Setelah mampir ke toko membeli buah tangan, Tad mengemudikan mobilnya menuju ke rumah Andrew. Kini dia sedang memarkirkan mobilnya di halaman depan rumah tepat di sisi mobil Andrew.
Sementara suasana di pantry menjadi hening kedua orang yang masih diam saling menatap membuat suasana semakin canggung.
“Haruskah imbalannya ciuman??” mencoba bernegosiasi agar Alluna tidak perlu menciumnya.Tangan Andrew tengah meraih pipinya, punggungnya sedikit membubgkuk saat ingin mencium bibirnya. Sementara kedua tangan Alluna yang kotor tengah terangkat dan terpaku di udara.
Di pintu ternyata sudah ada Tad berdiri dengan membawa bungkusan di tangannya. Dia baru saja datang dan dikejutkan dengan pemandangan yang tak seharusnya dia lihat. Alluna dan Andrew belum sempat berciuman namun melihat kedekatan wajah mereka membuat Tad merasa kesal.
Namun dia berusaha untuk mengendalikan diri dan bersikap tenang.&nbs
Tanpa rasa bersalah Andrew pergi meninggalkannya berdua dengan Nathan. Alluna hanya tersenyum sinis tak menyangka Andrew akan melakukan itu padanya. Nathan yang berdiri di sampingnya menoleh ke Alluna yang sedang tertunduk kesal. Melihat perempuan itu kedinginan dia kemudian melepaskan mantel untuk menyelimuti tubuh Alluna. Perempuan itu menoleh terkejut ketika tubuhnya terasa hangat.“Kak??” “Pakailah, kau terlihat sangat kedinginan!” helaan nafas panjang terlihat saat asap putih keluar dari mulut dan juga hidungnya, cuaca malam itu sangat dingin di sertai salju yang semakin lebat.“Aku akan mengantarmu kembali ke hotel” ucapnya sembari melangkah maju membuka pintu. Seorang pegawai restourant baru saja mengambil mobil milik Nathan dan kini dia telah memberikan kunci mobilnya kepada pemiliknya. “Umm... tapi, kak” Alluna nampak ragu, di
Sebelumnya Andrew mengatakan bahwa dia akan menghubungi seseorang, namun Tad tidak berfikir kalau itu adalah Alluna. Setelah beberapa saat Andrew tak kunjung kembali ke kamar, Tad berencana untuk mencari Andrew.Akan tetapi ketika sedang melangkah keluar dari kamarnya, dia justru melihat Andrew sedang menarik paksa Alluna masuk ke dalam kamar.Tubuhnya seketika terpaku tak ingin berfikir lebih Tad berusaha menyusul mereka masuk ke dalam kamar. Namun saat sampai di depan pintu kamar Alluna yang tak tertutup rapat Tad justru di kejutkan dengan percakapan mereka.Dia bahkan mendengar semua yang tak seharusnya didengar.Semua percakapan mereka dari awal hingga akhir Tad mendengarnya jelas. Hingga akhirnya ketika Andrew memilih keluar dari kamar Alluna dia terkejut saat melihat Tad berdiri di sana.Andrew tak tahu sejak kapan Tad berada di depan pintu, dia berharap bahwa Tad tak akan mendengar percakapan mereka.
