"Kau terlihat seperti pelacur!" Perawan tua itu mendongak demi agar air matanya tak jadi tumpah.
"Owh tentu aku harus terlihat seperti pelacur menggoda di depan suami. Apa yang salah adik ipar? Lagi pula kami sudah menikah loh, apa pantas kamu masuk kesini." Aku berkata manis sekali.
"Aku yang menyuruhnya datang sayang, ku pikir itu tidak masalah. Ada kamu disini." Aku mencibir, apalagi tak ada aku ya. Dua orang ini memang suka ngeles. Untung ya tadi nggak jadi nyoblos, kalo enggak, udah kayak tangkepan maling.
"Kenapa kamu suka sekali menyakiti ku?"
"Aku? Menyakitimu? Menyakiti di mananya? Dimana yang sakit? Coba beri tau aku?" Menelisik seluruh tubuh Renita penasaran, tapi aku tetap tak beranjak dari depan pintu antara pintu kamar
Sepanjang perjalanan pergi dan pulang makan malam bersama keluarga baru ibuku, Jojo sibuk sendiri dengan tablet dan ponselnya. Wajahnya ditekuk, matanya selalu menajam saat menatap apapun. Jelas mood Jojo jadi hancur setelah pengakuan Renita pagi tadi. Apalagi video wik-wik Renita sudah ku re-send padanya sore tadi. Kepo sih, jadi kayak apa air mukanya Jojo waktu melihat miesoto selera Indonesia itu.Jadi setelah Lukas mengiyakan ajakanku atas permintaan Jojo untuk bertemu, kami langsung menuju lokasi syuting dimana Lukas sedang melakukan pengambilan gambar. Sebenarnya aku sempat chat dia sih tadi siang, bukan membahas orientasi seksualnya, tapi bagaimana bisa sempatnya mengabadikan lewat rekaman video. Jawabannya yang luar biasa membuatku menganga adalah hanya iseng dan spontanitas karena baru kali itu Lukas merekam aksi ranjangnya.Lukas itu termasuk pemain film yang diperhitungkan, dia masuk dalam salah satu deretan artis A lis
Pagi keesokan harinya, aku bangun dalam keadaan seperti zombie. Sampai rumah pukul setengah 1, aku masih harus beberes make-up karena tak mau ladang jerawat pindah ke muka. Iya kalau ladang ganja, aku pasti kaya seperti Mas Ang tokoh novel the Right itu. Lah ini bakal bikin kantongku jebol yang ada, serum gold acne di dokterku bandrolnya jutaan. Sementara Jojo, masih berkutat dengan MacBook entah hingga pukul berapa. Yang jelas ketika aku bangun Jojo juga ikutan bangun dan bergantian menggunakan kamar mandi. Pantes kantong matanya udah mirip palung Mindanao. "Ada syuting?" Aku meraih dasi yang dia sodorkan sembari mengangguk lalu menggeleng. Aku lupa hari ini apa saja jadwalku, syuting atau pemotretan. "Kamu makin tinggi apa aku yang makin pendek?" Seperti istri soleha aku memasang dasinya rapi yang ku akhiri dengan tarikan bertenaga kuat dan sedikit menyesakkan, membuat muka Jojo auto memerah dengan rahangnya
Aku duduk sendiri di balkon apartemen dengan berbungkus-bungkus makanan yang ku beli sepulang syuting tadi. Seperti keripik kentang, kripik udang, kripik jagung, sponge Snack, keripik beras kaya MSG, coklat aneka merk, biskuit dijilat dicelupin, sekotak besar eskrim, susu kotak mulai dari rasa degan sampai stroberi, dan masih banyak yang lainnya. Aku tidak pergi bersama teman-teman ku, aku memilih menikmati kesendirian yang terasa menenangkan yang rasanya jarang ku dapatkan. Sunyi, sepi, selaras dengan rasa di dalam hati yang diam-diam ku rasakan. Sunyi adalah sahabat lama yang ku rindukan, sepi merupakan kebahagiaan yang lama tak ku dapatkan. Dan bagiku bebas jadi gendut begini adalah karunia tak terhingga. Sebulan lebih membaiknya hubunganku dan Jojo yang penuh kepura-puraan, rasanya aku tak lagi punya waktu sendiri. Selalu ada dia dalam keseharianku meski hanya beberapa jam. Aku juga lelah mengumpatinya, yang rasanya sekarang jadi keb
