"Frey! Ngeselin seribu langkah banget," ucap Salma. "Makanya cepat maju! Lagian, ngapain sih kamu nggak maju-maju?" tanya Freya. "Kesal, sudah pasti ulah Pak CEO aku dikasih nomer urut pertama." Salma segera maju sebelum Fariz semakin menjadi-jadi membuatnya malu. "Semangat," ucap pelan Fariz saat Salma sampai di panggung. Salma terpaksa sedikit mengangguk dan melempar senyumnya. Karena posisinya ia sudah menghadap ke depan. Ia tidak mau tampilnya menjadi rusak gara-gara mood yang dibuat malu oleh Fariz. "ORANG JUJUR ITU SANTAI, ENAK KAYAK PAK CEO ITU, IYA KAN PAK? APALAGI DITAMBAH SANTUN, PASTI MANTAP SEKALI, KATA GURU SAYA, YAA KEHIDUPAN ITU SEPERTI KITA BERCERMIN, KALAU KITA SENYUM, BAYANGANNYA JUGA SENYUM, OH IYA SAYA BAWA CERMIN, PRAKTEK NIH, KALAU CEMBERUT MUNCULNYA JUGA CEMBERUT, KALAU ORANGNYA SEDANG MARAH? HMMM, PASTI NAMPAK MARAH JUGA, APALAGI YANG MARAH ITU, SIAPA? PAK CEO ... HAHA … TERNYATA PAK CEO SEREM KATANYA. TAK MASALAH, ITU CARA PAK CEO, BIAR PARA KARYAWAN DISIP
"Bismillah, semoga aja," ucap Freya. "Aamiin, mending kita jajan dulu," ucap Salma. Sambil menunggu pengumuman lomba, mereka akhirnya lebih memilih untuk jajan. Karena di depan mading sangat ramai untuk melihat hasil lomba. Namun, saat ia bersantai sambil makan jajan di kursi peserta, mereka mendengar hal yang berkaitan dengan kompetisi. "Wah, hebat ya, itu bisa-bisa beasiswanya sampai selesai kuliah masih sisa, yang mana sih Salma sama Freya itu?" ucap seseorang. "Iya, kok bisa meraih juara di berbagai bidang," ucap seseorang lagi. "What? Nama kita Sal!" Freya menepuk-nepuk ke bahunya Salma. Ia sangat kaget bercampur bahagia mendengar nama mereka. "Hmm, santai dulu, memangnya, hanya kita yang namanya Freya dan Salma? Jangan kepedean dulu, entar nyeselnya lebih dalam," ucap Salma. "Hehe, iya juga ya," jawab Freya. Setelah sekitar setengah jam, pengumuman hasil kompetisi itu diumumkan. Ternyata, apa yang mereka dengar itu benar nama diri mereka. Salma dan Freya maju ke panggung
"Aduuh, Frey! Kamu bisa nggak mikir yang jernih aja, dia udah lapor ke mama dan papa belum ya soal ini, harusnya kamu mau Frey disuruh pak CEO bilang ke orang tua aku," ucap Salma. "Mungkin proses bilang Sal, tunggu aja telpon dari orang tua kamu. Maaf, aku masih takut, aku aja belum bisa kasih solusi ke kamu, bagaimana aku ngomongnya? Aku bisanya semangatin, hibur dan ledek kamu, itu pun kalau berfaedah, hehe… " ucap Freya. "Mbak Salma, diajak ke ruang keamanan," ucap salah satu santri. "What? Untuk apa ini? Frey! Aku udah kesal kalau ada salah paham lagi," ucap Salma. "Mendinglah salah paham,, daripada salah beneran? Mau?" Freya memperjelas ucapannya. Salma panik mendengar itu. Namun paniknya itu mengarahkan pada kejengkelan. Karena dari dulu, sering ada salah paham antara pengurus keamanan ke Salma. Salma juga menjadi pengurus, namun bagian perlengkapan bersama Freya. Memang tingkah Salma yang sangat aktif dalam sekolah umumnya itu, terlihat sangat mudah mendapat kecurigaan.
