"Ayoo pergi," ajak Sere tadinya ia ingin memarahi Faresta karena tiba - tiba menciumnya, saat ingat di tempat umum akhirnya memendam keinginannya.
Sere diam saja, masuk ke mobil meninggalkan Faresta yang tersenyum penuh kemenangan.
"Sekarang kita prewedding dulu," tutur Faresta, Sere hanya diam tak menjawab masih kesal dengan kejadian tadi, ia mengangkat bahu tak peduli saat tidak mendapatkan sahutan, melanjutkan perjalanan dengan keheningan.
Sere diperintahkan untuk mengganti pakaiannya, ia hanya menurut. Selesai melihat pantulan diri dicermin, dia sedikit terpaku karena tak menyangka akan secantik ini. Sehabis puas mengagumi sendiri, Sere lekas keluar saat dipanggil oleh Faresta mengetuk pintu dengan tak sabaran.
"Kenapa lama sekali," geram Faresta terpaku saat tatapannya, melihat paras cantik Sere.
Sere sama terdiamnya, mereka saling mengagumi visual masing - masing. Sampai teguran fotograper membuat keduanya tersadar, lekas Faresta membantu Sere berjalan larena high hillnya yang tinggil.
"Duh, aku takut jatuh," gumam Sere pelan, Faresta menoleh lalu tersenyum saat gadisnya terus menatap kaki yang memakai high hill.
"Makanya pegangan sama aku," kata Faresta dengan nada lembut, Sere hanya mengangguk menurut.
Faresta dan Sere mengikuti intruksi fotograper, melakukan gaya sesuai perintah pria itu. Dua jam mengerjakan, akhirnya memerintahkan untuk pose bebas. Dengan senang hati Faresta langsung meraih tengkuk Sere, dan menciumnya lama, menginstruksikan agar pengambil gambar memotretnya. Faresta terus melakukan model hot, yang membuat Sere syok dan malu.
"Kamu jangan seenaknya, nyosor dong," geram Sere saat keduanya tengah berdua.
"Why? 'kan bentar lagi kita nikah," seru Faresta, tak tersinggung dengan ucapan Sere, melepaskan pakaian menjadi bertelanjang dada karena mereka berada dalam ruang make-up.
"Kenapa kamu membuka baju di sini!" pekik Sere menutup matanya, terkejut melihat Faresta melepas pakaian dihadapannya, apalagi roti sobek membuatnya memikirkan untuk bersandar pasti enak.
"Memangnya kenapa? kamu tergoda," goda Faresta mendekati Sere yang duduk di kursi yang masih menutup wajahnya dengan telapak tangan.
Faresta membungkukan tubuhnya, agar mukanya sejajar dengan Sere. Lengan kekarnya terulur menarik tangan yang menutup para gadis yang diincarnya, senyuman terukir saat wajah Sere langsung berpaling.
"Menjauhlah," berang Sere mendorong dada bidang Faresta, tetapi tidak mundur sedikitpun.
"Hahahha, kamu menggemaskan sekali. Ayo buka pakaianmu, kita adu siapa yang paling tahan tidak menyerang," tantang Faresta menaikan alisnya menatap Sere.
"Tidak! kamu mencari kesempatan dalam kesempitan aja." Tolak Sere ia menggeleng keras, menolak tantangan mesum dari Faresta.
"Alasan saja, bilang saja kamu takut kalah dengan tantangan itu," ejek Faresta membuat Sere geram, memang itu tujuannya.
"Aku tidak takut kalah, aku hanya malu tidak berpakaian dihadapan lelaki," elak Sere.
"Cuma gak pake baju, gak usah lepasin bra kamu. Alasan aja malu, bilang aja takut!" cemoh Faresta, ingin memancing Sere agar mengiyakan tantangannya.
"Kamuuuuu!" geram Sere menggertukan giginya.
"Oke aku terima," kata Sere kesal, Faresta tersenyum penuh kemenangan.
