Home / Fantasi / Inheritance / Belati Emas

Share

Belati Emas

Author: MerryZumer
last update Last Updated: 2021-03-17 13:54:12

Jani masih lemas setelah mendengar jawaban Bi Inah tentang siapa dia sebenarnya. Wajah yang selalu ada di sampingnya selama hidupnya, ternyata menyimpan begitu banyak rahasia.

"Apa ibuku tahu siapa dirimu, Bi?” tanya Jani.

"Tentu saja tahu. Setelah ayahmu meninggal, ibumu pindah ke rumah dimana selama ini Nona tinggal. Di rumah itu saya menembus dimensi waktu. Saat itu nyonya Julia sedang bersamamu di kamar. Dia langsung mengenaliku lewat lukisan ini. Sejak itu saya tinggal bersama kalian.”

"Siapa nama Bibi yang asli?” tanya Ken.

"Nama saya Mina Hasanof, biasa dipanggil Minah. Saya kepala asisten rumah tangga keluarga Lucio. Mereka adalah orang tua angkat Jenifer. Tuan Lucio keturunan dari Tuan Benjamin, saudara kembarnya. Atau biasa di panggil Ben. Karena itu mereka bisa menemukan Jen yang ada di hutan. Keturunan Tuan Benjamin selama puluhan tahun menunggu kedatangan Jen di hutan di hari yang sama saat dia memasuki dimensi waktu.”

"Lucio? Itu adalah nama belakang ayahku.” Ken mengerutkan keningnya semakin tertarik dengan cerita Bi Inah.

"Itu karena ayahmu juga keturunan dari Tuan Lucio. Jenifer memiliki empat saudara angkat laki-laki. Kau keturunan dari anak pertama Tuan Lucio, yaitu pewaris belati emas. Sekarang belati itu diwariskan kepadamu karena kekuatan magic book yang menunjukkannya.”

"Magic book? Bagaimana sebuah buku yang dipegangnya itu bisa menunjukkan kekuatannya?” Ken menunjukkan jarinya ke arah Jani tanpa sadar.

"Darimana kau tahu aku memegang buku? Bahkan buku itu masih berada dikamarku dan aku belum menunjukkan ke siapapun.” Jani berkacak pinggang menatap Ken dengan tajam.

Ken merasa panik namun tidak diperlihatkannya. Dia membalas tatapan Jani dengan santai seperti biasanya. Dalam hatinya, Ken mencari jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan Jani. Tidak mungkin dia mengatakan bahwa dia tadi memasuki kamarnya.

"Kau sendiri yang mengatakannya barusan, kenapa malah menanyakan kepadaku, dasar cewek aneh. Sudahlah aku sangat lelah. Semua ini masih membingungkan buatku. Besuk sepulang sekolah, Bibi harus menjelaskan semua dengan detail kepadaku.” Ken segera keluar dari ruang perpustakaan menuju kamarnya.

Jani, pun masih merasa aneh dengan semua yang terjadi padanya. Pikirannya seperti puzzel yang mencocokkan semua kejadian dengan cerita Bi Inah yang barusan didengarnya.

"Besuk, Nona harus sekolah dan melakukan ujian akhir semester. Sebaiknya segera beristirahat. Semua akan segera menjadi masuk akal setelah Nona mengetahui siapa jati diri Nona sebenarnya.” Bi Inah memegang tangan Jani lalu meletakkan ke pipinya. Itu yang biasa dia lakukan untuk membuat Jani tenang.

"Baiklah, Bi.” Jani segera menuju kamarnya. Suara pintu terbuka dan tertutup kembali didengar oleh Ken yang berada di kamar sebelah. Ken terbaring di ranjangnya dengan pikiran yang penuh dengan wajah Jani.

"Aku bahkan tidak tahu harus bersikap bagaimana jika di dekatnya.” Batin Ken sambil memandang wajah Jani di dompetnya. Ken berdiri mengambil belati emas yang ada di kotak penyimpanannya. Dia menyimpannya kembali sebelum turun ke lantai bawah untuk makan malam. Saat belati ditangannya, dia merasakan sesuatu dalam dirinya.

"Sepertinya belati ini tidak asing buatku. Aku merasa pernah melihatnya.” Ingatan Ken tiba-tiba muncul. Sekilas bayangan dirinya saat kecil memegang belati itu dengan tangannya. Terdengar suara teriakan seorang wanita memanggil namanya.

"Ken!” Saat Ken mencoba mengingat lebih jauh, ingatan itu terputus dan hanya bayangan kosong yang dilihatnya.

Ken memegang kepalanya yang terasa berat, lalu meletakkan belati di ranjangnya. Dia berbaring kembali dan mencoba untuk mengistirahatkan matanya.

