panti. Besok udah berangkat, mintanya tuh udah dari kemarin, cuma … Capa aja yang pelupa." Fariz melemparkan senyum untuk istrinya. "Ya udah, hati-hati!" Salma mencium punggung tangan suaminya. "Siap," jawab Fariz. "Jangan bikin gara-gara lagi, ya. Pusing! Jangan sok kenal dengan Nuura!" Salma masih memegang tangan suaminya. Peringatan, Salma tidak ingin kejadian-kejadian yang menurutnya sangat mengerikan itu terulang kembali. Sudah cukup dengan rasa-rasanya di waktu kemarin itu, sekarang ia ingin momen kehamilannya benar-benar terjaga dengan baik du

  • Istri Alim untuk CEO Anti-Wanita   Bab 23. Rasa Sayang Mertua

    "Cama mual lagi!" rintih Salma. "Kamu pucat sekali, Sayang! Kita pulang, yuk!" ajak Fariz. "Jangan!" Salma menangkis uluran tangan suaminya. "Bandel kamu nggak tahu tempat banget, sih!" Fariz kembali meraih tangan istrinya. "Loh, Salma kenapa?" Reva datang dan langsung menyentuh menantunya. Reva melihat putranya menahan emosi. Melihat pula menantunya kesakitan. Namun, ia yakin itu bukan perkara Fariz menyakiti Salma. Raut wajah putranya terlihat kalau ia sedang khawatir. "Cama mual lagi, perutnya sakit, tapi gak mau pulang, kesal Fariz, Mi!" Fariz melepaskan sentuhan ke tangan Salma. "Riz, Salma itu tidak mau karena nggak tega sama krucil-krucil. Kamu yang peka dong dengan istrimu! Istrimu hamil karena ulah kamu, loh. Ya yang sabar ngadepinnya!" Reva mengusap perut menantunya. Bukan perkara sakitnya yang membuat Salma meneteskan air mata. Seorang ibu yang hadir dan tulus merawat ia yang bukan dari darah daging sendiri itulah yang membuat Salma semakin berderai air mata. Memilik

  • Istri Alim untuk CEO Anti-Wanita   Bab 22. Anak China dan Korea

    Miss Na: 'Iya, sampai sekarang belum ada yang menjemput. Ponsel keluarganya tidak bisa dihubungi. Bisakah Ibu Salma yang ke sini?' Salma: "Iya-iya, bisa kok." Sekolahnya Hunaisa memang sedang pulang pagi. Namun, Hunaisa belum juga dijemput. Orang tuanya tidak bisa dihubungi. Gurunya mencoba menghubungi Salma untuk menjemput Hunaisa. "Kenapa Hunaisa?" tanya Fariz. "Kita ke sekolahnya sekarang! Orang tuanya gak bisa dihubungi." Salma mencari tasnya dengan raut wajah khawatir. "Tenang dong! Kenapa panik begitu? Nais sakit, jatuh, kena pelanggaran, disakiti atau apa?" tanya Fariz penasaran. "Capa! Kenapa malah nebak yang miring? Menyuruh tenang, tapi dilanjutkan dengan dugaan miring, ngeselin!" kesal Salma. Fariz minta maaf dan sedikit terkekeh juga. Karena dia tahu, kalau anak-anak seusia Hunaisa pada pulang pagi. Hanya saja, dia belum tahu kalau Hunaisa belum dijemput. Fariz hanya lewat begitu saja di depan sekolahnya Hunaisa dan langsung pulang. "Sayang, maaf! Kita jemput seka

DMCA.com Protection Status