Setelah berkumpul dengan teman-teman Dinah, kini kedua kakak-beradik itu tengah berada di perjalanan pulang. Dinah sesekali melirik ke arah Jafran. Entah perasaannya saja atau kakaknya itu memang terlihat murung semenjak pulang dari tempat tadi. Jafran mendadak menjadi sangat pendiam. Bahkan nampak acuh, sekalipun tahu Dinah memerhatikannya sepanjang perjalanan.
"Bang." Hening, tak ada jawaban dari Jafran.
"Abang." Sekali lagi Dinah memanggil dengan sedikit meninggikan suara.
Namun, pria itu seolah menulikan pendengarannya. Dinah mendengkus menahan gondok, cukup sudah. Gadis itu menarik napas dalam-dalam, lalu ditahan sesaat sebelum akhirnya ....
"BANG JAFRAN ANAKNYA BAPAK DANAR!" panggil Dinah setengah berteriak. Seandainya ia hidup di dalam animasi, pasti saat ini asap mengepul di atas kepalanya.
"A-apa, Dek?" jawab Jafran gelapan. Jafran merasa seperti ditarik kembali ke kehidupan nyata
Jafran memarkirkan mobilnya di salah satu pelataran kafe. Berjalan dengan langkah tegap nan lebar ke dalam, ternyata Adiyakhsa bersaudara sudah menunggu dirinya. Terlihat kakak-beradik itu langsung bangkit menyambut sahabat mereka."Yo, Bro! Udah lama nunggunya?" tanya Jafran basa-basi."Kagak. Baru lima manit yang lalu gue sama Kanindra nyampe," terang Kiandra sang kakak.Kepribadian antara Kanindra dan Kiandra memang sedikit bertolak belakang. Kiandra sosok yang ceria, mudah mendapatkan teman, jahil, tapi baik hati. Sedangkan Kanindra. Sosok yang sedikit kaku, cerdas, pengamat yang baik, tapi juga lumayan jahil pada orang-orang terdekatnya."Lo mau ngomongin apa?" tembak Kanindra to the point. Ketiga pria berusia matang itu duduk melingkar di satu meja bundar kafe. Ekspresi mereka mendadak serius, sebab Jafran tak menampakkan ekspresi lain sejak ia datang."Kal
Setelah pertemuan singkat tadi, Alya menyarankan untuk tidak langsung membawa Tristan atau Gibran pulang bersama mereka hari ini. Setidaknya, Dinah dan Jafran harus menceritakan perihal ini pada keluarga mereka sendiri, dan keluarga Tristan juga tentu saja.Tepat pukul tujuh malam, Dinah dan kakaknya pulang. Setelah mengucap salam Dinah dan Jafran memilih untuk membersihkan tubuh mereka dan makan malam terlebih dahulu. Ada rasa gugup saat Dinah memilih kata tepat yang akan ia katakan pada orang tuanya nanti. Dinah takut ayah dan ibunya tak percaya, tapi sepertinya Dinah lupa. Jafran akan membela tanpa diminta, karena abangnya itu tahu pasti apa yang mereka alami hari ini.Saat ini mereka tengah bersantai di ruang keluarga. Ayah dan bunda terlihat asik menonton, sedangkan Dinah dan Jafran saling melempar kode masing-masing. Melihat jam dinding yang baru memasuki jam delapan malam. Sepertinya belum terlalu malam jika mereka harus mengundang
Hari ini ada yang berbeda, Dinah dan teman-temannya tengah mengantar seseorang di bandara. Salah satu di antara mereka akan melanjutkan pendidikannya di luar negeri. Orang itu tak lain ialah Yuna, mengingat di antara mereka Yuna merupakan murid yang paling menonjol dalam hal akademik. Selain itu, orang tua Yuna sudah merancang pendidikannya sedemikian rupa.Tersiar kabar sewaktu mereka masih SMA. Bahwasannya Yuna akan menjalankan perusahaan keluarga. Yuna terhitung sebagai salah satu siswi dengan kondisi ekonomi yang sangat bagus. Ayahnya sebagai pendiri perusahaan yang bergerak di bidang lokomotif. Sedangkan ibunya merupakan perancang busana terkenal. Bahkan beberapa karya ibunya telah digunakan oleh aktor dan aktris hollywood.Namun, Yuna hanya anak tunggal. Ia seringkali merasa kesepian. Terlebih, baik ibu dan ayahnya sama-sama sibuk dengan urusan bisnis masing-masing. Parahnya, orang tua Yuna seolah memberikan beban berupa tuntutan nil
