"Siapa sih yang malam-malam begini bertamu, gak lihat waktu apa!" cibir Sere.
Gadis itu turun dari ranjang lalu melangkah menuju pintu utama. Ia mengikat rambut yang berantakan, dan mengintip dari jendela siapa yang bertamu. Sere hanya melihat seseorang tengah duduk di kursi, bergegas membuka pintu untuk mengetahui yang bertandang.Sedangkan mata sang tamu sudah menangkap apa yang dilakukan Sere yang mengintip kala pintu sedikit terbuka. membuat dia tersenyum tanpa sadar."KAU ...!"Suara itu menggelegar, ia matanya melebar saat melihat lelaki yang kini tengah duduk santai."Jangan berisik, ini udah malam. Santai saja, Baby," seru Faresta.Sere hanya terlihat hendak menutup pintu, Faresta segera menghalangi. Ia mendorong dan masuk begitu saja. Gadis itu menatap kesal mantan bos tersebut yang seenaknya."Siapa yang menyuruhmu, masuk! Ayo cepat keluar," hardik Sere.Sere berusaha menarik lengan pria tersebut tetapi tidak bisa. Lelaki itu terlalu besar dan berat pastinya."Duduk, Baby. Bukannya membutuhkan penjelasan, maksud dari kedatangan lelaki ganteng ini," tutur Faresta.Lelaki itu duduk dengan tenang, memegang lengan Sere yang memegangnya. Lalau menarik ke sofa agar dia mendaratkan bokong di sana."Apa gak ada tempat duduk yang layak diduduki, ini sangat jelek," komentar Faresta.Sere mendengkus mendengar itu, ia menjauh dari Faresta lalu tangannya bersidekap. Tatapan tajam dilayangkan pada pria tersebut."Cepat! Apa yang mau kau katakan," seru perempuan itu."Bukannya ini yang kau mau."Faresta memberikan sebuah cek yang nominal tertulis lima miliar. Membuat perempuan itu tidak percaya, bahkan matanya membulat sempurna."Sekarang cukup tanda tangan di surat perjanjian ini, kau mau membacanya juga terserah," ujar Faresta.Lelaki itu menaruh berkas di atas meja, ia memandang Sere yang mematung."Cepatlah!" perintah pria tersebut."Ini serius, kau tidak mempermainkanku bukan," lontar Sere.Gadis tersebut tidak percaya karena Faresta begitu gampamg banget memberikan uang yang jumlahnya sangat besar."Hm ... cepat tanda tangani, diatas materai ini. Apa susahnya sih," gerundel Faresta.Terlihat lelaki itu begitu tidak sabaran. Sere meraih berkas tersebut lalu membacanya. Ia membulatkan mata saat melihat semua syarat yang diberikan Faresta."Ini gak adil, Tuan!"Sere menaruh berkas tersebut dengan kasar. Tatapan marah dilayangkan untuk Faresta."Adil, Sere ... kau mendapatkan apa yang kau mau. Dan saya mendapatkan apa yang saya mau," tutur Faresta.Dia berkata dengan malas, berusaha sabar menghadapi tingkah perempuan di depannya ini."Saya gak akan menanda tanganinya!" geram Sere.Faresta hanya menyeringai mendengar itu, ia memilih bersandar lalu bersidekap. Tatapan sinis ia layangkan pada perempuan tersebut."Mau mencoba egois? Kau ini lagi membutuhkan uang, bukan! Kalau mau menjadi istri saya, kau bisa membiayai perawatan Ibumu dan memberikan uang sama Ayahmu itu."Faresta berkata dengan dingin, tatapan murka dilayangkan pada Sere karena wanita itu seperti sedang mengulur waktu."Apa yang dikatakan benar juga, haruskan tanda tangani berkas ini. Tapi ini sangat tidak adil bagiku," batin Sere berseru.Gadis tersebut akhirnya memutuskan untuk melakukan perjanjian ini. Dengan cepat menanda tangani berkas