"Duh, perut gue kok sakitnya nambah parah, ya?" keluh gadis itu sendiri.
Dinah meremas perutnya yang terasa amat nyeri. Entah apa yang ia makan, hingga kini keadaan Dinah malah terlihat seperti minta dikasihani saja. Bibirnya memucat, tatapannya sayu, juga tubuh yang terasa begitu lemas. Gadis itu masih bergelung di dalam selimut, sesekali mengumpat pelan karena rasa sakitnya kian menjadi.
Kesialan bagi Dinah, kedua orang tuanya sedang tak ada di rumah. Sudah hampir tiga hari mereka mengunjungi sang abang tercinta. Tepat setelah ia dan Tristan kembali dari curug sewaktu itu. Kabarnya Alya sedang menjalani trimester pertama kehamilannya. Dinah senang mengetahui kabar itu. Namun, cukup prihatin juga dengan keadaan Jafran. Pria dengan senyum menawan itu sampai kelimpungan sendiri melayani keinginan aneh dari istrinya. Yah. Dari fakta yang Dinah dengar melalui Danar, mengidam memang membuat para suami susah.
Melupakan persoala
"Akhirnya ... selesai juga. Walaupun baru dikit yang, sih," ujar gadis itu lega.Dinah mengembuskan napasnya perlahan. Ia baru saja selesai mengerjakan tugas dari dosennya. Entah mengapa, saat masa menstruasi seperti ini, Dinah cenderung rajin mengerjakan tugasnya. Gadis itu paling tak suka menumpuk tugas. Catat, hanya saat dia mengalami masa menstruasi.Di tengah kesibukannya, tiba-tiba saja pintu ruang kelas mereka dipukul keras oleh seseorang dari luar. Semua mata secara serentak menoleh ke arah sumber suara, tak terkecuali dengan Dinah sendiri. Sementara orang yang berada di ambang pintu, Nancy. Malah terkekeh canggung karena berhasil membuat dirinya menjadi pusat perhatian.Namun, pada dasarnya Nancy malas peduli. Mau ditatap sedemikian tajam pun, Nancy tak akan pernah ambil pusing tentang cara orang lain berpikir tentangnya. Mungkin itu juga yang menjadi alasan utama, mengapa Nancy selalu terlihat bahagia dengan kead
Secangkir teh hangat yang beranjak mendingin di atas meja kecil di balkon kamarnya, menjadi teman terbaik Dinah di sore ini. Berhubung ia hanya sendirian, jadi Dinah tak perlu bersusah payah untuk bercerita pada siapa pun terkait kecewanya. Pun ingatan tentang seluruh perkataan Tristan kemarin malan, kini malah berputar bagai kaset rusak di dalam otaknya. Dinah tak ingin mengakui ini, tapi nyatanya dia memang selemah itu.Awan mendung nan kelabu memayungi langit kota di sore hari. Terlihat begitu sendu, seolah menyamai diri dengan suasana hati Dinah. Rumah, adalah tempat terakhir yang bisa Dinah pakai untuk menenangkan diri, entahlah. Ia merasa cukup santai saat tak ada seorang pun di sini. Hanya ia dan bayangannya. Sepulang dari kampusnya, Dinah sama sekali tak berniat kembali ke rumah keluarga Adiyakhsa. Persetan dengan bagaimana reaksi mereka semua. Dinah benar-benar tak mau peduli.Tangan mungil Dinah memilin liontin kalung berinisial
Rasa itu istimewa, ia tumbuh ketika kita sering bertemu. Menghabiskan banyak waktu, dengan kamu yang begitu menguras haru. Sejauh ini, belum ada kata tepat untuk mendeskripsikan kamu. Jika kamu mengibaratkan aku sebagai 'cinta', lalu harus kusebut apa dirimu? Sempurna, kah?Kemarin kita saling meluka, tapi sekarang semuanya baik-baik saja. Katanya, itu karena kamu tak suka aku marah. Tak suka bila aku harus menjauh dan mengalah. Iya, ego itu seperti duri. Jadi, jangan lagi ditanam dalam hatiTerkadang, kita tak bisa membunuh ego itu. Meski berulang kali dipaksa mati, tapi ia tumbuh bagai membuat janji dengan diri. Terakhir yang menjadi harapanku kali ini, kita berhenti membuat luka antara satu sama lain.Dinah meletakkan penanya. Ia baru saja membuat prosais. Entah