Di kamar sebelah, Jani telah mengganti pakaiannya dengan piyama. Setelah menyirir rambut panjangnya, Jani naik ke atas ranjang. Selimut lembut ditarik untuk menghangatkan tubuhnya. Jani termasuk gadis yang mudah sekali tidur. Dalam hitungan detik, dia bisa dengan mudah terlelap.

Ken masih saja gelisah dengan membolak-balik tubuhnya. Setelah melakukan olahraga kecil dengan berlari ditempat, akhirnya Ken merasa ngantuk dan tertidur. Namun, Ken bermimpi sangat aneh. Ken melihat awan hitam berputar-putar lalu keluar makhluk menyerupai manusia. Yang mencolok dari makhluk itu adalah matanya yang hanya berwarna merah menyala seakan siap membakar siapapun yang didekatnya.

Makhluk itu mendekati Jani yang tertidur, seakan ingin melahapnya. Ken berlari dengan membawa belati emas ditangannya. Mahkluk itu melihatnya dan nampak ketakutan sehingga melepaskan Jani dan menghilang menjadi gumpalan awan hitam.

Ken terbangun dengan berteriak, “ Jani!” dengan cepat Ken beranjak dari ranjangnya untuk mengambil belati emas dan keluar dari kamarnya. Dia membuka pintu kamar Jani yang tidak terkunci. Ken melihat Jani masih tidur dengan nyenyak. Pelan-pelan dia mendekati gadis itu untuk memastikan keadaannya aman.

"Hah, ternyata hanya mimpi.” Ken melihat jendela kamar yang sedikit terbuka lalu menutupnya. Saat pandangannya ke arah luar, dia melihat bayangan hitam di luar pagar lalu menghilang di pepohonan.

"Apa itu? Apa dia makhluk yang membunuh ayahku dan ibu Jani?” Ken menutup tirai jendela dengan rapat.

"Aku tidak boleh membiarkannya sendirian. Aku akan menjaganya disini.” Dia menarik kursi lalu meletakkannya ke sudut ruangan yang gelap hingga dia bisa duduk tanpa terlihat oleh Jani. Matanya terus mengarah ke arah gadis yang dijaganya. Sesekali dia menutup mata karena rasa kantuk, tapi telinganya tetap waspada.

Ayahnya melatihnya dengan sangat baik. Ken menguasai semua ilmu bela diri di usia yang masih muda. Bahkan dia dilatih meditasi tingkat tinggi untuk meningkatkan konsentrasi dan juga kepekaan ke lima panca indranya.

Tak terasa hari hendak menjelang pagi. Langit yang hitam terlihat mulai berubah kekuningan. Ken dengan cepat keluar dari kamar Jani. Dia kembali masuk ke kamarnya dan segera tidur walaupun harus bangun sekitar satu jam lagi. Itu cukup buat Ken mengistirahatkan tubuhnya agar terlihat segar kembali.

Saat mentari dengan sempurna mengganti malam, Jani terbangun dan mulai bersiap. Menggunakan rok pendek, kaos ketat dipadukan dengan jaket jeans, Jani terlihat sangat cantik seperti biasanya. Dia memang termasuk gadis tercantik di sekolah, walaupun Jani merasa biasa. Dia tidak seperti gadis sombong lainnya yang memilih-milih teman. Karenanya, dia sangat disukai oleh semua orang termasuk guru dan juga pegawai kebersihan di sekolah.

Ken sudah berada di ruang makan untuk sarapan saat Jani datang. Bi Inah segera menuangkan jus jeruk dan menyajikan sandwich untuk Jani. Mereka berdua sarapan dengan tenang tanpa berbicara.

Ken terlebih dahulu menyelesaikan sarapannya dan segera keluar dari ruang makan. Tak lama Jani melakukan hal yang sama setelah jus jeruk kesukaannya tidak tersisa di gelas.

"Hati-hati, Nona.” Bi Inah mengecup kening Jani seperti yang dia lakukan setiap harinya.

"Iya. Bibi. Bikinkan aku puding yang lezat saat pulang nanti.” Jani sangat manja dengan Bi Inah. Kedekatan mereka membuat Ken tersenyum karena sejak kecil tak pernah merasakan kasing sayang seorang ibu maupun pengasuh.

Jani segera masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi belakang. Namun, betapa terkejutnya saat melihat Ken telah duduk disampingnya.

"Apa yang kau lakukan disini?” tanya Jani dengan sinis.

"Tentu saja mau berangkat ke sekolah. Memangnya aku mau mengikuti kamu?” jawab Ken dengan santai.

Jani membuka jendela mobil dan berteriak ke arah Bi Inah.

