"Mafin ada apa denganmu??" Bella mencoba melepaskan diri dari Mafin karena tanpa sadar Mafin telah melukai tangannya ketika menggenggamnya erat.
"Maaf Nona" dia tertunduk menyesal.
"Aku bilang aku akan pergi dengan Nathan, kenapa kau menarik tanganku??"
Mafin terdiam, dia merasa tak punya hak untuk menahan Bella agar tak pergi dengan Nathan. Namun mendengar ucapan dari Nathan yang seolah-olah ingin melakukan sesuatu terhadap Bella, dia tak ingin hal itu terjadi.
"Mafin??" Panggilnya lagi ketika Mafin hanya diam.
"Nona... Tuan Nathan bukan orang baik. Saya mohon jangan terima perjodohan ini, Saya tahu Saya tidak berhak melarang Anda tapi Saya mohon, pikirkan ini sekali lagi... jika memang Anda yakin kalau Tuan Nathan adalah laki-laki yang tepat, maka... silakan Anda menikah dengannya" Mafin tertunduk tak mampu menatap kedua mata Bella.
Untuk sesaat Bella sempat tersenyum tipis ketika
Mafin dan Bella dalam perjalanan pulang, Bella yang duduk di belakang nampak membuang pandangannya ke luar dari balik kaca. Sementara Mafin yang sedang menyetir sesekali terlihat melirik ke kaca sepion depan untuk mengawasi Bella.Sebenarnya sangat kesal jika mengingat sikap Mafin, namun Bella yang memendam perasaan padanya tak mungkin mengutarakan perasaannya teelebih dulu.“Kau bisa mengantarku ke suatu tempat?” ucap Bella memecah keheningan.“Ya, Nona... Anda ingin ke pantai lagi?” Mafin mencoba menebak.“Tidak, aku ingin pergi menemui Ibu!”Wajahnya terpaku saat mendengar permintaan Bella, Mafin tak mungkin mengantarnya pergi untuk bertemu dengan Belinda Atalas. Perempuan yang pernah menyandang nama Mayer di belakangnya.“Nona” Mafin terlihat ragu ketika berucap, namun akhirnya dia memberanikan diri.“Anda tidak boleh menemuinya!” Mafin tak mungkin melanggar larangan Andrew sekalipun itu p
Matanya kembali terbuka perlahan, permainan bibirnya yang semula terlihat agresif kini mulai melemah. Andrew memilih menyudahi ciuman itu. Perlahan dia bergerak menjauh menatap Alluna yang masih memejamkan mata. Merasa Alluna tak menolak apa yang telah Andrew lakukan, dia yakin kalau Alluna sepertinya juga menikmati ciumannya. Sungguh sangat bodoh, sesaat tadi Alluna sempat kesal ketika Andrew mengatakan bahwa dia akan mengakhiri sandiwara ini membuatnya berfikir bahwa dia tak bisa lagi dekat dengan Andrew.Namun melalui ciuman itu dia sangat yakin bahwa dirinya tak ingin berjauhan dengan laki-laki itu. Entah apa yang akan terjadi nantinya Alluna memilih menikmati kedekatannya dengan Andrew, membiarkan laki-laki itu melakukan apapun asal dia bisa selalu dekat dengannya.Ya, cinta membuat seseorang menjadi bodoh!Hingga Alluna yang sempat memegang teguh keyakinan kalau dirinya akan menjauh kini telah beruba
“Apa??” “Aku ingin tidur bersamamu!” tanpa rasa bersalah Andrew mengulangi permintaannya. Sejak mereka berdua saling terbuka, Andrew lebih berani menunjukkan sikapnya. “Andrew??” Alluna mengerjapkan mata penuh kebingungan. “Hmm??” kedua alisnya terangkat secara bersamaan. “Kau, sedang tidak mabuk, kan?” wajah polosnya terlihat sangat menggemaskan. Hahahahaha....Seketika Andrew terbahak-bahak sampai tubuhnya terdorong kebelakang berbaring di ranjang.“Kemarilah!” Andrew beranjak mengubah posisinya menjadi duduk. Dia mengulurkan tangan meminta Alluna mendekat. Tanpa ragu perempuan itu meraih tangannya dan melangkah mendekat naik ke atas ranjang duduk berhadapan dengan Andrew.Tangannya bergerak merapihkan anak rambut yang bergelayut di kening Alluna, kemudian tersenyum.“Aku hanya ingin memelukmu, kau pikir... ak