Sere melepaskan gaunnya, menyisakan celana pendek sepaha dan bra merah. Faresta terpaku dengan tubuh putih nan mulus, ingin rasanya ia cepat - cepat melahap habis perempuan dihadapannya. Dirinya berusaha meredam gairah yang langsung muncul, tanpa harus dirangsang terlebih dahulu.
Sere tersenyum puas, saat melihat sesuatu menonjol di selangkang Faresta, senyuman mengejek muncul di bibirnya membikin pria itu menggeram kesal."Aku menyerah!" geram Faresta, ia mendekat dengan cepat, menarik lengan Sere membuat gadis itu menabrak dada bidangnya, dirinya menunduk melahap bibir ranum candunya itu.
Tangan kirinya tak diam, merayap meremas payudara Sere yang terbungkus bra. Sedangkan lengan kanannya memeluk erat tubuh gadisnya nan berusaha melepaskan diri.
"Lepaskan aku," sentak Sere dengan napas terengah, disaat Faresta melepaskan pautannya melihat Sere membutuhkan oksigen.
"Bernapas bodoh," ucap Faresta memaki, lalu meraup bibir ranum itu hingga membengkak.
Faresta beralih ke leher jenjang Sere membuat tanda kepemilikan, Sere melenguh ia mulai terlena sentuhan pria mesum ini.
Puas menghiasi bagian itu, beralih kedua gundukan yang dia remas, menurunkan penutup karena tidak ada busa membikin dirinya gampang melahap dan mulai mengulum puting gadisnya sudah mengeras."Ahhhhh," lenguh Sere, tanpa sadar ia menjambak rambut Faresta, membuat pria iru semakin bersemangat karena gadisnya terpancing.
"Enak 'kan sayang," ucap Faresta bersamaan pintu terbuka, membuat Sere terkejut lalu mendorong pria yang mengulum putingnya membikin sedikit meringis saat merasa sakit diarea itu. Lekas menutup payudaranya lagi cepat meraih handuk yang ada didekatnya.
"Maaffff, Tuan." Perias yang memake-up Sere menunduk, karena tak sengaja mengangguk aktifitas panas majikannya.
"Kau tau salahmu di mana!" geram Faresta dengan nada dingin, ia meraih pakaiannya lalu memakainya mendekati wanita yang diam di pintu.
Faresta menjambak rambut wanita itu, membuat Sere terkejut dengan tindakan Faresta. Ia menutup mulutnya saat melihat, Faresta membenturkan kepala perias itu ke pinggiran pintu membuat keningnya mengeluarkan darah, bersamaan raungan.
"Tuan, maaffff, ampunnnnn," isak perias, meringis saat perutnya ditinju oleh Faresta.
"Stopppp, Tuan!" pekik Sere panik melihat darah mengalir semakin banyak di kening perias.
"Dia sudah menganggu kesenanganku, harus dihukum!" geram Faresta tertahan, menoleh membalas tatapan Sere yang menajam.
"Lepaskan! aku bilang lepasankan, lepaskan setan!" sentak Sere kesal, ia mendekat setelah memastikan handuk tidak akan melorot.
"Kamuuuuu, belum ada yang berani membentakku," ujar Faresta dingin, menatap marah ke arah Sere. Terlihat dari urat - urat yang menonjol.
Sere gementar takut, nyalinya langsung menciut. Faresta merogoh sakunya, menelepon seseorang. Beberapa saat datang dua pria melakukan perintah Faresta, membawa perias yang mulai hilang kesadaran itu.
"Di--dia mau dibawa ke mana?" tanya Sere pelan, saat pintu sudah ditutup dengan keras.
"Kamu malah mengkhawatirkan orang lain, sedangkan dirimu sedang terancam," kekeh Faresta mendekati Sere, yang tanpa sadar melangkah mundur. Terhenti saat tubuhnya menabrak tembok, membuat rasa dingin hinggap dikulit yang terpangpang.
"Kenapa berhenti," ejek Faresta menaik turunkan alisnya.
"Ya iyalah berhenti, kan ada tembok. Emang aku apaan bisa nembus tembok," ucap Sere yang rasa mengucapkan dalam hati, malah berujar dengan gumaman, membuat Faresta menyeringai geli.
