Suasana ramai serta hangat mengelilingi hari bahagia yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang, terlebih bagi Gavin. Hari ini akhirnya tiba, sebuah acara resepsi pernikahan yang digelar secara mewah miliknya dihadiri banyak orang dari berbagai kalangan. Mulai dari para pebisnis, beberapa artis hingga masyarakat biasa datang untuk menyaksikan langsung acara bersejarah ini. Bagaimana tidak disebut seperti itu? Tidak banyak dari kalangannya yang menyewa khusus orang dari pertelevisian untuk meliput pernikahan antara Gavin dan Laysa. Mereka menyiarkan secara langsung di beberapa stasiun televisi, sejak awal hingga acara selesai diselenggarakan. Gavin pun begitu gagah mengenakan jas hitamnya, seperti biasa. Penampilannya selalu harus sempurna, pemilihan bahan pakaian terbaik membuatnya terlihat seperti pangeran-pangeran di negeri dongeng. Setiap orang yang melihatnya tersenyum, bahkan menyebutnya sebagai crazy rich berhati mulia dengan menikahi seorang gadis yang memiliki keterbatasan dalam
“Apa kau serius, Gav?! Apa kau yakin dia mengandung bayimu?” tanya Anne bersuara keras kepada Gavin disertai tatapan tajamnya. Sementara Gavin tetap berusaha bersikap biasa saja. “Apa Momy harus bertanya sejujur itu di depan istriku?” “Sebab momy tidak mempercayainya, Gav.” Anne menjawab dengan nada datarnya. “Kalian berdua harus ingat ini baik-baik. Momy tidak akan pernah mau menerima dia atau keturunannya sampai kapan pun.” Sekali lagi Anne menatap tajam ke arah Laysa, kemudian lantas meninggalkan acara tersebut tanpa memedulikan apa pun lagi. Dia tidak pernah ingin menerima apalagi mengerti keputusan putranya yang satu ini. “Kau melakukannya dengan sangat baik, Gav. Kabar berita apa lagi yang akan kau bawa selanjutnya, uh?” ujar Xavier lagi-lagi bernada menyindir. Kepergian Anne nyatanya membuat kecanggungan tersendiri bagi mereka semua, terutama Laysa. Wanita itu hanya bisa tertunduk dan terus diam selama acara pernikahannya berlangsung. Di mana pernikahan seharusnya menjadi
Gavin merengkuh tubuh lemah Laysa, menggerakkannya dan berharap wanita ini segera membuka kedua matanya. Namun, usahanya sia-sia. Laysa tidak bisa merespons apa pun hingga membuat Gavin cemas.Gavin pun menyambar ponsel di meja, lalu menghubungi Derry. “Siapkan mobil sekarang, Derry.”“Apa yang—““Secepatnya!” Gavin berteriak keras. Setelah panggilan berakhir, dia pun mempersiapkan diri untuk membawa Laysa ke rumah sakit. Entah apa yang terjadi, dia tidak sempat memikirkan apa pun ke depannya.Sampai Gavin sendiri lupa dengan alasan kenapa dia sampai mencemaskan Laysa begini. Padahal, dia tidak pernah secemas ini dalam hal apa pun apalagi hanya karena seorang wanita yang menurutnya tidak penting.Beberapa waktu kemudian, mereka sampai di rumah sakit dan Laysa sudah ditangani oleh seorang dokter. Sementara Gavin tidak sabar menunggu karena dia melihat para perawat mulai mempersiapkan peralatan medis untuk dipasangkan ke tubuh Laysa.Wanita itu memang telah siuman sejak beberapa menit s
