Puspa masih tetap duduk, dirinya terus menyimak semua perkataan Denny yang penuh rayuan. Lagi-lagi, Puspa percaya pada mulut manisnya, dengan tersenyum dirinya bangkit dan memeluk Denny dengan mesra. Segala tingkah laku Puspa terekam dalam live, dan membuat Ardi geram melihatnya. Dengan gemasnya, dirinya terus menelepon istrinya, yang kelakuannya sungguh keterlaluan, hingga akhirnya."Halo, ada apa, Mas?""PULANG!!! PERGI SEKARANG JUGA DARI TEMPATMU BERSELINGKUH!!" Perintah Ardi penuh emosi. Puspa terdiam, mengapa suaminya tahu keberadaannya. Apakah? Ada seseorang yang menguntitnya?"Mengapa kau bingung? Ada apa?" tanya Denny pada Puspa yang bingung beneran."Aku kebelet, mana kamar kecil? Apa ada di sini?"Denny menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Di sebelah kiri ruangan ini, ada pintu warna coklat." jawabnya tak menaruh curiga."Oke," Puspa segera melangkah pelan, meraba pintu dan membuka pintu tersebut sambil memberikan senyum termanis pada Denny. Pelan kakinya melangkah sambil me
Laras masih terus menatap wajah tipe Asia di depannya, mirip oppa Korea dengan kacamata bertengger di hidungnya yang bangir. Cakep dan cool seumuran dengan Laras.Di pergelangan tangan Laras masih ada seuntai gelang yang terbuat dari untaian tali yang saling terlilit terjalin indah."Gelangmu, bagus Laras." cakap Ridho sambil menatap tangan Laras."Kau mau? Ibuku yang berikan." Saat itu juga, Laras hendak membuka gelang tersebut dari tangannya."TUNGGU! jangan dilepas gelang itu, sayang." Tangan Kartika seketika langsung mencegah tangan Laras."Kalau Ridho suka, nanti Tante belikan, banyak yang jual dekat rumah," sambung Kartika sambil tersenyum, tak lama keluar ibunda dari lelaki gagah itu, membawa sebaki penuh minuman dan cemilan."Wah, apa mereka sudah mulai akrab, Jeng?" tanya wanita cantik itu pada Kartika yang di panggilnya dengan "Jeng" sapaan sopan dalam budaya Jawa.Sambil tersenyum, Kartika menjawab, " Ya, begitulah, Mbak, harus didampingi," selorohnya sambil melepaskan tang
Laras segera membuka pintu, dan di sana berdiri Ardi dengan mata merah, tercium bau alkohol."Mas Ardi mabok?"Ardi menggeleng, dan langsung masuk duduk di sebuah kursi.Lalu memandang Laras penuh ekspresi."Apa perasaanmu untukku?" tanya Ardi."A-ku , aku cuma sayang dan peduli padamu, tapi sepertinya mama ...." Laras tak melanjutkan kata-katanya. Ardi mengembuskan nafasnya pelan."Mungkin ini yang terakhir, aku bicara padamu.""Maksud Mas Ardi?""Lebih baik, ikuti saja nasehat Mama, yang namanya orang tua pasti mau anaknya bahagia.""Aku tidak tahu maksudnya?""Yang kita lakukan salah, Laras. Kau adik iparku. Tak seharusnya aku ...""Tapi kau bilang aku adalah selingkuhanmu."Ardi tersenyum miring, "Kau betul masih polos atau bodoh sih?""Dua-duanya, " jawab Laras, asal saja. Dirinya terus menatap lelaki di depannya. Entah dari mana pesona itu hadir, padahal Ardi jauh dari kata ganteng. Dirinya justru terlihat seram karena tato dan tampangnya yang sangar.Ardi menekan dahi Laras pela