"Tambahnya ke santri baru," ucap pengurus keamanan. "Oke, baik Mbak," jawab Salma. Salma sudah tenang keluar dari ruang itu. Ia kembali menghampiri Freya dan mengabarkan hal tersebut. Freya hanya mengangguk kesal sendiri melihat sahabatnya malah minta peringatan. "Bagus, mantap sekali ya Sal, ngapain minta dikasih peringatan, sungguh kamu tuh, dikasih enak malah minta sulit!" ucap Freya seraya mengangguk-angguk. "Biar ajalah, memang lumayan kurang ajar aku tuh," jawab santai Salma. "Aaah, terserah kamu deh, udah malam, mending tidur!" Freya merebahkan tubuhnya di kamarnya. "Tunggu, aku mau nyicil belajar sedikit, belum ngantuk pula," ucap Salma. "Salma! Kamu itu udah pinter, please deh, sayangi juga mata kamu!" ucap Freya. "Siap untuk menyayanginya, lihatlah aku bawa apa! Jus wortel ala Salma, mau nggak? Kalau mau temenin lima menit aja untuk belajar bareng, bukan SKS, nggak kebut," jelas Salma. Freya menatap jus yang dari tadi disembunyikan Salma di belakangnya. Ia sudah klom
"Lah, emang udah takdirnya kok, memangnya kenapa?" ucap papa Rohman. "Kan lebih seru tuh kalau Salma punya kakak atau punya adik gitu," ucap Salma. "Hmmm, Papa sama Mama udah tua, jadi kemungkinannya cuma sedikit persen, kalau mau yang seratus persen yaa kamu tinggal ngikutin rute," ucap mama Risa. "Maksudnya Ma? Kok jadi Salma yang mengikuti rute? Rute apa?" Salma bingung. "Hahaha …" Papa dan mamanya Salma tertawa melihat putrinya belum paham dengan maksud tersebut. "Eh, kok jadi ketawa? Apa sih? Jelasin coba!" desak Salma. "Iya, rutenya ya kamu menikah, dapat tuh adik yang kamu inginkan, makanya pilih nikah, hahaha …" tawa papa Rohman. "Iiih, kok jadi gitu sih, itu mah namanya anak bukan adik, lagian papa sama mama dari dulu kan masih banyak peluang adiknya Salma. Tapi, udah takdir ya, hahaha …" Salma berbalik menertawakan orang tuanya. "Hm, anak kita udah paham bener, cocok nikah," goda mama Risa nggak mau kalah. "Wah, udah deh, nggak beres ini, Papa sama Mama tuh kok ngela
"Apa ya enaknya?" tanya Fariz. "Enaknya nggak usah ada hukuman," jawab Salma. "Cepat do'a dulu! Kasihan kalau waktu ujian mereka berkurang gara-gara kamu!" Hari pertama ujian membuat Salma sangat emosi. Jelas-jelas yang ujian Salma juga. Namun seolah-olah Fariz hanya kasihan dengan teman-temannya. "Hmmm …" Salma berdehem setelah berdo'a. "Kenapa? Tidak terima?" tanya Fariz. "Terima," jawab singkat Salma. "Waktu istirahat bikinkan kopi untukku, itu hukuman untuk kamu. Awas saja tidak pas, hukuman bertambah," ancam Fariz. Salma mendengus kesal berkali lipat. Sangat menyebalkan seperti saat pertama kali ketemu. Pikiran Salma terus mengarahkan untuk menganggap Fariz begitu menyebalkan. Ia tidak peduli cemberut di depan teman-temannya. Setelah beres di depan, Salma segera kembali ke bangkunya. Dalam hati, Fariz tertawa dengan lebar. Saat ujian berlangsung pun, Fariz tidak tinggal diam membiarkan Salma mengerjakan ujian. Rasanya sangat tidak lengkap jika melihat Salma yang aman-ama
"Sebelum aku kasih tahu syaratnya, siapa sih CEO yang namanya Abi?" Fariz masih penasaran. "Kasih tahu Frey!" seru Salma. "Pak CEO sendiri kan namanya Abi, Fariz Abidzar," ucap Freya. "Oooo syukurlah kalau begitu," ucap Fariz membuat Salma dan Freya mengerutkan kening. Apa maksud dia? Fariz mengabaikan sikap Freya dan Salma yang nampak kaget dan bingung. Ia langsung saja membahas syarat tersebut. Fariz mengatakan setelah meminum seteguk kopi asinnya. "Baru saat ini ada kopi kopi rasanya asin. Tapi enak, enak sekali. Thanks yaa … dan untuk syaratnya cuma satu sebenarnya, asli sangat ampuh," ucap Fariz. "Baru tahu juga ada sosok manusia yang suka minum kopi asin. Jangan bertele-tele, cepat katakan syaratnya!" seru Salma. "Turutin yaa," ucap Fariz. "Aku nggak bisa membaca pikiran Pak CEO! Katakan dulu baru aku tentuin." Hhh, Salma mendengkus sangat kesal dengan perlakuan Fariz. "Pelaminan dengan wanita yang udah dijodohkan. Dijamin deh, sikapku bisa seperti yang kamu harapkan." F
"Kenapa kamu ke sini?" tanya Fariz setelah menjawab salam. "Mau gantiin kamu, Dzar. Soalnya sudah ditunggu meetingnya," ucap Clarissa. "Oh iya ada meeting di kantor sebelah. Papa kamu sudah di kantorku?" tanya Fariz. "Sudah, aku di sini juga atas undangan sekolah sebagai perwakilan mahasiswa yang mana kan hadiah itu berkaitan dengan kampusku," jelas Clarissa. Salma memejamkan matanya dan mengingat-ingat tentang wanita itu. Akhirnya dia ingat, kalau dia ialah orang yang menyuruh Salma tidak boleh dekat-dekat dengan Fariz. Tatapan Clarissa tetap saja seperti dulu. Salma sangat mengabaikan dengan kesinisan Clarissa. Ia juga baru tahu kalau ternyata dia namanya Clarissa. "Clarissa, aku keluar dulu. Awasi dengan baik!" ucap Fariz. "Baik Dzar, hati-hati," ucap Clarissa. 'Apa-apaan sih, mereka itu? Apa Clarissa itu pacarnya Fariz? Tuh kan, su'udzon muncul. Astaghfirullahaladzim. Dzar … sepertinya memang mereka ada apa-apa,' batin Salma. Fariz segera keluar dari ruang ujian Salma. Hat