Arsyana memeluk Dinah dengan sabar, sedangkan tangannya sibuk mengusap lembut punggung mungil milik sahabatnya itu. Entah apa yang terjadi pada Dinah, sampai gadis itu menangis sesenggukkan dan sekacau ini. Dinah tak pernah terlihat semenyedihkan ini sebelumnya. Itu jika berkaitan tentang cinta, bahkan ketika putus dari Arga pun. Kondisi Dinah dikatakan jauh dari ini.Perlahan Dinah melerai pelukannya pada Arsyana, menghapus jejak air mata pada wajahnya. Lalu mengatur napasnya yang memburu sejak tadi. Dinah semakin pusing, dan suhu tubuhnya juga masih sama. Rasanya emosi dan kecewa membaur dan menyatu dalam dada Dinah menjadi amarah."Din, ada apa? Kenapa lo nangis kejer kayak gini? Si Arga nyakitin lo, iya?" tanya Syana membuka obrolan. Biar bagaimanapun, mereka harus saling membagi cerita agar masalah lekas selesai.Dinah menggeleng pelan, kemudian gadis itu pun menceritakan semuanya tanpa mengurangi, atau melebihkan fak
Tristan kembali terlihat dingin setelah ia tak lagi menjalin komunikasi dengan Dinah beberapa minggu belakangan ini. Bahkan beberapa teman dan rekan kerjanya, merasa aneh atas sikap Tristan yang kembali seperti dulu. Jika dulu pria itu masih bisa diajak bercanda, sekarang diajak bicara pun jarang direspon kalau tidak terlalu penting.Tidak ada yang tahu. Meskipun pria itu memang sudah putus dari Dinah, tapi ia tak langsung menjalin hubungan dengan Nara. Entah apa alasan Tristan melakukan hal itu. Namun tentu saja membuat Nara kebingungan setengah mati.Kendati demikian, Tristan malah bingung untuk memberitahukan perihal ini pada keluarganya. Bukan karena ia takut. Namun, karena hatinya sendiri masih bimbang. Ia ingin benar-benar memastikan, bahwa hatinya akan memilih siapa nanti. Boleh saja Dinah menganggap hubungan mereka selesai, tapi bagi Tristan hal seperti itu tidak berlaku. Hubungan yang terjalin di antara mereka, disetujui ole
Suara derap langkah kaki berkejaran dari arah gerbang bangunan kosong tersebut, dua orang pria tinggi tegap memasuki kawasan gedung dengan tampang cemas pada wajah masing-masing. Napas memburu diatur untuk kesekian kalinya, tapi tetap saja di setiap tarikannya terasa begitu berat. Ini bukan perihal oksigen yang tak tersalurkan ke paru-paru. Namun, ini tentang seberapa khawatirnya mereka saat ini.Tristan mengedarkan pandangannya ke segala penjuru bangunan. Tak ada penerangan yang memadai dari dalam gedung. Cahaya hanya berasal dari lampu-lampu kecil di beberapa tiang saja. Jangankan malam hari, bahkan saat siang bolong pun, sepertinya gedung ini masih akan tetap terlihat menyeramkan dan angker. Lantas, bagaimana bisa ponsel Nara terlacak di sini? Dari yang Tristan ketahui, Nara tak begitu suka dengan tempat yang pencahayaannya minim. Kecuali, gadis itu hanya berpura-pura di depannya. Entah apa alasannya.Masalah utamanya, Nara tak bisa dih
Tangan mungil itu sedikit terburu ketika menalikan sepatunya. Gadis itu bangun kesiangan karena memikirkan peristiwa semalam. Astaga, sebegitu kepikirannya Dinah hingga tak sadar malah begadang. Lagipula, gadis mana yang akan bersikap biasa saja setelah mencium pipi seorang pria dewasa? Mungkin insiden semalam bisa disebut sebagai sebuah ketidak sengajaan, tapi tetap saja. Just Dinah being Dinah. Dirinya akan selalu menjadi gadis pemikir ekstra. Kalau kata Nancy, Dinah salah satu jenis manusia yang sulit untuk bahagia. Karena mau menghabiskan separuh waktu dalam hidupnya, hanya untuk memikirkan perkataan, atau reaksi orang-orang terhadapnya. Karena Dinah dengan langkah tergesa menuruni anak tangga, gadis itu malah terkena teguran dari ayahnya yang sedang bersiap sarapan. Danar khawatir jika putrinya terluka. Seandainya laki-laki paruh baya itu tahu, apa yang kemarin Dinah rasakan. Bagaimana kiranya reaksi