"Bibi, apa dia harus satu mobil denganku?”

"Sayangnya iya, Non,” jawab Bi Inah yang membuat Jani menutup mata dengan geram. Mobil langsung melaju dengan kecepatan sedang bersama Fred yang menjadi supir mereka. Perjalanan cukup jauh karena rumah mereka jauh dari perkotaan. Untungnya jani dan Ken tinggal mengikuti ujian akhir kelulusan mereka.

"Dengar, Ken. Aku tidak mau teman-temanku melihatku satu mobil denganmu. Apalagi kalau mereka tahu jika kita tinggal bersama. Lebih baik kau turun di ujung jalan sehingga mereka tidak melihat kita bersama.”

"Aku tidak mau. Kau saja yang turun,” jawab Ken dengan bersandar dan memejamkan matanya.

"Kau sangat menyebalkan. Baiklah, jika kau tidak mau biar aku saja yang turun. Fred, turunkan aku di depan!” Jani mengambil tas nya lalu bersiap turun. Fred hanya diam menunggu reaksi Ken dan segera menghentikan mobilnya dipinggir jalan.

Saat Jani hendak membuka pintu mobil, Ken mencegahnya.

"Biar aku saja yang turun. Lagipula aku tidak mau para gadis salah paham lalu mengira kita ada hubungan. Kau bisa merusak pasaranku.” Ken segera membuka pintu. Lalu menutupnya dengan lumayan keras. Jani tersenyum penuh kemenangan karena dia tahu jika Ken akan melakukan hal itu.

Jani tiba duluan di sekolah. Dia berhambur dengan teman-temannya. Mereka saling tertawa dan bercanda. Tawa Jani tertahan saat melihat Ken datang dan langsung disambut para penggemar wanitanya. Mereka mendekati Ken dan berjalan berdampingan.

Jani dan Ken saling berpandangan dengan tajam dan sama –sama membuang muka.

"Kring!” Bunyi bel tanda masuk telah terdengar. Semua siswa masuk ke kelas masing-masing. Ken duduk di belakang Jani. Pandangan matanya yang nakal terus saja menatap jani.

Guru galak mereka masuk ke dalam kelas dan membuat semua siswa terdiam.

"Ini adalah ujian akhir. Ibu harap kalian mengerjakannya dengan sungguh-sungguh.” Guru perempuan itu mulai membagikan lembaran ujian. Para siswa segera menjadi serius mengerjakan soal ujian. Berbeda dengan Ken yang nampak santai. Dia menyelesaikan soal ujiannya hanya dalam waktu setengah jam. Sisa waktu dia gunakan untuk menggambar makhluk yang ada di mimpinya. Ken memang termasuk siswa terpintar di sekolahnya.

Waktu ujian tak terasa tinggal lima belas menit lagi. Jani terlihat panik karena sangat tidak menyukai mata pelajaran yang sedang diujikan. Ken sangat mengetahui hal itu. Bahkan dia mengetahui hampir semua hal tentang Jani.

"Sepertinya dia kesusahan menjawabnya.” Ken mengintip lembar jawaban Jani yang masih banyak belum terisi. Tak lama Jani ijin untuk ke toilet karena merasa gugup.

"Selalu saja melakukan itu jika gugup. Dia bisa tidak lulus jika dibiarkan,”batin Ken yang segera melakukan sesuatu. Dia berjalan untuk menyerahkan lembar jawabannya lalu berbisik ke arah guru yang mengawasi mereka. Entah apa yang dikatakannya sehingga guru itu segera membuka tasnya dan mengambil cermin.

Kesempatan itu digunakan Ken untuk mengambil lembar jawaban Jani lalu mengisinya dengan cepat. Dia mengembalikan ke meja Jani tepat saat guru itu kembali mengawasi semua siswanya dengan ketat.

Jani kembali ke mejanya dengan wajah pucat. Wajahnya terlihat terkejut saat melihat lembar jawabannya yang telah penuh.

"Kring!” bunyi bel yang menandakan waktu telah habis. Ken segera keluar mendahului siswa lain yang masih antri mengumpulkan lembar jawaban.

Jani tidak punya pilihan selain mengumpulkan lembar jawabannya dan melupakan bagaimana dia menyelesaikan semua pertanyaan yang dia tidak mengerti.

Para siswa segera ke kantin untuk antri makan siang. Ken telah duluan duduk di salah satu meja yang memang biasanya dia duduki. Para gadis tidak ada yang berani mendekatinya karena mereka selalu ditolak tiap kali ingin semeja dengannya.

Di meja itu, Ken bisa mengawasi seluruh ruangan termasuk Jani yang selalu duduk di tengah ruangan bersama teman-temannya. Bahkan Dave tidak berani macam-macam lagi dengan Jani setelah  diam-diam Ken mengancamnya dengan keras.