"Sudahlah, lain kali jangan ikut campur. Jangan sampai aku menyakitimu, wanita yang akan melahirkan anakku," ujar Faresta datar, ia keluar memerintahkan agar Sere lekas menganti pakaian.
Sere mengembuskan napas berat, ia sangat takut tadi. Beruntung Faresta tidak melakukan tindakan kekeras padanya. Lekas mengganti pakaian, menyusul pria itu yang sudah berada diparkiran. Sehabis masuk ke mobil, Faresta langsung melajukan mobilnya, suasana terasa mencengkram, padahal sinar matahari sangat terik bukan hujan petir.
"Kita mau ke mana?" tanya Sere pelan, berusaha memecahkan keheningan yang seperti hendak menelannya.
Faresta bungkam, tak menjawab pertanyaan Sere, membuat gadis itu mengembuskan napas, memilih bersandar dan memejamkan mata sampai terlelap.
Suara perut Sere membuat gadis itu memalingkan wajahnya menatap keluar jendela, wajahnya sudah memerah karena malu."Perut sialan! malunya aku," batin Sere, meremas perutnya karena lapar.Faresta tersenyum kecil tidak terlihat sama sekali, ia lebih cepat melajukan mobil lalu memarkirkan ke restoran. Membuat Sere menatap tempat yang mewah dihadapannya, lalu menoleh menatap Faresta."Ngapain ke sini?" tanya Sere."Pup," sahut Faresta singkat, Sere menatap kesal pria dihadapannya dengan tajam."Masa iya, mau pup harus ke resto, kan bisa tadi ke toilet umum, Tuannnnn," geram Sere tertahan tak habis pikir."Kauuu banyak bicara, ikut saja ayoo," ajak Faresta turun dari mobil lalu menarik Sere agar mengikutinya.Iya mendudukan Sere dengan sedikit keras, beruntung kursi itu empuk membuat bokongnya tak sakit. Faresta pun ikut mendaratkan pantatnya, lekas membaca menu dan memilih makanan cepat memesannya. Dengan iseng sambil menunggu gadis itu m
Setelah membungkam Sere, Faresta dengan wajah tanpa dosa langsung melajukan mobilnya. Gadis itu merengut karena pria disampingnya mengancamnya lagi jika bersuara, sialan bukan! netra Sere memandangi jalanan lewat kaca, senyuman terukir melihat kedua anak tengah bercanda dengan dibelakang diawas orangtuanya. Sehabis sampai, Faresta memarkirkan mobil lalu turun, membuka pintu agar gadisnya ikut keluar."Kita di mana?" tanya Sere menatap masion megah, tidak berkedip sedikitpun membuat Faresta tersenyum tanpa sadar.Faresta menggenggam jemari Sere, lalu melangkah membuat Sere berdecak sebal karena tak ditanggapi. "Masionku," ucapnya membuat Sere membulatkan matanya tidak percaya.Pintu utama terbuka, Faresta langsung masuk menyeret Sere yang mematung karena terkejut melihat benda itu dibuka dan menampakan dalamnya."Kalian sudah menyelesaikan apa yang kuperintahkan?" tanya Faresta berhenti di menatap para pelayan, yang menunduk tidak melihat wajah kami.
