Pagi ini kediaman keluarga besar pensiunan TNI itu nampak lebih ramai dari biasanya. Dinah menatap berkeliling ke setiap sudut, orang-orang begitu sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Acara pernikahan kakak satu-satunya itu hanya tinggal menghitung waktu. Besok adalah upacara pernikahan secara kemiliteran. Tristan juga ikut berpartisipasi sebagai pemimpin sangkur pora yang akan dilaksanakan esok pagi. Sedangkan Dinah? Entahlah, gadis itu tengah gundah seorang diri. Sebenarnya Dinah bahagia, tapi juga sedikit. Hanya sedikit sedih.
Upacara sangkur pora, adalah semacam penyambutan untuk seorang calon istri prajurit. Ini bertujuan untuk mengenalkan si istri prajurit, secara keseluruhan kepada khalayak sekaligus rekan sesama prajurit. Sangkur pora untuk TNI Angkatan Darat, sama dengan pedang pora (upacara pernikahan untuk TNI Angkatan Laut). Menjadi kebanggaan tersendiri bagi mereka yang akan menjadi istri seorang prajurit TNI, ketika upacara ini berlangsung
Malam ini Dinah hanya duduk seorang diri sambil membaca novel di kamarnya. Sebenarnya gadis bermanik cokelat itu bosan. Karena biasanya di waktu seperti ini, Jafran yang akan mengajaknya pergi entah ke manapun. Mungkin sekadar berjalan-jalan malam mengitari taman komplek, atau juga melakukan hal lain bersama. Misalnya, menonton, membaca buku, bahkan memasak bersama. Ah, Dinah rindu masa seperti itu. Masa di mana mereka tak perlu khawatir jika harus berjauhan satu sama lain. Namun sekarang, sepertinya Dinah harus belajar berkawan rindu. Padahal Jafran menikah pun, belum dua bulan.Ingin sekali Dinah mengajak Arsyana dan Nancy keluar. Namun, sepertinya keinginan itu perlu Dinah tekan kuat. Kedua gadis itu juga tengah sibuk dengan pasangan mereka masing-masing. Mana boleh Dinah egois. Bagaimanapun, baik Arsyana atau Nancy. Mereka tentu butuh waktu bersama pasangan."Argh ...," jeritan frustrasi akhirnya meluncur dari bibir mungil gadis berman
"Duh, perut gue kok sakitnya nambah parah, ya?" keluh gadis itu sendiri.Dinah meremas perutnya yang terasa amat nyeri. Entah apa yang ia makan, hingga kini keadaan Dinah malah terlihat seperti minta dikasihani saja. Bibirnya memucat, tatapannya sayu, juga tubuh yang terasa begitu lemas. Gadis itu masih bergelung di dalam selimut, sesekali mengumpat pelan karena rasa sakitnya kian menjadi.Kesialan bagi Dinah, kedua orang tuanya sedang tak ada di rumah. Sudah hampir tiga hari mereka mengunjungi sang abang tercinta. Tepat setelah ia dan Tristan kembali dari curug sewaktu itu. Kabarnya Alya sedang menjalani trimester pertama kehamilannya. Dinah senang mengetahui kabar itu. Namun, cukup prihatin juga dengan keadaan Jafran. Pria dengan senyum menawan itu sampai kelimpungan sendiri melayani keinginan aneh dari istrinya. Yah. Dari fakta yang Dinah dengar melalui Danar, mengidam memang membuat para suami susah.Melupakan persoala
"Akhirnya ... selesai juga. Walaupun baru dikit yang, sih," ujar gadis itu lega.Dinah mengembuskan napasnya perlahan. Ia baru saja selesai mengerjakan tugas dari dosennya. Entah mengapa, saat masa menstruasi seperti ini, Dinah cenderung rajin mengerjakan tugasnya. Gadis itu paling tak suka menumpuk tugas. Catat, hanya saat dia mengalami masa menstruasi.Di tengah kesibukannya, tiba-tiba saja pintu ruang kelas mereka dipukul keras oleh seseorang dari luar. Semua mata secara serentak menoleh ke arah sumber suara, tak terkecuali dengan Dinah sendiri. Sementara orang yang berada di ambang pintu, Nancy. Malah terkekeh canggung karena berhasil membuat dirinya menjadi pusat perhatian.Namun, pada dasarnya Nancy malas peduli. Mau ditatap sedemikian tajam pun, Nancy tak akan pernah ambil pusing tentang cara orang lain berpikir tentangnya. Mungkin itu juga yang menjadi alasan utama, mengapa Nancy selalu terlihat bahagia dengan kead
