"Dia siapa sih? Cama udah ngantuk nih," ucap Salma yang sudah menarik selimutnya. "Jadi diangkat nggak, nih? Kamu namain kontaknya Kak Wildan," tanya Fariz. "Kenapa ya? Udah biarin aja. Entar kalau penting juga dichat dan terus nelpon," jawab Salma. *** Salma kembali menjalani aktivitasnya untuk berkuliah. Kalau kemarin yang menyambut saat ia datang itu Clarissa, kini Wildan yang menunggunya. Tapi, ia tidak mengajak bertengkar. Wildan mengajak diskusi tentang surat Al-An'am ayat 162-163. Mereka mempunyai tugas kelompok tersebut yang anggotanya bersama Freya juga. Tapi, Freya belum juga datang. Salma sangat tidak terbiasa sebenarnya berdiskusi sendirian dengan bukan mahram di taman kampus tersebut. Mereka mulai menyalakan laptopnya. Salma juga sangat menjaga jarak. Sebelumnya ia juga menanyakan kenapa tadi malam ia menelpon di tengah malam. "Oh iya, tadi malam kenapa telpon di tengah malam?" tanya Salma. "Kamu tahu? Kenapa tidak diangkat? Aku mau tanya tentang sandi yang kita b
"Mm iya. Jadi, di situ disebutkan sholatnya dulu, padahal sholat itu masuk dalam kegiatan beribadah. Karena …" "Eh, Sal! Nanti aku kasih kabar bahagia, lanjut-lanjut penjelasan dulu," ucap Freya saat Salma nampak berpikir. "Sholaati, wanusukii artinya sholatku, ibadahku. Sholat itu wajib untuk setiap yang mengaku muslim, dan sholat itu yang lebih utama dari ibadah apapun, makanya disebutkan lebih awal, meskipun sholat termasuk dalam ibadah." jelas Salma saat belajar mengenai surat Al-An'am ayat 162. "Iya. Jadi ngerasa banyak dosa kalau seperti ini. Dulu waktu SMK, aku sering mengabaikan sholat karena ikut ekstrakurikuler sekolah." Wildan nampak sedih. "Kak Wildan jangan sedih gitu. Yang penting sekarang Kakak sudah tobat, dan sekarang harus lebih diperhatikan lagi," jelas Freya. "Betul tuh, semangat!" seru Salma. *** Freya tampak gembira ingin memberi kabar sahabatnya. Salma juga jadi ingin mendengar tentang kabar tersebut. Mereka bercerita sambil duduk di kantin. "Apa sih? Kok
"Tenang, kamu simak nih," jawab Fariz. "Cla, sini dong!" panggil Fariz. Clarissa datang dengan rasa gembira bisa dipanggil oleh orang yang ia cintai. Tanpa ada sebuah keterpaksaan, Clarissa segera hadir di meja Fariz dan Salma. "Ada apa, Dzar?" tanya Clarissa. "Kita makan bareng-bareng. Masih suka sate, kan? Biar aku pesenin," ucap Fariz. "Oh, masih tetap seperti dulu, kok," jawab Clarissa. Fariz pun memanggilnya pelayanan kantin untuk menyiapkan tiga porsi sate. Fariz menyuapi Salma dan begituoun sebaliknya. Hak itu yang ingin mereka lakukan biar Clarissa kepanasan. 'Maaf Cla! Aku ingin kamu bisa lepas dari mencintaiku,' batin Fariz saat menyuapi Salma. Namun, Fariz malah bringing. Jadinya sare tersebut masuk bukannya ke mulut Salma, tapi ke pipinya. Hal itu malah membuat mereka romantis karena Fariz mengelap dengan perlahan menggunakan tisu mengenai bekas bumbu sate yang menempel di pipi istrinya. 'Hhhh! Ini jebakan! Kok kamu tega sih, Dzar?" batin Clarissa. "Aduh, Capa gim
"Hehe … minggu ini Humaira kan ada lomba sholawat sama qiro'ah juga di kota sebelah. Ya kan pasti ada tuh Cogannya, Humaira kedipin doang kok, tapi ya … fatal seminggu kena sidang terus," ucap Humaira dengan tawa kecilnya."Benar-benar kamu tuh. Matanya dijaga dong, itu maksiat mata namanya. Terus, usah berkali-kali disidang gak ada kapoknya kamu? Apa kamu ini minta dihukum?" Salma jadi geram mendengar sepupunya berperilaku seperti itu."Yee, jangan serem gitu dong, Kak. Namanya juga gak betah, udah untung aku gak pacaran," jawab Humaira."Memangnya ada yang mengajakmu pacaran?" tanya Salma."Anak sini, ya tentu banyak," jawab Humaira."Santri juga?" tanya Salma."Sebagian sih, iya."Humaira tidak sadar bahwa Salma bertanya untuk menjebak dan mengetahui seluk beluknya. Ia tidak ingin kecer