Setelah Laysa mulai terlelap dalam tidurnya, Gavin pun turun dari bed stretcher dengan perlahan. Tidak ingin menguik waktu istirahat wanita ini, beberapa detik hanya menatap wajah tenangnya, hati Gavin masih tetap bergemuruh. Ada gelenyar aneh dalam sana, yang membuatnya sulit berpaling apalagi menolak keinginan Laysa.Apa wanita ini memiliki sihir tertentu? Bagaimana bisa seorang Gavin Diamond Stewart bisa dengan begiu mudahnya luluh hanya karena sebuah tangisan kecil? Ah, tidak. Tangis itu bisa saja hanya menjadi sebuah senjata bagi Laysa sendiri karena tidak bisa melakukan apa pun.Begitulah anggapan Gavin. Ya, dia masih berusaha menolak perasaan aneh yang mulai menyusup dalam hatinya.Gavin pun pergi keluar dari kamar inap Laysa, berniat mencari udara segar di luar sana atau sekedar mengalihkan perasaan yang terus mengganggu ini. Gavin tidak ingin itu berkembang, sebab cinta hanya akan membuatnya rapuh. Cinta hanya akan membuat banyak celah bagi
“Maaf, akhir-akhir ini aku tidak bisa meminum air putih. Perutku langsung mual kalau meminumnya,” ujar Laysa tertulis dalam bukunya.Gavin mencoba mengerti itu, tapi tetap saja dia kesal. Kenapa wanita hamil selalu saja merepotkannya setiap saat? Terlebih keinginan-keinginan Laysa juga terkadang sangat aneh dan terus mendadak.“Apa kau sudah makan? Kenapa makananmu masih utuh?” tanya Laysa ketika melihat seporsi makanan milik Gavin masih belum tersentuh.“Selera makanku sudah hilang, dan itu karenamu.”“Aku benar-benar minta maaf. Apa kau tidak mau memaafkanku?” tanya Laysa lagi. Tertulis jelas dan sangat besar kalimat permintaan maaf yang ditujukan kepada Gavin.Membuat Gavin terbungkam seribu bahasa. Selama seumur hidupnya, tidak pernah ada wanita yang meminta maaf padanya sesering ini dalam keadaan apa pun, bahkan ketika tidak melakukan kesalahan. Laura dalam ingatannya sekalipun tidak pernah mengatakan kalimat itu.
Laysa masih termenung seorang diri di kamar inapnya. Semenjak dia berkomunikasi dengan Gavin, lelaki itu sekarang pergi entah ke mana. Apa dia sudah salah menuliskan kalimat? Laysa hanya mengutarakan apa yang terlihat di depan matanya. Yaitu adalah kerapuhan Gavin yang tidak semua orang bisa melihatnya.Laysa sudah menemui banyak karakter orang di dunia ini, ada banyak di antara mereka yang terlihat jelas menunjukkan sifat aslinya. Namun, Gavin? Dia adalah manusia unik di dunia ini. Pandai bersembunyi di balik sikap dan sifatnya yang keras, pandai mendominasi agar orang lain tidak melihat kekurangannya.Mungkin memang benar, jika manusia akan saling mengerti pada saat mereka memiliki luka tersendiri. Atau Laysa terlalu sensitif tentang semua yang berhubungan dengan Gavin. Walau lelaki itu sangat kasar, Gavin ternyata tidak seperti yang lain, dia masih bisa memberikan apa yang diinginkan Laysa meskipun dengan ocehan menyakitkan.Klik!Menda
Sementara itu di tempat lain. Gavin tengah disibukkan oleh pekerjaan, dia sedang berusaha mengalihkan perhatian dari Laysa, karena wanita itu sudah seperti racun dalam hati hingga pikirannya. Sikap Laysa pagi tadi terus terngiang dalam pikiran Gavin, sehingga cukup mengganggu ketenangannya. Dia tidak ingin hatinya tersentuh oleh cinta, sama sekali tidak ingin. Berkali-kali dia meyakinkan diri bahwa cinta hanya akan membawanya dalam sebuah kehancuran. Tidak ada kelebihan apa pun jika dia memiliki cinta.“Apa Anda tidak akan pulang, Tuan? Ini sudah hampir larut malam.” Derry bertanya kepada tuannya yang seharian ini bekerja terlalu keras. Dia mengikuti Gavin mulai dari mengecek pembangunan hotel baru, hingga ke hotel lainnya yang tengah menghadapi sedikit masalah. Sekarang, lelaki itu tengah mengerjakan berkas pekerjaannya dan memilih tinggal di hotel daripada pulang, atau kembali ke rumah sakit.“Malam ini aku menginap di sini, Derry. Pulang saja jik