"Kau?" Alluna masih tak percaya kalau Andrew akhirnya mengakui bahwa dia cemburu melihat kedekatannya dengan Nathan. Tapi itu tak sepenuhnya membuktikan kalau Andrew sudah membuka hati untuk Alluna.Walau bagaimanapun juga Alluna masih belum yakin jika Andrew dengan mulutnya sendiri mengatakan bahwa dia juga mencintai Alluna.Perlahan namun pasti Alluna tak ingin tergesa-gesa dia ingin semuanya berjalan mengalir begitu saja tak ingin memaksa Andrew atau malah nanti nantinya laki-laki itu justru menjauh karena sesuatu yang dipaksakan.Malam itu Alluna tidur di kamar Andrew sementara laki-laki itu tidur disampingnya menjaga dan terus mengawasi Alluna. Dia tak bisa tidur dengan nyenyak setelah mengetahui bahwa penguntit itu mengejar Alluna sampai ke rumahnya.Dia merasa bahwa Alluna sedang tidak aman.Nampak beberapa kali Andrew melangkah turun dari ranjang kemudian mendekati jendela mengintai keadaan luar u
Setelah mempersilakan Mafin untuk masuk ke dalam, Alluna melangkah menuju ke pantry. Dia sengaja membuat minuman dan menyiapkan kudapan untuk Mafin."Minumlah!" Perintah Alluna dengan nada lembut kemudian mendapat anggukan kepala dari Mafin."Tidak perlu sungkan Nona, Saya akan meminumnya setelah akan berjaga di depan jika ada sesuatu jangan sungkan untuk memanggil Saya."Tentu saja Alluna merasa lega walaupun Andrew memilih pergi untuk menyelesaikan pekerjaannya tapi dia meminta Mafin untuk menjaga dirinya.Alluna menganggukkan kepala disertai Mafin yang melangkah keluar. Karena banyak sekali tugas yang harus diselesaikan, Alluna akhirnya kembali fokus dengan laptop yang ada di meja ruang tv.Sementara Mafin di luar sedang memperhatikan mobil yang melaju ke arahnya. Melihat Tad keluar dari mobil ekspresi wajah Mafin langsung berubah daftar. Walaupun dia tak menyukai keberadaan Tad di sana nam
“Apa kau bilang? Apa maksudmu Alluna dalam bahaya?” kedua tangan yang sempat mencekik leher Romand dengan kuat kini perlahan mulai melemah.Memikirkan apa yang baru saja Romand ucapkan membuat Andrew tidak bisa berpikir jernih."Tad? Kau menyuruhku menghentikan Tad? keningnya berkerut kasar alisnya menyatu mencoba mencerna ucapan Romand.Masih dengan nafas yang terengah-engah menahan rasa sakit di sekujur tubuh Romand kembali berucap."Ya, Tad, dia pasti sudah ada di rumahmu. Semalam... dia sempat bilang dalam keadaan sadar atau tidak dia berkata kalau pernah terbesit di otaknya bahwa dia ingin menghabisi Alluna. Tadi sebelum menuju ke rumahmu dia sempat datang kemari dan mengatakan kalau dia" ucapannya yang terbata seketika terputus karena Andrew kembali mencengkeram kerah kemejanya mengangkat setengah tubuh Romand dari lantai sembari menggeram marah."Kalau dia apa!? Jangan berbelit-belit katakan apa yang a
Mafin mendapat tembakan tepat di perutnya, setelah timah panas itu menembus perutnya darah segar langsung mencuat dari balik jas hitam yang di kenakannya. Sekujur tubuhnya terasa nyeri namun di bagian perutnya sampai mati rasa.Tubuhnya roboh, Mafin terkulai lemah jatuh bersandar di pintu.Alluna yang melihat reflek menggerakkan kakinya melangkah maju ingin menghampiri Mafin, namun Tad langsung mengarahkan pistol ke Alluna.“Berhenti!” Tad tak membiarkan Alluna menolong Mafin yang tengah terkapar menahan kesakitan.“Kau tidak bisa melakukan apapun tanpa seijinku!” tambahnya sembari melangkah mendekati Alluna.Dia semakin takut dan terpojok, melangkah mundur sampai di posisi tak bisa lagi bergerak. Alluna menelan ludahnya dengan susah payah. Keringat di dahinya terlihat mentes melewati pipi kemudian mengumpul di bagian dagu sebelum akhirnya Alluna mengusap dengan punggung tangannya yang t
