Louis merasa tidak nyaman mendengar apa yang dibicarakan Clara dengan rekan kerjanya barusan. Clara tidak bisa pergi ke kantor karena harus menjaganya. Louis benar-benar tidak mengerti kenapa gadis itu mau bersusah payah menjaganya seperti ini. Kecuali jika gadis itu memang memiliki integritas yang tinggi dan menepati semua kata-kata yang diucapkannya.
" Clara." Louis memanggil gadis itu.Clara berbalik dan sedikit terkejut melihat Louis yang sudah bangun." Kau butuh sesuatu?" Tanya Clara seraya menghampiri Louis.Louis menggeleng." Apakah kau berasal dari keluarga penegak hukum?" tanyanya.Keterkejutan di mata Clara membenarkan dugaan Louis." Kau… dari mana kau tahu?" tanya Clara.Louis mengedikkan bahu." Hanya menebak. Dari mana kau mewarisi sikap keras kepalamu itu? Sikap tegasmu, keputusan cepatmu yang sudah kau pikirkan dengan matang, instingmu, integritasmu…." Louis menyebutkan analisisnya." Ayah dan kakekku mengajarkanku itu semua," Clara mengakui." Mereka pasti sangat bangga padamu," ucap Louis.Clara lalu berbalik badan." Ya, kuharap juga begitu," jawabnya.Ada sesuatu yang disembunyikan Clara dalam suaranya ketika ia berbicara tadi. Tapi melihat sikap Clara ini, Louis bisa melihat bagaimana Clara sudah merasa cukup tertekan dengan semua yang diungkapnya tadi. Ada sesuatu yang terjadi antara Clara dan keluarganya. Dan suatu saat, Louis akan mengetahuinya.***Clara baru saja menyelesaikan finishing persiapan Skylight Company ketika mendadak pikirannya kembali pada kejadian pagi tadi. Dari mana Louis bisa tahu tentang ayah dan kakeknya? Jika berdasarkan apa yang dikatakan Louis tadi, dia menduga berdasarkan sikap Clara. Tapi siapa saja bisa memiliki sikap seperti Clara dan bukan merupakan keturunan penegak hukum.Kenapa Louis menduga seperti itu, Clara masih tidak mengerti. Siapa Louis sebenarnya? Apakah dia seorang detektif? Atau, apakah sebenarnya Louis sudah menyelidiki asal-usul Clara? Tapi bagaimana? Dia bahkan belum meninggalkan tempat tidurnya. Bagaimana mungkin?" Clara." Panggilan Louis menyentakkannya." Kau ini… mengejutkanku saja," dengus Clara." Kau sedang bekerja atau memikirkan sesuatu?" tanya Louis." Keduanya," jawab Clara seraya kembali fokus pada laptopnya untuk mengirim email pada Disha agar Disha bisa segera membereskan persiapan akhirnya hari ini.Itu berarti… besok Clara harus meninggalkan rumah sakit untuk melakukan pengecekan akhir. Lalu Louis…." Jika ada yang harus kau lakukan di luar sana, kau tidak perlu mencemaskanku," kata Louis.Clara mendongak untuk menatap Louis." Kenapa kau berkata begitu?" tanyanya." Karena tampaknya kau memiliki pekerjaan yang penting untuk dilakukan di luar sana," jawab Louis enteng." Ya, memang. Tapi aku hanya perlu melakukan pengecekan akhir dan menghadiri pesta itu. Jadi sebenarnya, seharusnya aku berada di tempat lain, selain di sini, mulai besok hingga hari Senin," jelas Clara." Kau tidak pernah mengambil hari libur," duga Louis." Sesekali, jika aku benar-benar membutuhkannya," Clara menjawab." Kau benar-benar menyiksa tubuhmu," dengus Louis." Sejauh ini kurasa aku baik-baik saja," balas Clara." Bukan aku yang perlu kau cemaskan, Louis."Selama beberapa saat keduanya saling menatap.Lalu Louis mendengus. Dengan gerakan cepat ia duduk, melepas selang infusnya dengan kasar, lalu melompat turun dari tempat tidur. Clara hanya bisa terbelalak kaget menatap apa yang dilakukan Louis. Ketika Louis menghampirinya, berjalan seolah dia tidak terluka sedikitpun, Clara bergegas berdiri dan mendekat padaLouis." Kau pikir apa yang kau lakukan?" kesalnya.Louis menatap Clara selama beberapa