Gavin mulai mendapat perawatan dokter setelah insiden tidak terduga itu terjadi, luka di pelipisnya tersebut rupanya cukup dalam hingga harus mendapat dua jahitan. Akibat kejadian tersebut, kehebohan terjadi di hampir seluruh staf rumah sakit itu. Tidak ada dari mereka mengetahui siapa perawat yang datang ke kamar inap milik istri dari seorang terpandang seperti Gavin. Gavin bahkan sampai marah besar dan ingin menuntut rumah sakit tersebut jika mereka tidak bisa memberikan keterangan siapa pelakunya. Sementara itu, Derry juga diperintahkan untuk menyewa orang agar berjaga di sekitar rumah sakit karena rencananya Laysa akan dibawa pulang. Gavin tidak mempercayai satu pun dari orang-orang dalam rumah sakit ini. “Apa mobilnya sudah siap?” tanya Gavin kepada Derry usai luka pada pelipisnya selesai diobati. “Sudah, Tuan.” “Baguslah, sekarang juga kita akan pulang. Tidak ada gunanya bertahan di rumah sakit ini,” ujar Gavin sekaligus beranjak, seorang dokter jaga di hadapannya kelihatan s
“Maafkan aku karena terus merepotkanmu dalam segala hal. Padahal kau sangat tulus membantuku,” ujar Laysa melalui gerak jemarinya di depan kamera layar ponsel. Dia mencoba berbicara kepada Xavier yang menelepon kembali untuk memastikan apa Laysa sudah matang dengan keputusannya.“Kau tahu tidak ada orang tulus di dunia ini, Lays? Aku melakukannya karena aku menyukaimu, aku berharap bisa menjadi bagian dari hidupmu setelah kita saling mengenal satu sama lain lebih jauh. Tapi faktanya kau memilih kembali bersama Gavin, sudah jelas aku sedang patah hati sekarang,” ujar Xavier.Laysa terdiam, sekilas dia menoleh ke arah Gavin yang sudah terlelap bersama mimpinya. Dia tetap tidak bisa melihat lelaki lain selain Gavin, hanya Gavin yang ada dalam hati dan pikiran seorang Laysa Florensia. Entah kenapa hal itu bisa terjadi, padahal hanya sedikit kebaikan Gavin yang dia ingat. Namun, Xavier? Mungkin saja kebaikannya tidak pernah terhitung, mereka pun bisa saja saling mel
“Aku tidak mati, Lays. Kenapa kau menangis begini?” tanya Gavin lagi seraya mengusap punggung Laysa, lembut. Kalau Laysa bisa berbicara, mungkin dia akan langsung menjawab pertanyaan Gavin. Faktanya, wanita itu membutuhkan waktu untuk menulis pada sebuah buku kecil yang sering dibawanya ke mana-mana.“Teganya kau berkata begitu, dasar boddoh!”Gavin tersenyum kecil melihat umpatan Laysa pada bukunya. “Lihatlah siapa yang mengomel ini, hmh?” Dia merapikan rambut Laysa yang sedikit berantakkan saat berbicara.Laysa ingin memukul dadda Gavin, tetapi terhenti karena mengingat sakit yang lelaki itu alami. Setelah Laysa cukup tenang, Gavin baru menggenggam tangannya agar mereka bisa berbicara lebih nyaman.“Aku pikir kau tidak akan kembali padaku, Lays. Kau selalu mengatakan bahwa kau menderita selama berada di dekatku. Ini seperti sebuah keajaiban untuk orang sepertiku yang telah banyak melakukan kesalahan padamu,” ujar Gavin bernada lembut.