Kegiatan sekolah berjalan seperti biasa hingga jam pelajaran usai. Semua siswa berhamburan keluar dari gedung untuk pulang. Jani masih berada dikelasnya sedang menyelesaikan tugas sebagai asisten gurunya. Saat tugasnya telah selesai, Jani merapikan kertas-kertas dan membawanya keluar dari kelasnya. Sekolah telah sepi, petugas kebersihan masih sibuk di kantin sekolah. Jani berjalan sendiri menuju ruang guru.

Saat melewati lorong sekolah, terdengar suara lirih yang berbisik di telinganya.

"Ja-ni.”

Dengan cepat dia menoleh ke belakang mencari sumber suara itu. Namun, Jani tak menemukan siapapun.

Suara itu kembali terdengar saat Jani melewati toilet. Dengan rasa penasaran Jani masuk ke dalam toilet memeriksa semua ruangan.

"Tidak ada siapapun disini,” ucap Jani yang menuju wastafel untuk menyisir rambutnya.

Namun tiba-tiba saat dia menatap ke cermin, Jani melihat dirinya sendiri yang penuh luka dengan makhluk mengerikan mencekiknya.

"Argh!” teriak Jani yang langsung membuka pintu kamar mandi yang tiba-tiba terkunci.

"Tolong aku! Buka pintunya.” Jani menoleh ke belakang. Di melihat makhluk yang sangat nyata di depannya. Makhluk itu semakin mendekat dengan tangan yang membawa pedang. Pedang diarahkan dengan cepat hendak membelah tubuh Jani.

"Ting, tang!” Sebuah pedang yang lain menangkis serangan itu. Ken datang tepat waktu melindungi Jani. Makhluk itu semakin geram dengan matanya yang memerah. Saat pedangnya hendak kembali melakukan serangan, makhluk itu melihat belati emas yang terselip di pinggang Ken.

Dengan cepat makhluk itu berubah menjadi awan hitam dan menghilang. Ken memasukkan pedangnya ke dalam selongsongan lalu berbalik melihat jani.

"Jani, kau tidak apa-apa?” Jani pingsan tak sadarkan diri. Dengan cepat Ken menggendongnya dan membawanya ke mobil.

"Cepat, Fred! Kita harus membawanya pulang.” Ken mendekap erat Jani dalam pelukannya. Jani yang masih setengah sadar mencoba membuka matanya.

"Ken ...,” ucap jani lirih dan kembali tak sadarkan diri.

Related chapters

  • Inheritance   Aku Akan Menjagamu

    Fred telah membawa mobil sampai ke depan rumah. Ken segera keluar sambil menggendong Jani. Bi Inah berlari menghampiri dengan rasa khawatir. Ken membawa tubuh Jani ke kamarnya dan membaringkannya dengan pelan."Non Jani, bangunlah,” bisik Bi Inah dengan mendekatkan wajahnya ke telinga Jani.Ken melangkah mundur agar Jani tak melihatnya memasuki kamarnya saat sadar. Terlihat Fred dengan cepat membawakan minuman hangat dan meletakkannya di nakas.Perlahan Jani membuka matanya. Ken yang melihatnya langsung bernafas lega. Dengan cepat dia pergi dari kamar Jani menuju kamarnya.“Bibi, apa yang terjadi? Kenapa aku sudah berada di kamarku?” tanya Jani dengan lemah.“Tenanglah. Yang penting Nona Jani baik-baik saja.” Bi Inah membelai kepala Jani.“Tadi ada makhluk yang menyerangku. Sangat menyeramkan. Tapi tiba-tiba ada yang membantuku menghadangnya.”“Tuan Ken menyelamatkan anda, Nona,” j

    Last Updated : 2021-03-18
  • Inheritance   Pembasmi Penyihir

    Di belahan negara lain, terdapat tempat rahasia yang berada dibawah tanah. Tempat itu dibangun ratusan tahun yang lalu. Terlihat dari hiasan yang berupa baju besi prajurit jaman dulu di tata hampir disetiap pojok ruangan. Namun tempat itu mengalami banyak perubahan sesuai dengan perkembangan jaman.Alat-alat canggih seperti layar lebar di sebuah ruangan yang menjadi pusat tempat itu, menandakan bahwa mereka bukan orang biasa. Terdapat berbagai komputer dan juga tombol-tombol canggih yang menayangkan radar di seluruh dunia. Orang-orang yang mengoperasikannya terlihat sangat ahli.Seseorang mengatakan sesuatu kepada lelaki yang terlihat sebagai pemimpin di tempat itu.“Tuan, saya melihat kekuatan yang besar di kota ini,” ucap salah satu pekerjanya yang menunjukkan suatu wilayah dengan lampu berkerdip di layar komputernya.“Kenapa tanda itu berwarna merah?” tanya sang Pemimpin.“Itu karena bukan kekuatan gelap. Sangat kua