Sere sangat dongkol, selesai makan ia berjalan ke kamar tamu lalu merebahkan diri di sana sampai terlelap. Sedangkan Faresta menatap kepergian calon istrinya dan mengembuskan napas kasar."Dia sangat keras kepala," gumam Faresta mengelap bibirnya dengan tisu lalu pergi mengikuti Sere.Baru saja kakinya sampai di depan pintu, nada dering ponsel berbunyi membuat ia berhenti lalu mengangkat panggilan."Hallo Tuan," sapa Kean dingin."Ada apa?" tanya Faresta tak kalah dingin."Tuan Devano menginginkan sebuah mata Tuan," terang Kean pelan."Carilah di rumah sakitku, aku sedang malas mencari mangsa," seru Faresta."Selamat malam Tuan," ucap Kean.Faresta tanpa menjawab ucapan sekertarisnya, ia langsung mematikan sambungan telepon lalu memasukan handphone ke saku. Mulai melangkah dan membuka pintu kamar tamu, terlihat Sere telah terlelap."Putri tidur," gumam Faresta setelah menutup pintu lalu duduk di ranjang, tangannya membel
Dua hari sudah Faresta tidak pulang ke mansionnya, ia sangat sibuk mengerjakan pekerjaannya. Memilih lembur agar bulan madunya tidak terganggu oleh berkas - berkas menyebalkan ini. Mata panda sangat terlihat jelas, hasil dari bergadang. Netranya memandang laptop yang menayangkan kegiatan Sere, gadis itu berguling di kasur lalu keluar kamar."Tuannnn," panggil Kean membuat Faresta mengalihkan pandangannya dari laptop."Ada apa?" tanyanya malas."Apakah Tuan tidak mau pulang? kasihan Nona Sere," ujar Kean pelan."Nanti, sebentar lagi tugasku selesai," sahut Faresta dibalas anggukan Kean, lalu pria itu pamit."Aku merindukanmu," gumam Faresta lalu melanjutkan perkerjaannya.***Sere menatap semua orang yang tengah sibuk menghias mansion Faresta, ia menghela napas beberapa hari lagi pernikahannya. Rasanya sangat kesal karena tidak diperbolehan keluar rumah, sesekali menggerutu sebab belum melihat batang hidung calon suaminya."Nona
Sere langsung menatap tubuhnya dan bersemu, karena handuk yang ia pakai sedikit melorot memperlihatkan sedikit dadanya."Sialan! tutup matamu," pekik Sere melemparkan bantal ke wajah Faresta yang tengah tertawa terbahak - bahak."Iya - iya, aku keluar, tolong hentikan lemparanmu ini," ujar Faresta lalu bangkit dan pergi saat Sere sudah tak melempar bantal lagi."Malunya akuuuuu," gumam Sere menutup wajah dengan telapak tangan."Aku harus cepat memakai pakaian, tidak tau kan otak licik pria itu," ujar Sere bangkit lalu bergegas ke kamar mandi tak lupa membawa pakaian.Faresta yang sudah berada di kamarnya terbahak - bahak, raut wajah Sere yang malu masih terbayang - bayang dan membuatnya tak bisa menahan tawa."Lucu sekali wajahnya, seperti ini akan menjadi hobiku selalu menggoda dia," gumam Faresta setelah puas tertawa menjatuhkan tubuhnya di kasur."Ahhhhh, lapar," gumam Faresta lalu bangkit melangkah ke ruang makan, terlihat Sere ten
Disini mereka, Faresta duduk dikursi menunggu sedangkan Sere terus berbicara karena senang Ibunya sudah siuman."Dari tadi kamu berbicara terus, siapa pria yang duduk disana?" tanya Desti menoleh ke Faresta sekilas."Diaaaaa." Sere terlihat bingung menjawab ia sesekali menoleh ke arah dimana Faresta duduk.Mengerti kebingungan calon istrinya, ia bangkit mendekati brankar. "Saya calon suami anak Ibu, sebentar lagi kami menikah. Tolong restui pernikahan kami berdua," jelas Faresta tanpa gugup sedikitpun, ia sangat lugas mengucapkannya."Menikah? kenapa kamu tidak bilang dengan Ibu," tegur Desti menatap butuh penjelasan kepada putrinya."Ini mendadak Bu," ucap Sere spontan tidak tau harus mengucapkan apa."Heee, mendadak?" tanya Desti kebingung."Semoga Ibu cepat sembuh, agar dihari pernikahan kami anda hadir," tutur Faresta mengalihkan topik."Semoga aja, tapiiiiii. Walau Ibu tidak bisa hadir doa Ibu selalu untukmu, Ibu mer