Namun, bukan Baskoro kalau belum berduel dengan Ardi, tentu saja , dengan tangan kosong. Keduanya sudah nampak bergerak cepat, Ardi dengan lincah sudah memutar tubuhnya menarik lengan Baskoro, hingga terjatuh miring dan Ardi mengunci pitingan dengan tangan kekarnya. Bak seorang pegulat, Baskoro pun berusaha melepaskan pitingan dari arah belakang lengan Ardi pada lehernya.Dua lelaki yang sama-sama berbadan kekar dan besar saling bergulat, tidak sampai di situ saja, Baskoro, berputar berbalik hingga kini wajah mereka saling berhadapan, saat itu juga, pitingan Ardi terlepas. Baskoro segera berguling cepat ke arah berlawanan. Tubuh tua itu masih lincah rupanya.Ardi koprol ke depan, serta merta menarik kaki Baskoro yang saat itu hendak berdiri, saat salah satu kakinya tertarik keseimbangannya oleng juga, tahu dirinya akan terjatuh kaki yang satunya berputar cepat dan tubuh Ardi ikut pula berputar mengikuti gerakan Baskoro.Hingga akhirnya lelaki tua itu berhasil berdiri dengan sempurna t
Resah dan gelisah Kartika, saat dirinya masuk ke dalam sebuah rumah yang sedikit temaram penerangannya itu, walaupun ini masih siang hari, tapi rasa parno ada pada hati Kartika."Ci, apa benar ini tempatnya, lu jangan bikin aku takut nih!""Benar, ah. Kemarin aku juga antar anaknya Shela ke sini juga. Tuh, sekarang anaknya udah nikah sama konglomerat, bule lagi." jawab Ci Amoy pelan."Permisi!" ucap Ci Amoy lantang. "Oh, ada olang tidak? Aku bawa pasien!" Lantangnya lagi.Kartika segera mencolek lengan Ci Amoy, saat dirinya dibilang 'pasien'."Kenapa juga pasien? Dikira gue yang sakit Ci," sungut Kartika manyun."Shh, sudahlah manut aja, lu."Tak lama dari dalam muncul lelaki berperawakan kurus, memakai baju serba warna putih. Mirip seragam kung Fu."Ada apa, datang ke mali?" tanyanya cadel."Ini, temanku minta, anaknya cepat dapat jodoh, yang baek dan kaya, kalau bisa yang ganteng juga, Oh."Lelaki tak berambut, mata sipit, dan kulit putih berurat itu, menatap Kartika dalam-dalam. Se
Bab 26Ardi terus berlari menyelamatkan diri dari beberapa orang yang memburunya. Beruntung tubuhnya yang besar, bisa langsung menyelamatkan dari tiga orang yang berpakaian tertutup. Ardi menilai mereka bukanlah orang sembarangan, juga senjata yang mereka pakai. Ardi terdiam di balik tong besar, bersembunyi menunggu para pemburu itu mendekat.Ini tak bisa dibiarkan! Setidaknya lumpuhkan mereka dulu. Pikir Ardi.Tak lama dari sebelah kiri dirinya bersembunyi terlihat bayangan tubuh seseorang yang berjalan pelan penuh waspada, moncong senapan panjang itu sudah terlihat muncul dari sisi kiri tubuhnya. Ardi pelan menahan napas, persekian detik, tangannya langsung menarik kuat ujung senapan itu, hingga tubuh pemegangnya langsung terjatuh dan ditindih tubuh Ardi, dengan totokan jarinya di tengkuk leher, membuat lawan langsung pingsan. Semua terjadi tanpa suara ribut, Ardi mengeluarkan semua peluaru yang ada di senapan tersebut, membuang di sebelah tubuh lawan. Matanya terus bergerak meli
Sampai juga Ardi di ibu kota, dengan menelpon Tommy, untuk segera mejemputnya, dirinya kaget saat melihat sahabatnya itu diserang beberapa orang, Tommy sampai terlupa karena dirinya tahu pasti ada alat pelacak di jam tangan Baskoro. Kini mereka tahu dalang dari semua ini ada di dalam lingkungan Baskoro. Tapi mereka belum tahu siapa pelakunya. Musuh dalam selimut ini bukan urusan mereka, saat ini adalah meminta uang upah mereka. Tommy jadi teringat dengan uang di simpan dalam brankas