Pagi ini kediaman keluarga besar pensiunan TNI itu nampak lebih ramai dari biasanya. Dinah menatap berkeliling ke setiap sudut, orang-orang begitu sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Acara pernikahan kakak satu-satunya itu hanya tinggal menghitung waktu. Besok adalah upacara pernikahan secara kemiliteran. Tristan juga ikut berpartisipasi sebagai pemimpin sangkur pora yang akan dilaksanakan esok pagi. Sedangkan Dinah? Entahlah, gadis itu tengah gundah seorang diri. Sebenarnya Dinah bahagia, tapi juga sedikit. Hanya sedikit sedih.Upacara sangkur pora, adalah semacam penyambutan untuk seorang calon istri prajurit. Ini bertujuan untuk mengenalkan si istri prajurit, secara keseluruhan kepada khalayak sekaligus rekan sesama prajurit. Sangkur pora untuk TNI Angkatan Darat, sama dengan pedang pora (upacara pernikahan untuk TNI Angkatan Laut). Menjadi kebanggaan tersendiri bagi mereka yang akan menjadi istri seorang prajurit TNI, ketika upacara ini berlangsung
Beberapa kali manik mata Dinah menatap tak tenang keluar jendela. Helaan napas penenang, seolah tak memberikan kesan apa pun bagi Dinah. Karena pada kenyataannya, Dinah masih sama. Masih risau, khawatir, juga takut dengan alasan tak tentu."Tenang, Din. Kamu dari tadi mondar-mandir terus. Enggak capek? Kakak aja liatnya pusing, loh," tegur Alya--kakak iparnya.Cukup bosan melihat apa yang Dinah lakukan sejak tadi.Wanita dewasa itu sibuk menyuapi gadis kecil, yang kini asik menikmati apel dalam gendongan ibunya. Menggigit di mana saja, asal bisa dirasa manis. Lucu dan sangat menggemaskan, itu jika saja Dinah tak sedang mengatur degupan jantungnya sendiri.Mengikuti saran kakak iparnya Dinah perlahan berangsur tenang. Setidaknya, ia tak berjalan hilir mudik di depan pintu kamar hotelnya, atau menatap resah keluar jendela.Tepat saat Dinah akan mendudukkan diri di samping Alya, seseorang jus
"Sakit karena kehancuran sebuah hubungan itu, selalu berdampak buruk kepada yang mengalaminya. Jangankan yang berkali-kali, yang sekali saja bisa membuatmu kehilangan kewarasan. Saya lebih suka memulai hal baru, dengan orang baru. Kita bukan sedang ulangan, maka dari itu tak ada kata remedial dalam sebuah percintaan. Baik kamu, atau saya. Kita cuma punya dua pilihan. Memulai yang baru, atau tetap di sini dan merasakan sakit itu sampai akhir." - Dari Dinah, untuk Arga. Ketika kamu jatuh cinta, lantas menduakannya. Kamu harus memilih yang kedua, sebab jika benar kamu mencintai yang pertama. Maka cinta kedua tak akan pernah hadir sebagai luka. - In Relationship.***Malam ini ditemani miliaran bintang yang berkelipan di langit Gaza, Arga terduduk seorang diri sambil meren
"I know that I'm late to say sorry, but late is better then never. Right?" - Tristan, untuk Dinah. "Manusia yang jatuh cinta itu sama seperti anak kecil dan permainannya. Tahu betapa sakitnya ketika jatuh, tapi bodohnya mereka tetap menahan luka yang sama. Itu semua bukan tanpa alasan, mereka selalu punya alasan untuk bertahan pada sesuatu yang menyakitkan." Balasan dari Dinah, untuk Tristan. ***Winarti menatap buliran hujan yang jatuh membasahi Bumi dari balik jendela. Tangannya terangkat meraba benda bening itu, mencoba merasakan dingin yang tersalur dari luar tempat dirinya berdiri.Hujan di bulan Juli. Dingin menelisik, menggigit hingga ke tulang-tulang seolah tak ada artinya bagi wanita paruh baya tersebut. Ia tengah rindu, tapi tak tahu bagaima
"Banyak yang bilang, kasih sayang sebesar itu bisa mengakibatkan rasa sakit yang sama besarnya. Tidak peduli sepandai apa kita berhati-hati agar tidak sampai menyakiti. Pada kenyataannya, selalu ada celah yang tak pernah bisa dihindari." - Jafran, In Relationship. Mungkin benar, dalam sebuah kelompok. Kamu hanya perlu kejujuran, juga saling percaya agar semuanya berjalan sebaik yang kamu mau. - In Relationship. ***Jafran meletakkan cangkir kopi kosongnya. Ini masalah kebiasaan, Jafran terlalu mencintai kopi. Meskipun adiknya sudah berulang kali memperingati dirinya tentang bahaya mengonsumsi kopi terlalu banyak, tapi ia hanya mengiyakan. Tanpa ada niat untuk benar-benar melepaskan minuman beraroma tersebut.Saat ini, apa kiranya yang ia lakukan? Enta