12 - Menyambut menjadi pertengkaranJam dinding sudah menunjuk angka enam pagi, tapi satu gadis dihadapan Faresta masih senang bergelung dengan selimut tebalnya. Langkah santai menuju ranjang, tangan kekar itu perlahan menguncang tubuh Sere."Bangun putri tidur.""Bangunnnnn," kata Faresta mencubit hidung Sere, tetapi gadis itu menepisnya."Sebentar lagi, aku masih ngantuk," kata Sere dengan suara serak tanpa membuka matanya."Bangun, cepat!" perintah Faresta masih terus mengguncang tubuh Sere."Diamlah! aku masih mengantuk," bentak Sere dengan suara bangun tidur."Kamu iniiiii," geram Faresta, ia memegang rahang Sere lalu mencium dan melumat bibir ranum itu membuat sang dara langsung membulatkan netranya terkejut."Apa yang kau lakukan!" bentak Sere mendorong tubuh Faresta sampai membuat terjungkel karena tak siap."Aku hanya membangunkanmu," sahut Faresta tak peduli, ia bangkit dan duduk disisi
Sarapan terjadi dengan keheningan semua fokus melahap makanan, sedangkan orang tua Faresta seperti menunjukan kemesraan apalagi wanita itu. Membuat Sere sedikit mual melihatnya, berusaha tak peduli lebih mementingkan perut yang berdemo."Kami akan menginap sampai hari pernikahan kalian," terang Papa Faresta, ia mengelap bibirnya dengan tisu."Terserah Papa saja, tapi aku tak suka wanita ini ada disini!" balas Faresta dengan menatap sinis ke arah Ibu tirinya."Dia juga Ibumu sekarang Resta, kamu harus menghormatinya!" tegas Sander --- Ayah Faresta menyandarkan tubuhnya lalu menatap anak semata wayangnya."Aku tidak memiliki Ibu, Ibuku sudah mati!" bentak Faresta bangkit dari duduknya, lalu menarik lengan Sere untuk ikut berdiri."Kalian jika ingin istirahat pergilah ke kamar biasa yang Papa tempati, aku mau periksa semua keperluan untuk nanti," tutur Faresta datar, ia langsung pergi tak lupa membawa Sere."Mau kamu bawa ke mana, calonmu? aku
30 - lima puluh jutaSere terbangun saat jarum jam sudah pas menunjuk angka sepuluh. Matanya mengerjap menyesuaikan penglihatan karena cahaya masuk, gorden dibuka oleh Faresta. Pria itu baru saja pulang dari joging, dan melihat istrinya masih terlelap."Eunghhhhh," lenguhan Sere terdengar membuat Faresta menoleh memandang istrinya."Sudah bangun ratu tidur? Ayo cepat mandi dan sarapan," ujar Faresta mendekat dan duduk di hadapan Sere yang mengucek matanya."Ishhh, kamu menganggu saja. Tubuhku sangat pegal itu karenamu!" geram Sere memandang kesal ke arah Faresta."Sudah jangan menggerutu, mau kutambahkan lgi rasa pegalnya!" ancam Faresta membuat Sere membulatkan matanya lalu mendengkus."Kamu memang iblis berwujud manusia!" maki Sere menarik selimut lalu melangkah perlahan menuju kamar mandi, Faresta tersenyum jahat melihat gaya berjalan istrinya.&nbs
29 - Obat yang ditukar"Maaf Yah, tadi Sere tidur," balasnya pelan."Enak ya, tidur-tidur. Mana uang yang mau kamu transfer?" tanya Al dengan nada sedikit keras menahan amarah."Nanti Yah." Sere bingung harus menjawab apa."Nanti-nanti, pokoknya besok uang itu harus ada direkening Ayah!" geram Al lalu mematikan sambungan telepon secara sepihak."Apa yang harus kulakukan," gumam Sere memijit keningnya.***Matahari berganti bulan, Sere memandang langit malam yang terang hari ini. Ia memejamkan mata menikmati semilir angin berembus, lalu melihat bumantara lagi. Memikir ucapan sang Ayah yang menginginkan besok uang itu harus ada di rekeningnya membuat dirinya pusing.Sebuah lengan kekar melingkar di pinggang rampingnya, membikin terlonjak dan suara kekehan terdengar dari belakang."Kamu mengejutkanku, Tuann," geram Sere tetap pada posisi yang sama."Apakah kamu lupa, kamu mengganti panggilanku dengan sebutan apa?" tany