saat, sebelum menjawab," Memberimu alasan untuk pergi." Seketika, hati Clara mencelos mendengarnya.Ia tidak tahu harus membalas apa. Ketika ia hendak berbicara, lehernya tercekat. Clara terlalu terkejut dengan apa yang dilakukan Louis." Aku tidak ingin menjadi penghalang hidupmu, Clara. Kau sangat mencintai pekerjaan itu, entah dengan alasan apa. Lagipula, pekerjaanmu sudah membuatmu kelelahan tanpa perlu aku menambah bebanmu. Besok, aku mungkin sudah cukup sehat untuk meninggalkan tempat ini. Begitu kau keluar dari pintu itu besok, aku juga akan meninggalkan tempat ini," kata Louis.Clara ternganga menatap pria itu." Apa kau sudah gila? Kau terluka parah dan kau harus.…"" Aku sudah sangat baik-baik saja, Clara. Aku bahkan bisa menuruni gedung ini dengan memanjat dindingnya tanpa menggunakan alat bantuan apapun," sela Louis." Astaga, kau pasti sudah gila," ucap Clara takjub seraya menghampiri interkom dan memanggil perawat.Clara menjelaskan keadaan Louis sekarang dan meminta mereka memberitahu Dokter Billy." Kau berlebihan, Clara," komentar Louis menanggapi sikap Clara." Kau ini benar-benar…," desis Clara seraya kembali menghampiri Louis dan mendorongnya ke tempat tidur." Aku baik-baik saja, berhentilah bersikap berlebihan tentang lukaku," kata Louis keras kepala." Jangan sesumbar. Kau harus memulihkan dirimu. Kepalamu terluka parah. Kau terluka sangat parah. Apa kau tidak merasakan sakit sama sekali?" sengit Clara." Lebih sakit lagi jika tidak kubiasakan untuk digunakan. Berdiam diri hanya akan membuat sakitku lebih lama," Louis tak mau kalah." Jangan keras kepala," kesal Clara.Clara baru menjawab telepon dan SMS Vincent pukul sebelas malam. Mau bagaimana lagi? Pukul tujuh malam Mr. Hendy sudah menjemputnya. Mereka pergi makan dan nonton. Clara tidak tahu sama sekali Vincent menghubunginya. Clara pun tidak mengabarinya karena Clara juga tidak mau mengganggunya. Dipikirnya ini win-win solution.“Ke mana saja?” tanya Vincent dengan nada sedikit jengkel.“Aku…” Clara sedang menimbang apakah Clara akan berkata jujur atau tidak.Konsekuensinya Clara tahu Vincent akan marah dan melarangnya pergi lagi bersama Mr. Hendy. Namun di satu sisi, hati nuraninya bicara akan terlalu kejam membohongi pria sebaik Vincent. Mungkin memang sebaiknya Clara tidak menemui Mr. Hendy Lagi. Di mata orang lain, hal itu pastilah tak pantas, walau Clara merasa tidak ada yang perlu diributkan. Clara dan Mr. Hendy hanya teman.“Tadi aku pergi bersama Mr. Hendy,” jawabnya jujur.“Baru pulang?” Vincent semakin jengkel.“Iya. Makan, nonton….”“Clara!” Vincent berteriak marah.“Kamu itu paca
Seseorang menekan bel pintu. Pikirnya, itu pasti Vincent. Namun tumben dia tidak langsung masuk. Dengan riang gembira nyabuka pintu depan.“Vin!” Clara sudah hampir memeluknya, tetapi ternyata orang yang berdiri di hadapannya bukanlah Vincent.Clara ternganga selama beberapa saat? Mau apa dia di sini? Dengan refleks, Clara langsung menutup kembali pintu tetapi tangan orang itu menahannya.“Mau apa kamu?” tanyanya garang.“Please… izinkan aku masuk…” Louis memohon.Clara menatapnya dengan tajam. Dia menatapnya dengan memelas.“Tidak,” jawabnya tegas.Semua kenangan tumpah ruah dalam ingatannya. Tangannya dengan kuat masih memegang kenop pintu. Clara hampir menutup pintu saat kudengar deru motor Vincent. Tak lama, dia sudah berdiri di garasi. Kedua alisnya yang tebal saling berpaut. Dia berjalan mendekat. Vincent tidak pernah menyukai Louis.“Ada apa ini?” tanyanya, membuat Louis membalikkan badan saat mendengar suara seseorang yang tidak dikenalnya. Clara senang sekali Vincent datang.
