"Lukman, biarkan karyawan istirahat dulu, aku juga mau makan, aku ajak adikku."
Lukman hanya mengacungkan jempolnya tanda mengerti.Laras terus mengikuti Ardi yang juga adalah kakak iparnya. Kali ini, mereka makan siang di sebuah warung kecil, namun bersih dan makanannya tergolong enak. Walaupun Ardi adalah seorang koki namun, dirinya pun sering menikmati semua makanan buatan orang lain.semua berlalu biasa-biasa saja.***"Nggak bisa Mah, bulan ini aku banyak pengeluaran, kayaknya nggak bisa bantu deh, Mama jual apa dulu,kek."Akhirnya, pembicaraan lewat telepon itupun berakhir.Wanita bertubuh langsing, wajah oval, berambut panjang, nampak mengembuskan napasnya pelan."Siapa? Mama kamu lagi? Minta uang lagi?""Iya, Den, entahlah, mengapa juga aku selalu menjadi tumpuan keluargaku, padahal ada Laras yang juga sudah kerja."ungkapnya."Sudahlah, nanti aku bantu. Mintalah dulu pada keuangan, tapi ...."Wanita itu tersenyum sumringah, lelaki berkacamata, ini betul-betul royal pada wanita bernama Puspa ini."Benar kah?""Asal ...""Asal apa?""Biasa temani aku makan malam, Deal?"Puspa tersenyum dan mengangguk pelan. Gila., nih orang. udah tahu aku sudah nikah, tali masih juga peduli banget denganku, pikir Puspa dan kembali ke tempat duduknya. Rok spannya agak tersingkap sedikit, agaknya, tangan lelaki itu sudah lama terparkir di lahan yang mulus milik Puspa.***"Mas Ardi aku pulang terlambat ya, maaf meetingnya belum selesai." Begitu Puspa membuat voice mail untuk suaminya.Sore terlihat syahdu, warna semburat orange di ufuk langit membuat dua insan tersebut terbuai dalam suasana. Denny, bos dari Puspa. walaupun, 10 tahun usianya di atas Puspa, namun tak terlihat berusia 40 tahun lebih."Kita ke Anyer, yuk. kayane enak tuh, di situ tuh ...." Denny mengedipkan sebelah matanya.Puspa tersenyum, "Ayok, tapi malam ini nggak bisa nginep, kita langsung pulang ya?""Oke, sayang."Denny yang bertampang baby face langsung mengecup pipi Puspa. Keduanya pun berlenggang pergi dari kantor.Suara mobil Denny menderu pelan membelah jalanan yang tak begitu macet.Entah salah siapa? keduanya sudah dalam posisi berumah tangga, Denny, status pimpinan direktur, beristri cantik, kurang apa lagi. Punya dua putri yang sudah beranjak dewasa. Secara materi sudah lebih dari cukup. Namun kebutuhan biologisnya masih kurang terpuaskan. Hingga, Puspa yang notebene karyawan yang loyalitasnya tinggi. Setiap pertemuan membuat mereka semakin akrab. Puspa haus akan kemewahan, impiannya belum terwujud, sementara suaminya sepertinya bertambah dingin saja padanya. Apalagi tuntutan dari keluarga suami yang selalu menanyakan anak. Ah, Puspa jadi tak berselera bila berhubungan dengan suaminya. Bukan kenikmatan yang didapatnya, malah tuntutan yang tak bisa dia penuhi.Lagi-lagi, Tangan Denny selalu membuatnya dirinya nyaman, entahlah, walaupun mereka tak pernah berbuat lebih.Hanya usapan-usapan nakal saja. Terkadang pun, Puspa yang ingin merasakan tangan kekar itu memanjakannya.Seperti kali ini, tangan Denny tak pernah lepas dari paha mulus milik Puspa. Terkadang jari jemari Denny, menyentuh gundukan yang masih berbalut kain. Hanya mengelusnya saja. Setelahnya mereka saling pandang lalu tersenyum.Ah, cinta macam apa ini.