Alluna mempercepat langkahnya pergi menjauh dari kantin namun ketika teringat bahwa berkasnya tertinggal di meja dia kembali memutar tubuhnya dan bermaksud untuk mengambilnya namun dia justru di kejutkan dengan Romand yang sudah berdiri di belakangnya. “Astaga!!” teriaknya histeris, Alluna harus tetap tenang di depan Romand agar laki-laki itu tak curiga dengannya. “Alluna kau baik-baik saja? Kau berkeringat dingin” Romand bermaksud untuk menyerahkan berkas milik Alluna yang tertinggal. Namun sepertinya perempuan itu sangat ketakutan dibuatnya. “Aku, aku baik-baik saja. Um.. maksudku sepertinya aku sedang tidak enak badan” jelas Alluna dengan terbata. “Aku tidak bermaksud untuk mengejutkanmu, aku hanya ingin mengembalikan ini... berkasmu tertinggal di meja tadi” Romand menyerahkan semua lembaran kertas kepada Alluna. Tanp
Setelah mampir ke toko membeli buah tangan, Tad mengemudikan mobilnya menuju ke rumah Andrew. Kini dia sedang memarkirkan mobilnya di halaman depan rumah tepat di sisi mobil Andrew.Sementara suasana di pantry menjadi hening kedua orang yang masih diam saling menatap membuat suasana semakin canggung.“Haruskah imbalannya ciuman??” mencoba bernegosiasi agar Alluna tidak perlu menciumnya.Tangan Andrew tengah meraih pipinya, punggungnya sedikit membubgkuk saat ingin mencium bibirnya. Sementara kedua tangan Alluna yang kotor tengah terangkat dan terpaku di udara.Di pintu ternyata sudah ada Tad berdiri dengan membawa bungkusan di tangannya. Dia baru saja datang dan dikejutkan dengan pemandangan yang tak seharusnya dia lihat. Alluna dan Andrew belum sempat berciuman namun melihat kedekatan wajah mereka membuat Tad merasa kesal.Namun dia berusaha untuk mengendalikan diri dan bersikap tenang.&nbs
Tanpa rasa bersalah Andrew pergi meninggalkannya berdua dengan Nathan. Alluna hanya tersenyum sinis tak menyangka Andrew akan melakukan itu padanya. Nathan yang berdiri di sampingnya menoleh ke Alluna yang sedang tertunduk kesal. Melihat perempuan itu kedinginan dia kemudian melepaskan mantel untuk menyelimuti tubuh Alluna. Perempuan itu menoleh terkejut ketika tubuhnya terasa hangat.“Kak??” “Pakailah, kau terlihat sangat kedinginan!” helaan nafas panjang terlihat saat asap putih keluar dari mulut dan juga hidungnya, cuaca malam itu sangat dingin di sertai salju yang semakin lebat.“Aku akan mengantarmu kembali ke hotel” ucapnya sembari melangkah maju membuka pintu. Seorang pegawai restourant baru saja mengambil mobil milik Nathan dan kini dia telah memberikan kunci mobilnya kepada pemiliknya. “Umm... tapi, kak” Alluna nampak ragu, di
Sebelumnya Andrew mengatakan bahwa dia akan menghubungi seseorang, namun Tad tidak berfikir kalau itu adalah Alluna. Setelah beberapa saat Andrew tak kunjung kembali ke kamar, Tad berencana untuk mencari Andrew.Akan tetapi ketika sedang melangkah keluar dari kamarnya, dia justru melihat Andrew sedang menarik paksa Alluna masuk ke dalam kamar.Tubuhnya seketika terpaku tak ingin berfikir lebih Tad berusaha menyusul mereka masuk ke dalam kamar. Namun saat sampai di depan pintu kamar Alluna yang tak tertutup rapat Tad justru di kejutkan dengan percakapan mereka.Dia bahkan mendengar semua yang tak seharusnya didengar.Semua percakapan mereka dari awal hingga akhir Tad mendengarnya jelas. Hingga akhirnya ketika Andrew memilih keluar dari kamar Alluna dia terkejut saat melihat Tad berdiri di sana.Andrew tak tahu sejak kapan Tad berada di depan pintu, dia berharap bahwa Tad tak akan mendengar percakapan mereka.