besi milik Ardi.Mereka tak bisa melacak uang tersebut. Tommy langsung meluncurkan mobilnya ke rumah Mama tirinya Ardi.Sesampainya, di sana, bergegas Ardi mengambil tas tersebut, tanpa membukanya.Tommy segera tancap gas, pergi sejauh mungkin dari tempat tersebut."Kita ke Anyer!"seru Ardi cepat.Mobil meliuk menuju kawasan Anyer.Setelah sampai di sana, saat sore menjelang. Tommy tak langsung membuka tas tersebut, pasti ada sesuatu pada tas tersebut ataupun yang lain. Tommy memasangkan alat pelacak rakit
'Sialan' batin Laras. kelakuan Puspa kakaknya ini betul-betul keterlaluan Dirinya pasti sengaja mempermalukan dirinya di depan umum.Lukman memperhatikan Laras, dirinya paham benar apa yang sudah terjadi antara Ardi dan Laras.Laras mundur sesaat menghindari kerumunan tersebut padahal hatinya ingin sekali membantu Ardi. Ada perasaan sedih dalam wajah Laras.Lukman langsung mendekati kerumunan tersebut "Tolong biarkan Pak Ardi siuman dulu, jangan dirubung kaya gini! " Lukman pun mendorong orang-orang yang terlalu dekat melihat Ardi.Puspa duduk di dekat Ardi membelai pipi suaminya yang terasa dingin."Sayang, bangunlah. Kau terlalu cape, bekerja. sayang ...." Suara Puspa mendayu."Biarlah, Mbak. pakai minyak angin ini, Mbak." Lukman pun menyondorkan minyak angin pada Puspa.Laras menatap hal tersebut dari jauh. Mengharap Ardi cepat siuman.Puspa melihat Laras masih berdiri jauh dari mereka."Hai!!! mengapa kau masih juga di situ! sana pergi yang jauh." bentak Puspa pada Laras."Aku ka
Kali ini, cecunguk dari preman pasar itu membuat rencana yang sungguh buruk."Kita harus balas perbuatan ini, Sialan! aku dihinanya tanpa ampun!!""Benar , bos. mengapa kita nggak balas saja. lama-lama bikin enek tuh orang!"Bardi memukul meja di depannya. "Bawa perlengkapan, malam ini kita harus dapat apa yang kita mau! sepertinya banyak harta yang dia sembunyikan!""Siap bos!"Di malam itu, beberapa orang suruhan. Bardi termasuk dirinya masuk menyelinap ke dalam rumah Baskoro. Rumah yang tanpa penjaga itu, begitu gampang disantroni oleh kelompok Bardi yang kali ini membawa anak buahnya yang cukup banyak."Kau jaga bagian Utara, aku mau masuk dan mencari seseorang," bisik Bardi pelan pada anak buahnya. Mereka mengangguk pelan.Bardi mendekati kamar yang paling luas, di sana ada Kartika yang sedang tertidur pulas, tak menyadari kalau rumah besarnya sudah dalam kepungan kawanan perampok. Pelan Bardi masuk dan dengan insting malingnya sudah bisa menggasak beberapa uang dalam lemari.Sa
Deni menatap seorang wanita yang sedang berjalan menuju sebuah tempat, dia kenal betul dengan wanita itu, walaupun kini hanya berpakaian seadanya, tanpa ada riasan mikap yang tebal, pelan, Deni mengikuti wanita itu.Terus hingga pada ujung sebuah gang, wanita itu masuk ke dalamnya, rumah yang sangat sederhana, bahkan jauh dari kata sederhana tersebut.Saat wanita itu hendak membuka pintu reotnya, Deni memanggilnya."Mah .... mamah?!"Lastri mendengar suara itu, dan langsung berbalik badan, dilihatnya Deni dengan mata terbelalak. Penampilan Deni yang hampir saja ibunya tak mengenalinya."Siapa kamu?!' Lastri waspada."Mah, aku Deni mah." "Deni?! kau ..." Lastri terbengong melihat penampilan anaknya sekarang.Deni segera mendekati ibunya, dan memeluknya erat.Lastri sungguh shock menghadapi hal ini, mengapa disaat seperti ini dipertemukan lagi dengan anaknya, karena ulah Deni lah yang membuat dirinya dan suami harus kocar-kacir. "Kau ... bagaimana aku harus bersikap, aku membencimu ju