***"Aaahhg!" jerit Laras keras dari kamar mandi."Kenapa Ras?" tanya Mama kaget."Anu, Mah ... ada kecoa! Aaaa!" Laras menjerit lagi."Mama! tolong Ma! kecoanya ada dua! ""Ardi, tuh ada Kecoa, hiiii ...' Mama sudah lari menyelamatkan diri masuk kamar dan menutupnya rapat-rapat."Ahhh ..." Ardi kaget luar biasa, pasalnya Laras, lari ketakutan dan menabrak dirinya.Dalam keadaan bugil!Sementara itu, jauh di sebuah tempat, nampak, seseorang lelaki perlente duduk di belakang meja kerjanya. Dua orang bodyguardnya ada di samping pintu masuk."Bos, kira-kira apa masih bisa 'on'?" tanya seseorang yang berada di depan lelaki perlente itu."Hem, kau tahu, sebenarnya hanya ada satu yang bisa melakukan ini semua. Dia jagonya. Tapi sayang, dirinya sudah berjanji padaku tak akan kembali lagi.""Siapa dia, bos. Apa perlu aku cari?""Tidak, aku pun sudah berjanji padanya, tidak akan mencarinya. Apa lagi aku –aku sudah pernah menorehkan luka di hatinya."Kedua lelaki yang usianya sangat berbeda itu terdiam , tenggelam dalam pikirannya masing-masing."Aku akan coba mencarinya, bos."Bos besar itu menggelengkan kepalanya."Dia bukan orang yang gampang kau bujuk.""Benarkah, aku penasaran Bos.""Ha ha ha , simpan rasa penasaranmu. Dia bukan tandinganmu." Bos besar masih tetap tertawa. Tawanya terdengar meremehkan lelaki di depannya."Sudahlah, tak perlu di cari. Kini, aku mau lihat kiprahmu, Sudah aku beri fasilitas banyak untukmu, Termasuk satu perusahaan, apa sudah menghasilkan ?"Pertanyaan itu justru membuat lelaki itu nyengir, "Beri saya waktu, untuk laporan Bos."Lagi-lagi ada gelak tawa dari bibir gelap milik bos besar."Pergilah! kau membuatku mual saja. Aku tunggu janji laporanmu."Tak lama, lelaki berjas itupun keluar dari ruangan tersebut. Sepeninggalnya."Awasi terus anak konglomerat itu. Cuma lagaknya saja yang belagu. Aku curiga, nanti malah usaha kita terciduk.""Baik, Bos." ucap kedua bodyguard bebarengan.Bos besar tersenyum, dan kembali menghisap kuat-kuat cerutunya.***Dalam, kamarnya, ibu Kartika, masih asik menghitung uang hasil pinjaman dari salah satu temannya."Hem, bisa untuk satu babak. Aku tuh gemes, Sama ci Amay. Awas lu ci. ntar uang lu yang pindah ke tangan gue." katanya bermonolog pada diri sendiri.Tak menyadari, sudah terjadi kekonyolan antara anaknya dan menantunya.Tak lama, ibu Kartika menelepon seseorang, lalu asik berbincang lama terkadang tertawa bahagia."Bagaimana, ci? jadi kan?""Jadi lah. Eh, ajak orang lain lain, satu orang Lima ratus,""Ah, yang bener? oke aku nanti ajak temenku."Tak lama, sambungan telepon itupun berhenti.Kembali ibu Kartika, menghubungi seseorang lagi."Besok ya. jangan lupa." katanya lantang di ponselnya.Wah beres deh, Hem ... apa lagi ya?Kejadian sore itu, masih terngiang diingatan Ardi. Bagaimana tidak? tubuh Laras, jatuh tepat di atas tubuhnya. Yang membuatnya tak bisa lupa, Laras dalam keadaan bugil!Mata liar Ardi menangkap dua gundukan daging yang putih mulus dan montok, menempel tepat di dadanya. Bukannya, cepat bangun, Laras justru memeluk Ardi, saking takutnya pada kecoa yang ada di kamar mandi. Rambut panjang Laras masih masih, dan berbusa. Menyebabkan, lantai pun ikut basah dan akhirnya menjadi licin.Imbasnya, pas Laras mau berdiri bukannya berdiri dengan tegak, malah kepleset dan lagi-lagi, Ardi harus menangkap tubuh Laras yang hampir limbung."Ah, sialan! kenapa juga aku ingat terus!" gerutu Ardi dan memuku pelanl kepalanya sendiri.Segera disambarnya, jaket kulitnya, "lebih baik aku ke rumah Lukman aja," Ardi segera pergi tanpa berpamitan pada ibu mertua dan adik iparnya.Mendengar suara deru motor besar milik Ardi, Ibu mertuanya langsung keluar, dan memanggilnya."Ardi, coba kau tengok ke kantor Puspa.