itu."Bagus! Kau membuat pilihan yang tepat. Sekarang, di mana kamarmu."Faresta melangkah pergi, Sere yang mendengar itu langsung mengikuti langkah pria tersebut."Mau ngapain cari kamar saya!" seru Sere.Tatapan marah dilayangkan gadis itu, membuat Faresta terkekeh."Istirahat, emang mau ngapain lagi," sahut Faresta.Karena tidak diberitahu Sere, lelaki itu mulai menebak di mana kamar sang gadis. Seringis muncul kala tebakannya benar. Dia langsung membaringkan tubuh ke ranjang yang sama sekali tidak empuk."Keluar! Tuan, anda gak boleh tidur di sini," geram gadis itu.Ia menarik kaki Faresta berusaha agar dia turun dari ranjang."Diam! Atau saya perkosa sebelum kita menikah," ancam Faresta.Mendengar ucapan lelaki itu, ia langsung melepaskan tangannya dari kaki Faresta. Ia langsung keluar dari kamar sambil terus menggerutu."Unik, biasanya cewek langsung melemparkan dirinya, tapi dia sangat sok jual mahal banget," ucap Faresta.Lelaki itu memejamkan mata dan terlelap ke alam mimpi. Dia sangat cepat tidur karena menghirup aroma yang membuat nyaman di bantal yang dia tiduri."Enak banget mau tidur di kamarku, nyebelin emang!" gerutu Sere.Dia menghentak-hentakan kaki seraya melangkah menuju gudang. Mengambil kasur lantai lalu membawa ke ruang tamu. Lalu matanya menangkap jika kamar itu belum di tutup, ia mendengkus kesal, melangkah ke sana dan menatap marah pada Faresta."Apa ini kebiasaan orang kaya," cibir Sere.Perempuan tersebut melangkah dan melepaskan sepatu yang dipakai lelaki itu."Pake ngancem segala lagi, apa dikira aku bakal takut. Tapi emang takut sih," gumam Sere pelan."Ihhh ... nyusahin banget sih, apa gak bisa sebelum tidur lepas sepatu dan kaos kaki dulu," gerutu Sere.Sere naik ke ranjang, ia berusaha keras melepaskan jas dan melonggarkan dasi yang dipakai pria tersebut. Lalu turun mengambil selimut di lemari, menyelimuti Faresta karena cuaca sangat dingin."Nyusahin aja."Sere berkata dalam hati, lalu bergegas mematikan lampu dan menyalakan lampu tidur. Melangkah keluar tak lupa membawa bantal dan selimut untuk dirinya sendiri."Ha, di sini banyak nyamuk banget," keluh Sere.Bergegas mencari obat nyamuk bakar lalu menyalakannya, tak lupa menonton televisi dan berbaring di atas kasur lantai. Tidak lama terlelap di saat jarum jam menunjuk angka sebelas malam."Sepertinya tadi berpakaian lengkap deh, tapi kok ini ... pasti kerjaan gadis itu," gumam Faresta.Lelaki itu terbangun, ia mendengar suara jangkring yang mengisi kesunyian malam. Jam di dinding menunjuk angka tiga. Faresta turun dari ranjang dan merenggangkan otot terlebih dahulu."Di mana cewek itu," ucap Faresta.Dia langsung keluar dari kamar dan mencari disetiap sudut. Pendengarnya menangkap suara televisi dia menembak jika perempuan itu berada di sana."Tenyata tidur di sini. Apa gak ada kamar lagi sampai tidur di ruang tamu," gumam Faresta.Lelaki itu mendekati calon istrinya dan ikut berbaring menyamping dan memeluk pinggang ramping Sere."Sebentar lagi kau menjadi milikku."Setelah mengatakan demikian, lelaki itu terlelap karena merasa nyaman. Bahkan ia sama sekali tidak pernah membayangkan akan tidur di ruang tamu begini.3 - Batalkan semuanyaSere menggeliat pelan, tetapi sangat sulit. Seperti ada sesuatu yang melingkar di perutnya, ia