Part 29Dan yang ku takutkan terjadi,.........................................Jojo meminta anu.Sementara aku tak pernah siap sama sekali. Dalam otakku menyusun strategi apa yang harus ku lakukan."Jo... Kamu bilang nggak akan maksa."Dia menciumi seluruh wajahku, "Aku nggak maksa." berpindah memagut bibir sampai nafas kami menderu. "Hmpm" ku tarik bibirku menjauh demi agar Jojo berpikir ulang apa yang akan dia lakukan. Namun, posisiku tidak menguntungkan. Selanjutnya dia mengendus dengan nafas yang panas di sekitar rahang dan leherku. Mengecupnya penuh hasrat dan kuat. Salahku membangunkan singa tidur den
"Mbak Cindy jadi sekretaris Jojo udah berapa tahun?""Tiga tahun, mbak Cuwa." Katanya menunduk, entah takut beneran padaku atau hanya akting lemah tak berdaya di depan Jojo yang sekarang berdiri di dekat jendela besar ruangan ini. Sementara mbak Cindy ku paksa menuruti perintahku untuk duduk manis di sofa tepat di sebelahku. Aku memasang bahasa tubuh yang santai bersahabat.Rok pendek membuat wanita berkulit terang ini mempertontonkan kemulusan jalan tol di pahanya, pantes Jojo sampai nggak kedip tadi, belum lagi cepitan maut di dadanya, iyuuh semut yang terperangkap disana pasti langsung engap, mati kehabisan oksigen. "Wah selama itu, terkumpul berapa duit dari dikelonin Jojo, emh maksudku Jonathan?""Enggak pernah mbak?" Dua tangannya bergerak-gerak cepat, menampik tuduhan yang bernada manis dariku. Senyumku yang tersungging justru membuat p
Hari demi hari berlalu begitu saja. Sudah tiga Minggu Jojo hobi mandi air dingin di malam hari, membuat dia akhirnya tumbang. Jojo yang ternyata menuliskan namaku dalam sertifikat kepemilikan rumah di pondok indah itu divonis typus oleh dokter. Entah apa hubungannya dengan kebiasaannya itu dengan bakteri typus. Ah aku tak peduli, yang jelas aku mau dia sehat kembali sehingga aku bisa tidur di kasur nyamanku di rumah sana. Iya sih, dalam dua minggu terakhir ini pekerjaanku tiba-tiba lengang. Ketika ku tanya Phia, dia justru menghindar. Pesan yang dia kirim baru saja setelahtak tahan menerima bom pesanku mungkin, membuatku ingin mencakar manja wajah Jojo.Bagaiman bisa, diam-diam dia membatalkan reality show, wawancara tv, co host, pembaca nominasi, pembicara beberapa seminar perfilman, yang semuanya sumber duit ku. Menyisakan satu pemotretan iklan ponsel untuk bulan depan, serta satu film klasik di awal tahun depan. Sementara kontrak dengan iklan sabu
"Sayang, bangun. Papa mama datang.Tangan besar Jojo menggoyang bahuku hingga mau tak mau aku membuka mata. Padahal aku baru tidur subuh tadi, gara-gara saat membuang sampah di depan pintu, dokter muka hancur melambai padaku. Belum lagi Jojo bercerita tentang mimpinya yang dihantui Akio yang katanya terasa nyata. Jadi yang ku lakukan hanyalah memeluk Jojo erat-erat sembari mengalihkan pikiranku dengan maraton drakor."Sayang, kamu dengar?"Duh, masih pagi banget mereka sudah nongol, Jojo nggak bisa ya ngode dulu. sial! Muka bantal ku kan jadi dilihat banyak orang.Ketika dengan terpaksa membuka mata, Papa menatap tersenyum padaku. Mama kasih seperti biasa, melotot seperti Mak lampir. Renita, gatel kayak buluh bambu terlihat pengen mencabik diriku. Jelas, pose tidur manja yang memeluk Jojo bagai guling ternyaman seperti ini akan membuat siapapun cemburu. Bagusnya Jojo tidak pernah keberatan.