    Last Updated : 2021-03-20
  • Inheritance   Janji Ken

    Ken, Jani dan Bi Inah segera masuk mobil untuk kembali ke rumah. Kali ini Fred mengendarainya lebih cepat dari sebelumnya karena tidak mau terlihat para polisi yang berdatangan ke perpustakaan yang separo hancur. Ketiga pembasmi penyihir mengikuti mereka menggunakan motornya.Jani duduk di sebelah Ken dengan sesekali curi pandang kearahnya.“Kenapa tadi dia sangat berbeda? Dia menjagaku seolah aku sangat berarti untuknya.” Tanpa sadar, Jani memandang Ken tanpa berkedip.“Jangan memandangku. Nanti kau bisa terikat kepadaku,” ucap Ken yang membuyarkan lamunan Jani.“Dalam mimpimu, Ken,” jawab Jani yang sedikit gugup.“Lalu biarlah mimpi itu menjadi kenyataan,” jawab Ken yang tersenyum dengan sedikit membisik di telinga Jani.Jani menjauhkan tubuhnya dengan bersandar di jendela mobil.“Kenapa aku jadi gugup didekatnya? Bahkan tadi saat memeluk punggungnya, aku merasakan kenyaman dalam

    Last Updated : 2021-03-21
  • Inheritance   Berlatih Dengan Keras

    Setelah kejadian dengan Jani, Ken mengurung diri di kamarnya. Dia merasa bersalah karena tidak bisa menghadapi makhluk itu sehingga Jani harus kembali pingsan. Bi Inah dengan setia mendampingi Jani yang masih tidak sadar di kamarnya.Ketiga pembasmi penyihir dengan panik memasuki rumah. Mereka telah mendengar cerita makhluk yang menyerang Ken dan Jani dari Fred.“Sial, kita ditipu oleh mereka. Penyihir yang ada di sekolah hanyalah pengalihan agar mereka bisa menyerang Jani dan Ken. Ini tidak boleh terjadi lagi.” Gil terlihat geram dengan menggenggam tangannya. Dia bersama Dom berada di luar kamar Jani.Mel masuk ke dalam untuk melihat kondisi Jani yang masih terbaring.“Apa yang terjadi padanya, Bi Inah? Fred bilang dia mengeluarkan kekuatan yang luar biasa,” tanya Mel.“Aku tidak menyangka kekuatan itu akan muncul dengan cepat. Dia harus bisa mengendalikan kekuatan itu sebelum mencelakai dirinya dan orang lain,”

    Last Updated : 2021-03-23
  • Inheritance   Kastil Tua Tersembunyi

    Dalam matanya yang tertutup, Ken melihat kastil tua tersembunyi di suatu tempat yang dikelilingi lautan. Suara jeritan memekikkan yang dia dengar terasa begitu nyata. Ken memandang Jani dengan penuh kekawatiran.“Apa yang akan kita berdua hadapi kelak? Melihat dalam pikiranku saja sudah terlihat menyeramkan. Aku harap bisa menjagamu selamanya.” Ken memberanikan diri mengelus rambut Jani yang menutupi wajahnya.Di tempat lain terdapat sebuah pulau kecil yang terlihat gelap dengan suara lolongan serigala yang menyeramkan. Tempat itu dikelilingi awan hitam hingga tidak bisa dilihat oleh siapapun. Sebuah kastil tua berdiri ditengah dengan tembok tebal yang menjadi pagarnya.Terlihat berjajar sosok tubuh manusia memakai jubah panjang bertudung mengelilingi tempat itu. Mereka berpostur tinggi dan juga berbadan besar melebihi ukuran manusia biasa.Didalam kastil terdapat beberapa orang yang juga bertudung hingga menutupi seluruh wajah dan juga badann