'Untuk waktu. Tolong catat ini. Jika suatu saat aku goyah dengan pilihanku. Ingatkan aku, bahwa kami-aku dan dia. Pernah melewati kisah terbaik, sejauh kami menapaki tiap jengkal dunia.'Maidinah Hafidzah-Tristan AdiyakhsaBumi, 24 Maret. -----Dinah melangkah semangat menuruni tangga lantai dua rumahnya. Penampilannya terlihat begitu manis. Rambutnya dicepol ke atas setengahnya, lalu setengah lagi dibiarkan tergerai. Celana kulot navy, dipadukan dengan kaus hitam dan dilapisi cardigan berwarna senada. Siapa pun pasti tertipu dengan penampilan elegan ala Dinah, padahal Dinah tak seelegan itu. Malah sifat kekanakannya bisa saja menguji sabar."Pagi Ayah,
"Ya ... untuk mereka yang tak merasakannya, mereka tidak akan mengerti. Jatuh cinta itu bukan hanya perkara pilihan, melainkan tentang perasaan. Memangnya, siapa juga yang mau sakit hati, kalau seandainya perasaan bisa dipaksa berhenti?" - Sarah, untuk dirinya sendiri. "Kata siapa jatuh cinta hanya soal perasaan? Justru jatuh cinta itu pilihan. Kamu bisa memilih kepada siapa kamu jatuh cinta, karena pada dasarnya. Perasaanmu itu tergantung ke mana kamu melabuhkannya." - Tristan Adiyakhsa, nasehat untuk orang terdekat. Terkadang seseorang harus menutup telinganya kuat-kuat, agar tak mendengar hal yang bisa saja merusak dan membuatnya melepas apa yang ia miliki sekarang. - Elma T Rizki - In Relationship. ***
"Kenal lama sama seseorang, enggak menjamin lo tahu semua hal tentang dia. Karena keterbukaan seseorang sama lo itu, ibarat 1 banding 10. Artinya, di antara sepuluh omongan, cuma satu fakta yang jujur mereka ucapin ke lo. Sisanya, cuma dia sama Tuhan yang tahu." - Arqian Arsyana. "Semua orang memang punya, dan pantas mendapat kesempatan kedua. Cuma di sini, lo perlu memahami hal lain. Bahwa enggak semua orang, mau memberikan kesempatan kedua. Termasuk gue sendiri. Pacaran sama mantan itu, seperti membaca buku yang sama, tapi ngeharapin ending yang berbeda. Itu hal yang enggak mungkin. Sad ending, enggak akan berubah jadi happy ending hanya karena gue mau kembali sama lo." - Maidinah Hafidzah. "Antara rasa cinta dan nyaman, rasa nyaman lebih berbahaya. Dalam artian seperti ini. Kamu bisa saja j
"Kebanyakan orang hanya akan memberikan pendapat dan saran, tanpa menyertakan pertimbangan. Padahal mereka tidak tahu, sejauh apa orang lain berusaha, hanya agar mereka terbebas dari perasaan yang membelenggu mereka sendiri." - Iqbal Anggara - In Relationship. "Sebuah jalinan hubungan itu tidak ada bagusnya, kalau salah satu di antara mereka hanya menganggap hubungan sebagai ajang coba-coba." -Elma T Rizki dan Nancy - In Relationship. **Iqbal meraih bungkusan terakhir cokelat di atas meja. Semalam niatnya, ia akan membawakan camilan itu untuk Citra. Namun, rencananya membuat Citra gagal baper. Di luar dugaan, adik angkat Tristan itu justru tak suka cokelat.Padahal tanpa sepengetahuan Iqbal, Citra sendiri sudah cukup dibuat melayang, hanya dengan kun
''Kamu tuh, Din. Udah manis, imut, lucu, hidup lagi! Bikin repot perasaan orang aja.' - Tristan Adiyakhsa, untuk Maidinah Hafidzah. "Nancy, bilang sama gue. Seandainya perasaan gue bikin lo merasa terbebani. Bilang sama gue, seandainya perasaan gue ini masalah buat lo. Enggak apa-apa, saat lo bilang begitu. Gue yang bakalan nanggung perasaan ini sendiri, dan menjauh dari lo. Gue janji!" - Lucas, untuk Nancy. **Menjadi mahasiswa kedokteran sepertinya tak memberi waktu santai bagi Dinah. Bahkan setelah lima tahun melewati masa-masa di bangku kuliahnya, Dinah perlu menjalankan Koas lagi. Cukup atau bahkan sangat melelahkan. Koas atau “dokter muda&rd