Vincent. Clara sudah salah paham. Clara selalu menghakimi dia. Dia menyiapkan semua ini untuknya. Air matanya menetes lembut. Segala kesungguhannya benar-benar dapat Dirasakannya. Bagaimana dia mengumpul kan bunga-bunga ini? Dibukanya kotak yang ada di meja. Isi nya adalah kue berbentuk hati dengan nama Mereka berdua. Vincent sedang mencoba menjadi romantis hari ini. Semua hal yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Dia tahu, Vincent berusaha keras.Jadi, inilah alasan Vincent marah padanya. Dia mengharap Cepat pulang. Dia menyiapkan semua ini, tetapi semuanya tidak berjalan sesuai rencana. Dan ketika dia datang, aku sengaja mengacuhkannya, memberi celah pada Mr. Hendy untuk memperhatikannya. Kalau aku bicara jujur, memang aku tadi menikmati waktu-waktu bersama Mr. Hendy. And I was so wrong…. kamu pasti lagi nangis bombai sekarang tadi, aku, Vincent, dan Oppa nungguin kamu pulang tapi kamu sudah di sana duluan." Vin!” Clara memanggil Vincent.Dia sedang mem bersihkan meja-meja.
Hari ini. Clara akan marah padanya sampai dia mau meminta maaf.Tidak. Clara tidak bisa menunggu selama itu. Baru dua langkah aku keluar dari restoran, Dia langsung berbalik dan mengejar Vincent yang sudah duluan berjalan ke parkiran sepeda motor.“Vincent! Kamu ini gimana, sih?” Clara mendorong tubuh Vincent dengan gemas. Clara merasa tidak puas hari ini.“Kamu ini payah! Bener-bener mengecewakan! Kamu nggak ngerti perasaanku!”“Aku harus bagaimana?” Vincent merentangkan kedua tangannya.Wajahnya menampakkan kekesalan yang sama ditunjukkannya selama makan malam tadi.“Kamu bahkan nggak ngucapin apa-apa sejak tadi!” Clara mengharap ucapan ulang tahun darinya.Dia bukan yang pertama tama, Clara tidak masalah. Tetapi setidaknya, saat dia datang Clara mengharap dia mengecup keningnya dan mengucapkan selamat ulang tahun. Clara benar-benar marah.Vincent menghela napas panjang. Seperti ada sebuncah kegeraman juga dalam hatinya. Clara tidak tahu apa yang membuatnya sangat marah. Clara meliha
Rencanaku berubah malam ini. Clara tidak jadi pulang ke rumah dulu, tetapi bersama teman-teman guru langsung berangkat menuju rumah makan yang Dia tunjuk. Clara sangat terbawa suasana. Tadinya Clara, Vincent, Viona, dan Dong Jun oppa akan berangkat bersama.“Clara, kamu di mana?” tanya Vincent.Clara bersama teman-teman sudah tiba di rumah makan saat Vincent meneleponnya.“Ah… ya… sorry. Clara sudah sampai. Bisa kan kamu dan Viona lansung ke sini juga? Iya. Clara nggak jadi pulang dulu. Langsung saja, ya. Clara tunggu. Bye!” ditutupnya telepon dari Vincent.Clara tidak bisa menerka apa yang dia pikirkan, tetapi seharusnya hal semacam ini tidak menjadi masalah. Clara segera menepis pikiran tentang Vincent dan kembali asyik pada teman-temannya.“Siapa?” tanya Mr. Hendy dengan sinar mata penuh keramahan.Dia orang yang sangat ceria. Clara menyukaitatapan dan senyumannya.“Oh, pacarku. Dia nanti ke sini. Juga sahabatku,” Clara mengumumkan kepada teman-temannya.“Oooh… nooo. Ternyata, Mis
Clara menceritakan semuanya pada Viona dan dia tertawa terbahak-bahak tanpa henti. Apanya yang lucu? Namun, sepertinya dia sedang menertawakan Clara, bukan Vincent. Clara semakin cemberut.“Kamu ini aneeeeh…” seru Viona.“Kamu kan tahu cowok macam apa Vincent. Kamu jangan memaksakan apa yang membuat dia nggak nyaman. Dasar Seaaan... nggak pernah berubah,” Viona menjitak kepalanya.Mereka sedang berdiam di pinggir kolam. Setiap Kamis malam, Viona selalu mendapat voucher gratis berenang di salah satu hotel milik Dong Jun oppa. Sesekali Clara ikut bersamanya.“Dia memang bukan cowok romantis, terimalah. Jangan berkhayal suatu saat kamu akan tiba-tiba menemukan se carik kertas bertulis ”I love you” di mejamu dari Vincent. Jangan berharap dia menyanyikan lagu romantis buatmu. Jangan harap dia mengetuk pintu kamarmu tengah malam dan membawakan bunga mawar. Apalagi… hahahaha… menulis surat cinta… aha hahaha…. Ya ampun, Sean. sekarang ini zamannya sudah serba tweet. Nggak ada lagi orang yang