    Last Updated : 2021-03-25
  • Inheritance   Pelajaran Olah Raga

    Jani menatap ujung ruangannya yang gelap. Matanya tak berkedip beberapa saat. Ken terlihat panik dengan jantungnya yang berdebar kencang.“Dia pasti akan sangat marah sekali setelah ini,” batin Ken yang terdiam menunggu reaksi Jani.Tidak lama mata Jani mulai berkedip. Kedua tangannya mengusap wajahnya dengan pandangan yang menunduk.“Aku pasti bermimpi. Tidak mungkin malam-malam begini aku mendengar suara Ken seolah dia ada didepanku. Hah, pikiranku pasti sudah tidak waras,” ucap Jani yang kembali menarik selimut. Matanya kembali terpejam. Ken masih saja tidak bergerak. Dia mulai menghitung waktu menunggu Jani benar-benar terpejam.“Huf, hampir saja aku ketahuan. Aku pikir malam ini adalah malam terakhir aku berjaga di kamarnya. Jika saja dia tahu, pasti akan terjadi gempa di rumah ini, hehe,” batin Ken yang mengelus-elus dadanya. Dia menjaganya hingga fajar dan kembali ke kamarnya.Mereka berdua bangun pagi kar

    Last Updated : 2021-04-04
  • Inheritance   Mengajak Kencan

    Jani masih mendekap erat tubuh polos Ken. Setelah beberapa saat, dia tersadar dan mengendurkan pelukannya. Tangannya masih menyentuh dada Ken yang terlihat bidang dan kekar. Pandangannya menunduk karena malu.“Lebih baik kita ke kantin dan duduk tenang sambil makan sesuatu. Aku sangat lapar sekali,” ucap Dom yang membuyarkan rasa canggung Jani dan Ken.“Ayo, Jani!” Mel merangkul Jani mengajaknya ke kantin mengikuti Dom dan Gil yang berjalan duluan.Ken mengikuti masih tanpa kaosnya. Mereka memasuki kantin yang telah beraktifitas seperti semula setelah mematung beberapa waktu. Semua mata para gadis menatap ke arah Ken.“Hai, Ken. Kau terlihat semakin keren,” ucap salah satu gadis dengan menggoda. Ken membalas dengan tersenyum. Seorang teman Ken melempar tas kearahnya dengan jarak yang lumayan jauh.“Ken, tasmu!” Dia berlari lalu menaiki kursi dan melompat untuk menangkap tasnya. Saat tas sudah diraihny

    Last Updated : 2021-04-05
  • Inheritance   Makan Malam Romantis

    Jani segera keluar dari mobil saat tiba di depan rumahnya. Dia meninggalkan Ken dengan penuh kebingungan. Merasa tidak terima dengan perkataan Jani, Ken segera menyusulnya.Pemuda tampan itu berjalan mendahului Jani dan menarik tangannya.“Katakan dulu apa maksudmu? Jangan mempermainkanku seperti ini!” Ken mendekatkan wajahnya dengan menatap sangat tajam kepada gadis yang ditariknya.“Mengantri, Ken. Sudah ada tiga pria yang memintaku menjadi teman kencannya untuk pesta kelulusan nanti. Itu belum termasuk kamu. Dan aku juga belum memutuskan dengan siapa aku akan pergi.”“Lalu untuk apa kau mengatakan pada gadis itu jika kita akan pergi bersama jika kamu belum tentu pergi denganku?” tanya Ken dengan semakin mendekatkan wajahnya ke Jani.“Memangnya kenapa jika aku ingin mengatakan itu? Apa kau marah?” tanya Jani dengan menantang.“Ya, aku sangat marah. Karena kau sudah mengatakannya, maka s

    Last Updated : 2021-04-07

Latest chapter

  • Inheritance   Extra Part

    Sebuah rumah sakit yang serba putih, terlihat banyak perawat pria dan wanita menjaga sebuah ruangan di mana banyak orang-orang yang kehilangan akalnya. Rumah sakit jiwa yang terletak di kota terpencil sangat jauh dengan kota yang kini terbebas dari Ratu Jahat. Sonya duduk di salah satu kursi dengan pakaian putih yang mengikat tubuhnya. “Aku adalah wanita penguasa. Tapi … siapa aku? Hahaha ,” ucapnya lirih yang kemudian tertawa dengan kencang dan meronta. Dua perawat laki-laki segera memberinya suntikan penenang lalu membawanya ke sebuah ruangan kecil yang menjadi kamarnya. Di dinding ruangan itu tertulis sebuah nama dengan menggunakan kuku. Matanya hampir terpejam akibat obat penenang. Tapi sebelumnya wanita itu sempat mengucapkan nama yang dia tulis. “Gil.” ** Dom telah memiliki rumah yang lumayan besar. Namun, dia tidak menempati rumah itu sendirian bersama istri dan anaknya. Melainkan bersama para anak-anak yang orang tuanya tewas akibat kekejaman