"Kau?" Alluna masih tak percaya kalau Andrew akhirnya mengakui bahwa dia cemburu melihat kedekatannya dengan Nathan. Tapi itu tak sepenuhnya membuktikan kalau Andrew sudah membuka hati untuk Alluna.Walau bagaimanapun juga Alluna masih belum yakin jika Andrew dengan mulutnya sendiri mengatakan bahwa dia juga mencintai Alluna.Perlahan namun pasti Alluna tak ingin tergesa-gesa dia ingin semuanya berjalan mengalir begitu saja tak ingin memaksa Andrew atau malah nanti nantinya laki-laki itu justru menjauh karena sesuatu yang dipaksakan.Malam itu Alluna tidur di kamar Andrew sementara laki-laki itu tidur disampingnya menjaga dan terus mengawasi Alluna. Dia tak bisa tidur dengan nyenyak setelah mengetahui bahwa penguntit itu mengejar Alluna sampai ke rumahnya.Dia merasa bahwa Alluna sedang tidak aman.Nampak beberapa kali Andrew melangkah turun dari ranjang kemudian mendekati jendela mengintai keadaan luar u
“Ini masih siang Andrew!” “Aku tidak peduli, aku terlalu lama menahan semua ini! Apa kau tidak sadar itu?” Andrew membungkuk meraih kaki Alluna, menggendong perempuan itu masuk ke dalam kamar. “Aku belum mandi, aku harus membersihkan tubuhku dulu” Alluna terus berucap untuk mengulur waktu namun Andrew kali ini tak melepaskannya. “Tidak perlu, aku menyukai bau wangi parfum yang bercampur keringatmu. Mulai sekarang aku tidak akan membiarkan kau keluar dari kamar sampai aku benar-benar puas!” Pipi Alluna merona panas dia membiarkan tubuhnya terbaring di ranjang sementara Andrew telah memaku tubuhnya dengan kedua tangan agar tak bisa bergerak ke mana pun. Andrew telah berhasil melepaskan satu persatu kancing kemejanya dan membuangnya ke lantai begitu saja, kini dia telah bertelanjang dada kemudian membungkuk lagi di atas tubuh Alluna.Perlahan Andrew menyingkirkan
“Siapa?”Andrew bertanya sembari melangkah keluar dari kamar, seketika tubuhnya terpaku saat melihat sosok perempuan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya berdiri di depan pintu rumahnya. Andrew membuang pandangannya kearah lain kemudian memilih pergi menuju pantry. Melihat sikap Andrew, Alluna pun mencoba untuk mengalihkan perhatian Belinda.“Umm... silakan masuk Ibu” Alluna menggandeng lengan Belinda mengajak perempuan itu masuk ke dalam.Setelah sampai di pantry Alluna menarik kursi mempersilakan Belinda agar duduk di sana. Dia juga menyiapkan minuman untuk perempuan paruh baya itu.Alluna Kekemudian meminta Andrew untuk duduk di seberang meja berdampingan dengannya. Andrew tampak canggung tapi di bawah meja Alluna menggenggam erat tangannya untuk menenangkan lelaki itu.Dia pun menoleh menatap wajah Istrinya, melihat senyum di bibir Alluna mampu membuat hatinya menjadi tenang. “Mm, maaf ka