akhirnya membuka mata dan melihat tangan kekar milik pria. Dia cepat menjerit karena belum sadar sepenuhnya, membuat Faresta terbangun."Ahhhhhhhhhhhh," jerit Sere membuat Faresta melepaskan pelukkannya lalu mengucek mata."Apaan sih, teriak - teriak berisik tau," geram Faresta ia merenggangkan otot - ototnya, lalu hendak tertidur lagi."Kamu kenapa ada di rumahku," ucap Sere bangkit, lalu menarik lengan Faresta agar pria itu tidak tidur lagi."Tidurlah, aku capek berangkat pulang." Faresta akhirnya mendudukan bokongnya, lalu menatap tajam Sere."Sekarang cepat! kamu pergi, aku mau cari kerja," usir Sere, ia melangkah pergi ke kamar.Faresta menyandarkan tubuhnya di sofa, ia melirik jam ditangannya lalu mengembuskan napas lelah. Dia bangkit lalu menunggu Sere selesai membersihkan diri di kamar mandi, saat gadis ifu membuka pin
4 - Tuan mesum"Cepatan kerjanya, Sere. Lalu ganti baju dengan yang pantas," ucap Faresta pria itu menyusul Sere ke dapur."Iya, aku tau, aku mau pergi mencari kerjaan," balas Sere."Kamu harus ikut aku!" perintah Faresta mutlak lalu melangkah pergi tanpa menunggu jawaban Sere."Pria itu suka sekali memerintah," gerutu Sere, selesai mencuci ia langsung ke kamar untuk mengganti pakaian.Selesai berdandan ala kadarnya, Sere keluar melirik Faresta yang tengah menelepon seseorang. Akhirnya dirinya menjatuhkan bokong di kursi depan rumah, menunggu pria mesum itu selesai."Tolong kalian siapkan semua permintaanku, sesampai disana semua harus beres," ujar Faresta mutlak lalu mematikan ponsel-nya, dan menoleh menatap Sere yang tengah menunggunya sambil main handphone."Sereeee! kenapa diam di situ, ayo ke sini, kita harus cepat - cepat pergi," ucapnya keras membuat Sere terkejut, ia bangkit lalu mendekat sambil menggerutu."Ayo masuk," k
"Ayoo pergi," ajak Sere tadinya ia ingin memarahi Faresta karena tiba - tiba menciumnya, saat ingat di tempat umum akhirnya memendam keinginannya.Sere diam saja, masuk ke mobil meninggalkan Faresta yang tersenyum penuh kemenangan."Sekarang kita prewedding dulu," tutur Faresta, Sere hanya diam tak menjawab masih kesal dengan kejadian tadi, ia mengangkat bahu tak peduli saat tidak mendapatkan sahutan, melanjutkan perjalanan dengan keheningan.Sere diperintahkan untuk mengganti pakaiannya, ia hanya menurut. Selesai melihat pantulan diri dicermin, dia sedikit terpaku karena tak menyangka akan secantik ini. Sehabis puas mengagumi sendiri, Sere lekas keluar saat dipanggil oleh Faresta mengetuk pintu dengan tak sabaran."Kenapa lama sekali," geram Faresta terpaku saat tatapannya, melihat paras cantik Sere.Sere sama terdiamnya, mereka saling mengagumi visual masing - masing. Sampai teguran fotograper membuat keduanya tersadar, lekas Faresta memban
Suara perut Sere membuat gadis itu memalingkan wajahnya menatap keluar jendela, wajahnya sudah memerah karena malu."Perut sialan! malunya aku," batin Sere, meremas perutnya karena lapar.Faresta tersenyum kecil tidak terlihat sama sekali, ia lebih cepat melajukan mobil lalu memarkirkan ke restoran. Membuat Sere menatap tempat yang mewah dihadapannya, lalu menoleh menatap Faresta."Ngapain ke sini?" tanya Sere."Pup," sahut Faresta singkat, Sere menatap kesal pria dihadapannya dengan tajam."Masa iya, mau pup harus ke resto, kan bisa tadi ke toilet umum, Tuannnnn," geram Sere tertahan tak habis pikir."Kauuu banyak bicara, ikut saja ayoo," ajak Faresta turun dari mobil lalu menarik Sere agar mengikutinya.Iya mendudukan Sere dengan sedikit keras, beruntung kursi itu empuk membuat bokongnya tak sakit. Faresta pun ikut mendaratkan pantatnya, lekas membaca menu dan memilih makanan cepat memesannya. Dengan iseng sambil menunggu gadis itu m