Deni mengikuti mobil yang membawa Puspa. Dirinya pun kaget dengan perubahan pada diri Puspa kekasihnya. Wajah dan tubuhnya sudah tak secantik dan seseksi dulu. Tapi Pri masih penasaran siapa yang membawa Puspa tersebut. Selama mengenal Puspa, hanya mendengar cerita dari Puspa saja tentang Mamanya yang dulu selalu meminta uang, sama sekali tak pernah bertemu dan mengenal mama dari kekasihnya ini.Pri mengendarai sebuah sepeda motor butut, dirinya berkali-kali kewalahan dalam mengejar laju mobil yang membawa Puspa. Sudah tiga kali Deni alias Pri harus berhenti untuk mengisi bensin, begitu juga motor yang selalu ngadat. Tapi lelaki itu tak menyerah, terus saja menguntit mobil tersebut. Bukan Deni bila hal lacak melacak saja tak bisa, walaupun kini dengan fasilitas seadanya, dia masih bisa mengejar mobil tersebut, walau terseok-seok. Roman-roman rute yang dilaluinya membuat dahinya berkerenyit? apakah ini menuju villa milik bos Baskoro? dugaan Pri tak salah lagi.Motor Pri mulai dat det d
Laras dan Ardi menceritakan keinginannya pada Heri, ajudan pribadi Baskoro yang sangat terpercaya. Dengan dibantiu Hamdan, mereka mempersiapkan semua keperluan pernikahan dari pendaftaran ke KUA, dan segala urusan.Baskoro dan Kartika mengurus rumah ngaji dengan sungguh-sungguh. Kini ijin dari sarana pendidikan ini pun sudah turun, dari RT dan kecamatan setempat, bahkan banyak warga yang tak mampu, menitipkan anaknya untuk menimba ilmu keagamaan di rumah ngaji. Baskoro pun merekrut beberapa guru agama dan beberapa guru dengan ilmu bidang pengetahuan yang lainnya.Kartika semakin memperhatikan keadaan Baskoro, rahasia kesehatan lelaki gaek itu kini menjadi tanggung jawabnya.Sejak kecelakaan yang mengakibatkan dirinya sakit berbulan-bulan, Baskoro di prediksikan oleh dokternya hanya punya kesempatan hidup beberapa bulan saja, klep jantung yang terpasang mulai bermasalah, napasnya gampang sesak, tubuhnya semakin melemah. Namun, keajaiban Tuhan memberikan pada Baskoro hingga dirinya masi
Kinasih mampu merekrut banyak pelanggannya lewat pijet plus-plusnya yang tak disengajanya. Dia kini bisa menghimpun banyak komunitas , banyak kenalan di tempat yang baru, identitasnya yang baru tak dikenal banyak orang. Dirinya kini dikenal dengan nama Lastri, janda tanpa anak yang masih menyiratkan kecantikannya walau dalam usia yang tak muda lagi."Saya ingin tahu, bang, memang villa itu milik siapa? tanya Lastri pura-pura tak tahu menahu tentang kepemilikan dari vila milk Baskoro tersebut."Itu dulu punya orang besar, yang katanya sekarang sudah insaf dan menjadikan villa itu jadi tempat ngaji.""Orang besar? pejabat kang? atau apa?""Kau banyak tanya sih!! yang aku tahu dulu dia punya banyak centeng yang bisa membungkam seluruh warga dengan uangnya paham!""Bungkam? untuk apa?" "Ya, untuk tidak membocorkan adanya vila tersebut. ah sudahlah , ayo pijat punggungku ini, jangan lupa pijat punya ku juga ya." jawil lelaki yang sudah bertelanjang dada itu pada dagu Lastri dengan manja.