28 - Mencuri!Dari balik pohon Kanara berdiri, memandang bangunan megah yang dulu menjadi tempatnya berteduh. Tangan terkepal saat melihat sebuah mobil keluar, tetapi ia masih ragu untuk menampakkan diri saat mengingat kejadian di mansion Faresta. Ia melangkah mendekat lalu masuk ke sana, tanpa dihalangi oleh orang - orang karena mereka belum tau jika dia hendak diceraikan."Nyonya baru pulang?" sapa pelayan saat melihat Kanara berjalan menaiki tangga menuju kamarnya."Hmmmm." Kanara hanya berdehem dan menoleh sekilas tanpa berhenti melangkah, perlahan ia membuka pintu lalu masuk sedangkan pelayan yang bertanya tadi sudah pergi.Dirinya mengembuskan napas lega saat sampai kamar, dihempaskan tubuh ke kasur yang sangat empuk. Memejamkan mata lalu bangkit lagi, melangkah menuju lemari mengambil beberapa perhiasan miliknya. Hari ini dia nekad ke sini karena uang telah habis tak tersisa, dengan penuh harapan benda mahal ini belum diambil ternyata b
27 - Panggilan baru"Kenapa kamu diam saja Sere, kamukan sudah janji sama Ibu tadi mana," tegur Desti menatap tajam anaknya bak elang memandang mangsa."Ibuuuuu, astaga sudah jam segini. Pasti kamu harus ke kantor, ayoo cepat!" ujar Sere mengalihkan topik ia pamit dengan cepat dan mendorong Faresta agar berjalan."Heyyy, sudah dorongnya. Kita udah sampe ke parkiran," tutur Faresta terkekeh geli lalu berbalik memandang istrinya."Kenapa menatapku seperti itu!" ketus Sere mengalihkan matanya ke samping tidak ingin bertabrakan dengan manik Faresta."Ayo cepat! masuk mobil. Kamu akan aku antarkan ke rumah," kata Faresta lalu masuk tanpa membukakan pintu untuk Sere."Menyebalkan sekali," gerutu Sere lalu membuka pintu dan menutupnya lagi terdengar suara benda itu dikunci membuat Sere memandang suaminya."Kenapa pake segala dikunci," seru Sere spontan Faresta yang menyalakan mobil menoleh memandang istrinya."Memangnya kenapa,
26 - TamparanSere bangun pagi - pagi ia lekas membersihkan diri lalu pergi ke kantin untuk mengisi perut yang bergejolak minta diisi sedari tadi."Ahhh, kenyangnya." Sere mengelap bibirnya lalu cepat membayar."Mendingan aku belikan Ibu buah saja, pasti dia senang." Senyuman itu selalu terbingkai semenjak berbincang dengan Desti, dengan riang ia melangkah pergi menyebrang jalan untuk membeli buah - buahan."Aishhh, beruntung aku masih memiliki uang," ujar Sere memandang dompetnya, ia lekas memilih buah dan membelinya.Setelah membeli buah, Sere langsung ke rumah sakit dan cepat ke ruangan Ibunya. Saat membuka pintu pendengarannya menangkap suara tamparan membuat melebarkan akses masuk lalu matanya membulat saat melihat sang Ibu tengah memegang pipi."Apa yang kamu lakukan!" Teriak Sere penuh kebenciaan, ia mendekat dan mendekapan Ibunya."Dia pantas menerimanya, karena tak menuruti keinginanku," seru Al bersidekap dengan
25 - Jalang!"Sudahlah, Tuan. Kalau kamu ingin pergi, pergi saja," usir Sere dengan nada kesal, ia mengerucutkan bibirnya sambil menghentakan kaki.Faresta mengulas senyum tipis melihat tingkah istrinya, lalu menoleh memandang ibu mertua yang menggelengkan kepala."Ibuu, aku pamit dulu ya," ucap Faresta dibalas anggukan Desti."Hati - hati, Nak." Faresta mengangguk sebagai jawaban lalu melangkah keluar menghilang dari balik pintu."Sereee," panggil Desti membuat wanita itu menoleh memandang Ibunya."Kenapa kamu memanggil suamimu Tuan, kamu jadi seperti bawahannya," seru Desti memandang anaknya bingung."Lalu aku harus memanggil apa, Buu," balas Sere menghempaskan bokongnya di kursi.Aku memang bawahannya, aku akan ditendang jika sudah selesai melakukan tugasku," lanjut Sere dalam hati tanpa sadar meremas baju yang ia pakai.Desti menepuk bahu Sere, membuat perempuan itu mendongak memandang Ibunya. "Ada apa Bu?" tanyanya.