Setelah membungkam Sere, Faresta dengan wajah tanpa dosa langsung melajukan mobilnya. Gadis itu merengut karena pria disampingnya mengancamnya lagi jika bersuara, sialan bukan! netra Sere memandangi jalanan lewat kaca, senyuman terukir melihat kedua anak tengah bercanda dengan dibelakang diawas orangtuanya. Sehabis sampai, Faresta memarkirkan mobil lalu turun, membuka pintu agar gadisnya ikut keluar."Kita di mana?" tanya Sere menatap masion megah, tidak berkedip sedikitpun membuat Faresta tersenyum tanpa sadar.Faresta menggenggam jemari Sere, lalu melangkah membuat Sere berdecak sebal karena tak ditanggapi. "Masionku," ucapnya membuat Sere membulatkan matanya tidak percaya.Pintu utama terbuka, Faresta langsung masuk menyeret Sere yang mematung karena terkejut melihat benda itu dibuka dan menampakan dalamnya."Kalian sudah menyelesaikan apa yang kuperintahkan?" tanya Faresta berhenti di menatap para pelayan, yang menunduk tidak melihat wajah kami.
Sere sangat dongkol, selesai makan ia berjalan ke kamar tamu lalu merebahkan diri di sana sampai terlelap. Sedangkan Faresta menatap kepergian calon istrinya dan mengembuskan napas kasar."Dia sangat keras kepala," gumam Faresta mengelap bibirnya dengan tisu lalu pergi mengikuti Sere.Baru saja kakinya sampai di depan pintu, nada dering ponsel berbunyi membuat ia berhenti lalu mengangkat panggilan."Hallo Tuan," sapa Kean dingin."Ada apa?" tanya Faresta tak kalah dingin."Tuan Devano menginginkan sebuah mata Tuan," terang Kean pelan."Carilah di rumah sakitku, aku sedang malas mencari mangsa," seru Faresta."Selamat malam Tuan," ucap Kean.Faresta tanpa menjawab ucapan sekertarisnya, ia langsung mematikan sambungan telepon lalu memasukan handphone ke saku. Mulai melangkah dan membuka pintu kamar tamu, terlihat Sere telah terlelap."Putri tidur," gumam Faresta setelah menutup pintu lalu duduk di ranjang, tangannya membel
Dua hari sudah Faresta tidak pulang ke mansionnya, ia sangat sibuk mengerjakan pekerjaannya. Memilih lembur agar bulan madunya tidak terganggu oleh berkas - berkas menyebalkan ini. Mata panda sangat terlihat jelas, hasil dari bergadang. Netranya memandang laptop yang menayangkan kegiatan Sere, gadis itu berguling di kasur lalu keluar kamar."Tuannnn," panggil Kean membuat Faresta mengalihkan pandangannya dari laptop."Ada apa?" tanyanya malas."Apakah Tuan tidak mau pulang? kasihan Nona Sere," ujar Kean pelan."Nanti, sebentar lagi tugasku selesai," sahut Faresta dibalas anggukan Kean, lalu pria itu pamit."Aku merindukanmu," gumam Faresta lalu melanjutkan perkerjaannya.***Sere menatap semua orang yang tengah sibuk menghias mansion Faresta, ia menghela napas beberapa hari lagi pernikahannya. Rasanya sangat kesal karena tidak diperbolehan keluar rumah, sesekali menggerutu sebab belum melihat batang hidung calon suaminya."Nona