Secangkir teh hangat yang beranjak mendingin di atas meja kecil di balkon kamarnya, menjadi teman terbaik Dinah di sore ini. Berhubung ia hanya sendirian, jadi Dinah tak perlu bersusah payah untuk bercerita pada siapa pun terkait kecewanya. Pun ingatan tentang seluruh perkataan Tristan kemarin malan, kini malah berputar bagai kaset rusak di dalam otaknya. Dinah tak ingin mengakui ini, tapi nyatanya dia memang selemah itu.Awan mendung nan kelabu memayungi langit kota di sore hari. Terlihat begitu sendu, seolah menyamai diri dengan suasana hati Dinah. Rumah, adalah tempat terakhir yang bisa Dinah pakai untuk menenangkan diri, entahlah. Ia merasa cukup santai saat tak ada seorang pun di sini. Hanya ia dan bayangannya. Sepulang dari kampusnya, Dinah sama sekali tak berniat kembali ke rumah keluarga Adiyakhsa. Persetan dengan bagaimana reaksi mereka semua. Dinah benar-benar tak mau peduli.Tangan mungil Dinah memilin liontin kalung berinisial
Rasa itu istimewa, ia tumbuh ketika kita sering bertemu. Menghabiskan banyak waktu, dengan kamu yang begitu menguras haru. Sejauh ini, belum ada kata tepat untuk mendeskripsikan kamu. Jika kamu mengibaratkan aku sebagai 'cinta', lalu harus kusebut apa dirimu? Sempurna, kah?Kemarin kita saling meluka, tapi sekarang semuanya baik-baik saja. Katanya, itu karena kamu tak suka aku marah. Tak suka bila aku harus menjauh dan mengalah. Iya, ego itu seperti duri. Jadi, jangan lagi ditanam dalam hatiTerkadang, kita tak bisa membunuh ego itu. Meski berulang kali dipaksa mati, tapi ia tumbuh bagai membuat janji dengan diri. Terakhir yang menjadi harapanku kali ini, kita berhenti membuat luka antara satu sama lain.Dinah meletakkan penanya. Ia baru saja membuat prosais. Entah
'Untuk waktu. Tolong catat ini. Jika suatu saat aku goyah dengan pilihanku. Ingatkan aku, bahwa kami-aku dan dia. Pernah melewati kisah terbaik, sejauh kami menapaki tiap jengkal dunia.'Maidinah Hafidzah-Tristan AdiyakhsaBumi, 24 Maret. -----Dinah melangkah semangat menuruni tangga lantai dua rumahnya. Penampilannya terlihat begitu manis. Rambutnya dicepol ke atas setengahnya, lalu setengah lagi dibiarkan tergerai. Celana kulot navy, dipadukan dengan kaus hitam dan dilapisi cardigan berwarna senada. Siapa pun pasti tertipu dengan penampilan elegan ala Dinah, padahal Dinah tak seelegan itu. Malah sifat kekanakannya bisa saja menguji sabar."Pagi Ayah,
"Ya ... untuk mereka yang tak merasakannya, mereka tidak akan mengerti. Jatuh cinta itu bukan hanya perkara pilihan, melainkan tentang perasaan. Memangnya, siapa juga yang mau sakit hati, kalau seandainya perasaan bisa dipaksa berhenti?" - Sarah, untuk dirinya sendiri. "Kata siapa jatuh cinta hanya soal perasaan? Justru jatuh cinta itu pilihan. Kamu bisa memilih kepada siapa kamu jatuh cinta, karena pada dasarnya. Perasaanmu itu tergantung ke mana kamu melabuhkannya." - Tristan Adiyakhsa, nasehat untuk orang terdekat. Terkadang seseorang harus menutup telinganya kuat-kuat, agar tak mendengar hal yang bisa saja merusak dan membuatnya melepas apa yang ia miliki sekarang. - Elma T Rizki - In Relationship. ***