Sosok Ardi sedang terlihat diantara pacuan balap motor liar. Suara deru motor, meraung-raung dalam keriuhan malam ini."Bro, nggak biasanya lu, ikutan trek."Ardi tersenyum pada dua teman nongkrongnya. Tanpa menjawab."Lu lagi galau? tentang istri lu?"Ardi menatap keduanya, dan segera menatap arena balap, jalanan tol yang baru saja jadi, tapi belum diresmikan, menjadi lahan trek mereka."SIAP!". Terdengar aba-aba. Ardi memutar gas, bersiap menerjang jalanan malam ini.Helm full face itu, membantunya, menyamarkan ada air mata mengalir malam ini.DOR! bunyi tanda melajunya motor. Ardi langsung melesat meliuk-liuk dalam mengendalikan lajunya. Ada sekitar lima puluh lebih para trackers beradu malam ini.Ardi tak peduli lagi dengan sakit hatinya, melihat istri yang selama ini dinikahinya berbuat api di belakanganya. kesalahan fatal saat menerima dirinya menjadi seorang pendamping hidupnya. Dirinya berpikir Puspa akan bisa merubah gaya hidupnya, wanita cantik yang memang di taksirnya sejak
Grombyang!!!! kali ini beberapa peralatan dapur berhamburan dari tempatnya. Dua karyawan segera keluar dari ruangan tersebut. Tinggal Laras, berdiri terpaku melihat Kakak Iparnya, dalam keadaan marah yang amat sangat.bukannya menjauh, Laras justru mendekat pada Ardi."Mas ... Mas Ardi lagi marah?"Diam. Hanya suaranya yang memburu."Kalau marah jangan dibawa ke tempat kerja, Mas. kasihan yang lain pada takut kalau Mas Ardi marah." sambung Laras polos. Maksud hati ingin menenangkan emosi kakak iparnya.Saat, Ardi berbalik, Laras kaget, wajah sembab dari Ardi."Mas, habis nangis ya?"Ardi mengusap wajahnya kasar. Ardi tahu, adik istrinya ini begitu lugu. Rasanya tak mungkin melampiaskannya dalam marah di hadapannya.tiba-tiba, Ardi langsung menarik tangan Laras, berjalan ke depan, semua mata karyawan memandang mereka hingga deru motor besar pun meraung.Laras, memeluk pinggang Ardi kencang-kencang, karena lelaki yang sedang rapuh itu, melajukan motornya sangat kencang.Hingga, mata Lara
Diipandangnya wajah Laras sesaat. Ruangan ganti cafe yang memang sepi, karena jam pulang sudah berakhir dari tadi.Tangan Ardi bergerak pelan menuju dua gundukan kenyal yang masih terbalut kemeja rapi. Ardi meremas keduanya dengan kedua tangan tangannya, pelan. Laras kaget dan hendak menyingkirkan tangan itu. Tapi apa daya, tangan Ardi begitu kokoh menyerang dua aset miliknya. Gerakan meremas, memutar dari bawah gundukan itu membuat Laras yang baru pertama kali merasakan hal itu, merasa nyaman dan enak. Mata Laras terpejam merasakan pijatan tangan Ardi, satu kepalan pas dalam genggaman tangan itu."Ishh ..." Laras mendesis nikmati hal tersebut, antara sakit dan enak. Ardi tak berusaha membuka kemeja milik Laras. Dia hanya meremas-remas gundukan itu, menemukan dua ujungnya yang sudah berdiri. Jari Ardi semakin lihay, memainkannya, penutup bra-nya, sedikit terangkat ke atas. Masih berbalut kain kemeja, Ardi terus menikmati benda kenyal dalam tangannya tersebut. Seakan sudah lama Ardi tak