Alluna menutup pintu kamar mandi kemudian setelahnya dia bersandar dibalik pintu dengan raut wajah memerah. Dadanya bergerak cepat bersamaan dengan nafasnya yang terengah-engah. Alluna tak bisa menyembunyikan rasa malunya karena tadi saat di depan Andrew dia secara terang-terangan bahkan tanpa rasa malu dia memamerkan dan mengakui kalau dia sendiri yang telah memesan alat-alat itu. "Ya ampun, bagaimana ini... mau ditaruh di mana mukaku saat keluar nanti!" Alluna benar-benar sangat malu entah bagaimana lagi nanti ketika dia keluar dari kamar mandi harus menghadapi Andrew.Saat ini dia berusaha untuk menenangkan diri karena tadi sesaat ketika sedang berhadapan dengan Andrew dadanya berdebar tak karuan. “Aduh bagaimana ini? Bagaimana aku menghadapinya nanti? Ya ampun lagi pula kenapa juga aku menantang Andrew untuk memakai alat itu?” Alluna berjalan mondar-mandir layaknya orang kebingungan karena kesalahannya sendiri.
Allunan tak menduga kalau dia akhirnya akan bisa kembali bersama dengan Andrew. Awal mula juga dia membantu Andrew hanya karena ingin ibu angkatnya sembuh dari penyakit dia tak berpikir sampai sejauh ini hingga akhirnya bisa bersanding hidup dengan lelaki yang mampu membuatnya jatuh cinta.Kalau dipikir-pikir dari awal, membayangkan untuk menyukai Andrew yang notabennya adalah seorang gay itu tidaklah mungkin namun ketika akhirnya dia bisa meyakinkan kalau lelaki itu juga menyukainya itu seperti sebuah mimpi bagi Alluna.Banyak kesedihan yang Alluna lalui untuk bisa bersama dengan Andrew, begitu juga dengan lelaki itu. Banyak kepedihan yang harus dia lewati mulai dari kehilangan seseorang yang dulu pernah dia cintai kemudian bertemu dengan sosok perempuan yang dulu juga pernah menyakitinya serta harus melewati sisa hidup di ambang kematian, selama beberapa tahun dan kini ketika perempuan itu kembali Andrew membuktikan kalau kek
Saat lampu padam dan semua ruangan menjadi gelap gulita Alluna terlihat panik, dia sempat beranjak dari kursi dan ingin berlari keluar namun saat mengingat ucapan Andrew agar tak pergi kemana-mana membuat Alluna mengurungkan niatnya.Dia terlihat sangat gelisah dan gusar berharap Andrew akan datang saat itu juga."Andrew?” seru Alluna Namun lelaki itu tak mendengar panggilannya.Lama Alluna menunggu Andrew pun tak kunjung terlihat.Suasana semakin sepi, membuat bulu kuduknya merinding ketakutan.“Ke mana perginya dia?” gumam Alluna sembari membuang pandangan ke sana ke mari yang tak nampak apa pun karena gelap.Dari arah belakang Alluna merasa seperti ada sesuatu yang datang dan mendekat, perlahan Alluna menoleh ke belakang penuh waspada.Bersamaan dengan itu lampu menyala, Alluna di kejutkan dengan Andrew yang tengah berdiri di belakangnya dengan membawa sebuah kue, ada beberapa lil
Ruangan itu adalah ruangan beberapa tahun yang lalu di mana Tuan James menghina Alluna, tepat di ruang tengah rumah keluarga Mayer, Tuan James menawarkan sejumlah uang kepada Alluna agar perempuan itu pergi meninggalkan putranya.Namun kali ini sepertinya suasana terlihat berbeda dari raut wajah Tuan James yang tak terlihat garang seperti biasanya membuat Alluna tak merasa takut seperti dulu ketika mereka bertatap muka.Seorang Bodyguard terlihat masuk ke dalam ruangan itu dengan membawa sebuah map berwarna hitam di tangannya melangkah mendekati Tuan James."Silakan Tuan James” ucapnya sembari memberikan map itu.Setelah mapnya berpindah tangan, Tuan James kemudian meletakkannya di atas meja mendorongnya perlahan kearah Alluna.Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang kejadian ini mengingatkan Alluna pada momen beberapa tahun yang lalu. Ketika Tuan James menawari dirinya beasiswa untuk sekola
