Kini keduanya duduk bersebrangan, Reyna meminta Andreas untuk menjelaskan mengapa pria itu dengan berani membuka paket miliknya. "Di paket tersebuy bertuliskan nama saya Reyna," ujar Andreas membuat Reyna memastikannya kembali dan benar saja, karena memang ia baru mengingatnya. "Saya memang sengaja pakai nama Bapak, kan apartemen ini punya Pak Andreas. Ini hanya untuk memudahkan paket agar bisa masuk kemari, toh kalau memang Bapak tidak memesan paket kenapa harus merasa penasaran dan membukanya?!" kesal Reyna membuat Andreas menaikan satu alisnya. "Apa kamu baru saja mengomeli saya?" tanya Andreas pada Reyna yang langsung diam di tempat. "Saya hanya bercanda," ucap Reyna seraya tersenyum lebar sebelum mengambil kotak di atas meja dan pergi ke kamarnya, meninggalkan Andreas sendirian di ruang tamu. "Wah, apa akhir-akhir ini aku terlalu lembut kepadanya," pikir Andreas. Sedangkan di dalam kamarnya Reyna meruntuki dirinya sendiri yang dengan bodonya mencoba memerahi Andreas seperti
Reyna membuka matanya dan terkejut ketika melihat dirinya berada di atas sofa. “Apa aku tidur disini malam tadi?” pikir Reyna. Andreas keluar dari kamarnya yang hanya menggunakan handuk baju. “Bapak mau kemana?” tanya Reyna. “Ikut saya, saya mau ke rooftop, berenang,” ujar Andreas membuat Reyna mengangguk lalu izin untuk setidaknya hanya mencuci muka dan gosok gigi yang untungnya Andreas mengizinkannya. Selesai melakukan keduanya, Reyna tanpa berganti baju menghampiri bosnya. Keduanya keluar dari unit apartemennya menuju ke dalam lift. “Saya hanya menunggu Bapak saja nih, memangnya Pak Andreas tidak bisa berenang sendirian?” tanya Reyna membuat Andreas menoleh pada sekretarisnya yang nampak pemalas itu. “Kamu saja gaji untuk bekerja dengan saya juga, lalu hanya disuruh menemani saja kamu sudah mengeluh begini?” tanya balik Andreas membuat Reyna memanyunkan bibirnya. “Tapi inikan hari minggu, lalu kapan saya punya waktu istirahat,” ucap Reyna. Andreas membuang mukanya. “Anggap sa
“Sudah selesai?” tanya Reyna pada Andreas yang baru saja duduk di tepian kolam renang. Andreas mengangguk sebelum mengambil handuk yang sebelumya Reyna bawa sengaja untuknya. “Besok Bapak ada pemotretan majalah,” ujar Reyna membuat Andreas menoleh padanya. “Tentang apa, saya belum pernah dengar sebelumnya?” tanya Andreas pada Reyna yang nampak menggaruk leher bagian belakangnya. Wanita itu tersenyum kecil. “Saya memang mengubah jadwalnya secara mendadak, tapi itu semua saya lakukan karena saya percaya Pak Andreas bisa melakukannya,” ujar Reyna membuat Andreas menghela napas berat. “Itu semua karena ketampanan yang saya miliki,” ujar Andreas pada Reyna. Reyna tertawa kecil. “Ayo naik, saya mau tidur lagi nih Pak,” ujar Reyna yang lebih mirip seperti rengekan manja di telinga Andreas. Reyna dan Andreas akhirnya masuk kembali ke dalam lift setelah pria itu berhasil mengeringkan tubuhnya dahulu. Sesampainya di dalam apartemen, ternyata deringan telepon dari ponsel Reyna yang sengaj
Andreas menghela napas berat karena ingin segera mengakhiri sesi pemotretan ini. “Saya Nadia,” ucap seorang wanita di hadapan Andreas. “Andreas, saya harap kita bisa bekerja sama dengan baik agar proses pemotretan ini bisa berjalan cepat,” ujar Andreas pada Nadia yang nampaknya sama sekali tidak tersedot oleh pesona wanita itu. Sedangkan Reyna sudah sejak tadi memperhatikan keduanya yang berbicang. “Oke kita mulai saja, ya!” ucap fotografer tersebut pada semua disana. “Temanya adalah dua orang rekan kerja yang sudah lama bekerja bersama, kalian harus membangun chemistery secepat mungkin ya?” ujar fotografer tersebut pada Andreas dan Nadia. Nadia dan Andreas dengan luwes tersenyum seraya berhadapan. “Aku pikir Pak Andreas tidak bisa tersenyum di hadapan siapapun, ternyata dengan Bu Clara dan Mba Nadia bisa,” gumam Reyna yang ingin sekali pergi dari sini hanya saja ia tidak bisa melakukannya. Melihat dirinya disini juga ikut bertanggung jawab atas hasil dari pemotretan ini. Kuncir