"Mas Ardi ..." Laras kaget, dan mengelus dadanya sendiri."Iya? di usir Mak Lampir?"Laras diam, dirinya paham maksud kakak iparnya ini. Laras mengangguk pelan."Dimana?" Laras menatap wajah lelaki di depannya, dan menyebutkan sebuah alamat."Ayo ....""Ah ... maksudnya?"Ardi tak pedulikan lagi, masih pakai pakaian seragam kokinya, Ardi mengantarkan Laras menuju alamat yang disebutkan tadi.Sesampainya di sana, sudah ada Mama yang sedang membereskan beberapa baju yang di bawanya, agaknya Mama pun tak membawa baju banyak."Assalamuallaikum ...""Wallaikumsalam.""Ardi?!" kata Mama kaget, menantunya malah mengantar Laras ke tempat tinggal barunya."Puspa berulah lagi, Mah?" tanya Ardi."Ah, paling cuma gertakan saja, Ardi. Mama juga nggak ambil pusing. ini mungkin untuk semetara saja. Mama hanya kasihan sama Laras, tiap hari berantem terus sama kakaknya. makanya dia aku ajak.." jelas Mama masih menutupi kekurangan Puspa depan suaminya.Ardi melihat keadaan rumah tersebut. "Apa tidak t
Perkelahian malam itu menjadi heboh, Ardi tak melepas orang yang mencoba merendahkan, emosi yang tak terkendali kembali melandanya. Kalau saja tidak ada yang melerai mereka, pasti Ardi akan bermasalah dengan polisi."SUDAH!! CUKUP!" Lalu, bunyi senapan terdengar tiga kali.Ardi tanpa pendamping, dirinya hanya beberapa orang saja yang kenal. Sedang orang yang dipukulnya nampak melihatnya dengan api kemarahan."Tunggu! pembalasan gue!!" ancamnya dan pergi meninggalkan tempat tersebut.Ardi pun menyambar helmnya, dan segera naik ke motornya, hendak pergi pula."Tunggu! kau belum ambil uangmu, aku tunggu satu jam di sini, bila kau tak datang uang taruhan hangus!" teriak seseorang pada Ardi.Ardi pun memutar motornya dan mendekati lelaki yang memang sudah memegang uang taruhan."Ini, malam ini kau punya nyali juga!" timpalnya pada Ardi dan menyerahkan uang berjumlah cukup banyak.Tanpa banyak bicara Ardi langsung melesat pergi meninggalkan lokasi. Ada rasa berdenyut dalam hati dan isi kepa
Ardi duduk di sebuah rumah usang, ini adalah rumah milik ibu tirinya. Sudah dua tahun yang lalu ibunya sudah kembali menikah dengan seseorang, dan kini sudah tidak ada di luar kota, mengikuti suaminya. Anak-anak mereka pun ikut. Ardi hanya lah anak sambung, dan sudah berkeluarga, jadi punya urusan sendiri, dan kehidupannya tak menarik di mata ibu tirinya.Di rumah yang masih di tempati adik dari ibunya yang agak sedikit terganggu jiwanya. Tapi, Ardi selalu memberi sedikit uang untuknya.Ardi mengeluarkan, uang dari dalam jaketnya, tumpukan uang itu cukup tebal juga, pikir Ardi. Pelan dirinya menghitung uang hasil trek malam itu. Hem, hampir tujuh juta lebih.Di ambilnya sebuah rokok dan mengisapnya. Pikiran seorang Ardi mulai berkelana.Bila dirinya, tak kembali. bagaimana bisa dapat uang berjuta-juta dalam semalam. Tangan Ardi meraba luka yang kini sudah tertutup sebuah plester."Laras ... " bisiknya sambil geleng-geleng kepala.Niatnya hanya mengertak gadis imut itu. Entah semua tin