Alluna menemani Andrew ke pemakaman. Laki – laki itu tengah tertunduk menatap papan bertuliskan nama Tad Klaew.Mengingat beberapa tahun silam bahwa Tad selalu menemani hari-hatinya membuat Andrew merasa bersalah karena telah membunuhnya.Alluna yang berdiri di samping Andrew dengan tangan terbungkus kain kasa di lukanya pun bisa merasakan kesedihan yang dirasakan laki-laki itu.Dia juga merasa bersalah karena dirinya, Andrew harus sampai kehilangan Tad. Tak ingin merusak suasana hatinya, Alluna melangkah pergi kembali ke mobil dan menunggu di sanaLumayan lama Andrew menghabiskan waktunya di sana, Alluna sampai tertidur di mobil. Hingga akhirnya dia terbangun saat mendengar pintu di buka dan Andrew masuk ke dalam.“Maaf aku membangunkanmu” Andrew memakai sabuk pengamannya. Dia tak langsung menyalakan mesin mobil karena ingin membicarakan sesuatu dengan Alluna.&nb
Alluna membawa pulang Andrew kembali ke rumahnya. Tubuhnya yang kecil terlihat sempoyongan saat membantu Andrew melangkah ke dalam rumah.Alluna melingkarkan satu tangannya ke pinggang Andrew sementara tangan Andrew merangkul bahu Alluna. Sebisa mungkin Alluna menjaga keseimbangan tubuhnya karena tentu saja tubuh Andrew sangatlah berat.Mereka berdua hampir jatuh ketika Andrew membebankan seluruh tubuhnya ke Alluna, dia yang mulai letih karena harus membantu Andrew sepanjang jalan masuk ke rumah kakinya bergetar hampir dan hampur roboh.“Astaga! Andrew kenapa kau berat sekali!”dengan sisa kekuatan yang dia miliki Alluna membawanya ke kamar. Sedikit lagi sampai ke tempat tidur, setelahnya Alluna membuang tubuh Andrew ke atas ranjang bersamaan dengan tubuhnya.Brugh!“Ya ampuun!” nafas Alluna memburu dia benar-benar letih karena Andrew.
“Ini masih siang Andrew!” “Aku tidak peduli, aku terlalu lama menahan semua ini! Apa kau tidak sadar itu?” Andrew membungkuk meraih kaki Alluna, menggendong perempuan itu masuk ke dalam kamar. “Aku belum mandi, aku harus membersihkan tubuhku dulu” Alluna terus berucap untuk mengulur waktu namun Andrew kali ini tak melepaskannya. “Tidak perlu, aku menyukai bau wangi parfum yang bercampur keringatmu. Mulai sekarang aku tidak akan membiarkan kau keluar dari kamar sampai aku benar-benar puas!” Pipi Alluna merona panas dia membiarkan tubuhnya terbaring di ranjang sementara Andrew telah memaku tubuhnya dengan kedua tangan agar tak bisa bergerak ke mana pun. Andrew telah berhasil melepaskan satu persatu kancing kemejanya dan membuangnya ke lantai begitu saja, kini dia telah bertelanjang dada kemudian membungkuk lagi di atas tubuh Alluna.Perlahan Andrew menyingkirkan
“Siapa?”Andrew bertanya sembari melangkah keluar dari kamar, seketika tubuhnya terpaku saat melihat sosok perempuan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya berdiri di depan pintu rumahnya. Andrew membuang pandangannya kearah lain kemudian memilih pergi menuju pantry. Melihat sikap Andrew, Alluna pun mencoba untuk mengalihkan perhatian Belinda.“Umm... silakan masuk Ibu” Alluna menggandeng lengan Belinda mengajak perempuan itu masuk ke dalam.Setelah sampai di pantry Alluna menarik kursi mempersilakan Belinda agar duduk di sana. Dia juga menyiapkan minuman untuk perempuan paruh baya itu.Alluna Kekemudian meminta Andrew untuk duduk di seberang meja berdampingan dengannya. Andrew tampak canggung tapi di bawah meja Alluna menggenggam erat tangannya untuk menenangkan lelaki itu.Dia pun menoleh menatap wajah Istrinya, melihat senyum di bibir Alluna mampu membuat hatinya menjadi tenang. “Mm, maaf ka
