“Joe itu benar-benar keterlaluan! Kepala Bagian juga sama saja jahatnya! Apa dihajar aja besok pas pulang kantor, Non!” cerocos Surtini sambil menyingsingkan lengan baju.
Hidung mungil tampak kembang-kempis meningkahi gerakan bibirnya yang mencong kiri-kanan. Eka dan Okan tak kuasa menahan tawa. Sebenarnya, mereka juga kesal dengan perundungan ala Joe dan si Kepala Bagian, tetapi ekspresi Surtini terlalu lawak untuk dilewatkan.
“Ish! Malah diketawain! Non sama Mas Okan jahat!” gerutu Surtini. Bibirnya sudah maju beberapa senti.
“Habisnya kamu lucu, sih,” goda Eka sembari mengedipkan sebelah mata.
Surtini mencubit gemas lengan Eka. Dia terus mengomel. Namun, Eka malah semakin semangat meledek. Okan mengelus dada. Lelaki paruh baya itu masih belum terbiasa dengan dua sisi Eka yang berlawanan, saat di kantor dikenal sebagai pemuda cupu, polos, dan teraniaya, sementara di luar berubah menjadi sosok cerdas, iseng, sekaligus
"Kok, aku ada firasat buruk, nih," celetuk Surtini sembari merapikan mejanya.Jam pulang kantor tinggal 5 menit lagi. Laporan yang harus digarapnya juga sudah selesai. Dia memanfaatkan waktu tersisa untuk beres-beres.Beda lagi dengan Eka. Pemuda itu asyik menyusun dokumen sembari menggumam pelan, seperti bersenandung. Wajahnya tampak semringah. Sesekali senyum licik tersungging di bibir. Dia tentu bukan sedang merapikan tugas, tetapi menata bukti-bukti kecurangan atasan maupun staf-staf bermasalah.Baru saja, Surtini memasukkan dompet ke tas sebagai langkah terakhir, Okan datang dengan tergopoh-gopoh. Firasat buruknya semakin menguat saat melihat pria yang sudah dianggap kakak sendiri itu memucat. Okan mengatur napas sejenak sambil mengelap keringat yang terus meluncur di dahi."Nono, Wati, kita dipanggil kepala bagian lagi," ungkap dengan sorot mata putus asa."Oh, oke, Mas. Ayo kita ke sana," sahut Eka ringan.Surtini menatap protes. Namu
"Nono, Wati? Siapa Eka dan Surti? Rasanya di KTP kalian hanya tertulis Nono Saptono dan Kusumawati.""Itu nama panggilan pas kecil, Mas!" seru Surtini dengan cepat.Namun, ternyata Eka berpikiran lain. Dia menepuk bahu Surtini dan menggeleng pelan. Sebuah isyarat agar mereka mengatakan yang sebenarnya.Ketulusan Okan sudah terbukti. Track record senior baik hati itu juga sangat bersih. Menurut Eka, lebih baik dia diberitahu lebih dulu agar tidak terlalu kaget dan merasa dikhianati."Jadi, nama panggilan pas kecil?" tanya Okan lagi."Bukan, Mas. Tapi, kami sebenarnya mata-mata Pak Bambang,” celetuk Eka."Hah?!"Okan dan Surtini kompak terkesiap. Eka menyentil kening Surtini dengan gemas."Kenapa kamu ikutan kaget, Sur?""Gimana enggak kaget. Non Eka bilang kita mata-mata. Sejak kapan kita jadi mata-mata? Bukannya Pak Bambang naruh Non di PT Kimia Berjaya buat ujian penerus?" cerocos Surtini.Ok
Kepala Bagian terus mengetuk-ngetuk bolpoin di meja. Dia juga beberapa kali mengelap keringat yang meluncur di dahi. Sapu tangannya sampai basah kuyup. Sementara itu, tatapan perwakilan PT Pharmaceutical Aeropolis semakin mengintimidasi, seperti memberi isyarat bahwa kerja sama akan batal jika staf yang mengerjakan dokumen proyek itu tidak bisa memberikan penjelasan dengan baik.Tepat setelah 5 menit menunggu, pintu ruang rapat tiba-tiba dibuka. Joe datang bersama Eka, Surtini, dan Okan. Mereka membungkukkan badan sedikit dan memberi salam.Perwakilan PT Pharmaceutical Aeropolis seperti hendak berbicara. Namun, Kepala Bagian yang tidak peka malah mencerocos duluan."Kalian ini benar-benar keterlaluan! Saya, kan, hanya minta untuk periksa salah ketik, kenapa malah menambahkan hal tidak perlu? Cepat tunjukkan dokumen sebelumnya yang belum kalian ubah-ubah seenaknya!"Kepala Bagian mendecakkan lidah."Apa kalian tidak tahu betapa pentingnya 