Tangan Baskoro pelan mengusap rambut anaknya, Andai waktu bisa diputar pasti Baskoro akan mengambil Laras dari Kartika. Tapi semua sudah menjadi takdir yang kuasa. Juga Laras yang mencintai Ardi, dirinya sudah tak asing dengan lelaki macho itu, bahkan sudah pernah duel, jadi tahu kemampuan mading-masing. Kini Baskoro ingin menata hidupnya sebaik mungkin. Menjalin hubungan antara manusia sebaik mungkin, juga seimbang hubungan dengan sang maha pencipta."Ayah, apa sudah ayah pikirkan menikah dengan mama?"Baskoro mengangguk, "Aku butuh seseorang yang akan menjadi sahabat dan tumpuan anak perempuanku.""Jadi karena aku, bukan karena cinta?"Baskoro, mengangguk lagi," Aku sudah tua, tak butuh cinta di atas ranjang. begitu juga mama kamu, tak memikirkan hal berbau birahi."Laras memandang Ayahnya dengan tatapan syahdu."Mengapa kau tanyakan itu?'"Aku baru pertama mengenal ayah, yang aku tahu ayah adalah ....'"Preman? atau orang yang kejam? aku menyadari segalanya, saat nyawaku tinggal se
Laras langsung memeluk ibunya, derai air mata kesedihan juga kebahagian menjadi satu. Laras menceritakan semua tentang Puspa pada mamanya. Mamanya kaget, tak bisa dipungkiri dirinya tetaplah ibu kandung Puspa. Tak bisa dibendung lagi air matanya pun luruh."Antarkan Mama ke Puspa. Nak Ardi bisa kan?""Tapi Bu, aku-""Mungkin saat ini tak ada yang boleh menengok Bu," sela Hamdan."Memang kenapa?! aku ibunya! aku ingin melihat Puspa."Laras memegang erat tangan Mamanya. Laras tahu, dulu Mamanya paling sayang sekali dengan Puspa. hingga dirinya merasa tersisih dari Puspa .Laras berpindah memandang sang Ayah. lalu mendekat dan menyalaminya, ada rasa canggung pada dirinya karena tak pernah saling berkirim kabar ataupun bersama dalam keadaan seperti ini.Baskoro sebenarnya sangat merindukan anaknya ini, tanpa segan lagi Baskoro berkata, "bolehkah kau memelukmu, Nak?"Laras tersenyum dan langsung menghambur ke dalam pelukan ayah kandungnya tersebut."Ayahmu berubah hanya untuk kamu Laras. d
Kinasih menarik kopernya dan berjalan di belakang Kartika."Kau aku beri kesempatan hanya satu hari, besok kau pergilah dari vila ini." tutur Kartika dengan pelan. Tak bisa dibayangkan bagaimana tadi wajah Baskoro yang penuh amarah karena Kartika mengijinkan wanita ini untuk menginap satu hari saja.Bagaimana kabar Laras?Kali ini Laras terlihat sedang duduk di depan komputer."Lihat kau bisa tekan ini, dan lihat rute yang muncul. bila titik merah ini berjalan artinya kami sedang mendekati target, pantau terus, bisa?""Bisa," jawab Laras sambil mengangguk."Kau akan ditemani Angel di sini."Tommy dan yang lainnya mulai bersiap penggrebekan atas seseorang gembong narkotika.Sementara itu, seorang wanita terbaring dalam keadaan berdarah, siapa lagi kalau bukan Puspa. Dia menjadi korban dari perkelahian antar geng dalam sel wanita.Apakah Puspa sudah meninggal? tangannya terlihat terikat rantai borgol yang tersematkan pada sandaran ranjang tersebut.Puspa amatlah licik. entah disengaja a
Dalam perjalanan menuju kampungnya, Kinasih masih dalam kepiluan. Rasa malunya ini tak tahu bagaimana cara mengatasinya.Tiba-tiba, dirinya langsung minta berhenti pada sang sopir."Aku minta berhenti di sini saja. aku akan ke tempat kenalanku." "Apa benar di sini? ""Iya benar. menepikan. aku akan berjalan saja. nanti juga sampai di villanya."Mobil tersebutpun berhenti di pinggir jalan. Kinasih turun dan sambil menenteng koper dan tasnya, dirinya dengan percaya diri berjalan beberapa meter lagi akan sampai pada sebuah villa milik Baskoro! ada hubungan apa? istri sahabatnya malah mendatangi Baskoro!Kartika masih berada di boncengan motor Baskoro, dirinya diajaknya keliling kampung, padahal setahu Kartika jalanan sekitar villa tampak lengang dan sepi tak terlihat banyak rumah penduduk, tapi ternyata setelah hutan ada sebuah kampung bahkan kini Kartika sudah berhenti di sebuah pasar."Turunlah, kau mau beli apa?""Maksudmu?"Baskoro mengeluarkan beberapa lembar uangnya dan diberikan