  • Inheritance   Akhir Yang Indah

    Perlahan Sonya membuka mata. Dia sangat terkejut dan mencoba berdiri. Namun kakinya lemah tidak mampu menahan tubuhnya. “Kenapa dengan kakiku? Kenapa aku tidak bisa merasakannya?” Sonya berkali-kali mencoba berdiri dan tidak bisa. Dia menatap ke semua orang dan berteriak. “Siapa kalian? Aku wanita berkuasa dan aku …” Sonya tidak melanjutkan ucapannya karena tidak mengetahui jati dirinya. “Siapa aku? Argh!” Sonya meronta-ronta dan segera di bawa oleh petugas medis. Gil hanya melihat dengan sinis. “Kau mendapatkan apa yang kau taman, Sonya,” ucapnya pelan. Saat Gil berjalan menelusuri tempat itu, pemuda yang diselamatkannya berlari menemuinya. “Tuan Gil, terima kasih atas segalanya. Aku berkumpul kembali dengan adik dan ibuku,” ucapnya menunjuk ke arah adik dan ibunya yang tersenyum. “Kau juga telah menyelamatkanku di medan perang. Ngomong-ngomong siapa namamu?” “Aku Andy. Dan aku ingin menjadi sepertimu, Pembasmi Penyihir,” ucap

  • Inheritance   Kemenangan

    Terlihat kulit wajah Ania melepuh. Dia menggunakan kekuatan untuk menyembuhkan lukanya. Namun, yang terjadi wajahnya menghitam bagai terpanggang. Serbuk itu telah dimantrai olehnya dengan mantra yang sangat kuat sehingga tidak bisa di sembuhkan. Senjata makan tuan, istilah yang tepat untuknya.“Sudah cukup. Kini saatnya kau mati, Jani,” teriaknya dengan kesal. Ania membuat duri-duri di tubuhnya seakan hidup. Duri itu berubah menjadi ruh hitam dengan wajah-wajah manusia yang berteriak seakan kesakitan. Jani terkejut saat dirinya dikelilingi ruh-ruh itu.“Hahaha, sebentar lagi kau akan menjadi seperti mereka,” ucap Ania.“Siapa mereka, Ania?” teriak Jani merasakan hawa panas setiap ruh-ruh itu menembusnya.“Itu adalah jiwa para manusia yang menyembahku dan yang aku bunuh untuk kujadikan tumbal. Selamanya jiwa mereka akan terikat padaku dan menjadi budak Iblis Hitam, hahaha. Kini jiwa-jiwa ini akan membuatmu ma

  • Inheritance   Terbakar

    Bayangan hitam yang sangat besar terlihat begitu mengerikan. Iblis Hitam menampakkan diri di tengah medan perang. Jani membuka telapak tangannya yang bersinar. Dia melirik ke arah Ken yang tidak terlalu jauh darinya. Pedang belati emas yang bersinar merah, tiba-tiba berubah putih persis seperti sinar di tangan Jani. Sinar itu semakin besar mengelilingi lembah.Jani dan Ken menggunakan sinar itu untuk melindungi pasukan mereka yang berada di balik bebatuan untk berlindung.Bayangan iblis hitam pelahan menghilang di barengi dengan kemunculan wujudnya. Iblis itu berdiri di depan Ania.“Hem. Jadi kau yang di tunjuk Ratu Putih untuk mengalahkanku? Hahaha, sungguh mengecewakan.”Tangan iblis itu mengarah ke depan mengeluarkan api yang menyerang Jani dan Ken. Secepatnya Ken berlari melindungi Jani dengan menahan api itu menggunakan pedang belati emas. Jani mengambil kesempatan saat Iblis Hitam teralihkan perhatiannya menghadapi Ken dengan menyerang A

  • Inheritance   Pasukan Kadal

    Di medan pertempuran, masih terjadi saling bunuh antara mahkluk perjaga dengan pasukan di pihak Jani. Terlihat badut-badut lucu melompat-lompat membuat pembasmi penyihir merasa mudah menghabisinya tanpa rasa takut. Kaca mata canggih itu benar-benar menghabisi mahkluk tak bermata kesayangan Ania. Elang-elang raksasa mencengkeram mereka dengan cakar-cakar tajam lalu membawanya ke udara yang tinggi dan menjatuhkan para mahkluk hingga hancur di tanah.Di dalam lingkaran serbuk emas, Fred kembali berdiri lebih dekat di depan Ania. Mulutnya masih mengucap mantra. Ania turun dari kereta berjalan beberapa langkah mendekati Fred. “Kau tidak bisa mengelabuhiku. Kau pikir sebuk emasmu bisa menghalangiku?” Ania menepuk kedua tangannya yang mengeluarkan kabut hitam dan langsung menyelimuti serbuk emas.Seketika serbuk emas itu meleleh dan memudar. Mantra di mulut Fred berhenti. Serbuk-serbuk itu tidak lagi kembali kepadanya. Namun, ada yang aneh dengan pemandangan di de