"Kenal lama sama seseorang, enggak menjamin lo tahu semua hal tentang dia. Karena keterbukaan seseorang sama lo itu, ibarat 1 banding 10. Artinya, di antara sepuluh omongan, cuma satu fakta yang jujur mereka ucapin ke lo. Sisanya, cuma dia sama Tuhan yang tahu." - Arqian Arsyana. "Semua orang memang punya, dan pantas mendapat kesempatan kedua. Cuma di sini, lo perlu memahami hal lain. Bahwa enggak semua orang, mau memberikan kesempatan kedua. Termasuk gue sendiri. Pacaran sama mantan itu, seperti membaca buku yang sama, tapi ngeharapin ending yang berbeda. Itu hal yang enggak mungkin. Sad ending, enggak akan berubah jadi happy ending hanya karena gue mau kembali sama lo." - Maidinah Hafidzah. "Antara rasa cinta dan nyaman, rasa nyaman lebih berbahaya. Dalam artian seperti ini. Kamu bisa saja j
Beberapa kali manik mata Dinah menatap tak tenang keluar jendela. Helaan napas penenang, seolah tak memberikan kesan apa pun bagi Dinah. Karena pada kenyataannya, Dinah masih sama. Masih risau, khawatir, juga takut dengan alasan tak tentu."Tenang, Din. Kamu dari tadi mondar-mandir terus. Enggak capek? Kakak aja liatnya pusing, loh," tegur Alya--kakak iparnya.Cukup bosan melihat apa yang Dinah lakukan sejak tadi.Wanita dewasa itu sibuk menyuapi gadis kecil, yang kini asik menikmati apel dalam gendongan ibunya. Menggigit di mana saja, asal bisa dirasa manis. Lucu dan sangat menggemaskan, itu jika saja Dinah tak sedang mengatur degupan jantungnya sendiri.Mengikuti saran kakak iparnya Dinah perlahan berangsur tenang. Setidaknya, ia tak berjalan hilir mudik di depan pintu kamar hotelnya, atau menatap resah keluar jendela.Tepat saat Dinah akan mendudukkan diri di samping Alya, seseorang jus
"Sakit karena kehancuran sebuah hubungan itu, selalu berdampak buruk kepada yang mengalaminya. Jangankan yang berkali-kali, yang sekali saja bisa membuatmu kehilangan kewarasan. Saya lebih suka memulai hal baru, dengan orang baru. Kita bukan sedang ulangan, maka dari itu tak ada kata remedial dalam sebuah percintaan. Baik kamu, atau saya. Kita cuma punya dua pilihan. Memulai yang baru, atau tetap di sini dan merasakan sakit itu sampai akhir." - Dari Dinah, untuk Arga. Ketika kamu jatuh cinta, lantas menduakannya. Kamu harus memilih yang kedua, sebab jika benar kamu mencintai yang pertama. Maka cinta kedua tak akan pernah hadir sebagai luka. - In Relationship.***Malam ini ditemani miliaran bintang yang berkelipan di langit Gaza, Arga terduduk seorang diri sambil meren
"I know that I'm late to say sorry, but late is better then never. Right?" - Tristan, untuk Dinah. "Manusia yang jatuh cinta itu sama seperti anak kecil dan permainannya. Tahu betapa sakitnya ketika jatuh, tapi bodohnya mereka tetap menahan luka yang sama. Itu semua bukan tanpa alasan, mereka selalu punya alasan untuk bertahan pada sesuatu yang menyakitkan." Balasan dari Dinah, untuk Tristan. ***Winarti menatap buliran hujan yang jatuh membasahi Bumi dari balik jendela. Tangannya terangkat meraba benda bening itu, mencoba merasakan dingin yang tersalur dari luar tempat dirinya berdiri.Hujan di bulan Juli. Dingin menelisik, menggigit hingga ke tulang-tulang seolah tak ada artinya bagi wanita paruh baya tersebut. Ia tengah rindu, tapi tak tahu bagaima
"Banyak yang bilang, kasih sayang sebesar itu bisa mengakibatkan rasa sakit yang sama besarnya. Tidak peduli sepandai apa kita berhati-hati agar tidak sampai menyakiti. Pada kenyataannya, selalu ada celah yang tak pernah bisa dihindari." - Jafran, In Relationship. Mungkin benar, dalam sebuah kelompok. Kamu hanya perlu kejujuran, juga saling percaya agar semuanya berjalan sebaik yang kamu mau. - In Relationship. ***Jafran meletakkan cangkir kopi kosongnya. Ini masalah kebiasaan, Jafran terlalu mencintai kopi. Meskipun adiknya sudah berulang kali memperingati dirinya tentang bahaya mengonsumsi kopi terlalu banyak, tapi ia hanya mengiyakan. Tanpa ada niat untuk benar-benar melepaskan minuman beraroma tersebut.Saat ini, apa kiranya yang ia lakukan? Enta