Puspa, memandang suaminya, kilat matanya membuatnya semakin marah atas kata-kata Ardi barusan."Aku tahu, aku nggak ada artinya di matamu Mas! apa pantas untuk dipertahankan?""Aku mengharapkan kau bisa berubah, untuk saat ini pun aku berharap kau mau merubah seluruh sifat dan sikapmu.""Kau tahu Mas! aku sudah merasa terhina saat malam pertama. Kau bilang akan menerima aku sepenuhnya , tapi nyatanya?""Bila kau bilang siapa ayah anak itu, akan akan lebih menghormatimu, tapi kau malah menutupi, bahkan di belakangku kau mengugurkan kandungan itu tanpa ijin mama atau pun aku, suamimu. Di sini aku sudah tahu sifatmu, Aku bukan lelaki bodoh, aku tahu, kau sudah hamil di saat malam pertama kita!"Puspa terdiam, benar saja, suaminya sudah tahu hal tersebut. Makanya dirinya amat sangat benci pada dirinya. Ini yang membuatnya semakin terhina, juga sikap dan perilaku Ardi kala itu."Sudahlah, kau mau menceraikan aku kan?"Ardi menggeleng pelan."Aku beri kesempatan padamu, lagi. dan aku selalu
Kali ini, cecunguk dari preman pasar itu membuat rencana yang sungguh buruk."Kita harus balas perbuatan ini, Sialan! aku dihinanya tanpa ampun!!""Benar , bos. mengapa kita nggak balas saja. lama-lama bikin enek tuh orang!"Bardi memukul meja di depannya. "Bawa perlengkapan, malam ini kita harus dapat apa yang kita mau! sepertinya banyak harta yang dia sembunyikan!""Siap bos!"Di malam itu, beberapa orang suruhan. Bardi termasuk dirinya masuk menyelinap ke dalam rumah Baskoro. Rumah yang tanpa penjaga itu, begitu gampang disantroni oleh kelompok Bardi yang kali ini membawa anak buahnya yang cukup banyak."Kau jaga bagian Utara, aku mau masuk dan mencari seseorang," bisik Bardi pelan pada anak buahnya. Mereka mengangguk pelan.Bardi mendekati kamar yang paling luas, di sana ada Kartika yang sedang tertidur pulas, tak menyadari kalau rumah besarnya sudah dalam kepungan kawanan perampok. Pelan Bardi masuk dan dengan insting malingnya sudah bisa menggasak beberapa uang dalam lemari.Sa
Deni menatap seorang wanita yang sedang berjalan menuju sebuah tempat, dia kenal betul dengan wanita itu, walaupun kini hanya berpakaian seadanya, tanpa ada riasan mikap yang tebal, pelan, Deni mengikuti wanita itu.Terus hingga pada ujung sebuah gang, wanita itu masuk ke dalamnya, rumah yang sangat sederhana, bahkan jauh dari kata sederhana tersebut.Saat wanita itu hendak membuka pintu reotnya, Deni memanggilnya."Mah .... mamah?!"Lastri mendengar suara itu, dan langsung berbalik badan, dilihatnya Deni dengan mata terbelalak. Penampilan Deni yang hampir saja ibunya tak mengenalinya."Siapa kamu?!' Lastri waspada."Mah, aku Deni mah." "Deni?! kau ..." Lastri terbengong melihat penampilan anaknya sekarang.Deni segera mendekati ibunya, dan memeluknya erat.Lastri sungguh shock menghadapi hal ini, mengapa disaat seperti ini dipertemukan lagi dengan anaknya, karena ulah Deni lah yang membuat dirinya dan suami harus kocar-kacir. "Kau ... bagaimana aku harus bersikap, aku membencimu ju