Tanpa basa basi Andreas mencoba untuk memblokir kontak tersebut dari ponsel Reyna. "Apa dia tidak tahu bahwa Reyna sudah punya suami?" ujar Andreas dengan wajah percaya dirinya.Reyna kembali masuk seraya membawakan cemilan. “Saya belikan coklat pahit untuk bisa Pak Andreas makan sebelum makan besar,” ujar Reyna pada Andreas yang baru saja mengelus dadanya sendiri. Hampir saja ia ketahuan oleh Reyna tentang apa yang sebelumnya pria itu lakukan pada ponsel milik Reyna. Andreas memakan coklat tersebut untuk menetralisir rasa curiga Reyna. Sampai Reyna terlihat tertawa tertawa dibuatnya, saat itu juga Andreas menatapnya dengan pandangan kebingungan. Reyna menunjuk bibirnya sendiri ketika melihat di bibir bawah Andreas terdapat sisa coklat yang celemotan. “Disini?” tanya Andreas dengan wajah yang nampak menahan senyum. Andreas menarik tangan Reyna yang dimana pria itu langsung mencium wanita itu. Reyna menelan salivanya sangkin terkejutnya dengan apa yang Andreas lakukan padanya saat
Tak jauh dari percakapan tersebut, Andreas terlihat melepaskan handuk yang sebelumnya melilit di pinggangnya. "Huwaaaaaa!" teriak Reyna ketika tak sengaja melihat bokong milik bosnya dari belakang.Andreas menggunakan sweater bewarna gelap dan celana pendek seperti style khasnya ketika tengah di luar kantor. “Mandilah, kamu menyuruh saya mandi tapi kamu sendiri belum siap sama sekali!” ujar Andreas yang telah menggunakan pakaian lengkap pada Reyna yang sedari tadi nampak menutup matanya. “Bapak sudah selesai pakai baju?” tanya Reyna seraya mengintip di sela jemari tangannya. Andreas berjongkok lalu menyingkirkan tangan Reyna dari matanya sendiri. “Lebih tepatnya saya sudah sangat siap untuk pergi,” ujar Andreas tepat di hadapan wajah Reyna yang sedikit memerah karena jarak keduanya cukup dekat. Reyna mengancingkan koper Andreas lalu dirinya bawa keluar bersamanya meninggalkan bosnya yang masih setia menatapnya. Setelah membiarkan koper Andreas bersebelahan dengan koper miliknya d
Sesampainya di hotel, Reyna ikut membawakan barang Andreas hingga ke dalam kamar vip milik pria itu. “Sudah selesai tugas saya hari ini, saya pamit untuk beristirahat karena masih jedlag,” ujar Reyna sembari menggeret kopernya yang hendak keluar dari kamarnya. “Hei! Hei! Reyna!” panggil Andreas sebelum Reyna keluar dari kamarnya. “Kenapa tidak tidur sekalian bersama saya disini?” tanya Andreas sekaligus ia ingin memastikan apakah Reyna berhasil mendapatkan kontak Damian kembali di dalam ponselnya. Reyna menggelengkan kepala. “Saya sudah punya kamar sendiri satu lantai di bawah Bapak, saya tidak mungkin disini,” ujar Reyna yang ingin memiliki privasi, melihat akhir akhir ini ia tidak dapat bergerak dengan bebas sebagaimana mesti dirinya saat sedang di rumahnya sendiri. “Kamu membiarkan saya tinggal sendirian di ruangan besar seperti ini?” tanya Andreas yang diangguki Reyna. “Toh, Pak Andreas sudah sering melakukannya. Tidur sendiri di kamar seluas ini, saat kita berpegian beberapa
Pintu kamar hotel Andreas terbuka, menandakan seorang telah masuk ke dalam. “Pak Andreas?” panggil seseorang yang tak lain adalah Reyna. Kini jam sudah menunjukan pukul delapan malam, Reyna baru saja bangun di pukul tujuh lalu bersiap mandi dan beberes untuk makan malam di restaurat hotel. “Pak Andreas?” panggil Reyna kembali sampai matanya melihat sendiri dengan jelas bahwa bosnya masih tertidur pulas di atas kasur sana. “Lama juga Pak Andreas tidur,” gumam Reyna. Reyna mendekatkan diri pada kasur yang sedang ditiduri Andreas. “Pak Andreas, bangun. Makan malamnya mau di bawah sama saya atau diantar kemari saja?” tanya Reyna yang nantinya kalau Andreas memilih diantar kemari, wanita itu bisa bilang pada pelayan di bawah. “Pak Andreas,” panggil Reyna kembali yang sedari tadi tak mendapatkan jawaban dari bosnya. “Apa mungkin Pak Andreas sudah tidak? Ah, ngaco! Mana mungkin,” ucap Reyna sendirian seraya mendekatkan telinganya pada hidung Andreas hanya untuk memastikan bahwa bosnya b