Alluna menatapnya kesal bercampur tak percaya, bagaimana bisa lelaki itu tega membohongi dirinya. Seketika saat itu juga wajah Alluna berubah memerah karena tak sanggup lagi menahan tangis dia mulai merengek membuat Andrew merasa bersalah.Tetapi lelaki itu masih bisa tertawa menikmati keberhasilannya dalam membuat Alluna kesal. Andrew tersenyum kemudian memeluk Alkuna dengan erat.“Maaf” ucapnya sembari membelai lembut kepala Alluna.“Kenapa?” Alluna mendorong dada Andrew membuat dirinya lepas dari dekapannya. Ada rasa bahagia yang bercampur jengkel atas perbuatan Andrew.“Kenapa kau harus membohongiku?! Apa untungnya ha?” Alluna mengusap pipinya yang basah.Lagi, Andrew ingin memeluknya namun Alluna langsung menggunakan kedua tangannya untuk menahan dada Andrew agar tak bisa mendekat.“Kau pikir ini lucu!! Kenapa kau tertawa? Kau men
"Aluna!" Seketika tanpa sadar Andrew menggeram menyebut namanya. Dan saat perempuan itu memutar tubuhnya menatap kearah wajah Andrew, lelaki itu membuang pandangannya ke arah lain bersikap seolah dia lupa dengan apa yang baru saja dia lontarkan. Aluna tersadar lelaki itu menyebut namanya dengan suara dan intonasi nada seperti dulu saat Andrew masih sedang bersamanya.Raut wajahnya nampak berbinar seakan tak percaya dengan apa yang baru saja di dengar olehnya. Alluna perlahan melangkahkan kakinya kembali mendekati meja. Sementara Andrew yang mulai terlihat gelisah masih tak berani menatap mata Alluna yang sedang menatapnya dengan lekat. Dada Alluna berdebar kencang saat langkahnya semakin dekat dengan Andrew.“Kau... memanggilku apa?” suaranya bergetar, pandangannya tak pernah lepas dari Andrew yang masih berusaha menghindar dari tatapannya. Mencoba untuk tenang Andrew kemudian menghela
Di ruang kerja tempat Alluna mengecek semua perkembangan pasiennya, terlihat Andrew dan Alluna duduk saling berhadap-hadapan di seberang meja.Ada dokter lelaki yang sebelumnya menyapa Andrew ketika dia datang ke rumah sakit. Dia hanya mengantar Andrew sampai keruangan Alluna setelah itu dia dia pergi karena masih ada pekerjaan lain."Saya akan membiarkan kalian berdua untuk berbincang, kalau begitu saya pamit pergi terlebih dulu" Dokter itu sempat menundukkan kepala sebelum akhirnya dia melangkah ke pintu kemudian pergi meninggalkan ruangan.Suasana di ruangan menjadi semakin canggung terlebih lagi untuk Alluna yang merasa bahwa Andrew seperti orang asing baginya saat ini.Raut wajah Andrew saat menatap ke arahnya terlihat begitu sangat berbeda bukan seperti Andrew yang biasanya. Mereka masih saling diam belum ada satupun dari kedua belah pihak yang berusaha untuk memulai pembicaraan.Terlihat beberapa kali Al