“Biarkan saja, aku tidak pernah peduli. Mereka malah menguntungkan buatku, karena dengan begini, Laysa akan tahu kalau aku semakin dekat dengan Gavin.”Laura mendekat ke arah Gavin, lalu menyentuh wajah pucat lelaki yang kerap menolak keberadaannya itu. Dia langsung berangkat dari rumah saat mendengar Gavin masuk rumah sakit. “Biarkan momy yang mengurus wanita itu, Laura. Kau fokus saja kepada Gavin. Dulu dia pernah menyukaimu, sekarang pun dia akan menyukaimu lagi jika kau terus berada di dekatnya,” ujar Anne.Laura hanya mengangguk pelan.“Jangan menyentuh wajahku, karena aku tidak mengizinkannya.”Laura dan Anne menoleh bersamaan saat suara pelan Gavin mencuat. Lelaki itu bahkan sudah membuka kedua mata seraya menyingkirkan tangan Laura dari wajahnya.“Kau sudah bangun, Gav. Sejak tadi momy ada di sini dan mengkhawatirkanmu, kau hampir saja membuat momy mati dengan keadaanmu sekarang,” ujar Anne. Dia tersenyum saa
“Kau berpikir begitu?”“Karena kau adalah seorang yang sama licik sepertiku, aku bisa melihatnya kalau kau ikut campur atas tersebarnya berita ini.” Gavin mencengkeram kerah kemeja Xavier, tetapi saudaranya itu tampak tidak terpengaruh.“Kalaupun itu tanggapanmu, terserah. Yang jelas kau tidak akan pernah berhak menentukan hidup Laysa lagi, kau akan hancur karena keserakahanmu, Gav. Sayang sekali kau telah menyia-nyiakan berlian demi batu kerikil.”Xavier berkata, sesudah itu menyingkirkan cengkeraman Gavin dengan tenaga sedikit kuat. Setelahnya, dia pun menggenggam tangan Laysa terang-terangan di hadapan Gavin agar dia bisa melanjutkan rencana seperti pada awalnya, yaitu membawa Laysa pergi dari rumah tersebut dan meninggalkan seluruh pemberian Gavin.Debar jantung Laysa semakin kencang, melihat Gavin juga memegang lengannya agar Xavier tidak bisa membawanya dari sana. Dia sangat takut dua bersaudara itu akan berkelahi karenanya lagi.
Setelah hampir satu jam aktivitas siang mereka. Napas Laysa masih sedikit terengah karena Gavin sudah mendapat apa yang diinginkannya. Bahkan lelaki itu belum mau menjaga jarak dari Laysa dan memilih merapatkan tubuh mereka selama mungkin di atas tempat tidur. “Kau masih sama seperti saat kita sering melakukannya. Aku berharap ada bayi kecil yang tumbuh dari rahimmu secepatnya setelah ini,” puji Gavin seraya mengeccup bahu polos Laysa dengan lembut. Laysa menggeliat kecil menyingkirkan bibbir Gavin darinya. Dia kesal karena lelaki ini terus saja semena-mena terhadap orang lain. Padahal Laysa berencana ingin mengakhiri ini, lalu bagaimana jika dia hamil lagi? Musnah sudah kesempatannya menghindari Gavin. “Jangan menghindariku, Laysa.” Gavin sedikit bergerak untuk mengarahkan tubuh Laysa padanya. Dia pun berada tepat di atas tubuh wanita itu agar lebih mudah baginya mendapat jawaban dari Laysa. “Aku sudah tahu penyebab kita kehilangan anak,
Laysa duduk termenung seraya memperhatikan berita di sebuah acara televisi. Di sana, dia dapat melihat para wartawan sedang mendatangi rumah Gavin dan mencari informasi yang ingin mereka dapatkan. Namun, sepertinya usaha mereka hanya sia-sia saja karena Gavin tidak muncul sama sekali.Orang-orang di rumah Gavin menutup akses, bahkan pihak rumah sakit yang menangani Laysa hanya bicara seperlunya saja. Gavin tampak tertutup dan tidak ingin kehidupan pribadinya menjadi konsumsi publik kali ini.“Aku harus cepat pergi dari rumah ini, aku tidak akan pernah bisa melupakannya jika seperti ini terus.” Laysa bergumam dalam hati. Rumah yang ditempatinya sekarang masih milik Gavin, itu artinya mereka masih bisa bertemu suatu hari nanti, atau secepatnya. Walau beberapa minggu ini Gavin tidak memunculkan batang hidungnya di hadapan Laysa, kemungkinan itu masih bisa terjadi. Laysa tidak ingin perasaannya berubah lagi, rasa cinta yang hanya tinggal sedikit ini tid