Aku yang hanya pakai krim siang doang, rambut juga hanya ku sisir dengan jari, kaos dan celana rumahan yang enggak banget kalau dibandingkan dengan perempuan cantik, anggun, elegan, berkelas, apalagi sih kata-kata yang tepat buat menggambarkan penampilannya. Hanya satu kelebihan ku, aku jelas jauh lebih muda darinya. Eh ada satu lagi dong, aku masih gadis, dia jandesss. Menghela nafas lelah karena membayangkan betapa akan jadi capeknya aku sebentar lagi. Lalu demi menjaga sikap baik di depan mertua aku juga harus berdiri untuk menyapa tante girang. Mengerjap dua kali lalu memasang wajah innocent menggemaskan perempuan twenty-seven rasa twenty-two. Suasana tegang mendadak mengambil alih udara dalam ruangan ini. Muka Renita yang tidak sedap dipandang mengindikasikan kalau dia juga tak menyukai keberadaan si perempuan Jepang. "Cuwa, Ma, Pa... Kenalkan dia Mitsuko Ito, temannya Bang Nath dari Jepang."Yang ku pikirkan, koq Mitsuko tau
Dibuang sayang.Terngiang telpon dari Tante girang, aku tersenyum antara miris dan sedih. Bukannya aku takut padanya, tapi jelas menghadapinya perlu menyusun strategi, mengingat ini Mitsuko. Jauh-jauh dari Jepang jelas dia tak mau pulang kampung dengan tangan hampa.Gini amat punya suami bajingan, susahnya menghempaskan masa lalu, tak semudah membuang remahan roti pada taplak meja. Ahh, aku menghela nafas lelah, rumah mungil pinggir pantai dan seorang anak yang memanggil mama, hidup tenang dan jauh dari hiruk pikuknya kehidupan. Aku ingin mewujudkan itu. Kalau gini abaikan perih, suruh Jojo rajin anu, biar cepet jadi anak. Jadi janda anak satu, kayaknya masih oke, sesuai slogan janda makin di depan.Jadi setelah ku ceritakan semua pada Phia, akhirnya dia datang. Hebatnya tanpa ku minta, dia membawa Mbah Menyan pula, dan itu membuatku puas. Phia emang selangkah lebih maju.Cinta mengalahkan logika emang bener ya? Tidak, bukannya cintaku pada Jo
Inikah yang kalian tunggu? Extrapartpart Cuwa yang bikin penasaran...Happy Reading ?Apa yang dipikirkan kakek ketika menjodohkan ku dengan gadis bar-bar tapi kemayu itu?Masih terlalu anak-anak, manja dan childish. Suka merengek setiap kali bicara, dan jelas merepotkan, apalagi dengan dalih ditinggal pergi sang ayah untuk selama-lamanya. Dia memanfaatkan kakek dan ayahku.Aku menggeleng tak paham dengan pemikiran ku sendiri. Apa aku harus menjadi baby sitter yang harus mengajarinya bagaimana bicara baik dan benar? Apa aku juga harus mengajarinya untuk berhenti berkedip genit pada semua orang? Apa aku juga harus merangkap jadi fashion designer pribadinya untuk menyortir mana busana pantas dan tidak pantas?Sama halnya dengan papa yang sudah tertipu tampang innocentnya. Yang selalu bilang bahwa dia dibesarkan dengan baik oleh ayahnya, dididik keras oleh ibunya, maka jangan ragu kalau dia akan jadi istri dan ibu yang baik untukmu dan anakmu. Bukankah dia mani