"Mungkin memang benar, kuncinya adalah coba mengikuti alur yang baru saja. Supaya kita tak terkurung kecanggungan itu sendiri," - Yuna, untuk dirinya sendiri. ***Terhitung sudah hampir dua minggu Dinah berada di Palestina. Niat hari ini untuk pergi mengunjungi sebuah tempat dengan Tristan malah tak jadi. Karena Dinah berubah pikiran dan menolak pergi ketika melihat luka pria itu. Memang lebih baik jika keinginan itu ditunda dulu, setidaknya sampai Tristan sudah lebih baik.Tristan yang keras kepala bisa kalah dengan Dinah. Lebih tepatnya, Tristan menurut setelah mendengar perkataan Dinah. "Om itu bukan super hero. Berhenti buat terlihat baik-baik aja, padahal sebenarnya Om juga terluka!"Bagaimana bisa Tristan tidak menurut kalau seperti itu. Dinah marah, dan Tristan tidak mau membuat masalah lagi. Apa
Ingat petuah ini? Sedewasa apa pun kamu, selamanya kamu hanya akan menjadi bayi bagi kedua orang tuamu. - Elma T Rizki - In Relationship. Terkadang, ada saat di mana kita perlu memaksakan hati untuk tetap kuat. Menerima kehilangan terbesar, kehilangan mereka yang sebenarnya ingin selalu kita lihat setiap harinya. - In Relationship. ***Hening menyelimuti ketiga orang di dalam bangunan tersebut. Dinah menelan kasar gumpalan di pangkal tenggorokannya susah payah. Hatinya bergemuruh cemas, apalagi melihat seringaian menyeramkan dari pria yang berdiri di hadapan Tristan di ujung sana. Terlebih, kedua laki-laki itu berbincang dalam bahasa asing. Dinah sama sekali tak mengerti.Sejujurnya, Dinah tak pernah belajar Bahasa Ibrani. Ia cukup kagum mengetahui Tr
Bagaimana pun, pertumpahan darah tidak bisa dijadikan jaminan bahwa masalah akan selesai. Selalu ada resiko dari sebuah dendam. Selalu! - Elma T Rizki - In Relationship. "Waktu selalu bisa membantu kita menemukan sesuatu yang kita butuhkan, bukan hanya sekadar yang kita inginkan." - Iqbal A, untuk Citra. Sepertinya sebuah hubungan selalu bisa menyeretmu dalam kesakitan. Entah itu kemarin, hari ini, atau juga besok. Pada intinya, sesuatu yang awalnya manis. Bukan jaminan bahwa akhirnya juga bahagia. - Elma T Rizki - In Relationship. *** Sesuai apa yang diucapkannya tadi. Setelah mereka mengantar para relawan kembali ke markas, seluruh anggota tim yang dipimpin oleh Tristan k
"Semua orang selalu punya cara sendiri untuk memperlihatkan cintanya ke orang terkasih. Terkadang, orang menganggap itu adalah sebuah kebodohan, tapi enggak ada yang namanya kebodohan dalam cinta. Mereka melakukannya, karena mereka ingin dan mereka ikhlas." - Jifran, untuk Arsyana. Manusia dengan sifatnya yang tak pernah merasa puas, merasa berkuasa. Bahkan jika harus merebut yang bukan miliknya. Lucu sekali! - Elma T Rizki - In Relationship. Memang tidak sedekat antara Tuhan dengan hambanya. Orang-orang selalu yakin, bahwa hamba dan Tuhannya sedekat jantung dengan tulang rusuk, tapi seseorang yang kamu cintai. Mereka sebelumnya juga sempat terukir di bagian dalam hati, bukan? - In Relationship. ***
"Patah hati itu ngeselin, ya. Semakin ingin maju, sakitnya malah semakin memanggil dari suara masalalu." - Iqbal A, untuk Dinah. "Mungkin, Allah memberika rasa sakit ini, supaya aku bisa semakin dekat kepada Dia. Selama ini, aku sering lupa, bahwa aku hidup dengan pilar teguh yang bernama agama. Percuma juga sebenarnya, karena imanku tipis." - Maidinah Hafidzah, untuk dirinya sendiri. "Lucu, kenapa manusia selalu dibuat bingung dengan pilihanya sendiri?" - Arqian Argantara.~*~Seorang pria berlari pelan menyusuri taman komplek, tempat di mana ia akan menemui seseorang. Begitu kaki jenjangnya menapak sempurna di sana, maniknya mengedar ke sagala sisi, mencari sosok yang mungkin saja sudah pulang bermenit-menit yang lalu."Shit! Uda