Beberapa minggu setelahnya.“Di luar banyak sekali media massa, Tuan. Mereka sepertinya masih penasaran tentang kabar Nona Laysa saat ini, apa Tuan mau menemui mereka?” tanya Derry kepada Gavin yang tengah duduk di kursi depan meja kerjanya.Sebenarnya, Derry sangat ragu menemui Gavin sekarang. Sebab tuannya itu tidak sedang bekerja meskipun dia berada dalam ruang khusus tempat biasa Gavin menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Gavin yang sekarang, tengah menghadapi kesulitan mengendalikan emosi dan perasaannya sendiri.Gavin sudah tidak memedulikan pakaiannya yang tidak ganti sejak semalam, beberapa botol minuman beralkohol tergolek di meja hingga lantai, bahkan yang terparah ... Gavin mengabaikan pekerjaannya sehari semenjak Lays meninggalkan rumah.Derry yang bertanggung jawab atas semua kekacauan itu. Sampai hari ini, media massa datang dan membuat berbagai macam pendapat hingga berita tentang pernikahan Gavin dan Laysa, itu seperti bo
Sampai pagi tiba, Laysa akhirnya hanya berbaring di tempat tidur setelah haus di tenggorokannya hilang seketika saat mengingat ciumman Laura kepada Gavin. Kalau kemarin-kemarin dia hanya mendapat kabar mereka berdua berada dalam satu kamar dan bisa melakukan apa saja sesukanya, sekarang pemandangan mengerikan itu terlihat nyata di depan mata.Hati Laysa rasanya semakin hancur, rasa sakit yang ditimbulkan oleh cintanya sendiri benar jauh lebih besar ketika melihat Gavin bersentuhan dengan wanita lain selain dirinya. Walau lelaki itu sangat kasar, arogan dan egois, cinta yang dimiliki Laysa masih ada, mungkin tinggal setengahnya, atau bisa semakin pudar jika hatinya terus-menerus dilukai seperti ini.“Aku mencintaimu, Laysa!”Mendadak teriakan Xavier terngiang di telinga Laysa, berikut wajah lelaki yang sangat menyerupai Gavin itu.“Tidak, tidak ada lelaki baik di dunia ini kecuali ayahku. Mereka semua sama, aku tidak boleh terjebak lagi.” L
“Sedang apa dia? Kenapa dia tidak menjawab panggilanku?” gumam Gavin.Berkali-kali dia memencet tombol panggil di ponselnya menghubungi Laysa, tetapi wanita itu tidak kunjung menjawab. Padahal Gavin sudah mencoba meneleponnya sebanyak 20 kali untuk hari ini.“Dia benar-benar membenciku, apa yang harus kulakukan?” Gavin mulai berpikir bagaimana cara menarik perhatian Laysa kembali. Dia sangat merindukan kemanjaan Laysa, juga merindukan momen ketika dirinya sulit menjauhkan Laysa darinya. Dulu sebelum pernikahan Gavin dengan Laura, Laysa sudah seperti prangko yang melekat pada kertas.Namun, saat Gavin berpikir itu. Ponselnya mendapat notifikasi pesan masuk.“Ada apa?”Pesan dari Laysa membuat Gavin terkejut, lalu membalas pesan tersebut dengan cepat dalam sebuah panggilan video.“Kenapa kau tidak mengangkat panggilanku seharian ini?!” tanya Gavin langsung bernada tinggi. Untung saja sekarang dia sedang ada