Sere langsung menatap tubuhnya dan bersemu, karena handuk yang ia pakai sedikit melorot memperlihatkan sedikit dadanya."Sialan! tutup matamu," pekik Sere melemparkan bantal ke wajah Faresta yang tengah tertawa terbahak - bahak."Iya - iya, aku keluar, tolong hentikan lemparanmu ini," ujar Faresta lalu bangkit dan pergi saat Sere sudah tak melempar bantal lagi."Malunya akuuuuu," gumam Sere menutup wajah dengan telapak tangan."Aku harus cepat memakai pakaian, tidak tau kan otak licik pria itu," ujar Sere bangkit lalu bergegas ke kamar mandi tak lupa membawa pakaian.Faresta yang sudah berada di kamarnya terbahak - bahak, raut wajah Sere yang malu masih terbayang - bayang dan membuatnya tak bisa menahan tawa."Lucu sekali wajahnya, seperti ini akan menjadi hobiku selalu menggoda dia," gumam Faresta setelah puas tertawa menjatuhkan tubuhnya di kasur."Ahhhhh, lapar," gumam Faresta lalu bangkit melangkah ke ruang makan, terlihat Sere ten
30 - lima puluh jutaSere terbangun saat jarum jam sudah pas menunjuk angka sepuluh. Matanya mengerjap menyesuaikan penglihatan karena cahaya masuk, gorden dibuka oleh Faresta. Pria itu baru saja pulang dari joging, dan melihat istrinya masih terlelap."Eunghhhhh," lenguhan Sere terdengar membuat Faresta menoleh memandang istrinya."Sudah bangun ratu tidur? Ayo cepat mandi dan sarapan," ujar Faresta mendekat dan duduk di hadapan Sere yang mengucek matanya."Ishhh, kamu menganggu saja. Tubuhku sangat pegal itu karenamu!" geram Sere memandang kesal ke arah Faresta."Sudah jangan menggerutu, mau kutambahkan lgi rasa pegalnya!" ancam Faresta membuat Sere membulatkan matanya lalu mendengkus."Kamu memang iblis berwujud manusia!" maki Sere menarik selimut lalu melangkah perlahan menuju kamar mandi, Faresta tersenyum jahat melihat gaya berjalan istrinya.&nbs
29 - Obat yang ditukar"Maaf Yah, tadi Sere tidur," balasnya pelan."Enak ya, tidur-tidur. Mana uang yang mau kamu transfer?" tanya Al dengan nada sedikit keras menahan amarah."Nanti Yah." Sere bingung harus menjawab apa."Nanti-nanti, pokoknya besok uang itu harus ada direkening Ayah!" geram Al lalu mematikan sambungan telepon secara sepihak."Apa yang harus kulakukan," gumam Sere memijit keningnya.***Matahari berganti bulan, Sere memandang langit malam yang terang hari ini. Ia memejamkan mata menikmati semilir angin berembus, lalu melihat bumantara lagi. Memikir ucapan sang Ayah yang menginginkan besok uang itu harus ada di rekeningnya membuat dirinya pusing.Sebuah lengan kekar melingkar di pinggang rampingnya, membikin terlonjak dan suara kekehan terdengar dari belakang."Kamu mengejutkanku, Tuann," geram Sere tetap pada posisi yang sama."Apakah kamu lupa, kamu mengganti panggilanku dengan sebutan apa?" tany
28 - Mencuri!Dari balik pohon Kanara berdiri, memandang bangunan megah yang dulu menjadi tempatnya berteduh. Tangan terkepal saat melihat sebuah mobil keluar, tetapi ia masih ragu untuk menampakkan diri saat mengingat kejadian di mansion Faresta. Ia melangkah mendekat lalu masuk ke sana, tanpa dihalangi oleh orang - orang karena mereka belum tau jika dia hendak diceraikan."Nyonya baru pulang?" sapa pelayan saat melihat Kanara berjalan menaiki tangga menuju kamarnya."Hmmmm." Kanara hanya berdehem dan menoleh sekilas tanpa berhenti melangkah, perlahan ia membuka pintu lalu masuk sedangkan pelayan yang bertanya tadi sudah pergi.Dirinya mengembuskan napas lega saat sampai kamar, dihempaskan tubuh ke kasur yang sangat empuk. Memejamkan mata lalu bangkit lagi, melangkah menuju lemari mengambil beberapa perhiasan miliknya. Hari ini dia nekad ke sini karena uang telah habis tak tersisa, dengan penuh harapan benda mahal ini belum diambil ternyata b