Alluna menutup pintu kamar mandi kemudian setelahnya dia bersandar dibalik pintu dengan raut wajah memerah. Dadanya bergerak cepat bersamaan dengan nafasnya yang terengah-engah. Alluna tak bisa menyembunyikan rasa malunya karena tadi saat di depan Andrew dia secara terang-terangan bahkan tanpa rasa malu dia memamerkan dan mengakui kalau dia sendiri yang telah memesan alat-alat itu. "Ya ampun, bagaimana ini... mau ditaruh di mana mukaku saat keluar nanti!" Alluna benar-benar sangat malu entah bagaimana lagi nanti ketika dia keluar dari kamar mandi harus menghadapi Andrew.Saat ini dia berusaha untuk menenangkan diri karena tadi sesaat ketika sedang berhadapan dengan Andrew dadanya berdebar tak karuan. “Aduh bagaimana ini? Bagaimana aku menghadapinya nanti? Ya ampun lagi pula kenapa juga aku menantang Andrew untuk memakai alat itu?” Alluna berjalan mondar-mandir layaknya orang kebingungan karena kesalahannya sendiri.
Allunan tak menduga kalau dia akhirnya akan bisa kembali bersama dengan Andrew. Awal mula juga dia membantu Andrew hanya karena ingin ibu angkatnya sembuh dari penyakit dia tak berpikir sampai sejauh ini hingga akhirnya bisa bersanding hidup dengan lelaki yang mampu membuatnya jatuh cinta.Kalau dipikir-pikir dari awal, membayangkan untuk menyukai Andrew yang notabennya adalah seorang gay itu tidaklah mungkin namun ketika akhirnya dia bisa meyakinkan kalau lelaki itu juga menyukainya itu seperti sebuah mimpi bagi Alluna.Banyak kesedihan yang Alluna lalui untuk bisa bersama dengan Andrew, begitu juga dengan lelaki itu. Banyak kepedihan yang harus dia lewati mulai dari kehilangan seseorang yang dulu pernah dia cintai kemudian bertemu dengan sosok perempuan yang dulu juga pernah menyakitinya serta harus melewati sisa hidup di ambang kematian, selama beberapa tahun dan kini ketika perempuan itu kembali Andrew membuktikan kalau kek
Saat lampu padam dan semua ruangan menjadi gelap gulita Alluna terlihat panik, dia sempat beranjak dari kursi dan ingin berlari keluar namun saat mengingat ucapan Andrew agar tak pergi kemana-mana membuat Alluna mengurungkan niatnya.Dia terlihat sangat gelisah dan gusar berharap Andrew akan datang saat itu juga."Andrew?” seru Alluna Namun lelaki itu tak mendengar panggilannya.Lama Alluna menunggu Andrew pun tak kunjung terlihat.Suasana semakin sepi, membuat bulu kuduknya merinding ketakutan.“Ke mana perginya dia?” gumam Alluna sembari membuang pandangan ke sana ke mari yang tak nampak apa pun karena gelap.Dari arah belakang Alluna merasa seperti ada sesuatu yang datang dan mendekat, perlahan Alluna menoleh ke belakang penuh waspada.Bersamaan dengan itu lampu menyala, Alluna di kejutkan dengan Andrew yang tengah berdiri di belakangnya dengan membawa sebuah kue, ada beberapa lil