Anak haram itu membuatmu kesal lagi, Sayang?" tebak Saga begitu Jihan datang ke rumahnya dengan wajah masam."Memangnya siapa lagi yang bisa membuatku kesal?" ketus Jihan.Dia mengempaskan tubuh di sofa. Saga mengambil kesempatan untuk menarik sang kekasih ke dalam dekapan. Satu kecupan singkatnya juga sempat mendarat di kening Jihan."Kau tau, Saga? Lagaknya itu makin menjadi-jadi! Dulu, dia mengancam hubungan putriku dengan pewaris Keluarga Pratama. Sekarang, malah lebih berbahaya," cerocos Jihan hampir tanpa jeda.Saga mencubit pelan ujung hidung Jihan, lalu menyeletuk, "Ayolah, dia hanya anak yang tidak punya legalitas di Keluarga Hartono. Kenapa kau begitu mencemaskannya? Andre jelas memiliki kesempatan lebih besar."Jihan mendengkus kasar. Wajah cantiknya berubah bengis. Sorot penuh kebencian yang memancar dari sepasang mata indah meremangkan bulu kuduk. Namun, bagi Saga justru terasa sangat menggemaskan. Terkadang, cinta memang segila
Surtini menghela napas berat. Jemarinya menekan keyboard dengan malas. Dia merasa bosan karena Eka sengaja datang terlambat. Hari ini akan menjadi puncak dari rencana si tuan muda. Parasit-parasit yang menggerogoti perusahaan akan disingkirkan dengan manis.Rasa bosan menimbulkan kantuk. Surtini memutuskan untuk menyeduh kopi di pantry, lalu kembali ke kubikelnya untuk melanjutkan menggarap laporan evaluasi bulanan. Baru saja membuka salah satufile, suara dari kubikel 3 dan 4 mengusik telinganya.“Ini lho, Nin, artis idolaku yang baru. Ganteng banget, ‘kan?” celetuk si gadis kubikel 4, sohib kentalnya Nina.Surtini sesekali melirik dan menajamkan pendengaran. Sementara itu, jemarinya bergerak lincah di keyboard, memasukkan angka-angka di kolom jumlah produk terbaru yang berhasil terjual bulan lalu. Nina tampak menahan tawa dan tersenyum angkuh.“Ini enggak ada apa-apanya tau dibandingkan tu
Suasana terasa mencekik. Detak jam di dinding terdengar seperti penghitung mundur di bom waktu. Gilang mengepalkan tangan dengan kuat. Bambang menyeringai sembari menatap lekat wajah sang cucu. Sementara Eka tetap menunjukkan raut wajah tenang dan profesional."Bagaimana Eka? Sanggup menerima tugas?" tantang Bambang lagi.Gilang menggeleng pelan, seolah mengirim isyarat kepada putranya agar menolak. Namun, Eka tiba-tiba menyunggingkan seulas senyuman. Raut wajahnya memang tampak penuh hormat, tetapi pengusaha kawakan sekelas Bambang bisa mendeteksi keangkuhan di sorot mata sang cucu."Tentu saja, saya akan menerimanya, Pak," sahut Eka pada akhirnya.Bambang tersenyum puas. Namun, Gilang tentu tidak terima. Wajahnya berubah pucat. Dia tanpa sadar mengguncang-guncangkan tubuh Eka."Eka, tunggu dulu! Kamu jangan mengambil keputusan terburu-buru! Pikirkan dengan kepala dingin!" cecarnya dengan mata melotot.Eka menyeringai. Gilang menelan ludah.
“Kudengar banyak yang ikutan kasih-kasih saran di aplikasi itu? Kamu ikutan juga?""Big No. Apaan dah, sistem barulah, terobosan milineal? Ha ha ha cuman pembodohan publik itu.""Maksudnya?""Kau pikir sendirilah, kondisi perusahaan ini, tinggal menghitung waktu mundur buat kolaps. CEO lama yang sudah pengalaman saja tak sanggup, apalagi pimpinan baru bau kencur.""Hushh sembarangan kamu! Bukannya Pak Eka itu sudah berhasil memenangkan 8 proyek?”"Selain proyek sama PT. pharmaceutical Aeropolis, semuanya proyek kecil.""Iya juga, sih.""Makanya tak usahlah sok-sokan berpartisipasi, buang-buang tenaga saja, mending kerjakan job desk sambil cari-cari peluang diterima di perusahaan lain, jaga-jaga kalo perusahaan kolaps.""Iya deh. Ada benarnya juga apa katamu itu."Rekaman suara dimatikan. Surtini menggeram. Tangannya terkepa
Kehebohan melanda di PT. Kimia Berjaya. Kabar kedatangan CEO perusahaan besar untuk melakukan kesepakatan telah tersebar. Hal itu pun menjadi gosip terpanas. Bisik-bisik terjadi hampir di setiap sudut."Gila, beneran ternyata, Pak Saga dari PT. Bintang Kejora! Kok bisa, ya?""Mungkin Pak Bambang bantu cucunya.""Enggak deh, kalo menurutku emang Pak Eka itu menarik perhatian."Saga diam-diam tersenyum. Telinganya memiliki kemampuan pendengaran di atas rata-rata. Dia bisa mendengar obrolan karyawan PT. Kimia Berjaya dan menikmati saat-saat menjadi pusat perhatian.Arya, adiknya yang menjabat wakil presiden direktur menghela napas melihat tingkah sang kakak. Entah kenapa dia merasa Saga akan bertindak di luar kendali. Namun, Arya tak bisa berbuat banyak, hanya bisa mengekori Saga yang melangkah dengan elegan menuju ruang rapat direksi.Akhirnya, mereka telah tiba di ruang rapat. Surtini menyambut ramah dan mempersilakan masuk. Sementara Eka yan