Share

30. Kejutan Tes DNA

Penulis: Rumaika Sally
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-18 12:22:58

Lisa menyibak anak rambutnya yang turun menutupi muka itu ke belakang telinganya. Ia merasakan dahinya berkeringat sedikit padahal di luar sana masih gerimis, artinya cuaca cukup dingin.

Situasi canggung, mengejutkan, sekaligus membingungkan ini membuatnya panas dingin.

"Cek aja, Lis. Kamu buka. Kamu bacain yang penting atau yang menurut kamu pantas untuk aku dengar. Aku akan dengerin dari sini," ucap Mario yang kini merebahkan punggungnya di sandaran sofa seperti orang kelelahan. Matanya menatap kosong ke arah langit-langit rumahnya.

Keadaannya begitu menyedihkan. Lisa menatap ke arah ponsel kakaknya dan ke arah Mario secara bergantian. Sanggupkah ia?

Tangannya lalu bergerak membuka lagi kunci ponsel itu. Jelas, pertama kali yang ia lihat adalah video terlarang Daniel dan Risa yang ia pause tadi. Lisa lalu keluar dari menu galeri.

Mario menyuruhnya membuka chat, maka ke sanalah ia menuju. Padahal sebenarnya ia bisa membuka galeri itu lagi dan mencari foto lain atau video lain ya
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   31. Mengelola Rasa Kecewa

    Entah berapa menit waktu berlalu. Lisa membiarkan Mario menumpahkan air matanya di pelukannya. Persepsi lingkungan kita terlanjur membentuk gambaran yang umum kalau lelaki itu tak boleh menangis. Lelaki yang menangis dianggap sebagai lelaki lemah. Mario adalah lelaki kedua yang Lisa lihat menangis sehebat ini. Lelaki pertama yang ia lihat menangis seperti ini adalah mendiang papanya. Papanya menangis dengan lemah ketika mamanya alias oma Lisa meninggal. Ya, sekuat-kuatnya lelaki, ia tidak akan menyimpan air matanya untuk hal yang layak ditangisi. Entah itu untuk rasa kehilangan yang hebat, rasa tersakiti, atau rasa kecewa yang besar. Bisa juga gejolak rasa bahagia menuangkan tangis sebagai bentuk ekspresinya. Lisa tahu pundaknya mulai basah ketika Mario mengangkat wajahnya dari rangkulan tangannya yang bersimpati menguatkan. Dilihatnya wajah Mario begitu kacau. Ia memang tampan dan kharismatik, tapi jangan bayangkan mukanya tetap indah dipandang seperti aktor utama dalam film ya

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-18
  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   32. Gelap Total

    Lisa menolehkan kepalanya perlahan ke arah Mario. Ia menyuruhnya untuk menelpon suaminya? Untuk apa? Lisa tak mengerti. "U--untuk apa, Mas?" Lisa bertanya dengan gugup. "Bilang sama dia kalau kamu nggak pulang malam ini. Bilang kalau kamu di rumah sakit nemenin Marsa atau apalah. Kamu buat alasan. Kamu jangan pulang ya. Temani aku. Aku stress. Aku kalut. Aku nggak bisa sendirian." Mario mulai berkata dengan nafas sesak dan terburu-buru. Lisa mengangguk cepat. Ya, ia akan tetap di sini. Cemas juga ia kalau meninggalkan Mario yang terpuruk sendirian. "Ar--, maksudku Dimas nggak perlu kutelpon. Tadi sudah mengabari kalau dia sedang bersama bossnya. Bossnya nggak suka dia terlalu sering menerima telepon, kecuali panggilan darurat. Tenang, Mas. Nggak usah cemaskan suamiku." Lisa berbohong. Padahal ponselnya tadi ia matikan karena Aryo menelponnya. "Oke. Terima kasih, Lis. Tolong tahan aku kalau mulai muncul ide gila di kepalaku. Aku ingin menemui Daniel dan mematahkan satu tangannya