Ruangan itu adalah ruangan beberapa tahun yang lalu di mana Tuan James menghina Alluna, tepat di ruang tengah rumah keluarga Mayer, Tuan James menawarkan sejumlah uang kepada Alluna agar perempuan itu pergi meninggalkan putranya.Namun kali ini sepertinya suasana terlihat berbeda dari raut wajah Tuan James yang tak terlihat garang seperti biasanya membuat Alluna tak merasa takut seperti dulu ketika mereka bertatap muka.Seorang Bodyguard terlihat masuk ke dalam ruangan itu dengan membawa sebuah map berwarna hitam di tangannya melangkah mendekati Tuan James."Silakan Tuan James” ucapnya sembari memberikan map itu.Setelah mapnya berpindah tangan, Tuan James kemudian meletakkannya di atas meja mendorongnya perlahan kearah Alluna.Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang kejadian ini mengingatkan Alluna pada momen beberapa tahun yang lalu. Ketika Tuan James menawari dirinya beasiswa untuk sekola
Alluna menatapnya kesal bercampur tak percaya, bagaimana bisa lelaki itu tega membohongi dirinya. Seketika saat itu juga wajah Alluna berubah memerah karena tak sanggup lagi menahan tangis dia mulai merengek membuat Andrew merasa bersalah.Tetapi lelaki itu masih bisa tertawa menikmati keberhasilannya dalam membuat Alluna kesal. Andrew tersenyum kemudian memeluk Alkuna dengan erat.“Maaf” ucapnya sembari membelai lembut kepala Alluna.“Kenapa?” Alluna mendorong dada Andrew membuat dirinya lepas dari dekapannya. Ada rasa bahagia yang bercampur jengkel atas perbuatan Andrew.“Kenapa kau harus membohongiku?! Apa untungnya ha?” Alluna mengusap pipinya yang basah.Lagi, Andrew ingin memeluknya namun Alluna langsung menggunakan kedua tangannya untuk menahan dada Andrew agar tak bisa mendekat.“Kau pikir ini lucu!! Kenapa kau tertawa? Kau men
"Aluna!" Seketika tanpa sadar Andrew menggeram menyebut namanya. Dan saat perempuan itu memutar tubuhnya menatap kearah wajah Andrew, lelaki itu membuang pandangannya ke arah lain bersikap seolah dia lupa dengan apa yang baru saja dia lontarkan. Aluna tersadar lelaki itu menyebut namanya dengan suara dan intonasi nada seperti dulu saat Andrew masih sedang bersamanya.Raut wajahnya nampak berbinar seakan tak percaya dengan apa yang baru saja di dengar olehnya. Alluna perlahan melangkahkan kakinya kembali mendekati meja. Sementara Andrew yang mulai terlihat gelisah masih tak berani menatap mata Alluna yang sedang menatapnya dengan lekat. Dada Alluna berdebar kencang saat langkahnya semakin dekat dengan Andrew.“Kau... memanggilku apa?” suaranya bergetar, pandangannya tak pernah lepas dari Andrew yang masih berusaha menghindar dari tatapannya. Mencoba untuk tenang Andrew kemudian menghela
Di ruang kerja tempat Alluna mengecek semua perkembangan pasiennya, terlihat Andrew dan Alluna duduk saling berhadap-hadapan di seberang meja.Ada dokter lelaki yang sebelumnya menyapa Andrew ketika dia datang ke rumah sakit. Dia hanya mengantar Andrew sampai keruangan Alluna setelah itu dia dia pergi karena masih ada pekerjaan lain."Saya akan membiarkan kalian berdua untuk berbincang, kalau begitu saya pamit pergi terlebih dulu" Dokter itu sempat menundukkan kepala sebelum akhirnya dia melangkah ke pintu kemudian pergi meninggalkan ruangan.Suasana di ruangan menjadi semakin canggung terlebih lagi untuk Alluna yang merasa bahwa Andrew seperti orang asing baginya saat ini.Raut wajah Andrew saat menatap ke arahnya terlihat begitu sangat berbeda bukan seperti Andrew yang biasanya. Mereka masih saling diam belum ada satupun dari kedua belah pihak yang berusaha untuk memulai pembicaraan.Terlihat beberapa kali Al