24 -Kamu memanggil suamimu seperti itu? Sere bungkam saat masuk mobil, ia tak mengucapkan sepatah kata pun. Sedangkan Faresta tengah fokus memandang jalanan yang di lalui, dia mengabaikan Sere.Setelah sampai tujuan mereka keluar lalu melangkah menuju di mana Desti berada, Faresta mengembuskan napas pelan lalu menarik lengan Sere agar berjalan disampingnya membuat wanita itu mendengkus kesal. "Kenapa kamu menarikku!" geram Sere dengan suara pelan. "Kita harus memperlihatkan kemesraan kita, ingatlah! bahwa mereka tidak boleh tau jika aku hanya menyewa rahimmu untuk mengandung anakku," tuding Faresta dibalas anggukan pelan oleh Sere. "Kenapa hidupku seperti ini," keluh Sere dalam hati, ia mengulas senyum setelah membuka pintu ruangan VIP. "Hai Ibuuuu, Sere datang," ucapnya berlari sedikit dan memeluk Desti yang tengah terbaring sambil tersenyum saat melihat putrinya datang. "Ibu kira, pengantin baru tidak akan menjenguk Ibu," ca
23 - Lebih keras lagiLengan Sere ditarik, membuatnya mengikuti langkah sang suami menuju kamar mandi. Saat sampai ia melihat Faresta tengah menanggalkan pakaian membikin dia mulai panas dingin dan lekas menutup matanya."Apa yang kamu lakukan," dengkus Faresta saat dirinya sudah menenggelamkan tubuh di bathup."Menutup mata," balas Sere dengan polos."Kenapa menutup mata, bukankan kita sudah bersama. Ayoo cepat bersihkan tubuhku," perintah Faresta membuat Sere mengembungkan pipinya kesal, perlahan membuka tangannya dan mengintip lalu menghela napas lega."Ayooo cepat! ini spon dan sabunnya." Faresta memandang Sere lagi, lalu menyodorkan tempat sabun dan spon."Itu aku melakukannya karena ulahmu, memberikan minuman yang ada obat perangsangnya," ujar Sere dengan nada kesal, ia berjongkok lalu menggosok punggung Faresta dengan spon cara kasar."Lebih keras, kamu lembek sekali!" ejek Faresta membuat Sere menggeram kesal lalu menggo
22 - Insiden di dapurKean sudah pergi sejak tadi, sedangkan Sere tengah menenangkan semua orang di dapur yang berwajah pucat."Tenanglah, kalian tidak akan dipecat. Aku berjanji," ujar Sere mereka semua saling lirik lalu menghela napas dan saling membalas senyuman."Terimakasih Nona, semoga Nona bisa menyakinkan agar kami tidak dipecat oleh Tuan Faresta," seru Koki itu dibalas senyum lembut oleh Sere, membuat semuanya menunduk."Ya sudah, kalian lakukan pekerjaan kalian. Aku mau melanjutkan memasak lagi," tutur Sere membuat mereka mengangguk lalu menghela napas."Semua Nona Sere bisa membantu kami nanti," batin Bulan berseru lalu mulai membantu Nonanya lagi."Akhirnya selesai," kata Sere puas, ia segera menghidangkan bersamaan Faresta berada dihadapannya."Apa yang kamu lakukan di dapur," tegur Faresta dingin memandang tajam semua penghu