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-19
  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   33. Telepon Darurat Dini Hari

    Tring! Aneka foto yang terlihat kecil-kecil dari thumbnail tersapu pandangan Lisa. Layar ponsel itu ia tatap dengan nanar. Lisa menelan ludahnya dengan gugup. Ia tahu tindakannya telah melanggar privasi. Dari lahir ia bersama kakaknya, mereka selalu punya batas. Perihal isi dompet dan ponsel itu masuk ke ranah pribadi yang sensitif. Tapi ini lain situasinya. "Ayo, Lisa. Buka saja. Kamu membuka untuk mencari tahu, mewakili Mario. Bukan untuk menghakimi, kan? Buka saja." Lisa lalu menggerakkan tangannya dan mulai menjelajah. Dilihatnya foto studio yang tadinya hendak ditunjukkan Mario. Ah, begitu manis dan terlihat harmonis. Ibu, ayah, dan bayi perempuan yang lucu. Tapi tunggu... Mata Lisa melihat satu foto yang agak lain. Bertiga juga. Ada Risa, Marsa, tapi yang satunya bukan Mario. Ya, ini Daniel. Lisa menutup mulutnya dengan tangan. Ia mengenali latar belakang foto ini sebagai kamar bayi Marsa. Barang-barangnya sama, aksesorinya sama. Hanya saja tata letaknya berbeda. Lisa me

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-19
  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   34. Maaf, Istri Anda...

    "Saya akan datang." Suara Mario terdengar tanpa emosi. Entah apa yang ada di kepalanya saat mengatakan itu. Tapi tak ada sedikitpun nada panik terdengar di sana. Tut! Panggilan itu Mario matikan secara sepihak. Bahkan seolah ia tidak tertarik untuk mendengar lebih lanjut apa yang dikatakan pihak rumah sakit itu soal kondisi Risa sekarang. Masih mengenakan celana panjang dan kaos santai yang ia pakai kemarin sore, Mario berjalan dengan gontai sambil menggenggam ponselnya menuju kamar Marsa. Ia yakin Lisa tidur di sana semalam. Dan benar saja. Ia lihat adik iparnya itu meringkuk tanpa selimut. Rambutnya tersibak ke belakang, memperlihatkan lehernya yang mulus dan garis wajah yang cantik itu. Andai saja ia tak sekurus ini, pasti makin sempurna penampilannya. Mario duduk di lantai seolah bersimbah di depan Lisa yang masih tertidur. Pikirannya tak jelas entah ke mana. Diguncang-guncangannya pelan pundak Lisa untuk membangunkannya. "Lisa... Lisa... . Bangun, Lisa," panggil Mario pelan

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-19
  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   35. Untuk yang Terakhir

    "Pak Mario, sebelum istri Anda dipindahkan ke ruang jenazah, untuk terakhir kalinya mungkin Anda ingin menemuinya." Dokter itu keluar dari ruangan khusus dan menemui Lisa dan Mario di luar. Mario menggeleng. Lisa menatap tak percaya. Sebegitu sakit hatikah Mario pada kakaknya? "Jam berapa akan dipindahkan, Dok? Kami bebas masuk ke dalam?" Lisa yang mengambil alih pembicaraan. "Jam 6 nanti. Harap Pak Mario mengurus dokumen dan pemulangan jenazah ke rumah duka. Nanti perawat akan membantu, Pak." Dokter itu berkata pelan lalu berlalu pergi. Hening. Posisi mereka masih sama. Berdiri di depan dinding kaca sambil mengamati tubuh Risa yang terbaring tak bernyawa. Sekujur tubuhnya ditutup kain putih. Alat-alat medis itu kini sudah dicabut. "Mas, temui kak Risa. Setidaknya demi Marsa. Mas nggak ingin Marsa bertemu ibu kandungnya untuk yang terakhir kali? Nanti kalau dia sudah besar..." "Kamu aja yang nelpon suster Ami. Kalau memungkinkan, biar anak itu dibawa ke sini." Mario berkata da