"Mungkin memang benar, kuncinya adalah coba mengikuti alur yang baru saja. Supaya kita tak terkurung kecanggungan itu sendiri," - Yuna, untuk dirinya sendiri. ***Terhitung sudah hampir dua minggu Dinah berada di Palestina. Niat hari ini untuk pergi mengunjungi sebuah tempat dengan Tristan malah tak jadi. Karena Dinah berubah pikiran dan menolak pergi ketika melihat luka pria itu. Memang lebih baik jika keinginan itu ditunda dulu, setidaknya sampai Tristan sudah lebih baik.Tristan yang keras kepala bisa kalah dengan Dinah. Lebih tepatnya, Tristan menurut setelah mendengar perkataan Dinah. "Om itu bukan super hero. Berhenti buat terlihat baik-baik aja, padahal sebenarnya Om juga terluka!"Bagaimana bisa Tristan tidak menurut kalau seperti itu. Dinah marah, dan Tristan tidak mau membuat masalah lagi. Apa
Ingat petuah ini? Sedewasa apa pun kamu, selamanya kamu hanya akan menjadi bayi bagi kedua orang tuamu. - Elma T Rizki - In Relationship. Terkadang, ada saat di mana kita perlu memaksakan hati untuk tetap kuat. Menerima kehilangan terbesar, kehilangan mereka yang sebenarnya ingin selalu kita lihat setiap harinya. - In Relationship. ***Hening menyelimuti ketiga orang di dalam bangunan tersebut. Dinah menelan kasar gumpalan di pangkal tenggorokannya susah payah. Hatinya bergemuruh cemas, apalagi melihat seringaian menyeramkan dari pria yang berdiri di hadapan Tristan di ujung sana. Terlebih, kedua laki-laki itu berbincang dalam bahasa asing. Dinah sama sekali tak mengerti.Sejujurnya, Dinah tak pernah belajar Bahasa Ibrani. Ia cukup kagum mengetahui Tr
Bagaimana pun, pertumpahan darah tidak bisa dijadikan jaminan bahwa masalah akan selesai. Selalu ada resiko dari sebuah dendam. Selalu! - Elma T Rizki - In Relationship. "Waktu selalu bisa membantu kita menemukan sesuatu yang kita butuhkan, bukan hanya sekadar yang kita inginkan." - Iqbal A, untuk Citra. Sepertinya sebuah hubungan selalu bisa menyeretmu dalam kesakitan. Entah itu kemarin, hari ini, atau juga besok. Pada intinya, sesuatu yang awalnya manis. Bukan jaminan bahwa akhirnya juga bahagia. - Elma T Rizki - In Relationship. *** Sesuai apa yang diucapkannya tadi. Setelah mereka mengantar para relawan kembali ke markas, seluruh anggota tim yang dipimpin oleh Tristan k
"Semua orang selalu punya cara sendiri untuk memperlihatkan cintanya ke orang terkasih. Terkadang, orang menganggap itu adalah sebuah kebodohan, tapi enggak ada yang namanya kebodohan dalam cinta. Mereka melakukannya, karena mereka ingin dan mereka ikhlas." - Jifran, untuk Arsyana. Manusia dengan sifatnya yang tak pernah merasa puas, merasa berkuasa. Bahkan jika harus merebut yang bukan miliknya. Lucu sekali! - Elma T Rizki - In Relationship. Memang tidak sedekat antara Tuhan dengan hambanya. Orang-orang selalu yakin, bahwa hamba dan Tuhannya sedekat jantung dengan tulang rusuk, tapi seseorang yang kamu cintai. Mereka sebelumnya juga sempat terukir di bagian dalam hati, bukan? - In Relationship. ***
"Patah hati itu ngeselin, ya. Semakin ingin maju, sakitnya malah semakin memanggil dari suara masalalu." - Iqbal A, untuk Dinah. "Mungkin, Allah memberika rasa sakit ini, supaya aku bisa semakin dekat kepada Dia. Selama ini, aku sering lupa, bahwa aku hidup dengan pilar teguh yang bernama agama. Percuma juga sebenarnya, karena imanku tipis." - Maidinah Hafidzah, untuk dirinya sendiri. "Lucu, kenapa manusia selalu dibuat bingung dengan pilihanya sendiri?" - Arqian Argantara.~*~Seorang pria berlari pelan menyusuri taman komplek, tempat di mana ia akan menemui seseorang. Begitu kaki jenjangnya menapak sempurna di sana, maniknya mengedar ke sagala sisi, mencari sosok yang mungkin saja sudah pulang bermenit-menit yang lalu."Shit! Uda