Jojo kejang, matanya terbuka sesaat lalu menutup lagi, begitu beberapa kali hingga perawat yang ku teriaki datang. Perawat sebenarnya hanya menepi tak jauh dari kamar Jojo, kebiasaan yang dia lakukan ketika pihak keluarga menemani."Tolong kirimkan siapapun ke kediaman Jonathan Wirautama, pasien mengalami kejang." Ujarnya di telpon entah pada siapa.Aku membekap mulutku yang hendak berteriak menyebut nama lelakiku itu, tapi aku tak mau kelakuan ini justru membuat suasana makin panik. Perawat senior kepala empat itu menatap khawatir pada Jojo. Meskipun gerakannya tetap tenang tapi aku sempat melihat wanita itu menarik nafas dalam."Lebih baik anda menunggu di luar." Sarannya pada kami, matanya menyiratkan permohonan."Tidak" ucapku berbarengan dengan Renita. Ini pertama kali dialami Jojo. Aku ingat dokter pernah bilang, usahakan jangan sampai oksigen lepas darinya, itu bisa menyebabkan kejang yang artinya otak kekurangan pasokan oksigen. Apa arti
"Sayang, jangan lari-lari.""Mam, itu... Aku takut.""Apa yang kamu takutkan sayang?" Tanyaku padanya pria kecil yang memeluk kakiku. Dia menunjuk pada rombongan penari bertopeng yang baru saja melewati kami.(Pasti udah ada yang salah paham ???)"Erlang jangan ganggu Tante Cuwa, kemari sayang.""Biar saja Ren, mungkin dia kangen aku." Ku tarik Erlang dalam pelukan dengan berjongkok.Renita beruntung, meskipun hidupnya terkekang seperti prediksi ku. Tapi sepertinya dia berhasil menjalani pernikahan perjodohan dengan Fathian. Kini dia tengah hamil, sudah enam bulan usia kandungannya.Untuk informasi saja, mulut si Fathian masih tercemar bon cabe level 50. Tidak ada yang berubah selain statusnya yang menyandang suami dari Renita Sumanji. Dia masih menatapku tajam dan lapar. Abaikan saja kenyataan ini, aku tidak mau Renita tau. Pernah suatu kali dia membisikkan kalimat, siap menjadikanku yang utama jika Jojo meninggal. Dia gila kan?
"Ini bukan telpon penipuan kan Shof?" Ucapku tak yakin dengan kalimat ku sendiri. Aku tidak shock sampai gemetar atau jantungan. Aku juga tidak terperangkap dalam histeria kepedihan karena kabar ini. Aku hanya merasa ringan, terlalu ringan untuk disebut baik-baik saja."Wa, itu tadi Widi, asistennya Pak Jonathan, Wa." Ucap Shofi sungguh-sungguh, ketegangan menghiasi wajahnya yang manis."Penipuan kali Shof..." Tepis ku sekali lagi.Berusaha menghalau kebenaran kabar yang membuatku merasakan percampuran antara kecewa dan marah, tapi sedih disaat yang bersamaan.Aku akan mengerti kepentingan Jojo menemui Mitsuko, tidak mungkin Mitsuko akan melepas Jojo begitu saja dengan tuntutannya. Walau tetap saja, praduga menyakitkan membayang di depan mata. Ponselku kembali berdering nyaring, mengusik rentetan huruf demi huruf yang membentuk suatu ancaman dalam ingatanku.Pergi atau mati. Benar, pesan itu disampaikan lewat mimpiku. Entah ditujukan untuk siapa? Ata
"Swara Amaya, help me please..."Tangisan Mitsuko menyambutku. Serius, dia tau nomor pribadiku? dapat darimana coba? Nggak tahu malu banget, kayak enggak habis mau ngambil nyawaku aja. "Please listen to me... He showed me the pain I betrayed from these eyes. I can't take it anymore" Tolong dengarkan aku, dia memperlihatkan rasa sakitnya ku khianati dari mata ini. Aku tak tahan lagi. Ungkapnya cepat, ada nada ketakutan dan kesedihan yang akut dari suaranya yang bergetar. Aku bingung kenapa dia jadi curhat padaku? Ah kalau begini, haruskah ku buka jasa curhat berbayar. Dia yang dimaksud apa itu mendiang suaminya? "Jonathan must help me, I beg you."Jonathan harus membantuku, aku mohon padamu.Aku membuang nafas, sungguh drama sekali Tante girang ini. Apa dia lupa aku ini apanya Jonathan? Apa dia juga melupakan perlakuannya yang membuatku disatroni hantu t