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-19
  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   36. Pemakaman yang Sepi

    "Oek...oek..." Begitu mendengar nama Daniel disebut dengan nada yang penuh dendam oleh Mario, Marsa menangis meraung-raung. Apa ia tahu Daniel adalah ayah kandungnya? Apa ia merasakan kalau Mario yang menimangnya sedari bayi dan menangisinya saat ia sakit itu membenci ayah kandungnya? Marsa yang tadinya tidur dengan tenang tiba-tiba terbangun. Suster Ami mengambil alihnya dari gendongan Lisa. "Susunya ada di mobil. Jadi gimana Pak Mario? Sebenarnya Marsa sudah cukup kuat untuk dibawa datang ke pemakaman. Misalkan dia mau dibawa pulang dan dirawat di rumah pun sebenarnya pihak rumah sakit sudah mengizinkan. Keadaanya membaik dan kembali normal setelah mendapat donor ASI. Cuma Anda harus datang dulu dan tandatangani surat pencabutan berkas rawat dan banyak prosedur lain. Saya harus bagaimana, Pak?" tanya suster Ami dengan Marsa yang masih menangis meraung-raung di gendongannya. Mario dengan wajah kakunya lalu menatap suster Ami dengan tatapan mata yang tajam dan serius. "Bawa Mar

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-19
  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   37. Jangan Pernah!

    Air mata Mario yang tadinya bercucuran itu kini mendadak berhenti. Mario menatap Daniel juga yang kakinya terpincang-pincang berjalan ke arahnya. "Mau apa dia?" Tangan Mario mulai mengepal. Lisa yang menatap adegan itu merasa harus waspada. Bagaimanapun makam kakaknya masih basah, jangan sampai terjadi pertikaian di sini. Rasanya kurang pantas. "Mas, kendalikan dirimu." Lisa berbisik dan membimbing Mario berdiri. Terlihat celana bagian lututnya berlumuran tanah. Sepatu hitamnya yang awalnya mengkilat juga jadi kotor sekali. Mario tak peduli. Bahkan rambutnya yang acak-acakan ia biarkan saja. Tapi bagian yang terpenting, ia memasang kembali kacamata hitamnya. Kacamata hitam itu sempurna untuk menutupi sebagian air mukanya. Lisa berdiri di samping Mario dengan tegang. "A--aku dari rumah sakit." Daniel tampak terengah-engah. Nafasnya terasa mau putus. Lisa merasa seperti orang lain di antara mereka berdua. Tapi ia tahu ia harus tetap ada di sini. Ia tak boleh pergi. Mario menatap

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-19
  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   38. Rencana untuk Marsa

    Mario meletakkan tangannya di kap mesin mobilnya. Seolah kalau ia tak berpegangan begitu tubuhnya akan roboh. Nafasnya terengah-engah seperti habis berlarian. Ya, nyatanya ia habis berlari dari sakit hati. Ia habis lari dari dirinya sendiri yang ingin mengayunkan kepalan tangannya ke muka Daniel. Ia lari untuk menghindarkan dirinya dari berbuat lebih buruk lagi. Lisa hanya mendampingi pria itu tanpa kata-kata. Ia menunggu sampai Mario bicara sendiri. Sungguh, ia tak perlu ditanya. Tak perlu disuruh sabar. Tak perlu diberi saran macam-macam. Cukup temani saja tanpa banyak tanya dan cakap. "Daniel pasti mengira aku semarah tadi karena dendam padanya soal kecelakaan itu. Suami mana yang tak marah istrinya meninggal karena naik mobil yang dikendarai orang ceroboh!" Mario mulai sedikit tenang. Kini ia berbalik badan dan sedikit menyandarkan tubuhnya di bagian depan mobilnya. Lisa berjalan menghampirinya. "Apa rencana kamu soal Marsa, Mas?" Lisa bertanya pelan. Mario menatapnya dengan