Deni mengikuti mobil yang membawa Puspa. Dirinya pun kaget dengan perubahan pada diri Puspa kekasihnya. Wajah dan tubuhnya sudah tak secantik dan seseksi dulu. Tapi Pri masih penasaran siapa yang membawa Puspa tersebut. Selama mengenal Puspa, hanya mendengar cerita dari Puspa saja tentang Mamanya yang dulu selalu meminta uang, sama sekali tak pernah bertemu dan mengenal mama dari kekasihnya ini.Pri mengendarai sebuah sepeda motor butut, dirinya berkali-kali kewalahan dalam mengejar laju mobil yang membawa Puspa. Sudah tiga kali Deni alias Pri harus berhenti untuk mengisi bensin, begitu juga motor yang selalu ngadat. Tapi lelaki itu tak menyerah, terus saja menguntit mobil tersebut. Bukan Deni bila hal lacak melacak saja tak bisa, walaupun kini dengan fasilitas seadanya, dia masih bisa mengejar mobil tersebut, walau terseok-seok. Roman-roman rute yang dilaluinya membuat dahinya berkerenyit? apakah ini menuju villa milik bos Baskoro? dugaan Pri tak salah lagi.Motor Pri mulai dat det d
Laras dan Ardi menceritakan keinginannya pada Heri, ajudan pribadi Baskoro yang sangat terpercaya. Dengan dibantiu Hamdan, mereka mempersiapkan semua keperluan pernikahan dari pendaftaran ke KUA, dan segala urusan.Baskoro dan Kartika mengurus rumah ngaji dengan sungguh-sungguh. Kini ijin dari sarana pendidikan ini pun sudah turun, dari RT dan kecamatan setempat, bahkan banyak warga yang tak mampu, menitipkan anaknya untuk menimba ilmu keagamaan di rumah ngaji. Baskoro pun merekrut beberapa guru agama dan beberapa guru dengan ilmu bidang pengetahuan yang lainnya.Kartika semakin memperhatikan keadaan Baskoro, rahasia kesehatan lelaki gaek itu kini menjadi tanggung jawabnya.Sejak kecelakaan yang mengakibatkan dirinya sakit berbulan-bulan, Baskoro di prediksikan oleh dokternya hanya punya kesempatan hidup beberapa bulan saja, klep jantung yang terpasang mulai bermasalah, napasnya gampang sesak, tubuhnya semakin melemah. Namun, keajaiban Tuhan memberikan pada Baskoro hingga dirinya masi
Kinasih mampu merekrut banyak pelanggannya lewat pijet plus-plusnya yang tak disengajanya. Dia kini bisa menghimpun banyak komunitas , banyak kenalan di tempat yang baru, identitasnya yang baru tak dikenal banyak orang. Dirinya kini dikenal dengan nama Lastri, janda tanpa anak yang masih menyiratkan kecantikannya walau dalam usia yang tak muda lagi."Saya ingin tahu, bang, memang villa itu milik siapa? tanya Lastri pura-pura tak tahu menahu tentang kepemilikan dari vila milk Baskoro tersebut."Itu dulu punya orang besar, yang katanya sekarang sudah insaf dan menjadikan villa itu jadi tempat ngaji.""Orang besar? pejabat kang? atau apa?""Kau banyak tanya sih!! yang aku tahu dulu dia punya banyak centeng yang bisa membungkam seluruh warga dengan uangnya paham!""Bungkam? untuk apa?" "Ya, untuk tidak membocorkan adanya vila tersebut. ah sudahlah , ayo pijat punggungku ini, jangan lupa pijat punya ku juga ya." jawil lelaki yang sudah bertelanjang dada itu pada dagu Lastri dengan manja.