"Ditukar bagaimana?" tanya heran Salma setelah telepon dengan Asma ditutup. "Ini bagus banget Kak, coraknya. Mau aku buat topinya baby, boleh ya?" pinta Humaira. "Tanya ke Kak Fariz, ini dari dia soalnya." Salma menjawabnya dengan melirik Fariz. "Kak Fariz Tampan, boleh kan?" tanya Humaira. "Hhh, Humaira, Humaira …" Salma bergidik lagi mendengar ia mengucapkan dengan membawa tampan segala. "Jangan! Itu kan sudah dipakai Kakak kamu, jadi bekas, kan? Entar deh Kak Fariz kirim paket ke sini, butuh berapa dan desain sana modelnya," ucap Fariz. "Waaah. Terima kasih, Kak Fariz." Humaira langsung membuat desainnya. *** Kuliah Salma saat itu mengadakan sebuah perkumpulan, karena akan mengadakan kompetisi khusus tingkat Sekolah Dasar. Saat itu memperingati hari Pendidikan Nasional. Salma terlihat sangat sibuk ke sana kemari karena ia menjadi panitianya. Saat waktunya sudah pulang pun, Salma dan yang lain masih tetap di kampus. Sampai ponsel Salma kehabisan baterai tidak ia ketahui. Dan
"Minta tolong apa ya? Kok tumben tidak to the point," tanya Fariz. "Hehe … karena adik Pak Fariz sudah ada di Indonesia, apa boleh kami meminta dia untuk mendesain bangunan baru di sebelah sana sekaligus tempat anak-anak tingkat Sekolah Dasar lomba?" tanya Dorsin. "Hahaha … baiklah. Kalau untuk desain yang lebih ke anak kecil, memang dia ahlinya," tawa Fariz. *** "Cama, ada telepon dari pesantren Al-Mutakabbir," ucap Fariz. Salma segera mengangkat telepon tersebut. Tidak lain itu telepon dari Humaira. Ia bilang kalau saat itu malas sekali makan. "Humaira, jangan gitu ah. Kamu sayang orang tua dan guru kamu, kan? Coba cek di kitab Washoyamu di bab pertama. Beliau-beliau itu bahagia ketika melihatmu sehat, makan sana!" jelas Salma dari telepon. "Iya sih, Kak. Tapi, malas sekali karena waktu jam makan tadi, aku menghafal sambil desain topi baby," ucap Humaira. "Nah, itu salah dirimu. Kamu harus tanggung jawab dengan tubuh kami sendiri. Semua sudah dijadwalkan, bukan? Kenapa tidak
"Ummah, Naufal merebut keripiknya Aisyah," ucap Mumtaz. "Naufal kenapa merebut?" tanya Salma. "Habis, Naufal gak dikasih sendiri sama Daddy, huaaaaa." Naufal ini yang paling cengeng meskipun dia laki-laki. Kalau Mumtaz anak panti yang paling tidak bisa diam dan mulutnya suka bicara yang tidak baik. Sedangkan Aisyah, dia si paling pintar dan sabar. Sedangkan 'Izzi anak yang dulu terlihat penakut dan pemalu tapi sekarang malah jadi anak yang pemberani dan berjiwa pelindung. "Capa! Apa-apaan ini, kenapa Naufal gak kebagian?" Salma melotot ke Fariz. "Eh, maaf Sayang. Tadi langsung Daddy tinggal karena kebelet dan lupa deh kalau Naufal belum," jawab Fariz. "Daddy gak sengaja Sayang, entar biar diambilin lagi. Terus, siapa yang mengajari Naufal merebut? Sini deh mendekat dengan Ummah, kalau ingin sesuatu tidak boleh dengan cara yang buruk, okey?" Salma memegang samping kanan dan kiri kepala Naufal dan menatapnya dengan kasih sayang dan mengusap air mata Naufal. Salma menyuruh Naufal m
"Capa aja deh yang jawab," ucap Salma. "Sekarang juga sangat diterima," jawab Fariz dengan tawa dan diiringi tawa mereka semua. *** Fariz melihat Dorsin membungkuk di meja Salma sambil mengoperasikan laptop Salma di taman. Salma juga terlihat sedang konsentrasi melihat layar laptop. Freya juga berada di situ. Saat itu masih jam istirahat. Fariz sudah membawakan ice cream dan camilan kesukaan Salma. Tapi, malah melihat istrinya didekati dosennya. Ia jadi malas mau melanjutkan jalannya. Salma tahu sebenarnya kalau suaminya sedang berjalan ke arahnya. Tapi, pikiran isengnya mulai menggelora untuk mencoba melihat reaksi suaminya. "Pak Dorsin, sebentar ya itu ada suami saya," ucap Salma. "Oo, oke," jawab Dorsin. Salma berlari menghampiri Fariz yang berbalik badan. Tapi sepotong kayu tanpa ia lihat is sandung dan tersungkur ke tanah sampai tangannya menatap batu. "Capa, tunggu! Aw!" pekik Salma saat terjatuh. "Astaghfirullahal'adziim … Cama!" Fariz segera berbalik arah dan menolon