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-20

Bab terbaru

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   86. Jalan Pulang

    Mama Aryo tampak menatap putranya dengan wajah sedih. Ia tahu hidup putranya pasti tidak baik-baik saja selama kabur di luar sana. Tapi mungkin ia masih terlalu terkejut begitu tahu ternyata Aryo separah ini. "Siapa, Yo?" Perempuan tua itu menatap putranya yang sedang mengecek ponsel. Aryo diam saja. Ia hanya menatap mamanya dengan tatapan terkejut. Kemudian ia menoleh lagi ke arah ponselnya. [[ "Test!" ]] Lalu dua menit kemudian saat mungkin Bisma tahu nomor Aryo masih aktif, Bisma langsung mengirim pesan singkat lagi. [[ "Aryo, ini Bisma." ]] Lalu belum sempat kekagetan Aryo hilang, Bisma tiba-tiba saja sudah menelpon. "Ma. Bisma nelpon, Ma." Aryo langsung menatap mamanya lagi. Sungguh sejak pulang ke rumah lagi, pria bertato dan berwajah seram itu tampak seperti menjadi anak mami. "Angkat, Yo. Angkat." Mama Aryo malah yang lebih antusias. Aryo menatap ponselnya dengan ragu. "Tapi aku mau ngomong apa, Ma? Dia pasti nanyain Lisa. Dia pasti nyari Lisa. Dia minta aku jaga

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   85. Pesan dari Nomor Tak Dikenal

    Aryo menatap sosok itu. Sahabat semasa sekolah, teman sesama pelariannya saat diusir dari rumah, sekaligus orang yang ingin ia maki-maki saat ia kabur menghilang. "Iya, kan? Itu Bisma bukan, sih? Ternyata dia jago nyanyi juga. Eh, dia lolos loh. Berarti di tayangan minggu dia ada lagi." Mama Aryo berkata dengan antusias. Ya, sejak lumpuh karena stroke, satu-satunya hiburan mamanya adalah menyaksikkan acara televisi. Dan Aryo selalu mendampinginya karena semua orang di rumah ini sibuk bekerja. Aryo tahan kupingnya. Ia tak peduli disindir pengangguran numpang tidur dan makan. Ia pulang karena mamanya. Itu saja. "Yo? Aryo? Kamu kenapa? Kok kayak ketakutan gitu?" Mama Aryo menoleh. Dengan tangannya yang sedikit tremor dan sulit digerakkan, perempuan tua itu berusaha menepuk pundak putranya. Aryo menoleh dan berusaha bersikap biasa saja. Padahal dalam hati ia sangat syok. "Nggak papa kok, Ma." Aryo menjawab singkat. "Aryo, bukannya kamu pernah cerita ya. Waktu kamu kabur dari rumah

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   84. Kemunculan Bisma

    Mbak Asti sampai mematikan setrikanya. Ia berjalan menghampiri nyonya rumahnya yang tampak syok menatap layar televisi. "Bu Lisa?" Mbak Asti mengguncang pelan tangan Lisa. Lisa terhenyak. Ia lalu menoleh dan tersadar. Milena yang ia abaikan di gendongannya ia peluk. "I--iya, Mbak. Aku, a--aku ke luar dulu, ya. Mau ambil minum buat Milena." Lisa beralasan lalu ia kabur pergi. Mbak Asti tampak bingung. Ia menyalakan kembali setrikanya sambil melihat ke layar televisi. "Perasaan nggak ada yang aneh di TV. Kenapa bu Lisa lihatin TV sampai sebegitunya?" Mbak Asti menggumam bingung. Oh, andai Mbak Asti tahu. Lisa menangis karena kekasih yang dulu kabur dari tanggung jawabnya itu muncul lagi di televisi sebagai peserta audisi pencarian bakat dan memperkenalkan diri sebagai pria lajang. Lisa mengusap air matanya yang menetes. Milena si bayi polos menatapnya dengan mata beningnya itu. Tangan mungilnya meraba pipi Lisa yang penuh air mata. Lisa menatap Milena dengan senyuman tapi matany