Sarapan yang sangat terlambat, sudah pukul sebelas saat kami sampai di restoran. Jojo hanya mengenakan kaos oblong santai, sementara aku sendiri menemukan selembar gaun rajut sederhana. Itu adalah satu-satunya yang bisa kami pakai dalam tas traveling yang disiapkan Shofi ketika kami di rumah sakit."Makanlah... Jangan marah lagi." Katanya dengan sangat lembut.Jangan harap akan ada situasi canggung yang akan melingkupi setelah apa yang kami lewati. Sepanjang waktu aku terus memasang wajah merengut padanya, setelah mengangguk setuju memberinya kesempatan denganku.Aku tidak marah, aku hanya sedang kesal padamu. Aku kesal kamu membuatku tak bisa mengelak hanya karena kamu bisa mendengar pikiran terdalamku.Roti dengan isian daging asap serta saos yang tercium lezat dari aromanya, tak mampu menggugah seleraku."Maafkan aku. Jangan kesal lagi kalau begitu, nanti malam orang Mikimoto datang. Pesanlah beberapa, kamu pasti suka."Aku mengerny
"Sayang, kamu baik-baik saja?" Dia mengecup ujung bibirku hingga wajahnya bersilangan dengan wajahku. Setelah menyimpan diriku dalam bathtub, aku membawa mataku memejam. Tak ada aromaterapi, hanya persediaan sabun ala kadarnya yang memenuhi bilik ini. Memangnya apa yang bisa ku harapkan dari rumah baru yang dapur dan terasnya saja aku tidak tahu letaknya."Ada yang tidak nyaman di tubuhmu?" Tanyanya lagi dengan segala perhatian yang hanya padaku, entah nanti kalau dia sudah bosan.Aku mengangguk untuk menggeleng kemudian, wajah Jojo yang flat jadi mengerut, karena gestur ku mungkin membingungkan. Atau karena dia mendengar pikiranku."Aku ingin tidur..." Sahutku akhirnya."Istirahat di kamar saja, nanti kamu masuk angin, airnya sudah mendingin.""Mhm" mataku memejam lagi, rasanya berat dan lengket, aku butuh menghilangkan pegal-pegal di tubuhku. Pria ini bahkan bertanggung jawab pada rasa kebas yang membuat pusatku hampir mati rasa. Tidak, a
"Maafkan aku, Wa." Katanya penuh penyesalan. Lalu dengan cepat menarik tanganku untuk dia kunci di atas kepala pada tembok tepat sebelah ranjang. Bibirnya melahap bibirku tanpa seni, mencium ku dengan brutal, seolah menegaskan aku ada di bawah kuasanya. Yang paling ku benci, satu tangannya yang lain meraih tali bathrobe di perutku, selanjutnya menstimulasi dada menimbulkan sensasi menggelitik yang asing. Dengan cepat dia menarik pembungkus tubuhku satu-satunya tersebut. Sedikit kasar dia menarik bathrobenya sendiri. Jangankan menghalau semua tindakannya, membantin saja aku tak sempat. Lalu....Aku berjengkit kaget luar biasa setelah dia mendorong ke ranjang. Satu tangannya menarik punggungku agar tak terpelanting. Matanya menatapku dalam, membawa menyelami gairah yang terkungkung antara dia dan aku. Dalam sekejap membawaku bergulung dalam pusaran yang belum pernah ku rasakan. Aku tak bisa lagi menolak medan magnetik yang terpercik darinya, yang kini menula