27 - Panggilan baru"Kenapa kamu diam saja Sere, kamukan sudah janji sama Ibu tadi mana," tegur Desti menatap tajam anaknya bak elang memandang mangsa."Ibuuuuu, astaga sudah jam segini. Pasti kamu harus ke kantor, ayoo cepat!" ujar Sere mengalihkan topik ia pamit dengan cepat dan mendorong Faresta agar berjalan."Heyyy, sudah dorongnya. Kita udah sampe ke parkiran," tutur Faresta terkekeh geli lalu berbalik memandang istrinya."Kenapa menatapku seperti itu!" ketus Sere mengalihkan matanya ke samping tidak ingin bertabrakan dengan manik Faresta."Ayo cepat! masuk mobil. Kamu akan aku antarkan ke rumah," kata Faresta lalu masuk tanpa membukakan pintu untuk Sere."Menyebalkan sekali," gerutu Sere lalu membuka pintu dan menutupnya lagi terdengar suara benda itu dikunci membuat Sere memandang suaminya."Kenapa pake segala dikunci," seru Sere spontan Faresta yang menyalakan mobil menoleh memandang istrinya."Memangnya kenapa,
26 - TamparanSere bangun pagi - pagi ia lekas membersihkan diri lalu pergi ke kantin untuk mengisi perut yang bergejolak minta diisi sedari tadi."Ahhh, kenyangnya." Sere mengelap bibirnya lalu cepat membayar."Mendingan aku belikan Ibu buah saja, pasti dia senang." Senyuman itu selalu terbingkai semenjak berbincang dengan Desti, dengan riang ia melangkah pergi menyebrang jalan untuk membeli buah - buahan."Aishhh, beruntung aku masih memiliki uang," ujar Sere memandang dompetnya, ia lekas memilih buah dan membelinya.Setelah membeli buah, Sere langsung ke rumah sakit dan cepat ke ruangan Ibunya. Saat membuka pintu pendengarannya menangkap suara tamparan membuat melebarkan akses masuk lalu matanya membulat saat melihat sang Ibu tengah memegang pipi."Apa yang kamu lakukan!" Teriak Sere penuh kebenciaan, ia mendekat dan mendekapan Ibunya."Dia pantas menerimanya, karena tak menuruti keinginanku," seru Al bersidekap dengan
25 - Jalang!"Sudahlah, Tuan. Kalau kamu ingin pergi, pergi saja," usir Sere dengan nada kesal, ia mengerucutkan bibirnya sambil menghentakan kaki.Faresta mengulas senyum tipis melihat tingkah istrinya, lalu menoleh memandang ibu mertua yang menggelengkan kepala."Ibuu, aku pamit dulu ya," ucap Faresta dibalas anggukan Desti."Hati - hati, Nak." Faresta mengangguk sebagai jawaban lalu melangkah keluar menghilang dari balik pintu."Sereee," panggil Desti membuat wanita itu menoleh memandang Ibunya."Kenapa kamu memanggil suamimu Tuan, kamu jadi seperti bawahannya," seru Desti memandang anaknya bingung."Lalu aku harus memanggil apa, Buu," balas Sere menghempaskan bokongnya di kursi.Aku memang bawahannya, aku akan ditendang jika sudah selesai melakukan tugasku," lanjut Sere dalam hati tanpa sadar meremas baju yang ia pakai.Desti menepuk bahu Sere, membuat perempuan itu mendongak memandang Ibunya. "Ada apa Bu?" tanyanya.