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   83. Janji Bisma

    Layar televisi di depan Lisa masih menyala. Sementara layar televisi yang menayangkan program yang sama di depan Bisma dimatikan dengan kasar. Sang mentor melempar remote control ke sofa. Bisma duduk duduk di kursi kayu dengan kikuk. Mentornya tampak mondar-mandir dan kelihatan seperti sedang berpikir keras. "Lihat barusan? Waktu kamu audisi, cukup oke. Tapi sekarang beda. Kamu akan tampil di panggung besar. Tidak bisa kita pakaikan kamu jaket jeans lusuh ini lagi." Si mentor berkepala botak itu menjelaskan dengan berapi-api. Bisma diam saja. Ia punya mimpi jadi penyanyi, albumnya meledak, lagu-lagunya menjadi hits. Tapi baru masuk industri televisi untuk ajang pencarian bakat penyanyi begini saja mentalnya drop. "Kamu kurang, Bisma. Kurang apa ya. Kurang menjual. Tampang oke, suara oke, tapi gaya kamu kurang bad boy. Target pasar kamu cewek-cewek. Kamu nurut ajalah sama saya. Potong rambut, ubah semua. Saya akan bangun persona baru kamu. Gaya bicara kamu ini juga... Arghhh! Kur

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   82. Bisma New Idol

    Pagi itu Lisa bangun dengan hati yang lebih ceria. Ia mandi cepat-cepat dan membangunkan Milena. Rasanya melakukan aktivitas apapun di pagi ini, selalu ada Mario yang mengisi setiap jengkal pikirannya. Ya, sejak malam tadi Mario jadi punya posisi penting di hatinya selain Milena. Seperti ada kesepakatan tak tertulis. "Oke, mulai sekarang kita saling membuka diri dan membebaskan hati kita, kemana pun hendak berlabuh. Pelan-pelan." Begitulah kira-kira. Lisa menatap penuh cinta pada Milena yang terbangun dengan bibir manyunnya. Sungguh sangat lucu. "Papa katanya mau ke kantor pagi ini, Sayang. Ayo kita sapa," ucap Lisa sambil menggendong Milena keluar dari kamar. Dan benar saja, ketika ia membuka pintu Mario sudah berada di anak tangga terbawah. Pria berpakaian rapi itu menatapnya sambil tersenyum. "Selamat pagi kesayangan Papa," sapa Mario yang membuat hati Lisa sedikit tersipu. Kesayangan Papa? Siapa yang ia maksud? Ya tentu Milena, lah. Tapi entah kenapa Lisa merasa kata-kata

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   81. Meyrika dan Daniel

    Lisa membisu. Sungguh pertanyaan yang sulit. "Sorry. Pertanyaan ini mungkin membuatmu bingung. Pernikahan ini awalnya untuk pengukuhan status Milena sebagai anak kandungmu. Tapi kurasa, akhir-akhir ini..." Mario tak bisa melanjutkan kata-katanya. Lisa masih diam saja, tapi hatinya berdebar. Ia sedang menunggu. Mario ingin bilang apa? Kalau perasaannya tumbuh untuknya? Sejujurnya, Lisa juga merasakan hal yang sama. "Lis, aku tahu kamu tak nyaman soal ini. Tapi aku merasakan perasaan yang lain untukmu. Sedikit demi sedikit. Rasanya berbeda. Aku ingin kamu di sisiku bukan sebagai ibu susu Milena saja, tapi aku ingin kamu jadi istriku yang sesungguhnya." Kata-kata itu keluar dari mulut Mario dengan susah payah. Lisa menatap mata bening yang tulus itu. Mario langsung gugup ditatap seperti itu. Ia tertunduk. Ingin rasanya ia ungkapan perasaannya bertahun-tahun yang lalu. Soal Lisa yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Soal surat yang salah alamat. Lalu ketika Risa lah