Tangan Baskoro pelan mengusap rambut anaknya, Andai waktu bisa diputar pasti Baskoro akan mengambil Laras dari Kartika. Tapi semua sudah menjadi takdir yang kuasa. Juga Laras yang mencintai Ardi, dirinya sudah tak asing dengan lelaki macho itu, bahkan sudah pernah duel, jadi tahu kemampuan mading-masing. Kini Baskoro ingin menata hidupnya sebaik mungkin. Menjalin hubungan antara manusia sebaik mungkin, juga seimbang hubungan dengan sang maha pencipta."Ayah, apa sudah ayah pikirkan menikah dengan mama?"Baskoro mengangguk, "Aku butuh seseorang yang akan menjadi sahabat dan tumpuan anak perempuanku.""Jadi karena aku, bukan karena cinta?"Baskoro, mengangguk lagi," Aku sudah tua, tak butuh cinta di atas ranjang. begitu juga mama kamu, tak memikirkan hal berbau birahi."Laras memandang Ayahnya dengan tatapan syahdu."Mengapa kau tanyakan itu?'"Aku baru pertama mengenal ayah, yang aku tahu ayah adalah ....'"Preman? atau orang yang kejam? aku menyadari segalanya, saat nyawaku tinggal se
Laras langsung memeluk ibunya, derai air mata kesedihan juga kebahagian menjadi satu. Laras menceritakan semua tentang Puspa pada mamanya. Mamanya kaget, tak bisa dipungkiri dirinya tetaplah ibu kandung Puspa. Tak bisa dibendung lagi air matanya pun luruh."Antarkan Mama ke Puspa. Nak Ardi bisa kan?""Tapi Bu, aku-""Mungkin saat ini tak ada yang boleh menengok Bu," sela Hamdan."Memang kenapa?! aku ibunya! aku ingin melihat Puspa."Laras memegang erat tangan Mamanya. Laras tahu, dulu Mamanya paling sayang sekali dengan Puspa. hingga dirinya merasa tersisih dari Puspa .Laras berpindah memandang sang Ayah. lalu mendekat dan menyalaminya, ada rasa canggung pada dirinya karena tak pernah saling berkirim kabar ataupun bersama dalam keadaan seperti ini.Baskoro sebenarnya sangat merindukan anaknya ini, tanpa segan lagi Baskoro berkata, "bolehkah kau memelukmu, Nak?"Laras tersenyum dan langsung menghambur ke dalam pelukan ayah kandungnya tersebut."Ayahmu berubah hanya untuk kamu Laras. d
Kinasih menarik kopernya dan berjalan di belakang Kartika."Kau aku beri kesempatan hanya satu hari, besok kau pergilah dari vila ini." tutur Kartika dengan pelan. Tak bisa dibayangkan bagaimana tadi wajah Baskoro yang penuh amarah karena Kartika mengijinkan wanita ini untuk menginap satu hari saja.Bagaimana kabar Laras?Kali ini Laras terlihat sedang duduk di depan komputer."Lihat kau bisa tekan ini, dan lihat rute yang muncul. bila titik merah ini berjalan artinya kami sedang mendekati target, pantau terus, bisa?""Bisa," jawab Laras sambil mengangguk."Kau akan ditemani Angel di sini."Tommy dan yang lainnya mulai bersiap penggrebekan atas seseorang gembong narkotika.Sementara itu, seorang wanita terbaring dalam keadaan berdarah, siapa lagi kalau bukan Puspa. Dia menjadi korban dari perkelahian antar geng dalam sel wanita.Apakah Puspa sudah meninggal? tangannya terlihat terikat rantai borgol yang tersematkan pada sandaran ranjang tersebut.Puspa amatlah licik. entah disengaja a
Dalam perjalanan menuju kampungnya, Kinasih masih dalam kepiluan. Rasa malunya ini tak tahu bagaimana cara mengatasinya.Tiba-tiba, dirinya langsung minta berhenti pada sang sopir."Aku minta berhenti di sini saja. aku akan ke tempat kenalanku." "Apa benar di sini? ""Iya benar. menepikan. aku akan berjalan saja. nanti juga sampai di villanya."Mobil tersebutpun berhenti di pinggir jalan. Kinasih turun dan sambil menenteng koper dan tasnya, dirinya dengan percaya diri berjalan beberapa meter lagi akan sampai pada sebuah villa milik Baskoro! ada hubungan apa? istri sahabatnya malah mendatangi Baskoro!Kartika masih berada di boncengan motor Baskoro, dirinya diajaknya keliling kampung, padahal setahu Kartika jalanan sekitar villa tampak lengang dan sepi tak terlihat banyak rumah penduduk, tapi ternyata setelah hutan ada sebuah kampung bahkan kini Kartika sudah berhenti di sebuah pasar."Turunlah, kau mau beli apa?""Maksudmu?"Baskoro mengeluarkan beberapa lembar uangnya dan diberikan