24 -Kamu memanggil suamimu seperti itu? Sere bungkam saat masuk mobil, ia tak mengucapkan sepatah kata pun. Sedangkan Faresta tengah fokus memandang jalanan yang di lalui, dia mengabaikan Sere.Setelah sampai tujuan mereka keluar lalu melangkah menuju di mana Desti berada, Faresta mengembuskan napas pelan lalu menarik lengan Sere agar berjalan disampingnya membuat wanita itu mendengkus kesal. "Kenapa kamu menarikku!" geram Sere dengan suara pelan. "Kita harus memperlihatkan kemesraan kita, ingatlah! bahwa mereka tidak boleh tau jika aku hanya menyewa rahimmu untuk mengandung anakku," tuding Faresta dibalas anggukan pelan oleh Sere. "Kenapa hidupku seperti ini," keluh Sere dalam hati, ia mengulas senyum setelah membuka pintu ruangan VIP. "Hai Ibuuuu, Sere datang," ucapnya berlari sedikit dan memeluk Desti yang tengah terbaring sambil tersenyum saat melihat putrinya datang. "Ibu kira, pengantin baru tidak akan menjenguk Ibu," ca
23 - Lebih keras lagiLengan Sere ditarik, membuatnya mengikuti langkah sang suami menuju kamar mandi. Saat sampai ia melihat Faresta tengah menanggalkan pakaian membikin dia mulai panas dingin dan lekas menutup matanya."Apa yang kamu lakukan," dengkus Faresta saat dirinya sudah menenggelamkan tubuh di bathup."Menutup mata," balas Sere dengan polos."Kenapa menutup mata, bukankan kita sudah bersama. Ayoo cepat bersihkan tubuhku," perintah Faresta membuat Sere mengembungkan pipinya kesal, perlahan membuka tangannya dan mengintip lalu menghela napas lega."Ayooo cepat! ini spon dan sabunnya." Faresta memandang Sere lagi, lalu menyodorkan tempat sabun dan spon."Itu aku melakukannya karena ulahmu, memberikan minuman yang ada obat perangsangnya," ujar Sere dengan nada kesal, ia berjongkok lalu menggosok punggung Faresta dengan spon cara kasar."Lebih keras, kamu lembek sekali!" ejek Faresta membuat Sere menggeram kesal lalu menggo
22 - Insiden di dapurKean sudah pergi sejak tadi, sedangkan Sere tengah menenangkan semua orang di dapur yang berwajah pucat."Tenanglah, kalian tidak akan dipecat. Aku berjanji," ujar Sere mereka semua saling lirik lalu menghela napas dan saling membalas senyuman."Terimakasih Nona, semoga Nona bisa menyakinkan agar kami tidak dipecat oleh Tuan Faresta," seru Koki itu dibalas senyum lembut oleh Sere, membuat semuanya menunduk."Ya sudah, kalian lakukan pekerjaan kalian. Aku mau melanjutkan memasak lagi," tutur Sere membuat mereka mengangguk lalu menghela napas."Semua Nona Sere bisa membantu kami nanti," batin Bulan berseru lalu mulai membantu Nonanya lagi."Akhirnya selesai," kata Sere puas, ia segera menghidangkan bersamaan Faresta berada dihadapannya."Apa yang kamu lakukan di dapur," tegur Faresta dingin memandang tajam semua penghu