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   80. Di Bawah Rembulan

    Mario lalu turun dari panggung. Entah kenapa semua undangan bertepuk tangan dengan meriah. Sebagian dari mereka mungkin merasa tersindir karena ucapan Mario begitu menohok. Dan sebagian lainnya merasa puas karena menganggap Mario keren. Ia dengan berani mengakui pernikahan keduanya dan membela istrinya yang terus digunjingkan dengan tuduhan yang tidak-tidak. Harus diakui, Mario sangat gentelmen. Daniel menarik nafas panjang. Ia tak menyangka Mario akan seberani ini mengungkap rumah tanggannya. Ya mungkin memang benar ia lelah digosipkan. Tapi soal anaknya dengan Risa yang diadopsi dan sekarang ia merawat anak tirinya dari Lisa cukup mengejutkan juga. Mendengar fakta itu diungkapkan ke publik membuat Daniel makin yakin. Mario tidak bohong. Harapannya untuk memeluk putrinya lagi pupus sudah. Dulu ia pikir ia tetap bisa menyayangi anak itu dari jauh. Melihatnya di rumah Mario. Oh, ternyata tidak. Lamunan Daniel dan kesedihannya langsung hilang ketika Meyrika menyentuh pundaknya. Da

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   79. Presdir Pengganti

    Mario mengucapkan sepatah dua patah kata di atas panggung. Lisa tampak menatapnya dengan bangga di belakangnya. Ia berdiri di samping Pak Gunadi. Mario tahu hal ini akan segera terjadi. Pak Gunadi sudah mengisyaratkan kalau suatu hari nanti ia akan menyerahkan tanggung jawab perusahaan sepenuhnya padanya. Tapi Mario tidak menduga Pak Gunadi akan mengumumkannya secara resmi malam ini. Oh, begitu cepat. Ia pikir akan setahun atau dua tahun lagi. Mungkin lelaki tua itu sudah lelah dan ingin beristirahat saja, mengingat kondisi kesehatannya menurun sangat jauh dari tahun ke tahun. "Istriku meninggal karena kanker. Hal itu membuatku sadar, kalau berapapun harta yang kita punya tidak akan bisa membeli nyawa. Tapi untuk memperpanjang dan membeli sedikit waktu, masih bisa. Aku tahu kamu tidak obsesif untuk soal harta, Mario. Kita dibesarkan oleh keluarga angkat. Kita sama-sama anak yang terbuang. Kamu juga mulai dari nol. Kamu tahu cara menghargai proses. Jangan kecewakan saja. Kamu suda

  • Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku   78. Rasa Iri Luar Biasa

    Setelah Daniel bilang "iya" pada ajakan menginap di tempatnya, wanita bergaun putih itu tak henti-hentinya tersenyum. Daniel bisa merasakan energi Meyrika yang makin bertambah. Apalagi ketika menggandeng dan memperkenalkannya pada teman-temannya di pesta. "Mey, soal menginap, apa kau yakin?" Daniel berbisik saat tubuh mereka merapat saat menikmati musik. Mey menatapnya dengan bingung. "Ya, aku yakin. Kenapa? Tenanglah, aku tinggal sendiri. Aku sudah 35, Daniel. Orang tuaku tak akan ikut campur. Mereka di luar negeri." Daniel tampak makin bingung. Sejujurnya ia panik sekarang. Ketika bilang iya tadi, ia hanya spontan saja. Mengiyakan ajakan menginap tentu sudah jelas arah dan tujuannya kemana. Mereka sudah sama-sama dewasa. Toh dulu kurang liar apa kehidupan percintaan Daniel dengan Risa yang sudah bersuami. "Mey, sejak kecelakaan dan kondisiku begini, aku tak pernah lagi..." "Sttt!" Mey meletakkan telunjuknya di bibir Daniel lalu ia tersenyum. Daniel membeku. Ia tahu Mey seriu

DMCA.com Protection Status