  • Inheritance   Pasukan Kedua

    Portal meledak membuatnya tertutup. Ania segera menoleh dengan wajah terkejut. Tidak ada lagi jalan masuk instan dari istana ke medan perang. Dave, Mel dan Dua secepatnya bersembunyi di tempat gelap menunggu situasi aman untuk menuju teman-teman mereka di sisi berlawanan.“Sial, siapa yang melakukannya?” teriak Ania memandang sekitarnya.Dave dan Mel bersembunyi di balik tubuh mahkluk penjaga yang besar sehingga terhindar dari pandangan Ania. Dua bersembunyi di bawah keretanya dengan menahan nafas. Ania kembali menatap pertempuran dan memerintah mahkluk penjaga untuk bersiap maju.Di tengah medan pertempuran, terlihat pasukan penyihir baru dengan mudah di kalahkan oleh pasukan pertama pimpinan Ken. Gil terlihat dengan brutal mencari keberadaan Ken. Suami Jani itu menggenggam belati hijau menuju temannya.Para penyihir baru berdiri di depannya untuk menghalangi jalannya.Mata mereka menguning dengan erangan. Ken menggenggam belati hijau dan berl

  • Inheritance   Hari Perang

    Mahkluk tak bermata keluar dari sinar yang terpencar di kegelapan. Mereka bersujud di depan Ania dengan mengerang. Mahkluk yang lain terlihat menyambut kedatangan mereka dan menyahut erangan itu dengan erangan khas masing-masing. Ania terlihat sangat puas dan bahagia. Tangannya mengarah ke atas mengeluarkan kilatan yang menjadi satu dengan awan hitam yang kini menjadi merah menyala.Pemuda yang telah di ubah oleh Gil, memakai jubah yang sama dengan para penyihir baru. Perlahan dia masuk ke dalam barisan. Berjalan maju selangkah demi selangkah mencari ibu dan adiknya yang masih menjadi penyihir.“Ibu, aku menemukanmu.” Pemuda itu melihat wajah ibunya di balik tudung yang berubah buruk rupa. Perlahan dia menarik ibunya yang masih di bawah pengaruh sihir dengan terdiam dalam barisan. Hingga sampai di belakang, pemuda itu melihat ke segala arah memastikan aman. Diam-diam dia membawa ibunya ke balik tembok dan menyandarkannya di sana dengan posisi duduk. Dia men

  • Inheritance   Baju Perang

    Suara itu samar,namun sangat jelas. Jani dan Ken langsung menoleh ke belakang mencari sumber suara. Hanya ada kegelapan yang di temani suara burung hantu. “Kau dengar itu, Ken?” tanya Jani memandang sekitar.“Aku mendengarnya. Tapi, siapa yang memanggilmu?” Ken melangkah ke depan mengawasi ke seluruh tempat itu dengan mata supernya. Tetap dia tidak melihat apapun. Ken kembali mundur dan mengajak Jani menuju mobil. Saat mereka hendak masuk ke dalam mobil, suara memanggil itu terdengar lagi. Kali ini lebih keras dari sebelumnya.“Jani.”Seketika mereka berdua menoleh ke belakang dan terkejut melihat ruh Ibu Jani dengan bersinar terang tersenyum ke arah mereka.“Ibu!” teriak Jani segera berlari ke arah ibunya. Tangannya menyentuh tangan ibunya yang tembus. Terlihat kerlipan sinar terpancar di seluruh tubuh wanita yang telah melahirkannya. Jani tidak kuasa menahan air mata yang akhirnya tumpah membasahi pi

  • Inheritance   Membuka Pelindung

    Langit bergemuruh disertai kilatan petir yang dasyat. Tanah membelah mengeluarkan semburan api yang mengucur ke atas. “Bangkitlah, para mahklukku!” teriakan Ania membuat suara gemuruh dan langit menjadi merah menyala.Munculah sosok-sosok aneh setelah semburan api menghilang. Wajah babi dengan tubuh manusia yang tinggi dan besarnya dua kali ukuran manusia biasa. Ada pula yang mendesis seperti binatang melata tetap dengan tubuh manusia namun wajahnya menyerupai kadal dengan ekor yang panjang. Semua berjalan mendekati Ania dan tunduk di hadapannya.Jani menatap langit merah di atas istana hitam yang nampak dari kejauhan. Dia menggunakan kekuatan matanya untuk melihat apa yang terjadi di istana itu. Jani berbalik menatap Ken dan juga Tuan Donovan yang berada di belakangnya. “Kalian tidak akan suka dengan apa yang aku lihat. Mahkluk yang baru muncul lebih mengerikan dari yang sebelumnya tapi sangat lambat,” ucap Jani.“Dari mana kau tah

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status